Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru dan
lainnya. Setiap organ tubuh tersusun atas jaringan yang merupakan kumpulan
sel yang mempunyai fungsi dan struktur yang sama. Sel sebagai unit fungsional
terkecil dari tubuh dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan
sempurna seperti pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya. Sel terdiri
dari dua komponen utama, yaitu sitoplasma dan inti sel (nucleus). Sitoplasma
mengandung sejumlah organel sel yang berfungsi mengatur berbagai fungsi
metabolisme penting sel. Inti sel mengandung struktur biologis yang sangat
kompleks yang disebut kromosom yang mempunyai peranan penting sebagai
tempat penyimpanan semua informasi genetika yang berhubungan dengan
keturunan atau karakteristik dasar manusia. Kromosom manusia yang
berjumlah 23 pasang mengandung ribuan gen yang merupakan suatu rantai
pendek dari DNA (Deooxyribonucleic acid) yang membawa suatu kode
informasi tertentu dan spesifik.
Karena tubuh manusia terdiri dari banyak organ, dan setiap organnya
terdiri dari sel-sel khusus, maka radiasi ionisasi berpotensi dapat mempengaruhi
operasi normal dari sel-sel ini. Dalam pembahasan makalah ini, kita akan
membahas potensi efek biologis dan resiko karena radiasi pengion tersebut
sebagai dasar pengetahuan mengenai efek radiasi terhadap fungsi biologis pada
tubuh manusia.
Seperti telah diketahui bahwa sumber radiasi mempunyai sifat tidak
dapat dirasakan oleh panca indra manusia dan dapat merugikan bagi kesehatan
dan lingkungan apabila dalam pemanfaatanya tidak sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Untuk mengatasi sifat-sifat radiasi tersebut hingga bermanfaat
bagi kehidupan manusia diperlukan suatu pengetahuan khusus untuk
menanganinya.

Sebagaimana sifat yang tidak dapat dirasakan sama sekali oleh panca
indra manusia, maka untuk menentukan ada tidaknya radiasi diperlukan
kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik pegukurannya yang didasarkan
pada pengukuran ionisasi yang disebabkan oleh radiasi dalam gas, terutama
udara. Dalam proteksi radiasi, metode pengukuran dosis radasi ini dikenal
degan sebutan dosimetri radiasi.

1.2

Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah efek yang terjadi akibat penggunaan sinar radiasi secara
umum?
b. Bagaimana reaksi sinar-X terhadap tubuh sebagai efek yang pertama kali
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

terjadi?
Bagaimana efek radiasi yang terjadi pada organ dan jaringan?
Bagaimana efek radiasi yang terjadi pada sel?
Bagaimana efek radiasi yang terjadi pada DNA sel?
Apa itu jaringan radiosensitive dan tidak radiosensitive?
Apa perbedaan dari kesensitifitasan jaringan terhadap radiasi?
Bagaimana klasifikasi efek secara biologis?
Apakah dosimetri itu?
Ada berapa jenis dosimetri yang digunakan?
Ada berapa macam perhitungan dosis radiasi?
Bagaimana cara menghitung dosis yang diterima operator, pasien, serta
masyarakat, dan lingkungan dari pesawat sinar-x?

1.3

Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah mengenai biologi radiasi ini adalah untuk dapat
memahami bagaimana efek biologis yang terjadi akibat paparan dari sinar
radiasi dan memahami apa itu dosimetri radiasi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Efek yang Terjadi Akibat Penggunaan Sinar Radiasi Secara Umum

Biologi radiasi adalah studi yang mempelajari efek dari ionisasi radiasi
pada makhluk hidup. Untuk mempelajari ilmu ini dibutuhkan pengetahuan
berbagai tingkat organisme dalam sistem biologis. Interaksi awal antara ionisasi
radiasi dan materi pada tingkat elektron berlangsung saat 10 -13 detik setelah
terpapar. Perubahan ini menghasilkan modifikasi pada molekul biologi dalam
beberapa detik sampai dengan beberapa jam. Selanjutnya perubahan molekular
dapat memungkinkan terjadinya perubahan dalam sel dan organisme yang
bertahan selama berjam-jam, decade, atau mungkin sampai generasi
selanjutnya. Apabila dalam satu individu telah cukup terjadi kematian pada sel
dapat menyebabkan luka atau kematian pada individu tersebut. Apabila terjadi
modifikasi pada sel, maka dapat menyebabkan kanker, atau kelainan pada
keturunan.
Efek biologis dari radiasi ionisasi dapat dibagi menjadi dua kategori
yaitu efek deterministik dan efek stokastik. Efek deterministik adalah efek
dimana tingkat keparahan respon setara atau proporsional dengan dosis. Efek
ini yang biasanya berupa cell killing terjadi saat dosis cukup besar. Efek
deterministik mempunyai batas dosis dimana respon tidak terlihat. Contoh dari
efek deterministik adalah perubahan oral setelah terapi radiasi.
Efek stokastik merupakan efek dimana kemungkinan terjadinya
perubahan bergantung pada dosis. Prinsip efek stokastik adalah all-or-none;
dimana seseorang mempunyai atau tidak mempunyai kondisi tersebut.
Contohnya, kanker yang disebabkan oleh radiasi adalah efek stokastik karena
semakin sering seseorang terpapar oleh radiasi meningkatkan kemungkinan
terkena kanker tetapi tidak meningkatkan keparahan dari kanker tersebut. Efek
stokastik dipercaya tidak mempunyai batas dosis.
2.2

Reaksi Sinar-X Terhadap Tubuh Sebagai Efek yang Pertama Kali Terjadi
Radiasi Kimia
Aksi radiasi pada makhluk hidup terjadi melalui efek langsung (direct)
dan tak langsung (indirect). Ketika energy photon atau electron sekunder

mengionisasi makromolekul bilogis, efek tersebut disebut efek langsung


(direct).

Kemungkinan lain, photon bisa diserap oleh air yang ada dalam

organisme, mengionisasi beberapa molekul air yang ada didalamnya. Hasil ion
membentuk radikal bebas (radiolysis air) lalu didalamnya berinterasi dan
memproduksi perubahan dalam molekul biologis.

Oleh karena perubahan

intermediet yang menyertakan molekul air dibutuhkan untuk merubah molekul


biologis, bagian dai peristiwa ini diistilahkan sebagai efek tak langsung
(indirect)
Efek Langsung (Direct Effect)
Dalam kerusakan secara direct ini, target tertentu dalam sel,
mungkin DNA kromosom atau RNA dalam inti, mengambil direct hit dari foton
Sinar-X yang masuk, atau energi tinggi electron yang dikeluarkan, yang
memutuskan ikatan yang relatif lemah antara asam nukleat. Efek kromosom
berikutnya bisa meliputi:

Ketidakmampuan untuk menyampaikan informasi


Replikasi abnormal
Kematian sel
Kerusakan sementara - DNA berhasil diperbaiki sebelum divisi sel lebih
lanjut.
Jika radiasi membentur sel somatik, efek pada DNA (dan juga kromosom)

bisa mengakibatkan keganasan radiasi. Jika kerusakan pada sel-sel induk


reproduksi, hasilnya bisa menjadi radiasi kelainan bawaan.

Apa yang sebenarnya terjadi di dalam sel tergantung pada beberapa faktor,
termasuk:

Jenis dan jumlah ikatan asam nukleat yang rusak


Intensitas dan jenis radiasi
Waktu antara paparan
Kemampuan sel untuk memperbaiki kerusakan

Tahap siklus sel reproduksi ketika iradiasi.


Dalam efek direct, molekul bilogis (RH, dimana R adalah molekul dan H

adalah atom hydrogen) menyerap energi dari radiasi ionisasi dan membentuk
radikal bebas yang tak stabil (atom atau molekul yang memiliki elektron tak
berpasangan dalam kulit valensi). Generasi dari radikal bebas terjadi kurang
dari 10-10 detik setelah berinteraksi dengan photon. Radikal bebas sangat reaktif
dan memiliki hidup yang pendek, dan cepat berubah bentuk kedalam
konfigurasi stabil dengan cara dissosiasi (memisahkan diri) ataupun crosslinking (penggabungan dari dua molekul). Radikal bebas memainkan peran
dominan dalam memproduksi perubahan molekuler dalam molekul biologis.
Produksi radikal bebas :
RH + Radiasi Sinar-X R* + H+ + eYang terjadi pada radikal bebas :

Dissosiasi :
R* X + Y*

Cross-linking :
R* + S* RS
Karena adanya perubahan molekul biologis yang berbeda secara struktur

dan fungsinya dari molekul yang original, konsekuensi nya adalah adanya
perubahan biologis pada organisme yang teriradiasi. Kira-kira sepertiga efek
biologis dari paparan sinar-X, dihasilkan oleh efek direct. Efek direct ini
merupakan hasil yang paling umum dalam radiasi partikulat seperti neutron dan
partikel .
Radiolisis air

Karena air adalah molekul yang dominan dalam sistem biologis (70% dari
berat tubuh). Maka air sering berpartisipasi dalam interaksi antara foton sinar-x
dan molekul

biologis

suatu

organisme. Serangkaian

perubahan

kimia

kompleks terjadi di dalam air setelah terpapar pada radiasi pengion. Secara
kolektif reaksi menghasilkan radiolisis air :
Photon + H2O H* + OH*
Meskipun radiolysis air merupakan reaksi kompleks, pada keadaan
setimbang, air secara besar-besaran dikonversi menjadi hydrogen dan radikal
bebas hydroxyl. Ketika oksigen yang terlarut ada di dalam air yang teriradiasi,
radikal bebas hydroperoxyl, kemungkinan dapat terbentuk :
H* + O2 HO2*
Radikal bebas hydroperoxyl berperan pada pembentukan hydrogen peroksida
dalam jaringan :
HO2* + H* H2O2
HO2* + HO2* O2 + H2O2
Kedua radikal peroxyl dan hydrogen peroksida merupakan agen oksidasi dan
memproduksi toksin primer dalam jaringan dengan radiasi pengion.

Efek Tak Langsung (Indirect Effect)


Efek indirect adalah efek di mana hidrogen dan radikal bebas hidroksil,
diproduksi

oleh

aksi

radiasi

pada air,

berinteraksi

dengan

molekul

organik. Interaksi hidrogen dan radikal bebas hidroksil dengan organik molekul
dapat mengakibatkan pembentukan radikal bebas organik. Sekitar dua pertiga
dari radiasi biologis kerusakan dihasilkan dari efek tidak langsung (indirect
effect). Reaksi tersebut mungkin melibatkan penghapusan hidrogen:
RH + OH* R* + H2O
RH + H* R* + H2
Radikal bebas OH* lebih penting dalam menyebabkan kerusakan.
Radikal bebas organik berupa molekul tak stabil dan berubah menjadi stabil.
Perubahan molekul ini memiliki sifat kimia dan biologis yang didapat dari
molekul originalnya.

Baik efek direct maupun indirect, keduanya terjadi dalam waktu 10-5 detik.
Hasil kerusakan bisa memalkan waktu beberapa jam sampai beberapa decade
agar terlihat dengan jelas.
2.3

Jenis penyakit akibat radiasi


Kelenjar Tiroid
Meskipun kelenjar tiroid tidak teradiasi dengan prosedur penyinaran
dental radiografi yang utama, tetapi terjadi radiasi kelenjar tiroid. Kira-kira
6000 mrads (0,006 Gy) dibutuhkan untuk memproduksi kanker ; seperti dosis
yang banyak tidak terjadi pada dental radiografi . Meskipun rata-rata kelenjar
tiroid terkena kanker tiroid ketika mendapat radiasi sebesar 6 mrads (0,00006
Gy).
Sumsum Tulang
Daerah maxila dan mandibula saat dirontgen dengan dental radiografi
terhitung memiliki presentase yang kecil daripada sumsum tulang . Bahaya
kanker (leukimia) dapat langsung terhubung dengan jumlah jaringan yang
teradiasi dalam memproduksi darah dan dosisnya. Leukimia diinduksi oleh
5000 mrads (0,005 Gy)

. Rata-Rata dosis sumsum tulang periapikal saat

melakukan dental radiografi sekitar 1-3 mrads (0,0000,1-0,0000,3 Gy) per


film. Jadi antara 2000-5000 film tersinar ke dalam tulang yang dapat
menyebabkan leukimia.
Marie Curie, penemu bahan radioaktif Po dan Ra meninggal pada tahun 1934
akibat terserang oleh leukemia. Penyakit tersebut besar kemungkinan akibat
paparan radiasi karena seringnya beliau berhubungan dengan bahan-bahan
radioaktif. Sinar-X, atau sinar rontgen, adalah gelombang elektromagnetik di
mana medan listrik dan magnetik berkala variabel tegak lurus satu sama lain
dan terhadap arah propagasi. Jadi mereka identik di alam dengan cahaya
tampak dan semua jenis radiasi yang merupakan spektrum elektromagnetik.
Secara umum, sinar X dihasilkan sebagai akibat dari transisi energi elektron

atom disebabkan oleh pemboman dari bahan berat atom tinggi dengan elektron
energi tinggi. Lihat juga radiasi elektromagnetik.
Kulit
Memiliki jumlah 250 rads dalam waktu 14 hari dapat menyebabkan
erythema atau memerah pada kulit. Untuk memproduksi seperti perubahan
lebih dari 500 dental film dalam waktu 14 hari yang terkena sinar
Mata
Lebih dari 200.000 mrads dibutuhkan untuk menginduksi/ menyebabkan
pembentukan katarak di mata. Dosis yang tinggi tidak menjadi pertimbangan
dalam dental radiografi. Meskipun rata-rata lapisan kornea mendapat dosis kirakira 60 mrads (0,00006 Gy). Dalam menggunakan dental radiografi dapat
memberi kesempatan terjadinya katarak, para ahli menyadari bahwa mata
adalah organ yang penting.
2.4

Efek yang Terjadi pada Organ, Jaringan, Sel, DNA sel


Efek yang Terjadi pada Organ dan Jaringan
Radiosensitivitas jaringan atau organ ditentukan melalui responnya
terhadap penyinaran. Kehilangan sel dalam jumlah sedang tidak berpengaruh
terhadap fungsi sebagian besar organ. Akan tetapi, jika kehilangan sel dalam
jumlah besar, semua organisme yang terkena akan menunjukkan akibat
klinisnya. Keparahan perubahan ini bergantung pada dosis dan jumlah
kehilangan sel. Dosis dalam daerah terlokalisasi dapat menyebabkan kerusakan
yang dapat diperbaiki. Dosis yang sebanding dengan seluruh organisme dapat
mengakibatkan kematian sistem yang paling sensitif dalam tubuh.
Efek Jangka Pendek
Efek jangka pendek dari radiasi pada jaringan ditentukan terutama oleh
sensitivitas sel parenkimnya. Jika terus berkembang, jaringan (misalnya tulang
sumsum, membran mukosa mulut) yang disinari dengan dosis sedang, sel-sel

yang hilang terutama oleh mitosis berhubungan dengan kematian. Tingkat


kehilangan sel tergantung pada kerusakan pada sel induk (stem cell) dan tingkat
proliferasi populasi sel. Pengaruh penyinaran jaringan tersebut menjadi jelas
relatif cepat sebagai penurunan jumlah sel matang dalam rangkaiannya.
Jaringan terdiri dari sel-sel yang jarang atau tidak pernah membagi (misalnya,
otot) menunjukkan sedikit atau tidak ada radiasi yang disebabkan hipoplasia
dalam jangka pendek.

Efek Jangka Panjang


Efek deterministik jangka panjang dari radiasi pada jaringan dan organ
sangat tergantung pada sejauh mana kerusakan pada pembuluh darah halus.
Iradiasi

kapiler

menyebabkan

pembengkakan,

degenerasi,

dan

nekrosis.Perubahan ini meningkatkan permeabilitas kapiler dan memperlambat


fibrosis di sekitar pembuluh darah. Akibatnya, penumpukan jaringan parut
fibrosa meningkat sekitar pembuluh, menyebabkan penyempitan dini dan
akhirnya terjadi kerusakan lumen pembuluh darah. Ini mengganggu transportasi
oksigen, nutrisi, dan produk-produk limbah dan menyebabkan kematian dari
semua jenis sel. Hasil akhirnya adalah progressive fibroatrophy dari jaringan
yang teriradiasi.
Perubahan progresif seperti atrofi menyebabkan hilangnya fungsi sel
dan mengurangi resistensi dari iradiasi jaringan untuk infeksi dan trauma.
Perubahan seluler merupakan dasar untuk radiasi atrofi jangka panjang jaringan
dan organ. Kematian sel-sel parenkim setelah paparan sedang denagn demikian

merupakan hasil (1) mitosis yang menyebabkan kematian, dengan cepat


membagi sel dalam jangka pendek dan (2) konsekuensi dari fibroatrophy
progresif pada semua jenis sel dari waktu ke waktu.
Efek yang Terjadi pada Sel
Efek pada Struktur Intraseluler
Efek radiasi pada struktur intraseluler merupakan hasil dari radiasi yang
disebabkan perubahan dalam makromolekul mereka. Meskipun perubahan
molekul awal diproduksi dalam sepersekian detik setelah paparan, perubahan
seluler yang dihasilkan dari paparan moderat memerlukan waktu minimal
berjam-jam menjadi jelas. Perubahan ini terwujud awalnya sebagai perubahan
struktural dan fungsional dalam organel seluler. Perubahan dapat menyebabkan
kematian sel.
Nukleus
Berbagai macam data radiobiologic menunjukkan bahwa inti lebih
radiosensitive (dalam hal lethality) daripada sitoplasma, terutama dalam
pembelahan sel. Sisi sensitif dalam inti adalah DNA dalam kromosom.
Penyimpangan Kromosom
Kromosom berfungsi sebagai penanda berguna ( useful markers ) untuk
cedera radiasi (radiation injury ). Mereka mungkin mudah divisualisasikan dan
dikuantitasi, dan tingkat kerusakan mereka terkait dengan kelangsungan hidup
sel. Penyimpangan kromosom yang diamati dalam sel iradiasi pada saat mitosis
ketika DNA mengembun untuk membentuk kromosom. Jenis kerusakan yang
dapat diamati tergantung pada stadium dari sel dalam siklus sel pada saat
iradiasi.
Gambar 2-1 menunjukkan tahapan dari siklus sel. Jika paparan radiasi
terjadi setelah sintesis DNA (yaitu, di G 2 atau pertengahan dan akhir S), hanya
satu lengan kromosom yang rusak (kelainan kromatid) (Gambar 2-2, A).

Namun, jika radiasi diinduksi terjadi sebelum DNA telah direplikasi (yaitu, di G
1 atau awal S), kerusakan bermanifestasi pada kedua lengan kromosom
(kelainan kromosom) pada mitosis berikutnya (Gambar 2-2, B ). Istirahat yang
paling sederhana yang diperbaiki oleh proses biologis dan tidak dikenali.
Gambar 2-3 mengilustrasikan beberapa bentuk umum dari penyimpangan
kromosom akibat perbaikan yang salah. Pembentukan cincin (Gambar 2-3, A)
dan dicentrics (Gambar 2-3, B) yang mematikan sebagai sel tidak dapat
menyelesaikan

mitosis.

Translokasi

(Gambar

2-3,

C)

mengakibatkan

ketimpangan distribusi bahan kromatin ke sel anak atau mereka mencegah


penyelesaian mitosis berikutnya. Penyimpangan kromosom telah terdeteksi
dalam limfosit darah perifer pasien terkena prosedur diagnostik medis. Selain
itu, korban yang selamat dari bom atom Hiroshima dan Nagasaki telah
menunjukkan penyimpangan kromosom pada limfosit beredar lebih dari dua
decade setelah paparan radiasi. Frekuensi penyimpangan umumnya sebanding
dengan dosis radiasi yang diterima.

Efek pada Replikasi Sel


Radiasi terutama merusak sistem sel membelah dengan cepat, seperti kulit
dan mukosa usus dan jaringan hematopoietik. Iradiasi populasi sel tersebut akan
menyebabkan berkurangnya ukuran jaringan iradiasi sebagai akibat dari
keterlambatan mitosis (penghambatan perkembangan sel-sel melalui siklus sel)
dan kematian sel (biasanya selama mitosis). Kematian reproduksi pada populasi
sel kehilangan kemampuan untuk pembelahan mitosis. Tiga mekanisme
kematian reproduksi adalah kerusakan DNA, efek pengamat, dan apoptosis.
Kerusakan Asam Deoksiribonukleat
Kematian sel disebabkan oleh kerusakan DNA, yang pada gilirannya
menyebabkan penyimpangan kromosom, yang menyebabkan sel mati selama
beberapa mitosis pertama setelah penyinaran. Ini adalah tingkat replikasi sel
dalam berbagai jaringan, dan dengan demikian tingkat kematian reproduksi,
yang menyumbang radiosensitivity berbagai jaringan. Ketika populasi perlahan
membagi sel diiradiasi, dosis yang lebih besar dan interval waktu yang lebih
lama diperlukan untuk induksi efek deterministik daripada ketika sistem sel
membelah dengan cepat terlibat.
Efek Pengamat
Sel yang rusak oleh radiasi rilis ke molekul lingkungan mereka yang
membunuh sel-sel di dekatnya. Ini efek pengamat telah ditunjukkan untuk
kedua partikel dan sinar-X dan penyebab penyimpangan kromosom,
membunuh sel, mutasi gen, dan karsinogenesis.
Apoptosis
Apoptosis, juga dikenal sebagai kematian sel terprogram, terjadi selama
embriogenesis normal. Sel mengumpulkan, menarik diri dari tetangga mereka,
dan memadatkan inti kromatin. Ini pola karakteristik, berbeda dari nekrosis,
dapat disebabkan oleh radiasi di kedua jaringan normal dan dalam beberapa
tumor. Apoptosis sangat umum di jaringan hemopoietic dan limfoid.

Pemulihan
Pemulihan sel dari kerusakan DNA dan efek pengamat melibatkan
perbaikan enzimatik untai tunggal istirahat DNA. Karena perbaikan ini, total
dosis yang lebih tinggi diperlukan untuk mencapai tingkat tertentu sel
membunuh ketika beberapa fraksi yang digunakan (misalnya, dalam terapi
radiasi) daripada ketika total dosis yang sama diberikan dalam paparan singkat
tunggal. Kerusakan kedua untai DNA di tempat yang sama biasanya mematikan
ke sel.

Efek yang terjadi pada DNA Sel


Perubahan pada Molekul Biologi
Asam Nukleat
Beberapa dekade terakhir telah memperlihatkan perkembangan apresiasi
untuk peran krusial dari asam nukleat dalam menentukan fungsi selular. Telah
jelas bahwa kehancuran pada molekul asam deoksiribonukleat (DNA)
merupakan mekanisme utama kematian sel akibat radiasi, mutasi, dan
karsinogenesis. Radiasi menghasilkan sejumlah perbedaan tipe dari perubahan
pada DNA, yaitu:

Kerusakan dari salah satu atau kedua untai DNA


Cross-linking untai DNA dalam heliks, ke untai DNA lain, atau ke

protein
Perubahan atau kehilangan basa
Gangguan pada ikatan hidrogen antara untai DNA

Tipe yang paling penting pada kehancuran DNA yaitu kerusakan single
dan double strand. Kebanyakan untai tunggal kerusakan adalah konsekuensi
kecil biologis sebagai patah berdiri adalah diperbaiki menggunakan untai kedua
utuh sebagai template. Namun, misrepair untai dapat mengakibatkan mutasi dan
efek konsekuen biologis. Kerusakan untai ganda terjadi ketika kedua untai
molekul DNA hancur pada lokasi yang sama atau dalam beberapa pasang basa.
Dalam hal ini perbaikan sangat rumit oleh kurangnya dari template untai utuh
dan misrepair umum. Kerusakan untai ganda diyakini bertanggung jawab
dalam kebanyakan pembunuhan sel dan karsinogenesis serta mutasi.
Protein
Iradiasi protein dalam larutan biasanya menyebabkan perubahan dalam
struktur sekunder dan tersiernya akibat terganggunya rantai samping atau
kerusakan ikatan hidrogen atau disulfida. Perubahan tersebut menyebabkan
denaturasi. Struktur utama dari protein biasanya tidak berubah signifikan.
Iradiasi dapat juga menyebabkan cross-linking antarmolekul dan intramolekul.
Ketika enzim yang teriradiasi, efek biologis radiasi dapat menjadi diperkuat.
Misalnya, inaktivasi dari molekul enzim menghasilkan kegagalan untuk
mengubah banyak molekul substrat menjadi produknya. Jadi banyak molekul
selanjutnya akan terpengaruh, meskipun hanya sejumlah kecil yang awalnya
rusak. Dosis radiasi yang diperlukan untuk menginduksi jumlah signifikan
denaturasi protein (atau inaktivasi enzim) jauh lebih tinggi daripada yang
dibutuhkan untuk menginduksi perubahan seluler kotor atau kematian sel. Data
tersebut menunjukkan bahwa perubahan radiasi dalam struktur protein dan
fungsi bukanlah penyebab utama dari radiasi efek setelah penyerapan dosis
sedang (2 sampai 4GY) pada radiasi.

2.5

Jaringan Radiosensitive dan Tidak Radiosensitive


Sel yang berbeda dari berbagai organ dari satu individu yang sama dapat
memiliki respons yang berbeda terhadap penyinaran (irradiation). Perbedaan ini

diketahui oleh radiobiologis asal Prancis Bergonie dan Tribondeau pada tahun
1906 awal. Mereka meneliti bahwa sel yang paling radiosensitive adalah sel
yang:
1.
2.
3.

Memiliki tingkat mitosis yang tinggi


Mengalami banyak mitosis berjangka panjang
Sangat primitif/sederhana dalam diferensiasi

Ciri-ciri sel tersebut adalah benar, tetapi pengecualian untuk limfosit


dan oosit, dimana sangat radiosensitive meskipun diferensiasinya tinggi dan
mitosisnya rendah.
Sel mamalia dapat dibagi menjadi 5 kategori dalam radiosenstivitasnya
berdasarkan penelitian histologis pada kematian sel dini, yaitu:
1. Vegetative intermitotic cell adalah yang paling radiosensitive.
Mereka membagi secara teratur, memiliki mitosis berjangka panjang,
dan tidak mengalami diferensiasi antara mitosis. Ini adalah sel induk
yang mempertahankan sifat primitif mereka dan yang fungsinya
adalah untuk menggantikan diri mereka sendiri. Contohnya termasuk
sel prekursor awal, seperti dalam

rangkaian spermatogenik atau

erythroblastic, dan sel basal membran mukosa mulut.


2. Differentiating intermitotic cell tidak terlalu

radiosensitive

dibandingkan dengan vegetative intermitotic cell karena tidak terlalu


sering membagi selnya. Mereka membagi secara teratur, meskipun
mereka mengalami beberapa diferensiasi antara divisi. Contoh kelas
ini meliputi membagi dan mereplikasi sel antara dari enamel epitelium
bagian dalam dari gigi yang sedang berkembang, sel dari seri
hematopoietik

yang

sedang

berada

pada

tahap

diferensiasi,

spermatosit, dan oosit.


3. Multipotential connective tissue cell memiliki radiosensitive yang
menengah. Mereka membagi dengan tidak teratur, biasanya sebagai
respons terhadap permintaan sel yang lebih banyak, dan juga mampu
berdiferensiasi terbatas. Contohnya adalah sel endotel vaskular,
fibroblas, dan sel mesenkim.

4. Reverting

postmitotic

cell

biasanya

radioresisten

atau

tidak

radiosensitive dikarenakan jarang membagi. Biasanya juga khusus


dalam fungsi. Contohnya termasuk sel-sel asinar dan duktus dari
kelenjar ludah dan pankreas serta sel parenkim hati, ginjal, dan tiroid.
5. Fixed postmitic cell adalah yang paling resisten/paling tidak
radiosensitive terhadap aksi langsung radiasi. Sel ini adalah yang
paling mudah dibedakan, dan ketika telah matang akan menjadi tidak
mudah membelah. Contoh dari sel ini meliputi neuron, otot lurik, sel
epitel skuamosa yang telah dibedakan dan dekat dengan permukaan
membran mukosa oral dan eritrosit.

2.6

Perbedaan Kesensitifitasan Jaringan terhadap Radiasi

2.7

Klasifikasi Efek Secara Biologis


Secara biologis efek radiasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Berdasarkan jenis sel yang terkena paparan radiasi


Sel dalam tubuh manusia terdiri dari sel genetik dan sel somatik. Sel
genetik adalah sel telur pada perempuan dan sel sperma pada laki-laki,
sedangkan sel somatik adalah sel-sel lainnya yang ada dalam tubuh.
Berdasarkan jenis sel, maka efek radiasi dapat dibedakan menjadi:
a. Efek Genetik (non-somatik) atau efek pewarisan
Adalah efek yang dirasakan oleh keturunan dari individu yang terkena
paparan radiasi.

b. Efek Somatik
Adalah efek radiasi yang dirasakan oleh individu yang terpapar radiasi.
Waktu yang dibutuhkan sampai terlihatnya gejala efek somatik sangat
bervariasi sehingga dapat dibedakan atas:
Efek segera adalah kerusakan yang secara klinik sudah dapat
teramati pada individu dalam waktu singkat setelah individu tersebut
terpapar radiasi, seperti epilasi (rontoknya rambut), eritema
(memerahnya kulit), luka bakar dan penurunan jumlah sel darah.
Kerusakan tersebut terlihat dalam waktu hari sampai mingguan

pasca iradiasi.
Efek tertunda merupakan efek radiasi yang baru timbul setelah
waktu yang lama (bulanan/tahunan) setelah terpapar radiasi, seperti

katarak dan kanker.


2. Berdasarkan dosis radiasi
Bila ditinjau dari dosis radiasi (untuk kepentingan proteksi radiasi),
efek radiasi dibedakan menjadi:
a. Efek Stokastik
Adalah efek yang penyebab timbulnya merupakan fungsi dosis
radiasi dan diperkirakan tidak mengenal dosis ambang. Efek ini terjadi
sebagai akibat paparan radiasi dengan dosis yang menyebabkan
terjadinya perubahan pada sel. Radiasi serendah apapun selalu terdapat
kemungkinan untuk menimbulkan perubahan pada sistem biologik, baik
pada tingkat molekul maupun sel. Dengan demikian radiasi dapat pula
tidak membunuh sel tetapi mengubah sel,

sel yang mengalami

modifikasi atau sel yang berubah ini mempunyai peluang untuk lolos
dari sistem pertahanan tubuh yang berusaha untuk menghilangkan sel
seperti ini. Semua akibat proses modifikasi atau transformasi sel ini
disebut efek stokastik yang terjadi secara acak. Efek stokastik terjadi
tanpa ada dosis ambang dan baru akan muncul setelah masa laten yang
lama. Semakin besar dosis paparan, semakin besar peluang terjadinya
efek stokastik, sedangkan tingkat keparahannya tidak ditentukan oleh
jumlah dosis yang diterima. Bila sel yang mengalami perubahan adalah
sel genetik, maka sifat-sifat sel yang baru tersebut akan diwariskan

kepada turunannya sehingga timbul efek genetik atau pewarisan.


Apabila sel ini adalah sel somatik maka sel-sel tersebut dalam jangka
waktu yang relatif lama, ditambah dengan pengaruh dari bahan-bahan
yang bersifat toksik lainnya, akan tumbuh dan berkembang menjadi
jaringan ganas atau kanker.
Maka dari itu dapat disimpulkan ciri-ciri efek stokastik adalah:

Tidak mengenal dosis ambang


Timbul setelah melalui masa tenang yang lama
Keparahannya tidak bergantung pada dosis radiasi
Tidak ada penyembuhan spontan
Efek ini meliputi : kanker, leukemia (efek somatik), dan penyakit

keturunan (efek genetik).


b. Efek Deterministik (non-stokastik)
Adalah efek yang kualitas keparahannya bervariasi menurut dosis
dan hanya timbul bila dosis ambang dilampaui. Efek ini terjadi karena
adanya proses kematian sel akibat paparan radiasi yang mengubah
fungsi jaringan yang terkena radiasi. Efek ini dapat terjadi sebagai akibat
dari paparan radiasi pada seluruh tubuh maupun lokal. Efek
deterministik

timbul

bila

dosis

yang

diterima

di

atas

dosis

ambang (threshold dose) dan umumnya timbul beberapa saat setelah


terpapar radiasi. Tingkat keparahan efek deterministik akan meningkat
bila dosis yang diterima lebih besar dari dosis ambang yang bervariasi
bergantung pada jenis efek. Pada dosis lebih rendah dan mendekati dosis
ambang, kemungkinan terjadinya efek deterministik dengan demikian
adalah nol. Sedangkan di atas dosis ambang, peluang terjadinya efek ini
menjadi 100%.
Adapun ciri-ciri efek non-stokastik adalah:

Mempunyai dosis ambang


Umumnya timbul beberapa saat setelah radiasi
Adanya penyembuhan spontan (tergantung keparahan)

Tingkat keparahan tergantung terhadap dosis radiasi

Efek ini meliputi : luka bakar, sterilitas / kemandulan, katarak (efek


somatik)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa efek genetik


merupakan efek stokastik, sedangkan efek somatik dapat berupa stokastik
maupun deterministik (non-stokastik).
Efek radiasi secara biologis terhadap manusia dapat dilihat dari bagan
berikut:

2.8

Definisi Dosimetri
Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik
pengukurannya yang didasarkan pada pengukuran ionisasi yang disebabkan
oleh radiasi gas, terutama udara. Dalam proteksi radiasi, metode pengukuran
dosis radiasi ini dikenal dengan sebutan dosimetri radiasi. Selama
perkembangannya, besaran yang dipakai dalam pengukuran jumlah radiasi
selalu didasarkan pada jumlah ion yang terbentuk dalam keadaan tertentu atau
pada jumlah energi radiasi yang diserahkan kepada bahan.

2.9

Jenis Dosimetri yang Digunakan


1. Paparan

Paparan adalah kemampuan radiasi sinar X atau gamma yang


menimbulkan ionisasi di udara pada volume tertentu. Satuan paparan
adalah coulomb/kilogram (C/kg) menurut Satuan Internasional.
Sedangkan menurut satuan lama adalah Rontgent (R). 1 C/kg adalah
besar paparan yang dapat menyebabkan terbentuknya muatan listrik
sebesar 1 coulomb pada suatu elemen volume udara yang mempunyai
massa 1 kg. Laju paparan adalah paparan per satuan waktu. Satuan laju
paparan menurut Satuan Internasional adalah Coulomb/kilogram-jam).
Sedangkan menurut satuan lama adalah Rontgent/ jam (R/jam).
2. Dosis Serap (D)
Dosis serap adalah energy rata-rata yang diserap bahan per satuan
massa bahan tersebut. Satuan dosis serap menurut Satuan Internasional
adalah joule/ kg atau gray (Gy), sedangkan menurut satuan lama adalah
Radiation Absorbed Dose (rad). 1 gray (Gy) = 100 rad. Dosis serap
berlaku untuk semua jenis radiasi dan semua jenis bahan yang dilalui.
Laju dosis serap adalah besar dosis serap per satuan waktu. Satuan dosis
serap menurut Satuan Internasional adalah joule/kg.jam (Gy/jam),
sedangkan satuan dosis serap menurut satuan lama adalah rad/jam.
3. Dosis Ekivalen (H)
Dosis ekivalen merupakan perkalian dosis serap dan factor bobot
radiasi. Faktor bobot radiasi adalah besaran yang merupakan kuantisasi
radiasi untuk menimbulkan kerusakan pada jaringan/ organ. Satuan
dosis ekivalen menurut Satuan Internasional adalah Sievert (Sv),
sedangkan satuan dosis ekivalen menurut satuan lama adalah Radiation
Equivalen Men (Rem). Dimana 1 Sievert (Sv) adalah 100 rem. Dosis
serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda ternyata
memberikan akibat atau efek yang berbeda pada system tubuh makhluk
hidup. Makin besar daya ionisasi, makin tinggi tingkat kerusakan
biologi yang ditimbulkannya. Besaran yang merupakan jumlah radiasi
untuk menimbulkan kerusakan pada jaringan atau organ dinamakan
Faktor bobot radiasi (Wr). Laju dosis ekivalen adalah dosis ekivalen per

satuan waktu. Satuan laju dosis ekivalen menurut Satuan Internasional


adalah sievert/jam (Sv/ jam, sedangkan laju dosis ekivalen menurut
satuan lama adalah Radiation Equivalen Men/ jam (Rem/ jam).
4. Dosis Ekivalen Efektif (E)
Dosis efektif adalah besaran dosis yang memperhitungkan
sensitifitas organ atau jaringan. Tingkat kepekaan organ/jaringan tubuh
terhadap

efek

stokastik

akibat

radiasi

disebut

factor

bobot

organ/jaringan tubuh (Wt). dosis efektif merupakan hasil perkalian dosis


ekivalen dengan bobot jaringan/ organ. Pada penyinaran seluruh tubuh
sedemikian sehingga setiap organ menerima dosis ekivalen yang sama,
ternyata efek biologi pada setiap organ tersebut. Efek radiasi yang
diperhitungkan adalah efek stokastik.
5. Dosis kolektif
Dosis kolektif adalah dosis ekivalen atau dosis efektif yang
digunakan apabila terjadi penyinaran pada sejumlah besar populasi
penduduk. Penyinaran ini biasanya muncul akibat kecelakaan nuklir
atau kecelakaan radiasi. Simbol besaran untuk dosis untuk dosis kolektif
adalah ST dengan satuan sievert-man (Sv-man). Dalam hal ini perlu
diperhitungkan distribusi dosis radiasinya dan distribusi populasi yang
terkena penyinaran.
2.10

Macam-Macam Perhitungan Dosis Radiasi


1. Paparan
Paparan pada mulanya merupakan besaran untuk menyatakan
intensitas sinar-X yang dapat menghasilkan ionisasi di udara dalam jumlah
tertentu. Berdasarkan definisi tersebut, maka paparan (X) dapat
dirumuskan dengan:
X = dQ / dm
Dengan dQ adalah jumlah muatan elektron yang timbul sebagai akibat
interaksi antara foton dengan atom-atom udara dalam volume udara
bermassa dm. Besaran paparan ini mempunyai satuan Coulomb per
kilogram-udara (C.kg-1) dan diberi nama khusus roentgen, disingkat R.

2. Dosis Serap
Dosis serap didefinisikan sebagai jumlah energi yang diserahkan oleh
radiasi atau banyaknya energi yang diserap oleh bahan persatuan massa
bahan itu. Jadi dosis serap merupakan ukuran banyaknya energi yang
diberikan oleh radiasi pengion kepada medium. Meskipun dosis serap
semula didefinisikan untuk penggunaan pada suatu titik tertentu, namun
untuk tujuan proteksi radiasi digunakan pula untuk menyatakan dosis ratarata pada suatu jaringan. Secara matematis, dosis serap (D) dirumuskan
dengan:

Dengan dE adalah energi yang diserap oleh medium bermassa dm dan


memiliki satuan J.kg-1. Dalam sistem SI besaran dosis serap diberi satuan
khusus, yaitu Gray. Dengan:
1 Gy = 1 J, kg-1
3. Dosis Ekuivalen
Dalam proteksi radiasi, besaran dosimetri yang lebih berguna karena
berhubungan langsung dengan efek biologi adalah dosis ekuivalen. Besaran
dosis ekuivalen lebih banyak digunakan berkaitan dengan pengaruh radiasi
terhadap tubuh manusia atau sistem biologi lainnya. Dalam konsep dosis
ekuivalen ini, radiasi apapun jenisnya asal nilai dosis ekuivalennya sama
akan menimbulkan efek biologi yang sama pula terhadap jaringan tertentu.
Dalam hal ini ada suatu faktor yang ikut menentukan dalam perhitungan
dosis ekuivalen, yaitu kualitas radiasi yang mengenai jaringan. Kualitas
radiasi ini mencakup jenis dan energi dari radiasi yang bersangkutan.
Dosis ekuivalen pada dalam organ T yang menerima penyinaran
radiasi R (HT.R) ditentukan melalui persamaan:
HT.R = wR . DT.R
Dengan DT.R adalah dosis serap yang dirata-ratakan untuk daerah organ
atau jaringan T yang menerima radiasi R, sedangkan wR adalah faktor
bobot dari radiasi R. Satuan dosis equivalen yaitu Sievert disingkat dengan
Sv. Sebelumnya dosis ekuivalen diberi satuan Rem (Roentgen equivalent
man atau mammal).

4. Dosis Efektif
Hubungan antara peluang timbulnya efek biologi tertentu akibat
penerimaan dosis ekuivalen pada suatu jaringan juga bergantung pada
organ atau jaringan yang tersinari. Untuk menunjukan keefektifan radiasi
dalam menimbulkan efek tertentu pada suatu organ diperlukan besaran
baru yang disebut besaran dosis efektif. Besaran ini merupakan penurunan
dari besaran dosis ekuivalen yang dibobot. Faktor pembobot dosis
ekuivalen untuk organ T disebut faktor bobot jaringan, wT. Nilai wT dipilih
agar setiap dosis ekuivalen yang diterima seragam di seluruh tubuh
menghasilkan dosis efektif yang nilainya sama dengan dosis ekuivalen
yang seragam itu. Jumlah faktor bobot jaringan untuk seluruh tubuh sama
dengan satu.
Dosis efektif dalam organ T, HE yang menerima penyinaran radiasi
dengan dosis ekuivalen HT ditentukan melalui persamaan:
HE = wT . HT
5. Dosis Keseluruhan
Digunakan untuk menghitung dosis efektif total dalam suatu populasi
penelitian atau dari suatu sumber radiasi.
Dosis keseluruhan = dosis efektif (E) x populasi
SI unit: man-sievert (man-sv)
6. Dosis Rata-Rata
Dosis rata-rata adalah pengukuran dosis per unit waktu, contoh dosis
per jam. Ini lebih sering digunakan dan lebih mudah diukur daripada
contoh yang lain seperti batasan total dosis pertahun.
o
Perhitungan jumlah dosis tahunan dari berbagai sumber radiasi
Setiap orang mengalami paparan berbagai radiasi ion dari lingkungan
tempat tinggalnya. Sumber-sumber radiasi tersebut antara lain:
1. Radiasi yang berasal dari alam
2. Radiasi buatan
Dosis radiasi per individu di Inggris adalah 2 mSv/th, sedangkan di
Amerika adalah 3,6 mSv/th. Gambaran ini sangat berguna dalam
o

mempertimbangkan jumlah dosis untuk radiologi diagnostik.


Dosis khusus yang terdapat pada radiologi diagnostic

Merupakan dosis efektif yang dipakai untuk beberapa pemeriksaan di


kedokteran gigi, dikarenakan penggunaan alat dan penerima gambar
yang berbeda-beda.
Variasi dosis didasarkan pada:

kV yang digunakan dalam alat

bentuk dan ukuran sinar

kecepatan film yang digunakan

jaringan target
2.11

Penghitungan dosis yang diterima operator, pasien serta masyarakat dan


lingkungan dalam pesawat sinar x
Proteksi Radiasi
Pengertian proteksi radiasi dimaksudkan agar seseorang menerima
atau terkena dosis radiasi sekecil mungkin, usaha ini berarti tidak mencegah
atau menahan suatu radiasi dalam hal tersebut,, dari pesawat rontgen gigi
terhadap penderita, operator, dan lingkungan di sekitar ruang radiasi. Dengan
demikian, maka pengertian proteksi radiasi, hanyalah suatu usaha penjagaan
adanya sinar radiasi dari pesawat roentgen khususnya pesawat roentgen gigi,
agar radiasi tersebut sedapat mungkin tidak mengenai dan membahayakan
manusia yang terkena radiasi.

Dosis Pasien
Penyinaran sinar X pada kulit dan jaringan dibawahnya tergantung pada
berbagai factor termasuk kepekaan film, tegangan dan pemfilteran.
Penggunaan tegangan yang lebih tinggi akan memperkecil dosis pada kulit,
tetapi tidak selalu mengubah dosis total pada jaringan. Pemberian atau
penambahan filter yang cukup akan mengurangi sinar X berenergi rendah
yang tidak bermanfaat sehingga memperkecil dosis pada kulit. Kemungkinan
memperpanjang waktu penyinaran, dapat diterima bila digunakan filter

tambahan yang sesuai. Penyinaran-penyinaran yang tidak perlu pada kelenjar


gondok dan timus (pada anak-anak) demikian pula penyinaran yang tidak
diinginkan pada susmsum tulang, mata dan kelenjar gondok (orang dewasa)
harus dihindarkan dengan menggunakan kolimator, dan teknik radiografi yang
baik.
Beberapa ketentuan dosis batas dari Bahan International
Rangkuman dosis batas untuk perseorangan

Organ dan Jaringan

Gonad,

sumsum

tulang merah
Kulit, tulang, tiroid
Tangkai atas/bawah
Organ
tunggal

Dosis maksimal yang diizinkan


Untuk
orang
Dosis batas untuk
dewasa

yang

bekerja

dengan

masyarakat

sinar radiasi
5 Rem per th

0,5 Rem per th

30 Rem per th
75 Rem per th
15 Rem per th

3 Rem per th
7.5 Rem per th
1,5 Rem per th

lainnya

Data Proteksi Radiasi yang terpilih


Penyinaran utama pada dosis genetic penduduk/ masyarakat atau dosis radiasi
genetic umum yang diterima sehari
Radiasi alamiah
Prosedur radiodiagnosa
Radioterapi
Pekerjaan pemotretan
Alat buatan
manusia
computer, dst)
Dosis perkapita untuk tubuh

(TV,

125 mRem/th (3mRem per hari)


55 mRem/th
10 mRem/th
5 mRem/th
5 mRem/th
200 mRem/th

2.12

Apakah orang hamil boleh terkena paparan radiasi?


Pada dosis tertentu, paparan sinar-x pada wanita hamil dapat
menyebabkan keguguran atau cacat pada janin yang dikandungnya, termasuk
kemungkinan terjadinya kanker pada usia dewasa. Memang sebagian besar
prosedur pemaparan sinar-x menghasilkan radiasi yang relatif ringan. Namun
sebagai langkah jaga-jaga, penggunaan sinar-x pada wanita hamil kecuali
benar-benar perlu, harus dihindari.
Pada kasus kehamilan, janin sangat peka terhadap sinar-x karena sel
tubuh janin masih dalam taraf pembelahan yang sangat cepat. Sinar-x pada
kondisi dosis tertentu dapat menyebabkan terjadinya keguguran dan cacat
pada janin. Sinar-x juga meningkatkan adanya resiko kanker bila janin dapat
lahir dan tumbuh dewasa kelak. Dan bayi dalam perut ibu adalah sensitif
terhadap sinar X karena bayi tersebut sedang mengalami pembelahan sel-sel
secara cepat

untuk menjadi

jaringan dan organ yang

bermacam-

macam.Tergantung pada tingkat paparannya, sinar X yang dipaparkan kepada


wanita hamil dapat berpotensi menimbulkan keguguran, atau cacat janin,
termasuk malformasi, pertumbuhan terlambat, terbentuk kanker pada usia
dewasanya, atau kelainan lainnya. Komisi pengaturan nuklir memberikan
gambaran radiasi 2-6 pada janin akan meningkatkan resiko terbentuknya sel
kanker. Namun ada pendapat lain yang mengatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara paparan 5 10 rad pada wanita hamil dan
cacat bawaan. Berikut adalah tabel yang merangkum efek sinar-X terhadap
janin dalam rahim.
2.13

Bagaimana efek radiasi secara biologis terhadap janin?


Pada umumnya sinar-x dapat menyebabkan terjadinya kematian embrio
bila terjadi pada usia kehamilan 1-2 minggu. Bila ibu hamil terkena sinar-x
pada usia kehamilan 2-7 minggu, ada kemungkinan terjadinya malformasi,
pertumbuhan terhambat, kanker. Pada usia kehamilan antara 8 hingga 40

minggu, janin dapat mengalami malformasi, pertumbuhan terhambat, kanker,


gangguan pertumbuhan mental.
Adanya kecacatan pada bayi secara fisik dapat menyebabkan bayi tumbuh
tidak sempurna, gangguan pada masa pertumbuhan, kecacatan, dan bahkan
kematian. Bila bayi dapat tumbuh dewasa, kecacatan yang dibawanya sejak
lahir tentu akan memperngaruhi performa dirinya, misalnya kecerdasan lebih
rendah, kurang berprestasi, kurang percaya diri dan bahkan ketergantungan
mutlak kepada orang lain.
Selama kehamilan, janin akan tumbuh dan berkembang dari hanya satu
sel menjadi banyak sel. Proses pembentukan jaringan dan organ tubuh selama
janin dalam kandungan dikenal dengan istilah organogenesis. Proses ini
berlangsung terutama pada saat kehamilan trisemester pertama dan akan
selesai pada awal trisemester ke dua atau sekitar 16 minggu. Adanya bahanbahan yang bersifat teratogenik akan menimbulkan gangguan pada sel-sel
tubuh janin yang sedang melakukan proses pembentukkan organ tersebut.
Akibat adanya gangguan tersebut, maka sel tidak dapat tumbuh dan
berkembang sebagaimana seharusnya dan menimbulkan berbagai cacat lahir
yang dapat terjadi pada organ luar maupun organ dalam.
Bahan teratogenik adalah bahan-bahan yang dapat menimbulkan
terjadinya kecacatan pada janin selama dalam kehamilan ibu. Bahan
teratogenik tidak hanya dapat menyebabkan kecacatan fisik. Bahan tersebut
juga dapat menimbulkan kelainan dalam hal psikologis dan kecerdasan. Hal
ini berhubungan dengan adanya gangguan pada pembentukan sel-sel otak bayi
selama ia dalam kandungan.
Umumnya bahan teratogenik dibagi menjadi 3 kelas berdasarkan
golongan nya yakni bahan teratogenik fisik, kimia dan biologis. Bahan
tertogenik fisik adalah bahan yang bersifat teratogen dari unsur-unsur fisik
misalnya Radiasi nuklir, sinar gamma dan sinar X (sinar rontgen). Bila ibu
terkena radiasi nuklir (misal pada tragedi chernobil) atau terpajan dengan agen

fisik tersebut, maka janin akan lahir dengan berbagai kecacatan fisik. Tidak
ada tipe kecacatan fisik tertentu pada paparan ibu hamil dengan radiasi, karena
agen teratogenik ini sifatnya tidak spesifik karena mengganggu berbagai
macam organ.
Dalam menghindari terpajan agen teratogen fisik, maka ibu sebaiknya
menghindari melakukan foto rontgen apabila ibu sedang hamil. Foto rontgen
yang terlalu sering dan berulang pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat
memberikan gangguan berupa kecacatan lahir pada janin.
Bila bayi terlahir dengan cacat fisik yang nampak dan mungkin diperbaiki
atau diterapi dengan cara pembedahan (misalnya bibir sumbing dan kelainan
katub jantung) maka mungkin kecacatan anak dapat tertutup begitu anak
menginjak dewasa dan mencegah terjadinya gangguan-gangguan yang
mungkin muncul saat bayi dewasa. Namun hingga kini belum ditemukan cara
untuk membalikkan gangguan yang terjadi pada sel-sel otak, maupun kelainan
pada metabolisme anak sehingga bila sudah terjadi gangguan otak atau
gangguan metabolisme maka akan sulit bagi bayi untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik.

BAB III
KESIMPULAN

Pembahasan mengenai potensi efek biologis dan risiko karena radiasi


pengion adalah sebagai dasar pengetahuan mengenai efek radiasi terhadap
fungsi biologis pada tubuh manusia.
Tubuh manusia terdiri dari banyak organ, dan setiap organnya terdiri
dari sel-sel khusus, maka radiasi ionisasi berpotensi dapat mempengaruhi
operasi normal dari sel-sel ini.Sel sebagai unit fungsional terkecil dari tubuh

dapat menjalankan fungsi hidup secara lengkap dan sempurna seperti


pembelahan, pernafasan, pertumbuhan dan lainnya.
Radiasi pengion dalam paparan dan jumlah tertentup ada satu individu
telah cukup terjadi kematian pada sel dapat menyebabkan luka atau kematian
pada individu tersebut. Apabila terjadi modifikasi pada sel, maka dapat
menyebabkan kanker, atau kelainan pada keturunan.

DAFTAR PUSTAKA
White SC, Pharoah MJ. 2004. Oral radiology : Principles and Interpretation. 5th
ed. New Delhi: Mosby.

Anda mungkin juga menyukai