PENDAHULUAN
Walaupun mata mempunnyai sistem pelindung yang cukup baik seperti
rongga orbita, kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar,selain terdapatnya refleks
memejam atau mengedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar.
Trauma dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata
serta rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Trauma pada mata
memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih
berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Trauma pada mata dapat mengenai jaringan di bawah ini secara terpisah
atau menjadi gabungan trauma jaringan mata. Trauma dapat mengenai jaringan
mata: palpebrae, konjungtiva, cornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan
orbita. Trauma mata merupakan keadaan gawat darurat pada mata.
Trauma mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang
parah. Segala umur dapat terkena rudapaksa mata walaupun beberapa kelompok
umur tersering terkena (50 %) yaitu umur kurang dari 18 tahun (di USA). Dewasa
muda-terutama pria-merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami
cedera tembus mata. Kecelakaan dirumah, kekerasan, ledakan aki, cedera akibat
olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang paling
sering menyebabkan trauma mata.
Trauma pada mata sering mengalami kesukaran dalam menilai kerusakan
yang diakibatkannya. Kadang-kadang pukulan mempunyai kesan tidak keras dan
kerusakan matapun sepintas lalu tidak nampak. Tetapi ternyata membawa akibat
berat bahkan sampai timbul kebutaan. Memang keadaan ini sering mengherankan
terutama bagi para sejawat bukan dokter mata, oleh karena memang tidak
mempunyai perlengkapan atau perhatian yang cukup untuk menemukan
kerusakan yang diakibatkannya. Bahkan bagi dokter mata sendiri kadang-kadang
mengalami kesulitan atau tidak menduga adanya kelainan yang dapat membawa
kebutaan.
Untunglah bola mata mendapat perlindungan yang cukup baik oleh kelopak
mata, tulang mata, rima orbita, jaringan orbita, kedipan kelopak mata, gerakan
menghindari dari kepala, alis mata, gerakan dari bola mata ke atas.
Sebaiknya bila ada trauma mata segera dilakukan pemeriksaan dan
pertolongan karena kemungkinan fungsi penglihatan masih dapat dipertahankan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Trauma
mata
adalah
tindakan
sengaja
maupun
tidak
yang
3. Fisik :
a. Cahaya
b. Ledakan
c. Kebakaran
d. Blow out Fraktur
4.
C. TRAUMA MEKANIS
1. TRAUMA TUMPUL
5.
Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang
keras atau benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai
mata dengan keras (kencang) ataupun lambat.
6.
Tingkatan dari rudapaksa mata ini tergantung dari besar,
berat, energi kinetik dari obyek.
7.
Mekanisme :
8.
Gelombang tekanan
akibat
dari
rudapaksa
mata
menyebabkan :
a. Tekanan yang sangat tinggi dan jelas dalam waktu yang singkat
didalam bola mata.
b. Perubahan yang menyolok dari bola mata.
c. Tekanan dalam bola mata akan menyebar antara cairan vitreous yang
kental dan jaringan sclera yang tidak elastis.
d. Akibatnya terjadi peregangan dan robeknya jaringan pada tempat
dimana ada perbedaan elastisitas, mis: daerah limbus, sudut
iridocorneal, ligamentum Zinii, corpus ciliare.
9.
Respon dari jaringan terhadap rudapaksa mata tumpul :
a. Vasokonstriksi dari pembuluh darah perifer, sehingga terjadi iskemia
dan nekrosis lokal.
b. Diikuti dengan vasodilatasi, hiperpermeabilitas, aliran darah yang
menurun.
c. Dinding pembuluh darah robek maka cairan jaringan dan isi sel akan
menyebar menuju jaringan sekitarnya sehingga terjadi edema dan
perdarahan.
10.Karena tiap-tiap jaringan mempunyai sifat-sifat dan respon khusus
terhadap trauma maka akan dibicarakan satu-persatu.
A) PALPEBRA
11.Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang
sehingga kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak
mata, konjungtiva, sklera, kornea dan lensa) dan struktur mata bagian
belakang (retina dan persarafan). Karena palpebra merupakan
pelindung bola mata maka saat terjadi trauma akan melakukan refleks
menutup. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hematoma palpebra.
12.
13.
B) KONJUNGTIVA
1) Edema Konjungtiva
14. Jaringan konjungtiva yang bersifat selaput lendir
dapat menjadi kemotik pada setiap kelainannya, demikian pula
akibat trauma tumpul. Bila kelopak terpajan ke dunia luar dan
konjungtiva
secara
langsung
kena
angin
tanpa
dapat
konjungtiva
yang
berat
dapat
dapat
diberikan
18.
2) Hematoma Subkonjungtiva
19. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang
terdapat pada atau dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva
dan arteri episklera.
20. Bila perdarahan ini terjadi akibat trauma tumpul
maka perlu dipastikan bahwa tidak terdapat robekan dibawah
jaringan konjungtiva atau sklera. Kadang-kadang hematoma
subkonjungtiva menutupi keadaan mata yang lebih buruk seperti
perforasi bola mata. Pemeriksaan funduskopi adalah perlu pada
setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma.
Bila tekanan bola mata rendah dengan pupil lonjong disertai
tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka
sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata untuk mencari
kemungkinan adanya ruptur bulbus okuli.
21. Pengobatan ini pada hematoma subkonjungtiva
ialah dengan kompres hangat. Perdarahan subkonjungtiva akan
hilang atau diabsorpsi dalam 1-2 minggu tanpa diobati.
22.
23.
C) KORNEA
1) Edema Kornea
24.
yang
diberikan
adalah
larutan
membran
descement
yang
lama
sehingga
36.
52.
53.
54.
1) PERAWATAN KONSERVATIF/TANPA OPERASI
a) Tirah baring sempurna (bed rest total)
55.
Penderita
ditidurkan
dalam
keadaan
Istirahat
total
ini
harus
dipertahankan
Bebat mata
57.
belum ada persesuaian pendapat di antara para ahli. EdwardLayden lebih condong untuk menggunakan bebat mata pada
mata yang terkena trauma saja, untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit. Selanjutnya dikatakan bahwa
pemakaian bebat pada kedua mata akan menyebabkan
penderita gelisah, cemas dan merasa tak enak, dengan akibat
penderita (matanya) tidak istirahat Akhirnya Rakusin
mengatakan bahwa dalam pengamatannya tidak ditemukan
adanya pengaruh yang menonjol dari pemakaian bebat atau
tidak terhadap absorbsi, timbuInya komplikasi maupun
prognosa bagi tajam penglihatannya:
c)
Pemakaian obat-obatan
58.
Pemberian
obat-obatan
pada
penderita
Koagulansia
59.
Golongan
obat
koagulansia
ini
dapat
Midriatika Miotika
63.
Masih
banyak
perdebatan
mengenai
sendiri-sendiri:
Miotika
memang
akan
iridiocyclitis.
Akhirnya
Rakusin
obat
dengan
tersebut
tanpa
pada
menggunakan
kedua
pengobatan
hifema
traumatik.
ditemukan
adanya
kenaikan
tekanan
menurunkan
tekanan
intraokuler,
walaupun
66.
dibanding
dengan
antibiotika.
Yasuna
Obat-obat lain
68. Sedativa
diberikan
bilamana
penderita
71.
optic)
Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA
selama 6 hari dengan tekanan 25 mmHg (untuk mencegah
corneal bloodstaining)
Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih
dari 8-9 hari (untuk mencegah peripheral anterior
synechiae)
Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema
berapapun ukurannya dengan Tekanan Intra Ocular lebih
dari 35 mmHg lebih dari 24 jam.Jika Tekanan Inta Ocular
menetap tinggi 50 mmHg atau lebih selama 4 hari,
pembedahan tidak boleh ditunda. Suatau studi mencatat
atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema
ketika pembedahan terlambat. Corneal bloodstaining
terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell
hemoglobinopathi diperlukan operasi jika tekanan intra
ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.6
72.
jangan
menutup
kembali.
Dengan
jarum
fisiologik
Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan
membuka corneo-scleralnya sebesar 120.
E) IRIS
74.
Iridodialisis
75.
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada
78.
79.
80.
81.
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
F) LENSA
1) Dislokasi Lensa. Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula
zinn yang akan mengakibatkan kedudukan lensa terganggu.
89.
2) Subluksasi Lensa. Terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinn
sehingga lensa berpindah tempat. Subluksasi lensa dapat juga
terjadi spontan akibat pasien menderita kelainan pada zonula
zinn yang rapuh (sindrom Marphan). Pasien pasca trauma akan
mengeluh penglihatan berkurang. Subluksasi lensa akan
memberikan gambaran pada iris berupa iridodonesis. Akibat
pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastic
akan menjadi cembung, dan mata akan menjadi lebih miopik.
Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan
sehingga sudut bilik mata tertutup. Bila sudut bilik mata
menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi glaucoma
sekunder.
3) Luksasi Lensa Anterior. Bila seluruh zonula zinn di sekitar
ekuator putus akibat trauma maka lensa dapat masuk ke dalam
bilik mata depan. Akibat lensa terletak dalam bilik mata depan
ini maka akan terjadi gangguan pengaliran keluar cairan bilik
mata sehingga akan timbul glaucoma kongestif akut dengan
gejala-gejalanya. Pasien akan mengeluh penglihatan menurun
mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah
penyulit
akibat
degenerasi
lensa,
berupa
terjadi edema macula atau edema berlin. Pada keadaan ini akan
untuk
98.
3) Ruptur Koroid
99.
Pada
trauma
keras
dapat
terjadi
perdarahan
akan tetapi bila darah tersebut telah diabsorpsi maka akan terlihat
bagian ruptur berwarna putih karena sklera dapat dilihat langsung
tanpa tertutup koroid.
4) Avulsi Papil Saraf Optik
101. Pada trauma tumpul dapat terjadi saraf optik
terlepas dari pangkalnya didalam bola mata yang disebut sebagai
avulsi papil saraf optik. Keadaan ini akan mengakibatkan turunnya
tajam penglihatan yang berat dan sering berakhir dengan kebutaan.
Penderita ini perlu dirujuk untuk dinilai kelainan fungsi retina dan
saraf optiknya.
5) Optik Neuropati Traumatik
102. Trauma tumpul dapat mengakibatkan kompresi pada
saraf optik, demikian pula perdarahan dan edema sekitar saraf
optik.
103.
adalah
endoftalmitis,
panoftalmitis,
ablasi
retina,
perlu
dapat
ditambah
dengan
mekanis tumpul.
Robekan 1 cm : Tidak dijahit, diberikan antibiotika lokal.
Robekan lebih dari 1 cm : Dijahit dengan benang cat gut atau
sutera berjarak 0,5 cm antara tiap-tiap jahitan. Beri antibiotika
tumpul
118.
Luka tembus kornea
119. Anamnesa : teraba nyeri, epifora, fotofobia, dan
blefarospasme.
120. Pemeriksaan : bagian yang mengalami kerusakan
epitel menunjukkan flurocein (+)
121. Pengobatan : Tanpa mengingat jarak waktu antara
kecelakaan dan pemeriksaan, tiap luka terbuka kornea yang
masih menunjukkan tanda-tanda adanya kebocoran harus
diusahakan untuk dijahit.
122. Jaringan intraokular yang keluar dari luka, misal :
badan kaca, prolap iris sebaiknya dipotong sebelum luka
dijahit. Janganlah sekali-kali dimasukkan kembali dalam bola
mata. Jahitan kornea dilakukan secara lamellar untuk
menghindari terjadinya fistel melalui bekas jahitan.
Ulkus kornea
127. Sebagian besar disebabkan oleh trauma yang
mengalami infeksi sekunder.
128. Anamnesa : teraba nyeri, epifora, fotofobia, dan
blefarospasme.
129. Pemeriksaan :
131.
132.
4) SCLERA
133. Luka terbuka atau tembus
134. Luka ini lekas tertutup oleh konjungtiva sehingga
kadang
sukar
diketahui.
Luka
tembus
sclera
harus
136.
5) OFTALMIA SIMPATETIK
137.
TAHAP IRITASI
140.
TAHAP RADANG
143.
Terapi :
blefarospasme.
147. Pemeriksaan : pupil miosis, reflek pupil menurun,
sinekia posterior.
148. Terapi : Atropin tetes 0,5%- 1 %, 1-2 x perhari
selama sinekia belum lepas. Antibiotik lokal, Diamox bila ada
komplikasi glaukoma.
8) LENSA
a) Katarak : Penatalaksanaan sama dengan trauma tumpul.
b) Dislokasi lensa :Penatalaksanaan sama dengan pada rudapaksa
mata tumpul
9) KERUSAKAN SEGMEN POSTERIOR :Penatalaksanaan sama
dengan rudapaksa mata tumpul
10) CORPUS ALIENUM (BENDA ASING)
149. Anamnesa : mengeluh ada benda asing masuk
kedalam mata
150. Pemeriksaan : benda asing tersebut harus dicari
secara teliti memakai penerangan yang cukup mulai dari palpebra,
konjungtiva, fornixis, kornea, bilik mata depan. Bila mungkin
benda tersebut berada dalam lensa, badan kaca dimana perlu
pemeriksaan tambahan berupa funduskopi dan foto rontgen. Benda
asing yang masuk dalam mata dapat dibagi 2 kelompok yaitu :
Benda logam : emas, perak, platina, besi, tembaga. Benda
153.
11) OTOT EKSTRA OKULAR
154.
dapat disebabkan :
Kelainan pada otot mata
Kelainan pada persarafan otot mata
Kelainan pada jaringan orbita lainnya
155.
158.
159.
dalam
mata,
trauma
basa
ini
mengakibatkan
suatu
pungtata
Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel
kornea
Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan
166.
167.
168.
169.
170.
171.
E. TRAUMA FISIK
1. CAHAYA
172. Cahaya yang berasal dari matahari atau alat untuk las
mengandung ultraviolet yang dapat mengakibatkan konjungtivitis dan
keratitis, sedangkan cahaya dari pembikinan kaca (Glass Blomers) banyak
mengandung infra red yang dapat mengakibatkan katarak.
173. Anamnesa : Mata terasa nyeri, epifora yang timbul 6-12
jam sesudah melihat cahaya tersebut.
174. Pemeriksaan : Hiperemi konjungtiva, flurescein test positif
175. Pengobatan : Pada Konjungtiva beri antibiotika
lokal,atropine bila fluorescein luar
2. KEBAKARAN
176. Dengan adanya reflek perlindungan menutup palpebra
sering kornea dan konjungtiva terhindar dari bahaya kebakaran, sehingga
kelainan terbatas pada palpebra.
177. Pengobatan :
Tidak
berbeda
dengan
kelainan
184.
185.
186.
187.
188.
189.
190.
191.
192.
193.
194.
195.
196.
197.
198.
199.
200.
201.
202.
203.
204.
BAB III
PENUTUP
205.
206.
trauma mekanik (tumpul dan tajam), trauma kimia (asam dan basa), dan trauma
fisik. Pemeriksaan awal pada trauma mata antara lain meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik.
207.
sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan penglihatan
bersifat progesif lambat atau berawitan mendadak. Harus dicurigai adanya benda
asing intraocular apabila terdapat riwayat memalu, mengasah atau ledakan.
208.
luka dan abrasi. Dilakukan inspeksi konjungtiva bulbaris untuk mencari adanya
perdarahan, benda asing atau laserasi. Kedalaman dan kejernihan kamera anterior
dicatat. Ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan
dengan mata yang lain untuk memastikan apakah terdapat defek pupil aferen di
mata yang cedera. Apabila bola mata tidak rusak, maka kelopak, konjungtiva
palpebra dan forniks dapat diperiksa secara lebih teliti, termasuk inspeksi setelah
eversi kelopak mata atas. Oftalmoskop langsung dan tidak langsung digunakan
untuk mengamati lensa, korpus vitreosus, diskus optikus, dan retina. Dokumentasi