Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan
pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun
1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai anestetik,
dan kelompok ini dibedakan dalam anestetik umum dan anestetik lokal. Bergantung
pada dalamnya pembiusan, anestetik umum dapat memberikan efek analgesia yaitu
hilangnya sensasi nyeri atau efek anesthesia yaitu analgesia yang disertai hilangnya
kesadaran. Anestesi umum bekerja di Susunan Saraf Pusat, sedangkan anestetik lokal
bekerja langsung pada Serabut Saraf di Perifer. (Latief,dkk, 2001)
Anestesi umum (General Anesthesia) disebut pula dengan nama NarkoseUmum
(NU). Anastesi Umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum yang sempurna
menghasilkan ketidak sadaran, analgesia, relaxasi otot tanpa menimbulkan resiko
yang tidak diinginkan dari pasien.
Dengan anestesi umum, akan diperoleh triad (trias) anestesia, yaitu :

Hipnosis (tidur)
Analgesia (bebas dari nyeri)
Relaksasi otot

Karena anestesi modern saat ini menggunakan obat-obat selain eter, maka trias
anestesi diperoleh dengan menggabungkan berbagai macam obat. Eter menyebabkan
tidur, analgesia dan relaksasi, tetapi karena baunya tajam dan kelarutannya dalam
darah tinggi sehingga agak mengganggu dan lambat (meskipun aman) untuk induksi.
Sedangkan relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).
Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot sehingga akan
mempermudah tindakan pembedahan. Obat-obat opium seperti morfin dan petidin

akan menyebabkan analdesia dengan sedikit perubahan pada tonus otot atau tingkat
ke
sadaran. Kombinasi beberapa teknik dan obat dapat dipergunakan untuk mencapai
tujuan ini dan kombinasi ini harus dipilih yang paling sesuai untuk pasien.
Tujuan Anastesi Umum adalah Anestesi umum menjamin hidup pasien, yang
memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dengan leluasa dan menghilakan
rasa nyeri.( Herry, 2013)
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.

Apa definisi anastesi umum?


Bagaimana tahapan anestesi umum?
Bagaimana farmakokinetik dan farmakodinamik anastesi umum?
Apa saja jenis anastesi umum?
Apa saja indikasi dan kontra indikasi dari anastesi umum?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi dan fungsi
2. Mengetahui tahapan anastesi
3. Mengetahui farmakokinetik dan farmakodinamik ansetesi umum
4. Mengetahui jenis- jenis anastesi umum.
5. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi anestasi umum

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Anastesi Umum


Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Agen anestesi
umum bekerja dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel.
Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan ketidaksadaran
reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara injeksi dan atau
inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri (analgesia), hilangnya
ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan atau refleks dan hilangnya
gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran (unconsciousness).
( Adams, 2001)
Mekanisme kerja anestesi umum pada tingkat seluler belum diketahui secara
pasti, tetapi dapat dihipotetiskan mempengaruhi sistem otak karena hilangnya
kesadaran, mempengaruhi batang otak karena hilangnya kemampuan bergerak, dan
mempengaruhi kortek serebral karena terjadi perubahan listrik pada otak. Anestesi
umum akan melewati beberapa tahapan dan tahapan tersebut tergantung pada dosis
yang digunakan. Tahapan teranestesi umum secara ideal dimulai dari keadaan terjaga
atau sadar kemudian terjadi kelemahan dan mengantuk (sedasi), hilangnya respon
nyeri (analgesia), tidak bergerak dan relaksasi (immobility), tidak sadar
(unconsciousness), koma, dan kematian atau dosis berlebih. ( Adams.2001)
Anestesi umum yang baik dan ideal harus memenuhi kriteria : tiga komponen
anestesi atau trias anestesi yaitu: hipnosis, analgesia, dan relaksasi otot. Dengan
demikian, tujuan utama dilakukan anestesi umum adalah upaya untuk menciptakan
kondisi sedasi, analgesi, relaksasi, dan penekanan refleks yang optimal dan adekuat
untuk dilakukan tindakan dan prosedur diagnostik atau pembedahan tanpa
menimbulkan gangguan hemodinamik, respiratorik, dan metabolik yang dapat
mengancam. (Adams, 2001)
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau melalui
gabungan secara injeksi dan inhalasi. Anestetikum dapat digabungkan atau
dikombinasikan antara beberapa anestetikum atau dengan zat lain sebagai

preanestetikum dalam sebuah teknik yang disebut balanced anesthesia untuk


mendapatkan efek anestesi yang diinginkan dengan efek samping minimal.
Anestetika umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halotan,
isofluran, sevofluran, desfluran, dietil eter, nitrous oksida dan xenon. Anestetika
umum yang diberikan secara injeksi meliputi barbiturat (tiopental, metoheksital, dan
pentobarbital), cyclohexamin (ketamine, tiletamin), etomidat, dan propofol.
(Adams, 2001).
Tujuan Anestesi Umum: anestesi umum menjamin hidup pasien, yg
memungkinkan operator melakukan tindakan bedah dg leluasa dan menghilakan rasa
nyeri.
Fungsi anastesi umum:
1. Mengontrol rasa sakit
2. Untuk melakukan prosedur pembedahan tanpa menyababkan rasa sakit
pada pasien
3. Untuk melakukan eutanasia
4. Merestrain pasien yang sangat sulit direstrain.
5. Melakukan pemeriksaan yang dibutuhkan saat pasien diam. (Adams.2001)

2.2 Tahapan Anestesi


1) Stadium 1 (analgesia)
Penderita mengalami analgesi,
Rasa nyeri hilang,
Kesadaran berkurang
2) Stadium II (delirium/eksitasi)
Penderita tampak gelisah dan kehilangan kesadaran
Penderita mengalami gerakan yang tidak menurut kehendak (tertawa,
berteriak, menangis, menyanyi)
Volume dan kecepatan pernapasan tidak teratur
Dapat terjadi mual dan muntah
Inkontinensia urin dan defekasi sering terjadi midriasis, hipertensi
3) Stadium III (anestesia,pembedahan/operasi)
Pernapasan menjadi dangkal, cepat, dan teratur, seperti pada keadaan tidur
(pernapasan perut)
4

Gerakan mata dan refleks mata hilang / gerakan bola mata tidak menurut

kehendak
Otot menjadi lemas, misal; kepala dapat digerakkan ke kanan dan ke kiri

dengan bebas; lengan diangkat lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa ditahan
4)Stadium IV (paralisis medula oblongata)
Kegiatan jantung dan pernapasan spontan terhenti.
Terjadi depresi berat pusat pernapasan di medulla oblongata dan pusat
vasomotor. Tanpa bantuan respirator dan sirkulasi, penderita akan cepat
meninggal. Maka taraf ini sedapat mungkin dihindarkan.( Ike, 2010)
2.3 Farmakinetik dan Farmakodinamik
Farmakokinetik
A. Absorbsi
Setelah pemberian secara intravena, tiopental akan melewati sawar darah otak
secara cepat dan jika diberikan pada dosis yang mencukupi, akan menyebabkan
hipnosis dalam satu waktu sirkulasi. Dalam waktu 30-40 detik, penderita akan
tertidur setelah disuntik secara intravena dan kesadaran akan pulih setelah 20-30
menit. (Nuryawan, 2009)
B. Distribusi
Konsentrasi masing-masing gas di dalam campuran gas sebanding dengan tekanan
atau tegangan parsialnya. Istilah tersebut sering digunakan bergantian dalam
mebicarakan berbagai proses transfer gas anestesi di dalam tubuh. Tercapainya
konsentrasi obat anestesi yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi,
memerlukan transfer obat anestesi dari udara alveolar ke dalam darah dan
kemudian ke dalam otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi obat tertentu di dalam
otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi obat tertentu di dalam otak tergantung atas
sifat kelarutan obat anestesi, konsentrasinya di dalam udara yang di inspirasi
kecepatan ventilasi paru, aliran darah paru serta perbedaan konsentrasi obat
anestesi antara darah arteri dan darah vena campuran (Katzung, 2001).
C. Metabolisme

Metabolisme tiopental terutama terjadi di hepar, dan hanya sebagian kecil


(kurang dari 1%) tiopental akan dikeluarkan lewat urin tanpa mengalami
perubahan. Metabolisme tiopental terjadi sangat lambat dan akan didistribusikan
ke hati. Rata-rata metabolisme tiopental adalah 10%-16% perjam pada manusia
setelah pemberian dosis tunggal. Pulih sadar yang cepat setelah pemberian
disebabkan oleh karena pemecahan tiopental dalam hepar yang cepat. Tiopental
dalam jumlah kecil masih dapat ditemukan dalam darah 24 jam setelah pemberian
(Nuryawan, 2009).
D. Ekskresi
Waktu pemulihan anestesi inhalasi bergantung pada kecepatan pembuangan obat
anestetik dari otak setelah konsentrasi obat anestesi yang diisap menurun.
Banyaknya proses transfer obat anestetik selama waktu pemulihan sama dengan
yang terjadi selama induksi. Factor-factor yang mengontrol kecepatan pemulihan
anestesi meliputi; aliran darah paru, besarnya ventilasi, serta kelarutan obat
anestesi dalam jaringan dan darah serta dalamnya fase gas didalam paru (Katzung,
2001).

Farmakodinamik
A. Interaksi Obat dengan tubuh
Etanol, obat-obatan narkotik, antihistamin dan obat-obat depresan sistem saraf
pusat yang lain akan mempunyai efek potensiasi sedatif dengan tiopental atau
barbiturat. Pada pasien dengan penyalahgunaan alkohol kronis, dosis tiopental
yang

diberikan

akan

lebih

besar

dibandingkan

dengan

pasien

tanpa

penyalahgunaan alkohol (Nuryawan, 2009).


B. Mekanisme Obat
Anestetik inhalasi kerjanya nonselektif. Sehingga selain efek penting
kliniknya pada susunan saraf pusat (SSP), juga mengubah berbagai tipe sel perifer.
Kenyataan bahwa molekul yang tidak berkaitan secara kimia menghasilkan suatu

keadaan spesifik. Lebih lanjut, bila anestetik merubah fungsi reseptor untuk neuro
transmitter (misalnya asam aminobutirat, glutamate), obat ini bekerja nonselektif.
Jadi, kenyataan bahwa daerah SSP, seperti system aktivasi reticular dan korteks,
menggambarkan tempat kerja anestetik yang penting jelas tidak ada hubungannya
terhadap adanya reseptor spesifik pada suatu daerah utama, tetapi lebih terhadap
peranan SSP dalam mengontrol semua keadaan kesadaran dan respons terhadap
rangsangan sensorik (J. Mycek, 2001).
C. Durasi & Waktu paruh
Fentanil Citrat atau lebih dikenal dengan Fentanil, merupakan obat analgesik
narkotik yang juga berfungsi sebagai obat anestesi umum. Onset : intra muscular
7-15 menit ,durasi 1-2 jam. Onset intra vena : segera ,durasi 0,5-1 jam (Nuryawan,
2009).
Metabolisme di hepar,di eliminasi primer lewat urine dan 10 % sebagai zat
yang tak diubah. Merupakan opiat onset cepat bila diberikan (30 detik) intravena,
mempunyai durasi lebih cepat dibanding morphin. Lipid solubility, melewati blood
brain barier. Waktu paruh 185-219 menit . Dosis tinggi Fentanil seperti opiat pada
umumnya menyebabkan kekakuan otot. Ini akan memjadi lebih berat bila ventilasi
tidak adekuat. Dosis kecil 1-2 g/kgBB digunakan untuk analgesia. Dosis 2-10
g/kgBB digunakan untuk fasilitas anesthesi : Intubasi endotrakea, untuk menekan
gejolak hemodinamik pada stimulasi anesthesi. Dosis besar 50-150 g/kgBB
digunakan untuk anestesi umum (Nuryawan, 2009).
D. Efek Terapi
Propofol merupakan anestetik intravena golongan nonbarbiturat yang efektif
dengan onset cepat dan durasi yang singkat. Pemulihan kesadaran yang lebih cepat
dengan efek minimal terhadap susunan saraf pusat merupakan salah satu
keuntungan penggunaan propofol dibandingkan obat anestesi intravena lainnya.
Efek terbesar dari propofol terhadap kardiovaskuler adalah adanya penurunan
tekanan darah akibat penurunan pada tahanan vaskuler sistemik, kontraktilitas
myokardial, dan preload.( Nuryawan,2009)

2.4 Jenis Anestesi Umum


Anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya terdiri dari 3 cara, yaitu ;
1. Anestetika gas (inhalasi)
Anestesi umum inhalasi merupakan salah satu metode anestesi umum yang
dilakukan dengan cara memberikan agen anestesi yang berupa gas dan atau cairan
yang mudah menguap melalui alat anestesi langsung ke udara inspirasi.
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan anestetikum dalam alveolus dan hipoventilasi
akan menurunkan ambilan alveolus. Kelarutan zat inhalasi dalam darah adalah faktor
utama yang penting dalam menentukan induksi dan pemulihan anestesi inhalasi.
Induksi dan pemulihan akan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat
pada zat yang larut. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan
parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anesthesia dan efek
letal cukup lebar. (Herry, 2013)

1) Nitrogen monoksida (N2O)


Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan
bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar 50 atmosfir.
N2O mempunyai efek analgesic yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen
efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek
analgesic maksimum 35% . gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan
100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi
kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya
hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan
analgesic pada saat proses persalinan dan Pencabutan gigi. H2O digunakan secara
umum untuk anestetik umum, dalam kombinasi dengan zat lain. (Herry, 2013)

2) Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak
berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan
tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close
method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan
cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume,
tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar
20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian
dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk
mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum
inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit
sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada
anesthesia dengan siklopropan.)
Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan
tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik
terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu
fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular,
ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh
siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak
menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan
sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui
paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan
air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek
analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi
siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang
digunakan 10-20% oksigen. (Herry, 2013).
2. Anestetik yang menguap

Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang


sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada
kadar rendah dan relative mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan
yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan
dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari
kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar
disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi
dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan
anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu
golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya
halotan, metoksifluran, etil klorida, trikloretilen dan fluroksen. Eter merupakan cairan
tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas
dan mudah meledak. Eter merupakan anestetik yang sangat kuat sehingga penderita
dapat memasuki setiap tingkat anesthesia. Sifat analgesic kuat sekali, dengan kadar
dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesia tetapi penderita masih sadar.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek
sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare,
sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan
neuromuscular oleh antibiotic seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan
kanamisin. Eter dapt merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu
pemulihan eter menimbulkan salvias, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salvias
akan dihambat dan terjadi depresi nafas.
Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga
melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh. (Herry, 2013).
1) Efluran
Merupakan anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar dan cepat
melewati stadium induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi. Kecepatan
induksi terhambat bila penderita menahan nafas atau batuk. Sekresi kelenjar saliva
dan bronkus hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu menggunakan medikasi

10

preanestetik yaitu atropin. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskuler


dan perangsangan SSP, untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar
kadar rendah bersama N2O. Efluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi
system kardiovaskuler, meskipun dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan
frekuensi nadi. Efluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketekolamin yang
lebih lemah dibandingkan dengan halotan tetapi efluran membahayakan penderita
penyakit ginjal. Pada anestesi yang dalam dan hipokapnia, efluran dapat
menyebabkan kejang tonik-klonik pada otot muka dan ekstremitas. Hal ini dapat
dihentikan tanpa gejala sisa dengan mengganti obat anestesi, melakukan anestesi
yang tidak terlalu dalam dan menurunkan ventilasi semenit untuk mengurangi
hipokapnia. Efluran jangan digunakan pada anak dengan demam berumur kurang dari
3 tahun. (Herry, 2013).
2) Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi mirip
dengan efluran, tetapi secara farmakologi berbeda. Isofluran berbau tajam sehingga
membatasi kadar obat dalam udara yang dihisap oleh penderita karena penderita
menahan nafas dan batuk. Setelah pemberian medikasi preanestetik stadium induksi
dapat dilalui dengan lancer dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O dan O2.
isofluran merelaksasi otot sehingga baik untuk intubasi. Tendensi timbul aritmia amat
kecil sebab isofluran tidak menyebabkan sensiitisasi jantung terhadap ketokolamin.
Peningkatan frekuensi nadi dan takikardi adihilangkan dengan pemberian propanolol
0,2-2 mg atau dosis kecil narkotik (8-10 mg morfin atau 0,1 mg fentanil), sesudah
hipoksia atau hipertemia diatasi terlebih dulu. Penurunan volume semenit dapat
diatasi dengan mengatur dosis. Pada anestesi yang dalam dengan isofluran tidak
terjadi perangsangan SSP seperti pada pemberian enfluran. Isofluran meningkatkan
aliran darah otak pada kadar labih dari 1,1 MAC (minimal Alveolar Concentration)
dan meningkatkan tekanan intracranial. (Herry.2013).
3.

Halotan

11

Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak
mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak,
tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastic. Karet larut dalam
halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini
harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotanlemah tetapi
relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit
untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar
minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume. (Herry, 2013).
4.

Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah

meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik,
metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal
0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia.
Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak
menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita
asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi
tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat
hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
(Herry, 2013).
5.

Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan

mempunyai titik didih 12-13C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap
dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan
etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit
dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena
itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya
digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30
detik.

Etilkloroda

digunakan

juga

sebagai

anestetik

local

dengan

cara

12

menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar
dipotong dan mudah kena infeksi Karena penurunan resistensi sel dan melambatnya
penyembuhan. (Herry, 2013).
6. Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti
kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu
pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic
trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang
baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O.
untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran
2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap
katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen
tidak mengiritasi saluran nafas.(Herry, 2013).

3. Anestetik yang diberikan secara intravena (anestetik perenteral)


Pemakaian obat anestetik intravena, dilakukan untuk : induksi anesthesia,
induksi dan pemeliharaan anesthesia bedah singkat, suplementasi hypnosis pada
anesthesia atau analgesia local, dan sedasi pada beberapa tindakan medic. Anestesi
intravena ideal membutuhkan criteria yang sulit dicapai oleh hanya satu macam obat
yaitu cepat menghasilkan efek hypnosis, mempunyai efek analgesia, disertai oleh
amnesia pascaanestesia, dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat
antagonisnya, cepat dieliminasi dari tubuh, tidak atau sedikit mendepresi fungsi
restirasi dan kardiovasculer, pengaruh farmakokinetik tidak tergantung pada disfungsi
organ. Untuk mencapai tujuan di atas, kita dapat menggunakan kombinasi beberapa
obat atau cara anestesi lain. Kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk
induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah
satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. (Herry, 2013).

13

Barbiturat Menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi


(perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi
penghambatan system penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan
system perangsang juga dihambat sehingga respons korteksmenurun. Pada
penyuntikan thiopental. Barbiturate menghambat pusat pernafasan di medulla
oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh
barbiturattetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang,
curah jantung sedikit menurun. Barbiturate tidak menimbulkan sensitisasi jantung
terhadap katekolamin. (Herry, 2013).
Barbiturate yang digunakan untuk anestesi adalah
1) Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung
dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang
dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai
tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan
interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan
30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk
mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan
2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa
digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
(Herry,2013).
2) Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan
intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai,
dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan
secara terus menerus (drip). (Bedah FKH Unud, 2013).
3) Natrium

14

Metoheksital dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1%


diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml
larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan
larutan 0,2%. (Herry, 2013).
4) Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan
relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesic, anestetik dan kataleptik dengan
kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah
untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang
tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi
nadi dan curah jantung sampai 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring
tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa.
Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati,
kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara
intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai
dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan
setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB,
stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit. (Herry.2013)
5) Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan
analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahanlahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila
sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja
(0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil
dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya
mengalami hiperpireksia maligna.(Herry, 2013)
6) Diazepam

15

Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan


bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesic. Juga tidak menimbulkan potensiasi
terhadap efek penghambat neuromuscular dan efekanalgesik obat narkotik. Diazepam
digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan
prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan
penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek
anestesi diaz-epam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa
pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan
untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi local. (Herry, 2013).

7) Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi.
Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik
infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat
menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan
frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak
(35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik
ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat
nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena
besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin. (Herry, 2013).
8) Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini
berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian
anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti
tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan
thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek
ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak

16

fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial
akan menurun. Biasanya terdapat kejang. (Herry, 2013).
2.5 Indikasi dan Kontra Indikasi
Indikasi
1. Infant & anak usia muda
2. Dewasa yang memilih anestesi umum
3. Pembedahannya luas / eskstensif
4. Penderita sakit mental
5. Pembedahan lama
6. Pembedahan dimana anestesi lokal tidak praktis atau tidak memuaskan
7. Riwayat penderita tksik / alergi obat anestesi lokal
8. Penderita dengan pengobatan antikoagulantia (Sasongko, 2005).
Kontra Indikasi
1. Alergi terhadap obat golongan barbiturat.
2. Penderita dengan status asmatikus.
3. Penderita dengan riwayat porfiria.
4. Perikarditis konstriktif.
5. Tidak didapatkan vena yang bisa dipakai untuk menyuntik.
6. Anak usia kurang dari 4 tahun.
7. Penderita yang dalam keadaan syok.(Nuryawan, 2009)

17

BAB III
PENUTUP
Simpulan
Anestesi Umum adalah tindakan meniadakan rasa nyeri/sakit secara sentral
disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Agen anestesi
umum bekerja dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP) secara reversibel.
Tahapan anestesi terdiri dari empat tahap yaitu, tahap analgesia, tahap eksitasi, tahap
operasi, dan tahap paralisis medulla oblongata. Farmakokinetik dari anestesi umum
ini menyangkut absorbsi, distribusi, metabolism, dan ekskresi. Sedangkan
farmakodinamiknya menyangkut interaksi obat dalam tubuh.
Kemudian jenis jenis anestesi terdiri dari anestesi inhalasi, anestesi yang
mudah menguap, anestesi parenteral.Indikasi anestesi umum contohnya seperti

18

penderita sakit mental dan pembedahan lama,sedangkan kontra indikasinya seperti


alergi terhadap obat golongan barbiturat dan penderita dengan status asmatikus.
Saran
Kritik dan saran yang bersifat membangun penulis harapkan dari berbagai
pihak. Semoga paper ini dapat menambah wawasan pembaca tentang anestesi umum.

19

Anda mungkin juga menyukai