Anda di halaman 1dari 16

Mekanisme Pengaturan Suhu Tubuh dengan Taraf Metabolisme Tubuh

Rebecca Yolanda
10-2011-017
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Skenario 3
Seorang wantia berusia 35 tahun, sejak 2 hari yang lalu menderita demam yang kadangkadang disertai menggigil. Ia sudah minum obat warung tetapi tidak sembuh sehingga akhirnya ia
berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD 110/70 mmHg, N 100 x/menit, Suhu
390C, RP 19 x/menit.

Pendahuluan
Pengeluaran energi menghasilkan panas, yang penting dalam regulasi suhu. Suhu tubuh
manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan
suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu
panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila
suhu inti tubuh telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik
tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37C. Manusia,
biasanya berada di lingkungan yang lebih dingin daripada tubuhnya, sehingga harus secara terusmenerus menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Mereka juga harus memiliki
mekanisme untuk mendinginkan tubuh jika tubuh mendapat terlalu banyak panas dari aktivitas otot
rangka yang menghasilkan panas atau dari lingkungan eksternal yang panas. Suhu tubuh harus
diatur karena laju reaksi kimia sel bergantung pada suhu, dan panas berlebihan merusak protein sel.
Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk mempertahankan keseimbangan energi dan suhu

tubuh.1

Alamat Korespondensi:
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Telephone: (021) 5694-2061 (hunting),
Fax: (021) 563-1731
Email: rebecca.yolanda@yahoo.co.id

Pembahasan
Pembentukan Panas
Pembentukan panas adalah produk utama metabolisme, faktor yang berbeda yang
menentukan laju pembentukan panas, yang disebut laju metabolisme. Faktor-faktor yang paling
penting, antara lain: 2-3
1. Laju metabolisme basal semua sel tubuh
2. Laju metabolisme tambahan yang disebabkan oleh aktivitas otot, termasuk kontraksi otot
yang disebabkan oleh menggigil
3. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh tiroksin terhadap sel
4. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh epinefrin, norepinefrin, dan
perangsangan simpatis terhadap sel.
5. Metabolisme tambahan yang disebabkan oleh meningkatnya aktivitas kimiawi di salam sel
sendiri, terutama bila suhu di dalam sel meningkat
6. Metabolisme yambahan yang diperlukan untuk pencernaan, absorpsi dan penyimpanan
makanan.

Patogenesis Demam
Demam merupakan respons fisiologis di mana suhu tubuh meningkat akibat pengaturan
tulang pada set point di hipotalamus. Suhu tubuh normal memiliki perbedaan yang cukup jauh pada
setiap orang (kisaran suhu oral antara 36,00C- 37,7oC) dan juga perbedaan diurnal (tertinggi-malam
hari; terendah-dini hari). Demam terjasi karena pengaruh pirogen eksogen. Kuman penyebab infeksi
dan zat hasil pemecahannya atau toksin yang dihasilkannya adalah pemicu demam tersering.
Molekul lain, seperti kompleks imun dan produk limfosit, juga bisa menimbulkan respons demam.
Inilah dasar terjadinya demam pada keganasan, reaksi obat, dan penyakit jaringan ikat. 4
Demam, yang berarti suhu tubuh di atas normal, dapat disebabkan oleh kelainan di dalam
otak sendiri atau oleh bahan-bahan toksik yang memengaruhi pusat pengaturan suhu. Beberapa
penyebab demam (dan juga suhu di bawah normal) meliputi penyakit yang disebabkan oleh bakteri,
tumor otak dan keadaan lingkungan yang dapat berakhir dengan heatstroke.2 Kata demam merujuk
pada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan. Sebagai respons terhadap masuknya
mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia sitokin yang dikenal
sebagai pirogen endogen yang selain efek-efeknya dalam melawan infeksi, bekerja pada pusat
termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat. Hipotalamus sekarang
mempertahankan suhu di tingkat yang baru dan tidak mempertahankannya di suhu normal tubuh.

Sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 102F (38,9C) maka
hipotalamus mendeteksi bahwa suhu normal prademam terlalu dingin sehingga bagian otak ini
memicu mekanisme-mekanisme respons dingin untuk meningkatkan suhu menjadi 102F.3
Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat dan
medorong vasokonstriksi kulit untuk segera mengurangi pengeluaran panas. Kedua tindakan ini
mendorong suhu naik dan menyebabkan menggigil yang sering terjadi pada permulaan demam.
Karena merasa dingin maka yang bersangkutan memakai selimut sebagai mekanisme volunter
untuk membantu meningkatkan suhu tubuh dengan menahan panas tubuh. Setelah suhu baru
tercapai maka suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respons terhadap panas dan dingin tetapi
dengan patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadinya demam sebagai respons terhadap infeksi
adalah tujuan yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi.
Meskipun makna fisiologis demam belum jelas namun dipercaya bahwa peningkatan suhu tubuh
bermanfaat dalam mengatasi infeksi.2 Demam memperkuat respons peradangan dan mungkin
menghambat perkembangbiakan bakteri. Namun, jika suhu terlalu tinggi, akan berbahaya. Suhu
rektum yang melebihi 41C dalam jangka waktu lama akan menyebabkan kerusakan otak
permanen. Apabila melebihi 43C, timbul heat stroke dan sering mematikan.1,3
Selama demam, pirogen endogen meningkatkan titik patokan hipotalamus dengan memicu
pelepasan lokal prostaglandin, yaitu mediator kimiawi lokal yang bekerja langsung pada
hipotalamus. Aspirin (efek antipiretik) mengurangi demam dengan menghambat sintesis
prostaglandin. Aspirin tidak menurunkan suhu pada orang yang tidak demam karena tanpa adanya
pirogen endogen maka di hipotalamus tidak terdapat prostaglandin dalam jumlah bermakna.1
Mekanisme molekular yang pasti tentang hilangnya demam secara alami belum diketahui,
meskipun hal ini diperkirakan karena berkurangnya pengeluaran pirogen atau sintesis prostaglandin.
Ketika titik patokan hipotalamus kembali ke normal, suhu pada 102F menjadi terlalu tinggi.
Mekanisme-mekanisme respons panas diaktifkan untuk mendinginkan tubuh. Terjadi vasodilatasi
kulit dan pengeluaran keringat. Yang bersangkutan merasa panas dan membuka semua penutup
tambahan. Hal ini akan menurunkan suhu ke normal.1,3
Demam dibagi menjadi 2 tingkatan, yang pertama adalah stage of chill. Stage of chill adalah
fase rasa dingin yang disertai menggigil karena kurangnya pengeluaran panas dan kelebihan
produksi panas tubuh. Kedua adalah stage of fastigium, fase yang merupakan merupakan titik krisis
dari penyakit, terjadi pengeluaran panas berlebihan serta produksi panas yang kurang. Hal ini dapat
merusak pusat panas di hipotalamus.

Heat loss (kehilangan panas/pengeluaran panas)


Pengeluaran panas terjadi melalui pengurangan panas dari permukaan tubuh yang terpajan
ke lingkungan eksternal. Tubuh menggunakan empat mekanisme untuk memindahkan panas yaitu
radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi yang seperti berikut : 1-3
a)

Radiasi

Emisi energi panas dari permukaan suatu benda yang hangat dalam bentuk gelombong
elektromagnetik atau gelombang panas yang berjalan melalui ruang. Saat energi pancaran
mengenai suatu benda dan diserap, energi pancaran mengenai suatu benda dan diserap, energi
gerakan gelombang dipindahkan menjadi panas di dalam benda tersebut. Tubuh manusia
memancarkan (heat loss) dan menyerap (heat production) energi pancaran. Perpindahan netto
panas melalui radiasi selalu dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin. Rata-rata,
manusia kehilangan hampir separuh dari energi panas mealui radiasi.

Gambar 1.1 pengeluaran panas melalui radiasi


b)

Konduksi

Perpindahan panas antara benda-benda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu
sama lain. Panas berpindah mengikuti penuruanan gradien termal dari benda yang lebih panas
ke benda yang lebih dingin karena dipindahkan dari molekul ke molekul. Semua molekul terus
bergetar, dengan molekul yang lebih panas bergerak lebih cepat daripada yang lebih dingin.
Kecepatan perpindahan panas melalui konduksi bergantung pada perbedaan suhu antara bendabenda yang bersentuhan. 1-3

Gambar 1.2 kehilangan panas melalui konduksi


4

c)

Konveksi

Merunjuk kepada pemindahan energi panas oleh arus udara (atau H2O). Kehilangan panas tubuh
melalui konveksi terjadi karena adanya pergerakan udara. Udara yang dekat dengan tubuh
menjadi lebih hangat yang kemudian bergerak untuk diganti dengan udara dingin. Misalnya,
udara terasa dingin ketika membuka pintu rumah. Proses ini berulang-ulang membantu
membawa panas menjauhi tubuh. Gerakan udara paksa melintasi permukaan tubuh membantu
menyapu udara yang dihangatkan oleh koduksi secara ebih cepat menggantikannya dengan
udara yang lebih dingin.

Gambar 1.3 kehilangan panas melalui konveksi


d)

Evaporasi

Kehilangan panas melalui evaporasi ini terus-menerus. Ketika udara menguap dari permukaan
kulit, panas yang diperlukan untuk mengubah air dari keadaan cecair menjadi gas diserap oleh
kulit sehingga tubuh menjadi lebih dingin. Kehilangan panas secara evaporasi terjadi melalui
pernapasan dan perspirasi kulit. Berkeringat adalah suatu proses evaporatif aktif di bawah
kontrol saraf simpatis. Kecepatan pengurangan panas evaporatif dapat secara sengaja
disesuaikan melalui proses berkeringat yang merupakan mekanisme homeostatik penting untuk
mengeliminasi kelebihan panas sesuai kebutuhan. Untuk mempertahankan suhu tubuh dalam
batas-batas yang sempit walaupun terjadi perubahan produksi metabolik dan perubahan suhu
lingkungan,

harus

terjadi

penyesuaian-penyesuaian

kompensatorik

dalam mekanisme

penambahan dan pengurangan panas. 1-3

Gambar 1.4 kehilangan panas melalui evaporasi


5

Basal Metabolik Rate (BMR)


Laju metabolik dan karenanya jumlah panas yang diproduksi bervariasi bergantung pada
beragam faktor, misalnya olahraga, rasa cemas, menggigil dan asupan makanan. Peningkatan
aktivitas otot rangka adalah faktor yang dapat meningkatkan laju metabolik paling besar. Bahkan
peningkatan ringan tonus otot menyebabkan peningkatan laju metabolik yang nyata dan berbagai
tingkat aktivitas fisik secara mencolok mengubah pengeluaran energi dan produksi panas. Nilai
BMR normalnya berkisar antara 65-70 kalori per jam pada laki-laki kebanyakan yang berat
badannya 70 kilogram. Walaupun kebanyakan BMR terpakai dalam aktivitas esensial sistem saraf
pusat, jantung, ginjal dan organ lainnya, variasi dalam BMR di antara individu yang berbeda
terutama terkait pada perbedaan jumlah otot rangka dan ukuran tubuh.1-3
Kebanyakan penurunan BMR akibat penambahan usia mungkin terkait dengan hilangnya
massa otot dan penggantian massa otot tersebut dengan jaringan adiposa, yang mempunyai
kecepatan metabolisme lebih rendah. Karena itu, laju metabolik seseorang ditentukan di bawah
kondisi basal terstandar yang diciptakan untuk mengotrol sebanyak mungkin variabel yang dapat
mengubah laju metabolik. Dengan cara ini, aktivitas metabolik yang diperlukan untuk
mempertahankan fungsi tubuh dasar saat istirahat dapat ditentukan. Karena itu, apa yang disebut
sebagai laju metabolik basal (BMR) adalah laju pengeluaran energi internal minimal saat terjaga.1

Harus beristirahat secara fisik, beristirahat setelah olahraga paling sedikit 30 menit
untuk menghilangkan kontribusi kontraksi otot terhadap produksi panas.

Harus beristirahat secara mental untuk memperkecil tonus otot rangka (orang
menjadi tegang ketika cemas) dan mencegah peningkatan epinefrin, suatu hormon
yang dikeluarkan sebagai respons terhadap stress yang meningkatkan laju metabolik.

Pengukuran harus dilakukan pada suhu kamar yang nyaman sehingga yang
bersangkutan tidak menggigil. Menggigil akan sangat meningkatkan laju metabolik.

Jangan makan makanan apapun dalam 12 jam sebelum pengukuran BMR untuk
menghindari termogenesis makanan atau peningkatan wajib laju metabolik yang
terjadi sebagai konsekuensi asupan makanan.1

Setelah ditentukan di bawah kondisi basal, laju produksi panas perlu dibandingkan dengan
nilai normal untuk orang dengan jenis kelamin,usia, berat dan tinggi yang sama, karena faktorfaktor ini mempengaruhi laju pengeluaran energi basal. Sebagai contoh, pria bertubuh besar
sebenarnya memiliki laju produksi panas yang lebih tinggi daripada pria bertubuh kecil. Tetapi jika
dinyatakan dalam kaitannya dengan luas permukaan tubuh total (yang mencerminkan berat dan
tinggi), maka pengeluaran dalam kilokalori per jam per meter persegi luas permukaan, normalnya

hampir sama. Hormon tiroid adalah penentu utama meskipun bukan satu-satunya penentu laju
metabolik basal. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan peningkatan BMR. Seperti telah
disebutkan, epinefrin juga meningkatkan BMR. Laju metabolik basal bukanlah laju metabolik tubuh
yang paling rendah. Laju pengeluaran energi selama tidur adalah 10% sampai 15% lebih rendah
daripada BMR, mungkin disebabkan oleh karena relaksasi otot pada tahap tidur paradoksial
berlangsung lebih sempurna.1,2
Namun, terdapat faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi taraf metabolisme basal yaitu:

Hormon tiroid meningkatkan kecepatan metabolisme jika disekresikan tiroksin


dalam jumlah maksimal mencapai 50-100% di atas normal karena tiroksin
meningkatkan kecepatan reaksi kimia banyak sel di dalam tubuh. Terjadi proses
adaptasi kelenjar tiroid dengan peningkatan sekresi pada iklim dingin dan penurunan
sekresi pada iklim panas.

Hormon kelamin pria, testosteron, dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal


kira-kira 10-15%. Hormon kelamin perempuan dapat meningkatkan BMR dalam
jumlah sedikit, tapi biasanya tidak bermakna.

Hormon pertumbuhan dapat meningkatkan kecepatan metabolisme 15-20% sebagai


akibat rangsangan langsung pada metabolisme selular.

Demam, tanpa melihat penyebabnya, meningkatkan kecepatan reaksi kimia rata-rata


120% untuk setiap peningkatan temperatur 10C.

Malnutrisi lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20-30%. Penurunan ini


diduga disebabkan oleh tidak adanya zat makanan yang dibutuhkan dalam sel.3

Jenis-jenis demam :
1. Demam persisten (sustained fever)
Merupakan keadaan demam di mana kenaikan suhunya menetap (persisten) dengan variasi yang
minimal.
2. Demam intermiten
Terdapat variasi yang berebihan dari irama sirkadian yang normal; Ditemukan pada infeksi yang
letaknya dalam atau pada infeksi sistemik.
3. Demam reminten
Serangan demam dipisahkan oleh suhu normal, suhu tubuh menurun setiap hari tetapi tidak pernah
mencapai nilai normal; merupakan demam yang khas untuk penyakit tuberkulosis, penyakit virus,
banyak infeksi bakteri dan berbagai keadaan nonifeksius yang menyebabkan demam.
4. Demam hektik atau septik

Bila perbedaannya sangat besar dengan berkeringan dan menggigil yang berulang-ulang. Pola
demam seperti ini menunjukan adanya abses atau infeksi lain dengan kuman yang secara intermiten
memasuki aliran darah

Metabolisme Kimia
Metabolisme Karbohidrat
Glikolisis dan Oksidasi Piruvat
Semua enzim glikolisis ditemukan di sitosol. Glukosa memasuki glikolisis melalui
fosforilasi menjadi glukosa 6-fosfat yang dikatalis oleh heksokinase denga menggunakan ATP
sebgai donor fosfat. Dalam kondisi fisiologis, fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6-fosfat dapat
dianggap bersifat ireversibel. heksokinase dihambat secaara alosterik oleh produknya, yaitu glukosa
6-fosfat. Di jaringan selain hati ketersediaan glukosa untuk glikolisis dikontrol oleh ftinggi untuk
glukosa, dan di hati dalam kondisi normal enzim ini mengalami saturasi sehinngga bekerja dengan
kecepatan tetap untuk menghasilkan glukosa 6-fosfat untuk memenuhi kebutuhan sel. Sel hati jzuga
mengandung suatu isoenzim heksokinase, glukokinase yang memiliki K m yang jauh lebih tinggi
daripada konsentrasi glukosa intrasel normal. Fungsi glukokinase di hati adalah untuk
mengeluarkan glukosa dari darah setelah makan dan menghasilkan glukosa 6-fosfat yang melebihi
kebuuhan glikolisis, yang digunakan untuk sintesis glikogen dan lipogenesis.
Glukosa 6-fosfat adalah suatu senyawa penting yang berada di pertemuan beberapa jalur
metabolik. Pada glikolisis, senyawa ini diubah menjadi fruktosa 6-fosfat oleh fosfoheksosa
isomerase yang melibatkan suatu isomerasi aldosa-ketosa. reaksi ini diikuti oleh fosforilasi lain
yang dikatalis oleh enzim fosfofruktokinase untuk membentuk fruktosa 1,6-bifosfat. Reaksi
fosfofruktokinase secara fungsional dapat dianggap ireversibel dalam kondisi fisiologis; reaksi ini
dapat diinduksi dan

diatur secara alosterik, dan memiliki peran besar dalam mengatur laju

glikolisis. Fruktosa 1,6-bifosfat dipecah oleh aldolase menjadi dua triosa fosfat, gliseraldehida 3fosfat dan dihidroksiaseton fosfat. Gliseraldehida 3-fosfat da dihidrokaseton fosfat dapat saling
terkonversi oleh enzim fosfotriosa isomerase.5
Glikolisis berlanjut dengan oksidasi gliseraldehida 3-fosfat mejadi 1,3-bifosfogliserat.
Enzim yang

mengkatalisis reaksi oksidasi ini, gliseraldehid 3-fosfat dehidrogenase, bersifat

dependen-NAD. Secara struktual, enzim ini terdiri dari empat polipeptida identik yang membentuk
suatu tetramer. Empat gugus -SH terdapat di masing-masing polipeptida dan berasal dari residu
sistein di dalam rantai polipeptida. Salah satu gugus -SH terdapat di tempat aktif enzim. Substrat
yang awalnya berikatan dengan gugus -SH ini, membentuk suatu tiohemiasetal yang dioksidasi
menjadi satu ester tiol; hidroghen yang dikeluarkan saat oksidasi ini dipindahkan ke NAD. Ester tiol
8

kemudian mengalami fosforolisis; fosfat anorganik ditambahkan yang membentuk 1,3-bifosfogliserat ke ADP, membentuk ATP dan 3-fosfogliserat.
Karena untuk setiap molekul glukosa yang mengalami glikolisis dihasilkan 2 molekul triosa
fosfat, pada tahap ini dihasilkan 2 molekul ATP per molekul glukosa yang mengalami glikolisis.
Toksisitas arsen terjadi karena kompetisi arsenat dengan fosfat anorganik dalam reaksi di atas
untuk menghasilkan 1-arseno-3-fosfogliserat, yang mengalami o spontan menjadi 3-fosfogliserat
tanpa pembentukan ATP. 3-fosfogliserat mengalami isomerasi menjadi 2-fosfogliserat oleh
fosfogliserat mutase. Besar kemungkinannya bahwa 2,3-bisfosfogliserat (difosfogliserat, DPG)
merupakan zat antara dalam reaksi ini. Langkah berikutnya dikatalisis oleh enolase da melibatkan
suatu dehidrasi yang membentuk fosfoenolpiruvat. Enolase dihambat oleh fluorida, dan jika
pengambilan sampel darah untuk mengukur glukosa dilakukan, tabung penampung darah tersebut
diisi oleh fluorida untuk menghambat glikolisis. Fosfat pada fosfoenolpiruvat dipindahkan ke ADP
oleh piruvat kinase untuk membentuk 2 molekul ATP per satu molekul glukosa yang dioksidasi.5
Keadaan redoks jaringan kini menentukan jalur mana dari dua jalur yang diikuti. Pada
kondisi anaerob, NADH tidak dapat direoksidasi memlaui rantai respiratorik menjadi oksigen.
Piruvat direduksi oleh NADH menjadi laktat yang dikatalis oleh laktat dehidrogenase. Terdapat
berbagai isoenzim laktat dehidrogenase spesifik-jaringan yang pentig secara klinis. Pada keadaan
aerob, piruvat diserap ke dalam mitokondria, dan setelah menjalani dekarboksilasi oksidatif menjadi
asetil KoA, dioksidasi menjadi CO2 oleh siklus asam sitrat.
Piruvat yang terbentuk di sitosol diangkut ke dalam mitokondria oleh suatu simporter
proton. Di

dalam mitokondria, piruvat mengalami dekarboksilasi oksidatif menjadi asetil-

iKomplekspiruvat piruvat dehidrogenase ini analog dengan kompleks alfa ketoglutarat


dehidrogenase pada siklus asam sitrat. Piruvat mengalami dekarboksilasi oleh komponen piruvat
dehirogenase pada kompleks enzim tersebut menjadi turunan hidroksietil cincin tiazol tiamin
difosfat, yang kemudian bereaksi dengan lipoamida teroksidasi, yakni gugus prostetik pada
dihidrolipoil transasetilase, untuk membentuk asetil lipoaamida. Tiamin adah vitamin B 1 dan jika
jumlahnya kurang, metabolisme glukosa akan terganngu dan mungkin terjadi asidosis laktat dan
piruvat yang signifikan. Asetil lipoamida bereaksi dengan koenzim A untuk membentuk asetil-KoA
dan lipoamida tereduksi. Reaksi ini tuntas apabila lipoamida yang tereduksi direoksidasi oleh suatu
flavoprotein yaitu dihidrolipoil dehidrogenase, yang mengandung FAD. Akhirnya, flavoprotein
tereduksi mengalami oksidasi oleh NAD, yang kemudian memindahkan ekuivalen pereduksi ke
rantai respiratorik.5
Piruvat + NAD+ + KoA ------> Asetil-KoA + NADH + H+ + CO2
Siklus Asam Sitrat
9

Siklus asam sitrat atau yang biasa disebut sebagai siklus krebs merupakan siklus akhir dari
oksidasi dari karbohidrat, protein maupun lipid yang di metabolisir menjadi asetil-koA. Siklus asam
sitrat juga memiliki peran penting dalam glukoneogenesis, dan lipogenesis. Glukoneogenesis
merupakan pembentukan glukosa dari senyawa non karbohidrat sedangkan lipogenesis merupakan
pembentukan lemak yang digunakan sebagai cadangan energy dalam tubuh manusia. Siklus asam
sitrat sendiri terjadi di dalam mitokondria dari sel dan pada awalnya Siklus asam sitrat diawali oleh
kondensasi dari asetil-KoA dengan oksaloasetat membentuk sitrat dikatalis oleh sitrat sintase.
Proses kondensasi ini menggunakan bantuan dari H2O sehingga menjadi Sitrat + KoA. Lalu sitrat
dikonversi oleh enzim akonitase yang mengandung Fe2+ menjadi isositrat. Reaksi ini dihambat oleh
fluoroasetat yang dalam bentuk fluorasetil-KoA mengadakan kondensasi dengan oksaloasetat untuk
membentuk fluorositrat.
Senyawa ini menghambat akonitase sehingga menyebabkan penumpukan sitrat yang berefek
menghambat fosfofruktokinase yang mengkonversi fruktosa-6P menjadi fruktosa 1,6 bifosfat.
Setelah itu isositrat mengalami dehidrogenase dengan enzim isositrat dehidrogenase dan NAD
untuk membentuk oksalosuksinat lalu melepas CO2 yang pertama untuk membentuk alfa
ketoglutarat. Reaksi ini melibatkan rantai pernafasan sehingga menghasilkan 3ATP oleh NADH.
Lalu alfa ketoglutarat sendiri akan membentuk suksinil-KoA dengan bantuan enzim alfa
ketoglutarat dehidrogenase, NAD+ dan KoA. Pada saat ini melepaskan CO2 yang kedua dalam siklus
asam sitrat dan menghasilkan 3ATP oleh NADH melalui rantai pernafasan. Reaksi ini dihambat
oleh arsenit sehingga menyebabkan penumpukan alfaketoglutarat. Lalu suksinil-KoA sendiri
dirubah menjadi suksinat dengan enzim suksinat tiokinase. Pada saat ini merupakan satu satunya
reaki yang membentuk fosfat berenergi tinggi tingkat substrat. Reaksi ini melibatkan GDP menjadi
GTP lalu dikonversikan dari GTP Ke ATP dengan reaksi GTP+ADP->ATP+GDP. 5
Lalu reaksi berlanjut dari Suksinat menjadi fumarat dengan enzim suksinat dehidrogenase
dengan koenzim FAD menjadi Fumarat. Pada reaksi ini maka dihasilkan 2ATP oleh FADH melalui
rantai pernafasan. Lalu dengan enzim fumarase yaitu dengan reaksi penambahan air, maka fumarat
diubah menjadi malat. Malat sendiri akan diubah menjadi oksaloasetat dengan bantuan malah
dehidrogenase dan koenzim NAD. Pada reaksi ini maka dihasilkan 3ATP oleh NADH melalui rantai
pernafasan. Dan oksaloasetat sendiri akan berikatan dengan asetil-KoA lagi dan menjadi Sitrat
sehingga membentuk sebuah rantai siklus yang berkepanjangan. Total dari ATP yang dihasilkan
oleh 1 molekul asetil KoA adalah 11 ATP melalui rantai pernafasan dan 1 ATP melalui tingkat
substrat.

10

Gambar 1.5 Siklus Asam Sitrat


Glikogenesis
Glikogenesis terutama terjadi di hati dan di otot. Proses ini diawali oleh glukosa akan
terfosforilasi menjadi glukosa 6p oleh enzim glukokinase pada hati atau heksokinase pada otot.
Glukosa 6P sendiri akan diubah menjadi glukosa 1P oleh enzim fosfoglukomutase. Enzim ini
mengalami fosforilasi dan gugus fosfo akan mengambil bagian di dalam reaksi reversible yang
intermediatnya adalah glukosa 1,6 bifosfat. Reaksinya: enz-P + glukosa6p ---> enz + glukosa 1,6
bifofat --> enz-P + glukosa1P. Selanjutnya glukosa 1P berekasi dengan UTP untuk membentuk
nukleotida aktif Uridin difosfat glukosa(UDPglu).
Lalu dengan bantuan enzim glikogen sintase,atom C1 pada glukosa yang diaktifkan
UDPGlu membentuk ikatan glikosidik dengan C4 pada residu glukosa terminal glikogen sehingga
melepaskan UDP. Molekul glikogen primer sebelumnya merupakan protein yang terglikosilasi pada
residu tirosin spesifik oleh UDPglu. Penambahan glukosa pada rantai 1-4 ini berlangsung terus
sampai kira-kira diperpanjang sekitar 11 molekul gula, maka enzim kedua yaitu enzim pembentuk
cabang (branching enzime) memindahkan sekitar 6 molekul gula bagian dari rantai 1-4 pada rantai
yang berdekatan untuk membentuk rantai 1-6 karenanya membentuk cabang dari molekul tersebut.
11

Cabang-cabang tersebut akat tumbuh dengan penambahan 1-4 selanjutnya.5

Gambar 1.6 Branching enzime pada tahap glikogenesis


Glikogenolisis
Glikogenolisis merupakan rantai yang terpisah dari glikogenesis. Penguraian merupakan
tahap yang dikatalisis oleh enzim fosforilase dengan membatasi kecepatan di dalam glikogenolisis.
Enzim ini berfungsi untuk proses pemecahan fosforilasi rangkaian 1-4 untuk menghasilkan glukosa
1P. Molekul dibuang sampai sekitar kira-kira tinggal 4. Enzim lainnya yaitu glukan transferase ayitu
berfungsi memindahkan unit trisakarida dari satu cabang ke cabang lainnya sehingga membuat
cabang 1-6 terpajan dan diputuskan oleh enzim pemutus cabang(debranching enzime).
Dengan pembuangan cabang tersebut maka kerja enzim fosforilase selanjutnya dapat
berlanjut. Gabungan enzim-enzim yang telah disebutkan diatas membuat pemecahan glikogen
menjadi lengkap. Glukosa1P dapat menjadi glukosa6P lagi dan dengan bantuan enzim dari hati dan
ginjal(tidak terdapat di otot). Yaitu glukosa 6 fosfatase membuat glukosa6P membuang gugus
fosfatnya menjadi glukosa untuk didifusikan kedalam darah. Peristiwa ini merupakan peristiwa
akhir dari glikogenolisis hepatik yang tercermin dalam kenaikan kadar dari glukosa darah.5

Gambar 1.7 Debranching enzime pada


tahap glikogenolisis

Pengaturan glikogenesis dan glikogenolisis

12

Glikogenesis dana glikogenolisis diatur oleh cAMP. Suatu senyawa ATP diubah menjadi
cAMP oleh enzim adenilat siklase yang diaktifkan oleh epinefrin. Sedangkan enzim yang mengubah
cAMP menjadi 5-AMP adalah enzim fosfodiesterase yang diaktifkan oleh insulin. cAMP sendiri
mengaktifkan protein kinase yang membuat enzim fosforilase dan enzim glikogen sintase menjadi
terikat oleh fosfat. Enzim fosforilase menjadi aktif jika mengikat fosfat sedangkan enzim glikogen
sintase menjadi tidak aktif jika mengikat fosfat. Enzim-enzim ini jika aktif, bersifat mengaktifkan
sesamanya. Lalu, oleh insulin, enzim-enzim yang terikat fosfat ini di rangsang agar melepas
fosfatnya sehingga glikogen sintase menjadi aktif dan fosforilase tidak aktif. Di sisi lain,insulin
membat cAMP menjadi 5-AMP yang tidak bias mengaktifkan protein kinase. Pengaturan ini
disebabkan agar jika glikogen di sintesis maka glikogenolisis dihambat agar tidak terjadi hal yang
sia-sia. Mekanisme pengaturan ini berhubungan dengan kadar gula darah seseorang. Jika tinggi
maka untuk menurunkannya glikogen akan di sintesis. Jika kurang, glikogen akan dipecah menjadi
supply glukosa darah.5
Glukoneogenesis
Glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari senyawa non-karbohidrat. Krebs
menegaskan bahwa penghalang energy merintangi pembalikan sederhana adalah antara piruvat dan
fosfoenolpiruvat,fruktosa 1,6 bifosfat dan fruktosa 6fosfat, serta glukosa 6 fosfat dan glukosa.
Piruvat, untuk balik menjadi fosfoenol piruvat maka senyawa ini harus melewati tahap dan
memasuki siklus krebs. Piruvat yang berada di dalam sitosol maka akan memasuki mitokondria.
Pada siklus glikolisis, piruvat akan diubah menjadi asetil-sKoA oleh piruvat dehidrogenase, tetapi
pada glukoneogenesis, oleh karena asetil-KoA telah tebentuk banyak dari asam-asam lemak,
sehingga asetil-KoA menghhambat kerja dari enzim pembentuk dirinya sendiri dan merangsang
enzim lainnya yang mengubah piruvat menjadi oksaloasetat yaitu enzim piruvat karboksilase.
Siklus akan terus berjalan seperti siklus asam sitrat sampai pada senyawa malat.
Senyawa malat ini dapat keluar ke ekstramitokondria dan menjadi oksaloasetat dengan
bantuan NAD dan oksaloasetat dengan bantuan enzim fosfoenolpiruvat karboksilase dengan GTP
akan membentuk fosfoenol piruvat. Pada glikolisis EM, glukosa akan membentuk glukosa6P
dengan bantuan enzim glukokinase atau hesokinase. Glukosa 6p menjadi fruktosa6P dengan enzim
isomerase dan fruktosa 6P akan mengikat 1 fosfat dalam atom C ke 1 nya oleh bantuan enzim
fosfofruktokinase menjadi fruktosa 1,6 bifosfat. Sedangkan kebalikannya, fruktosa 1,6 bifosfat tidak
bias kembali ke fruktosa 6fosfat menggunakan enzim yang sama seperti pada kebanyakan reaksi.
Reaksi ini bias terjadi jika menggunakan enzim fruktosa 1,6 bifosfatase dan untuk glukosa6 fosfat
menjadi glukosa digunakan glukosa6p-fosfatase.

13

Pada glukoneogenesis ini, gliserol3p akan membentuk dihidroaseton fosfat dengan bantuan
NAD, dan dari dihidroasetonfosfat ini bias membentuk gliseraldehid dan berlanjut ke siklus krebs
atau

membentuk

fruktosa

1,6

bifosfat.

Dan

juga

beberapa

senyawa

lain

seperti

propionate,isoleusin,valin, dan metionin akan membentuk suksinil-KoA, triptofan dan alain akan
membentuk piruvat, aspartat akan membentuk oksaloasetat, prolin,histidin,arginin dan glutamine
akan membentuk alfa ketoglutarat,dan yang terakhir tirosin dan fenilalanin bias membentuk
fumarat. Senyawa-senyawa yang dibentuk ini bertujuan untuk menghasilkan glukosa dalam siklus
glukoneogenesis ini. Glukoneogenesis terjadi untuk mempertahankan kadar gula darah jika terjadi
dimana kadar gula darah turun.5

Metabolisme Lemak
Lipid yang secara biologis penting adalah asam lemak dan turunannya, lemak netral
(trigliserida), fosfolipid dan senyawa terkait serta sterol. Trigliserida terdiri dari tiga asam lemak
yang terikat ke gliserol. Asam lemak yang terdapat di alam mengandung jumlah atom karbon
genap. Asam-asam lemak ini dapat jenuh (tidak ada ikatan ganda) atau tak-jenuh (terdehidrogenasi,
dengan aneka jumlah ikatan ganda). Fosfolipid adalah unsur pokok membran sel. Sterol mencakup
berbagai hormon steroid dan kolestrol.1-3,5
Di dalam tubuh, asam lemak dipecah menjadi asetil-KoA, yang masuk ke siklus asam sitrat.
Pemecahan utama terjadi di dalam mitokondria oleh -oksidasi. Oksidasi asam lemak dimulai
dengan pengaktifan (pembentukan turunan KoA) asam lemak tersebut, suatu reaksi yang terjadi di
dalam maupun di luar mitokondria. Asam lemak rantai sedang dan pendek dapat memasuki
mitokondria tanpa kesulitan, tetapi asam lemak rantai panjang harus berikatan dengan karnitin
dalam ikatan ester sebelum melintasi membran dalam mitokondria. Karnitin adalah -hidroksi-trimetilamonium butirat, dan disintesis tubuh dari lisin dan metionin. Suatu translokase membawa
ester asam lemak-karnitin ke dalam ruang matriks. Ester ini dihidrolisis dan karnitin didaur ulang.
-oksidasi berlanjut dengan pembuangan serial dua fragmen karbon dari asam lemak tersebut.
Energi yang didapat dari proses ini besar. Sebagai contoh, katabolisme 1 mol asam lemak 6-karbon
melalui siklus asam sitrat menjadi CO2 dan H2O menghasilkan 44 mol ATP.1-3,5
-oksidasi asam lemak yang tidak sempurna dapat ditimbulkan oleh defisiensi karnitin atau
cacat genetik pada translokase atau enzim lain yang berperan dalam pemindahan asam lemak rantai
panjang ke dalam mitokondria.1

Metabolisme asam lemak bebas


14

Asam lemak bebas (free fatty acid, FFA) disediakan bagi sel lemak dan jaringan lain oleh
kilomikron dan VLDL. FFA juga disintesis di depot lemak tempat bahan ini disimpan dalam
jaringan adiposa. FFA dalam darah diikat ke albumin dan merupakan sumber energi utama untuk
banyak organ. Asam lemak bebas banyak sekali digunakan di jantung, tetapi mungkin pula di semua
jaringan, termasuk otak. Asam lemak bebas dapat mengoksidasi FFA menjadi CO2 dan H2O.
Pasokan FFA ke jaringan-jaringan tersebut diatur oleh dua lipase. Seperti yang telah disebutkan,
lipoprotein lipase di permukaan endotel kapiler menghidrolisis trigliserida di dalam kilomikron dan
VLDL, menghasilkan FFA dan gliserol, yang disusun kembali menjadi trigliserida baru di dalam sel
lemak. Lipase peka hormon intrasel di jaringan adiposa mengatalisis pemecahan simpanan
trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak ini kemudian memasuki sirkulasi.1,2
Lipase peka hormon diubah dari bentuk inaktif menjadi bentuk aktif oleh cAMP melalui
protein kinase A. Adenilat siklase di dalam sel adiposa sebaliknya diaktifkan oleh glukagon. Enzim
ini juga diaktifkan oleh katekolamin norepinefrin dan epinefrin melalui reseptor adrenergik- 3 yang
berbeda dari adrenergik-1 dan 2. Hormon pertumbuhan, glukokortikoid dan hormon tiroid juga
meningkatkan aktivitas lipase peka hormon, tetapi dengan proses yang lebih lambat yang
memerlukan sintesis protein baru. Hormon pertumbuhan tampaknya menghasilkan suatu protein
yang

meningkatkan

kemampuan

katekolamin

mengaktifkan

cAMP, sedangkan

kortisol

menghasilkan suatu protein yang meningkatkan kerja cAMP. Di pihak lain, insulin dan
prostaglandin E menurunkan akitivitas lipase peka hormon, mungkin dengan menghambat
pembentukan cAMP. Berdasarkan efek hormonal tersebut di atas, aktivitas lipase peka hormon
meningkat oleh puasa serta stress dan menurun oleh makan dan hormon insulin. Sebaliknya,
aktivitas lipoprotein lipase meningkat oleh pemberian makan, dan menurun oleh puasa serta
stress.1,2
Kalorimetri
Nilai kalori bahan makanan umum, berdasarkan hasil pengukuran kalorimeter Bomb,
ternyata adalah 4,1 kkal/gr untuk karbohidrat, 9,3 kkal/gr untuk lemak dan 5,3 kkal/gr untuk
protein. Di dalam tubuh, didapatkan nilai serupa untuk karbohidrat dan lemak. Tetapi, oksidasi
protein ternyata tidak sempurna dengan produk akhir katabolismenya berupa urea dan senyawa
nitrogen terkait lain ditambah CO2 dan H2O, sehingga nilai kalori protein di dalam tubuh hanyalah
4,1 kkal/gr.1,2

Kesimpulan
Energi dalam molekul nutrien yang tidak digunakan untuk melakukan
15

kerja diubah menjadi energi termal atau panas. Selama proses-proses biokimia,
hanya sekitar 50% energi dalam molekul nutrien yang dipindahkan ke ATP
sedangkan sisanya segera lenyap sebagai panas. Bahkan dalam melakukan
kerja eksternal, otot-otot rangka mengubah energi kimia menjadi energi
mekanis yang tidak efisien; hampir 75% energi yang digunakan lenyap sebagai
panas. Karena itu, semua energi yang dibebaskan dari makanan masuk tidak
secara langsung digunakan untuk kerja akhirnya menjadi panas tubuh. Namun,
panas ini bukan energi yang sia-sia karena sebagian besar digunakan untuk
mempertahankan suhu tubuh.

Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Dalam: Yesdelita N, editor. Pendit BU, penerjemah. Fisiologi manusia dari sel
ke sistem. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2011.h.701-17.
2. Guyton AC, Hall EJ. Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.h.932-45.
3. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC; 2008.h.725-55.
4. Davey P. Dalam: Safitri A, editor. Rahmalia A, Novianty C, penerjemah. At a glance
medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.64.
5. Murray

RK,Granner

DK,Mayes

PA,Rodwell

VW.

Biokimia

harper.

ed-25.

Jakarta:EGC;2003.h.170-4,187-93,245,264-6,195-7.

16

Anda mungkin juga menyukai