Anda di halaman 1dari 31

TUGAS EVALUASI GIZI PANGAN

Penurunan Nutrisi Pada Suatu Komoditi Selama Pasca Panen,


Pengolahan dan Penyimpanan

Oleh:
R. Fanny Megayanti
Intan Adrikni
Goklas Valentino
Fitry Mulyani Martinova
Hendra Febriana
Reynaldo Mahendra Riyanto
Al Rivan Marsyah Dzikri
Reisna Ayuwanda
Roro Yodita Fitri
Wulan Marayani

123020348
123020349
123020350
123020351
123020353
123020355
123020357
123020358
123020360
123020362

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2015
Penurunan Nutrisi Suatu Komoditi Selama Pasca Panen,
Pengolahan, Serta Penyimpanan.

1.1. Buah-buahan
1.1.1. Buah Klimaterik
Buah klimakteri merupakan suatu fase yang kritis dalam
kehidupan buah dan selama terjadinya proses ini banyak sekali
perubahan yang berlangsung. Buah klimakteri dapat dikatakan suatu
keadaan auto stimulation dari dalam buah sehingga buah menjadi
matang yang disertai dengan adanya peningkatan proses respirasi.
Buah-buahan

macam-macam buah klimakteri yaitu: alpukat, pisang,

nangka, jambu, papaya, dan markisa. Buah klimakteri biasanya


dipanen sebelum masak karena dapat mengalami respirasi yaitu
peristiwa perombakan senyawa komplek yang terdapat pada sel
seperti pati, gula, dan senyawa organik menjadi senyawa lebih
sederhana yaitu karbohidrat dan air dengan bersamaan memproduksi
energi serta senyawa lain yang digunakan sel untuk reaksi sintesis.
Faktor yang mempengaruhi respirasi ada dua faktor yaitu faktor
eksternal

dan

faktor

internal,

dimana

faktor

internal:

tingkat

perkembangan organ, komposisi kimia jaringan, ukuran produk, adanya


pelapisan alami pada permukaan kulitnya, dan jenis jaringan. Faktor
eksternal:

suhu,

penggunaan

etilen,

ketersediaan

oksigen,

karbondioksisa, terdapatnya senyawa pengatur pertumbuhan, dan


adanya luka pada buah.

Penurunan nutrisi buah klimakterik selama pasca panen;


Kehilangan hasil tanaman buah dan sayuran dapat berupa penurunan
kuantitas maupun kualitas. Penurunan kuantitas terjadi seperti penurunan bobot
dan hilangnya produk, baik sebagian ataupun seluruhnya, yang disebabkan oleh

kerusakan atau pembusukan. Kehilangan hasil karena penurunan kuantitas relatif


mudah diamati. Bentuk kehilangan hasil yang relatif sulit diamati adalah
menurunnya kualitas, seperti kerusakan tekstur, aroma, atau nilai gizi. Bentuk
kehilangan yang lain adalah kehilangan daya tumbuh dan penurunan nilai jual
yang disebabkan oleh turunnya harga.
Kehilangan hasil dapat terjadi di lapangan atau di kebun, di tempat
pengepakan, tempat penyimpanan, selama pengangkutan, di pasar besar atau pasar
eceran. Kehilangan tersebut dapat terjadi karena fasilitas yang kurang memadai,
pengetahuan yang terbatas, manajemen yang tidak baik, pasar yang tidak
berfungsi, atau penanganan oleh petani yang kurang hati-hati. Lebih lanjut,
kehilangan hasil dapat juga terjadi di tempat konsumen, di dapur atau di meja
makan.
Jadi, pada organ panenan terjadi beberapa perubahan yang mengarah pada
perusakan kualitas hingga sampai pada tingkat senesen dan akhirnya
pembusukan. Perubahan komposisi organ panenan berbeda satu dengan
lainnya. Misalnya untuk apel, terjadi perubahan kandungan gula yang terus
meningkat seiring dengan umur, namun akan menurun setelah tercapai titik
tertentu. Demikian pula halnya dengan kandungan pati. Perubahan yang terus
menurun juga terjadi pada jenis-jenis komoditi lainnya demikian pula jenis
komponen. Seperti halnya kandungan asam (vitamin C) buah jeruk (lemon
maupun grafe fruit) terus menurun seiring dengan umur penyimpanan
komoditi bersangkutan.

Kehilangan air dapat merupakan penyebab utama deteriorasi karena tidak


saja berpengaruh langsung pada kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga
menyebabkan kehilangan kualitas dalam penampilannya (dikarenakan layu
dan pengkerutan), kualitas penampilan (lunak, mudah patah) dan kualitas
nutrisi.
Penurunan nutrisi buah klimakterik selama pengolahan;
Pada dasarnya semua buah-buahan dan sayur-sayuran yang dijual di pasar
modern dilakukan grading dan sortasi. Produk disortir dan digrading menjadi
beberapa tingkat berdasarkan standar yang telah ditentukan. Produk digrading
secara manual dan secara visual yaitu berdasarkan pada warna.
Grading menurut bobotnya dapat dilakukan dengan alat pengukur otomatis
dengan berbagai ukuran kapasitas. Buah-buahan yang bundar atau agak bundar
diukur berdasarkan diameternya dengan menggunakan alat pengukur yang
berbentuk lingkaran, yang dilakukan secara manual. Grading perlu dilakukan
secara hati-hati, karena kegiatan grading yang dilakukan dengan tidak hati-hati
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan secara nyata.
Pengaturan suhu yang baik merupakan cara yang efektif untuk
menurunkan tingkat kehilangan hasil dan mempertahankan kualitas buah-buahan
dan sayur-sayuran. Suhu yang rendah, tetapi tidak terlalu

rendah, dapat

menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas fisiologi sehingga buah menjadi


rusak. Suhu yang rendah juga menurunkan laju pertumbuhan mikrobia dan laju
pembusukan. Pendinginan merupakan cara yang efektif untuk menjaga kualitas
buah-buahan dan sayur-sayuran.

Produk yang dipanen dari kebun pada umumnya suhunya tinggi dan masih
memiliki laju respirasi yang tinggi. Mempercepat penurunan suhu produk sangat
efektif untuk menjaga kualitas buah-buahan dan sayur-sayuran. Oleh karena itu
teknologi pendinginan digunakan secara luas terutama untuk produk yang mudah
rusak dan membusuk.
Penurunan nutrisi pada buah klimaterik selama penyimpanan;
Penyimpanan untuk buah klimateri harus diperhatikan mulai dari
suhu,

kelembaban,

dan

komposisi

atmosfir

karena

itu

semua

dibutuhkan untuk terjadinya proses respirasi apabila suhu terlalu


rendah, kelembaban terlalu tinggi, dan persediaan O 2, CO2 berkurang
maka tidak akan terjadi proses respirasi dan kandungan nutrisi pada
buah berupa vitamin a dan c, kandungan mineral, karbohidrat, protein,
antioksidan

phytochemical,

dan

dietary

fiber

akan

mengalami

penurunan bahkan buah akan mati, karena bila tidak tersedia O 2, CO2,
dan gas etilen maka buah cenderung akan mengalami proses
fermentasi yang mengakibatkan energi yang diperoleh lebih sedikit
persatuan substrat dibandingkan dengan cara respirasi, oleh sebab itu
apabila buah melakukan fermentasi akan membutuhkan banyak energi
serta diperlukan substrat (glukosa) dalam jumlah banyak yang berasal
dari karbohidrat pada buah sehingga dalam waktu singkat persedian
substrat

akan

mengalami

penurunan

dan

buah

akan

mati.

Penyimpanan pada kelembaban yang terlalu tinggi, suhu yang terlalu


tinggi, dan terkena cahaya maka kandungan vitamin C yang terdapat
buah akan mudah teroksidasi dan rusak yang ditandai dengan reaksi
maillard berwarna coklat. Oleh sebab itu proses penyimpanan buah

klimakteri harus di perhatikan karena buah tersebut masih dapat


mengalami proses metabolisme/pematangan walaupun sudah dipanen
apabila proses metabolismenya terhenti akibat penyimpanan yang
tidak diperhatikan maka nutrisi yang terkandung pada buah akan
megalami penurunan dan buah akan busuk.
1.1.2. Buah Non-Klimaterik
Buah non klimakteri merupakan tidak menunjukan adanya
kenaikan laju respirasi dan menghasilkan sedikit etilen dan tidak
memberikan respon terhadap etilen kecuali dalam hal penurunan kadar
klorofil, selain itu tidak mudah mengalami kerusakan pascapanen.
Penurunan nutrisi pada buah non klimakteri selama pasca
panen;
Buah non klimakteri contohnya jeruk penurunan nutrisi saat
pascapanen

lebih

cepat

karena

tidak

terjadi

proses

respirasi/diperlambat proses respirasinya. Buah yang telah pascapanen


mengalami beberapa perlakuan seperti pencucian dimana vitamin c
yang terdapat pada buah akan teroksidasi/akan larut sehingga
kandungan vitamin c akan berkurang, curring dapat lebih cepat
menurunkan nutrisi karena akan banyak lapisan buah yang hilang
maka, degreening tidak dilakukan pada buah non klimakteri karena
buah non klimakteri sendiri mengalami perubahan warna saat dipohon,
dan pre-cooling untuk buah non klimakteri sangat baik agar nutrisi
tetap terjaga apabial disimpan pada suhu yang tinggi maka buah akan
lebih cepat busuk dan akan tumbuhnya mikroba sehingga buah akan
cepat busuk.
Dalam satu pohon, buah jeruk tidak semuanya dapat dipanen
sekaligus, tergantung pada kematangannya. Jeruk termasuk buah yang

kandungan patinya rendah sehingga bila dipanen masih muda tidak


akan menjadi masak seperti mangga. Jika panen dilakukan setelah
melampaui tingkat kematangan optimum atau buah dibiarkan terlalu
lama di pohon, sari buah akan berkurang dan akan banyak energi yang
dikuras dari pohon sehingga mengganggu kesehatan tanaman dan
produksi musim berikutnya. Panen yang tepat adalah pada saat buah
telah masak dan memasuki fase akhir pemasakan buah.
Terjadinya perubahan warna kulit jeruk dari hijau menjadi kuning
disebabkan

oleh

beberapa

pigmen

warna

yang

menyebabkan

kerusakan pada pigmen warna yang lain (Masking Effect). Apabila jeruk
dipetik terlalu muda, kandungan asam oksalat yang masih tinggi
menyebabkan rasa asam. Namun seiring dengan bertambahnya umur
jeruk dipohon maka kandungan asam oksalat semakin berkurang oleh
karena itu rasa manisnya pun semakin tua semakin bertambah.
Timbulnya

aroma

manis

pada

jeruk

pascapanen

dikarenakan

terbentuknya senyawa senyawa volatile. Jeruk setelah dipanen akan


mengalami

beberapa

proses

yakni

respirasi

adalah

proses

pengambilan oksigen dari udara dan pelepasan karbondioksida ke


udara. Oksigen digunakan untuk memecah karbohidrat dalam buah
dan

sayur

menjadi

karbondioksida

dan

air.

Proses

ini

juga

menghasilkan energi panas, sehingga buah dan sayur harus segera


diberi perlakuan pendinginan agar tidak cepat layu dan busuk. Jeruk
tergolong buah yang laju respirasinya rendah, yaitu 5 10 mg CO2/kgjam pada kisaran suhu 5C Transpirasi atau penguapan air dapat
terjadi karena perbedaan tekanan uap air di dalam bagian tanaman

dengan

tekanan

uap

air

di

udara.

Proses

transpirasi

akan

menyebabkan susut bobot pada buah dan sayur yang disimpan. Untuk
melindungi dari transpirasi buah dan sayur harus disimpan dalam
ruangan dengan kelembaban udara (Relatif Humidity/RH) yang tepat.
Penurunan

nutrisi

pada

buah

non

klimakteri

selama

penyimpanan;
Perubahan yang dapat terjadi pada buah
contohnya

jeruk

diantaranya

perubahan

vitamin

non klimaterik
C

pada

buah.

Kandungan asam askorbat pada buah akan mengalami penurunan


selama penyimpanan terutama pada suhu penyimpanan yang tinggi.
Kandungan asam askorbat setelah penyimpanan kira-kira sampai
2/3 pada waktu panen (Pantastico, 1986). Selain perubahan jumlah
asam askorbat, proses respirasi dan transpirasi yang dilakukan terus
menerus dapat mempercepat laju kerusakan seperti menjadi mudah
busuk

dan

perubahan

citarasa

terus

menerus

karena

adanya

perubahan susunan komponen kimiawi pada buah jeruk.


Asam askorbat sangat peka terhadap adanya oksidasi terutama
oleh karena adanya enzim asam askorbat oksidase yang terdapat pada
jaringan tanaman (Apandi, 1984). Enzim lain yang dapat merusak
asam askorbat secara tidak langsung adalah fenolase, sitokhrom
oksidase dan peroksidase. Asam askorbat sangat mudah teroksidasi
menjadi L-dehidroaskorbat yang masih mempunyai keaktifan sebagai
vitamin C. Asam L-dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan
mengalami perubahan lebih lanjut menjadi asam L-diketogulatyang
tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi. (Winarno dan Aman, 1981).

Selama
dimana

penyimpanan,

kadar

buah

gula meningkat

mengalami

proses

disebabkan

pematangan

adanya

degradasi

polisakarida pada dinding sel yang merupakan sumber gula. Gula


merupakan hasil perubahan dari pati sebagai akibat dari enzim-enzim
yang

bekerja,

baik

enzim

yang

berasal

dari

tanaman

itu

sendiri maupun yang dihasilkan oleh jasad renik. Seharusnya semakin


lama waktu penyimpanan atau jika buah matang dan lunak, maka
makin banyak proses degradasi polisakarida dan makin tinggi gula
yang dihasilkan.
Lamanya penyimpanan terhadap buah dapat meningkatkan kadar
gula buah tersebut. Hal ini disebabkan karena buah yang disimpan
akan

semakin

matang sehingga

kadar

gulanya

naik.

Turunnya

kandungan gula disebabkan karena senyawa-senyawa makromolekul


termasuk gula diuraikan untuk menghasilkan energi. Pada kemasan
vakum dan seal biasa, sirkulasi udara sangat terbatas pada tingkat
permeabilitas plastik, maka perombakan senyawa semakin tinggi
karena oksigen yang ada tidak mencukupi untuk melakukan respirasi
biasa. Akibatnya suhu penyimpanan dalam plastik pengemas semakin
tinggi,

sehingga menyebabkan

buah

menjadi

matang,

dengan

demikian, pada kemasan sel biasa tanpa lubang dan vakum, kadar gula
lebih

tinggi,

walaupun

umur

simpannya

lebih singkat

(cepat

membusuk).
Penurunan nutrisi buah non klimaterik selama pengolahan;
Perlakuan pencucian sebelum penyimpanan tidak terlalu besar
memberikan pengaruh terhadap perubahan kadar gula pada buah

terkemas. dari data buah yang dicuci dengan air biasa tidak dapat
dianalisa pengaruh suhu, jenis kemasan dan pencucian terhadap kadar
gula buah karena pada pengamatan kedua tidak terdapat data (data
kosong). Sebaliknya untuk buah yang dicuci dengan detergen,
terdapat pola perubahan nilai kadar gula yang tetap dan berfluktuasi
selama waktu penyimpanan. Dalam hal ini banyak faktor yang
mempengaruhi,

terutama

pengamatan.

Dalam

mudah,

harus

kita

faktor kesalahan

menggunakan
lebih

teliti

dalam

melakukan

refraktometer memang

dalam

mengukur

dan

tidak

melihat

garis perbatasan terang gelap dengan seksama.


1.2. Sayur-sayuran
Penurunan nutrisi sayuran selama pengolahan;
Makanan dari hasil panen dan pengolahannya mempuyai nilai
maksimum dari zat gizi yang dikandungnya. Komposisi itu akan dapat
menurun karena waktu penanganan yang lama atau lebih tinggi /
pemrosesan yang lebih berat. Sebaliknya bahan makanan yang sulit
dicerna perlu proses sehingga dapat dicerna dalam tubuh. Pengolahan
ini juga berguna untuk menghilangkkan racun atau faktor-faktor anti
nutrien lainnya yang dapat menyebabkan hasil negatif.
Dalam

suatu

penelitian,

pada

sayur-sayuran

hijau

yang

disimpan dalam suhu 68-75 0F, akan hilang sejumlah asam korbat
(vitamin

C)

dalam waktu 3 hari, yaitu pada bayam akan hilang sebanyak 83% dan
beras sebanyak 35%. Sedangkan pada suhu yang lebih rendah akan
didapat nilai gizi yang lebih baik.

Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan


pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Dalam pengolahan
bahan pangan, penggunaan panas seringkali dilakukan dengan tujuan
untuk menambah citarasa dan memperpanjang daya simpan produk
pangan tersebut. Di dalam kehidupan sehari-hari jenis proses termal
yang biasa dilakukan adalah penggorengan, perebusan, pengukusan,
dan pemanggangan. Di tingkat industri, kita mengenal beberapa jenis
pengolahan pangan dengan menggunakan panas seperti blansir,
pasteurisasi dan sterilisasi dengan maksud agar bahan makanan dapat
lebih awet disimpan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang
diberikan semakin banyak mikroba yang mati.
Tetapi penggunaan panas pada pengolahan bahan pangan juga
dapat mempengaruhi nilai gizi bahan pangan tersebut, termasuk zat
gizi

mikro

(vitamin

dan

mineral).

Umumnya

vitamin-vitamin

(khususnya vitamin larut air) dan mineral tidak stabil terhadap panas.
Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri serta
daging, sangat peka terhadap suhu tinggi karena dapat merusak warna
maupun rasanya.
Penggorengan merupakan salah satu jenis pengolahan pangan
dengan menggunakan panas. Suhu yang digunakan biasanya adalah
160oC, sehingga dapat merusak vitamin dan mineral.

Kandungan -

karoten (pro-vitamin A) minyak sawit merah (minyak goreng) juga


mengalami penurunan selama proses pemanasan (penggorengan). Hal
ini tergantung dari suhu yang digunakan. Hasil penelitian melaporkan
bahwa pemanasan minyak sawit merah pada suhu 150

C mampu

mempertahankan kandungan -karoten yang lebih baik dibandingkan


suhu yang lebih tinggi (160, 170 dan 180 0C). Penurunan kandungan
vitamin yang terjadi pada pemanasan minyak goreng disebabkan
terjadinya reaksi oksidasi minyak dan degradasi asam lemak akibat
suhu pemanasan yang tinggi dan lama pemanasan.
Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional lainnya
yang telah lama dikenal untuk memasak. Pada proses perebusan dapat
menurunkan

nilai

gizi

suatu

bahan

makanan

lebih

banyak

dibandingkan dengan pengukusan. Bahan makanan yang langsung


terkena air rebusan akan menurunkan nilai gizinya terutama vitaminvitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak
(ADEK) kurang terpengaruh.
Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering
dilakukan dalam proses pengalengan buah dan sayuran dengan tujuan
untuk memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa proses blansir dapat menurunkan nilai
gizi suatu produk pangan terutama vitamin, mineral, dan komponenkomponen yang larut air lainnya.
oleh

beberapa

faktor

antara

Besarnya kerusakan dipengaruhi


lain:

1)

Varietas,

2)

Tingkat

kemasakan/kematangan, 3) Metode penanganan (terutama tingkat


pemotongan, pengirisan, dan lain-lain, yang mempengaruhi rasio luas
permukaan/ volume bahan), 4) Penggunaan medium pemanas dan
pendingin, 5) Lama dan suhu pemanasan, dan 6) Rasio air/bahan yang
diblansir (terutama jika digunakan air sebagai medium pemanas atau

pun pendingin).

Pengaruh penggunaan metode blansir terhadap

kandungan vitamin C.
Penurunan nutrisi pada sayuran selama penyimpanan;

rbga pnltan brush menggl fnmn pnurunn nutris dalm


buh dan saurn dr rtanin mdrn lah satu ang menrik erhtn
dalah stud yng dmpin Donld RDvis h.D dri Univrstas xas di
AustnDari salah stu tmuan Davs dketahu bhw hsil nn rtanin sat
ini semkn tnggi, pdhal lahn trbats, shngg mnbbkn kdr nutris
dlm syur brkurngSlin tu, rt-rt nurunn minral syuran uku
signfkn, ntr 5-40 ersn, demkan ug dngn pnurunn kadar vtmin
dan rtin
Dalam suatu penelitian pada sayur-sayuran hijau yang disimpan di dalam
suhu 68F 75F, akan kehilangan sejumlah asam askorbat (vitamin C) dalam
waktu 3 hari, yaitu bayam (83%) dan peas (35%). Sedangkan pada suhu yang
lebih rendah akan di dapat nilai gizi yang lebih baik.
Untuk gandum yang telah disimpan selama 1 tahun, menunjukkan
kehilangan faktor-faktor vitamin B kompleks yang dikandungnya.

Dalam proses pengawetan akan ada kehilangan beberapa nilai gizi yang
dikandungnya, seperti dalam proses pemotongan, pengupasan dan pengurangan
dari bentuk aslinya. Pada proses penguapan / dehidrasi, akan terjadi kerusakan
dari kandungan gizinya oleh karena panas.

Pengaruh radiasi juga akan memberi hasil pengurangan bahan gizi seperti
proses pemanasan, yaitu dari sejumlah 75-90% vitamin A dan B, asam folat,
niasin, piridoksin dan riboflavin menjadi sekitar 35% thianin.
Nilai gizi makanan segar lebih baik ketimbang yang dibekukan, tetapi gizi
makanan beku masih lebih baik dibanding makanan kalengan. Sayuran yang
dibekukan sesaat setelah dipanen berisi lebih banyak vitamin daripada sayuran
segar

yang

langsung

diangkut

melintasi

wilayah

untuk

dipasarkan.

Ada sejumlah pertukaran zat gizi saat Anda memilih sayuran yang dikemas
dan diproses. Contohnya, sayuran kalengan dan beku mengandung lebih banyak
sodium. Satu porsi brokoli beku bisa mengandung lebih banyak betakaroten
karena batangnya sudah dibuang, hanya menyisakan kuntumnya saja. Namun,
brokoli ini hanya mengandung sedikit kalsium dan lebih banyak sodium. Jadi
sesering mungkin, hidangkan sayuran segar bagi keluarga, sehingga mereka
terbiasa

terhadap

rasa

yang

lebih

bervariasi

dan

lebih

kuat.

Mengukus sayuran melindungi lebih banyak zat gizi dan rasa sayuran
segar daripada direbus yang melarutkan beberapa zat gizi ke dalam air. Memasak
menggunakan

microwave

juga

melindungi

zat

gizi

pada

sayuran.

Hindari memotong sayuran terlalu lama sebelum dimasak. Jarak yang terlalu
lama antara saat memotong sayuran atau buah dengan memasak bisa
menimbulkan kerusakan. Alasannya, potongan sayur maupun buah dapat terpapar
papas, cahaya, dan oksigen, si perusak zat gizi. Lebih baik potong sayuran atau
buah saat akan dimasak atau dimakan.

Sedangkan cara pengolahan sayur yang baik untuk balita adalah direbus
atau ditumis sebentar. Gunakan air perebus seminimal mungkin dan manfaatkan
air perebusnya karena selama perebusan kandungan vitamin sayur yang larut air
seperti vitamin B dan C akan terlarut. Semakin kecil sayur, maka kemungkinan
kehilangan kandungan vitamin akan terjadi.
1.3. Serealia
Serealia yaitu biji-bijian dari familia rumput-rumputan (gramine)
yang kaya akan karbohidrat sehingga merupakan makanan pokok
manusia, pakan ternak dan industri yang mempergunakan karbohidrat
sebagai bahan baku.
Penurunan nutrisi serelia pada selama pasca panen;
1. Karbohidrat: Perubahan-perubahan berikut dapat terjadi pada
komponen karbohidrat serealia selama penyimpanan, yaitu :hidrolisa
pati karena kegiatan enzim amilase, berkurangnya gula karena
pernafasan, terbentuknya bau asam dan bau apek karena kegiatan
mikroorganisme, reaksi pencoklatan bukan karena enzim.
2. Protein: Selama penyimpanan Nitrogen total sebagian besar
tidak mengalami perubahan, tetapi Nitrogen dari protein sedikit turun.
Jumlah total asam amino menunjukkan perubahan yang berarti bila
terjadi kerusakan lebih lanjut akibat kegaiatan enzim proteolitik.
3. Lemak: Kerusakan lemak dan minyak dalam biji serealia
terjadi secara oksidasi, menghasilkan flavour dan bau tengik. Hidrolisa
lemak ini dipercepat oleh suhu tinggi, kadar air tinggi dan faktor-faktor
lain seperti pertumbuhan kapang. Pada beras akibat aktivitas kapang,

hidrolisa lemak lebih cepat dibandingkan dengan hidrolisa protein atau


karbohidrat selama penyimpanan.
4. Mineral: Mineral jarang hilang atau meningkat selama
penyimpanan, kecuali fosfor. Selama penyimpanan kegiatan enzim
fitrase melepas fosfat dari asam fitrat menjadi fosfat bebas dan
menyebabkan peningkatan nilai gizi.
5. Vitamin: Selama penyimpanan akan terjadi : thiamin (B1)
banyak yang rusak, kerusakan dipercepat dengan kadar air dan suhu
tinggi, riboflavin (B2) dan piridoksin (B6) sangat sensitif terhadap
cahaya, vitamin A turun karena kehilangan karotin, dan tokoferol (E)
bisa hilang dengan adanya O2, karena O2 mempercepat penurunan
tokoferol.
1.4. Kacang-kacanngan
Kacang-kacangan adalah sumber protein yang penting bagi
umat manusia di dunia. Terdapat berbagai jenis kacang-kacangan yang
selain kaya akan protein juga banyak mengandung lemak, vitamin dan
mineral. Jenis kacang-kacangan yang paling populer di masyarakat
adalah kedele, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang
tunggak dan sebagainya.
1.) Kedelai (Glycine max)
Komposisi zat gizi kedelai bervariasi menurut varietas, keadaan
tempat tumbuh, umur saat dipanen dan budidaya penanaman. Lemak
dan protein menyusun 60% dari berat kedelai kering. Protein 40% dan
lemak 20%. Kedelai kering mengandung 35% karbohidrat dan 5% abu.
Kedelai: 8% berat kulit, 90% kotiledon (keping biji) dan 2% hipokotil

(embrio). Mayoritas protein kedelai tahan terhadap panas saat


pemanasan. Karena itu. produk kedelai memerlukan proses dengan
panas misal tahu dan susu kedelai. Kedelai adalah sumber protein
komplit/lengkap. Protein lengkap adalah protein yang mengandung
asam

amino

esensial

yang

jumlahnya

cukup

banyak.

Kedelai

mempunyai asam amino yang tinggi terutama asam amino lisin,


sehingga dapat mensubstitusi kekurangan lisin pada makanan pokok.
Biji kedele lebih cepat mengalami kerusakan dibandingkan bijibijian lainnya (jagung, padi, sorghum, gandum) meskipun diproduksi,
ditangani dan disimpan pada kondisi yang sama. Penurunan kualitas
tersebut diakibatkan oleh hilangnya persediaan metabolit biji selama
penyimpanan, degradasi komponen kimia benih, kerusakan kulit benih,
kerusakan sistem enzimatisnya dan kerusakan sistem genetik.
Selama penyimpanan terjadi penurunan kandungan karbohidrat
pada biji yang diikuti dengan proses perombakan gula-gula sederhana.
Hal tersebut akan mengakibatkan berkurangnya substrat respirasi
pada biji.
Penurunan dan kerusakan protein biji kedelai, kerusakan protein
akan merusak aroma kedele dan berpengaruh terhadap kualitas produk
bahan olahan yang dihasilkan.
Kerusakan asam-asam lemak yang terkandung di dalam biji.
Degradasi asam lemak akan mengakibatkan peningkatan kandungan
asam lemak bebas yang sangat mudah mengalami oksidasi. Oksidasi
asam lemak bebas akan menghasilkan radikal bebas yang sangat
reaktif dan dapat merusak lemak yang terkandung dalam biji,

lipoprotein, protein, enzim, dan komponen biologis biji yang lain. Biji
kedele dengan kandungan total asam lemak bebas yang tinggi akan
mengakibatkan rendahnya mutu produk olahan.
2.) Kacang Tanah (Arachis hypogea)
Komposisi zat gizi meliputi protein berkisar 25-30%, lemak 4050%, karbohidrat 21% dan zat gizi lain yang terdapat dalam jumlah
yang cukup banyak yaitu Ca, P, Fe, Mg, Zn, vitamin A,C dan
B(1,2,3,6,9). Kacang tanah adalah sumber protein (30 gram per cangkir
setelah disangrai), tetapi protein yang dimiliki bukanlah protein komplit
karena kadar asam amino esensial lisin, sistein dan metioninnya
rendah. Kacang tanah sangat rentan terhadap serangan jamur dan
serangga. Kandungan lemaknya yang tinggi juga menjadi pemicu
ketengikan (rancidity) pada kacang tanah selama penyimpanan.
Daya simpan kacang tanah ditentukan oleh tingkat kematangan
panen yang tepat dan kehati-hatian saat penanganannya. Suhu
penyimpanan kacang tanah harus rendah. Dengan suhu rendah
diharapkan proses respirasi dan perombakan kimia lainnya yang terjadi
dalam biji kacang tanah selama penyimpanan dapat ditekan serendah
mungkin.. Pada suhu 21 C kacang tanah berkulit dapat bertahan
dengan kualitas baik selama 6 bulan penyimpanan, sedangkan pada
kacang tanah tanpa kulit bisa bertahan hingga 3-4 bulan. Kelembaban
relatif ruang simpan harus rendah. Hal ini untuk dapat mengendalikan
kadar air biji selama penyimpanan. Kelembaban relatif yang disarankan
untuk penyimpanan kacang tanah adalah 65-70%. Kadar air awal yang
disarankan untuk penyimpanan kacang tanah adalah 8-10%. Udara

harus bebas dari bau-bauan dan tersirkulasi dengan baik. Hal ini
disebakan oleh sifat kacang tanah yang mudah mengabsorbsi baubauan/flavour dari udara di sekitarnya.
Kacang tanah pada penyimpanan yang lama dan kondisi
penyimpanan yang jelek menyebabkan perubahan tekstur kacang
tanah menjadi berkerut (kisut) dan tidak utuh lagi, menyebabkan bau
dan rasa yang tidak enak.
Pada kacang tanah dapat terjadi perubahan yang disebabkan
oleh mikroorganisme yaitu kontaminasi aflatoksin. Kacang tanah yang
mengalami

kontaminasi

oleh

kapang

Aspergillus

flavus

dapat

menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin, terutama B1 diketahui sangat


karsinogenik, toksik, hepatotoksin, dan mutagenik pada manusia,
mamalia, dan unggas. Pada kacang tanah, B1 ditemukan pada polong
segar, polong, kering, biji, dan produk olahan. Untuk mencegah infeksi
dapat dilakukan dengan perbaikan budidaya, terutama pengairan pada
periode kritis, pengeringan pasca panen, pemenuhan kebutuhan gizi,
dan pengendalian penyakit daun.
3.) Kacang Hijau (Aseolus radiatus)
Kacang hijau mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi dan dapat
digunakan

sebagai

sumber

vitamin

dan

mineral.

Karbohidrat

merupakan komponen terbesar (lebih dari 55%) biji kacang hijau, yang
terdiri dari pati, gula dan serat. Pati pada kacang hijau memiliki daya
cerna yang sangat tinggi yaitu 99,8%. Kacang hijau mengandung 20-25
persen protein. Protein pada kacang hijau mentah memiliki daya cerna
sekitar 77 persen. kacang hijau kaya akan asam amino leusin, arginin,

isoleusin, valin dan lisin. Kualitas protein dibatasi oleh kandungan asam
amino bersulfur seperti metionin dan sistein (jumlahnya sangat
sedikit). Kandungan lemak dalam kacang hijau relatif sedikit (1-1,2
persen). Keadaan ini menguntungkan, sebab dengan kandungan lemak
yang rendah, kacang hijau dapat disimpan lebih lama dibandingkan
kacang-kacangan lainnya.

Kacang hijau juga mengandung mineral

seperti kalsium, fosfor, besi, natrium dan kalium. Vitamin yang paling
banyak terkandung pada kacang hijau adalah thiamin (B1), riboflavin
(B2) dan niasin (B3). Kacang hijau juga merupakan sumber serat
pangan (dietary fiber).
Penyimpanan yang lama dan kondisi penyimpanan yang jelek
menyebabkan tekstur kacang hijau berubah menjadi berkerut (kisut)
dan teksturnya tidak utuh lagi. Rasanya juga menjadi tidak enak.
4.) Kacang merah (Phaseolus vulgaris L)
Kacang merah kaya akan asam folat, kalsium, karbohidrat
kompleks, serat, dan protein yang tergolong tinggi. Kandungan
karbohidrat kompleks dan serat yang tinggi dalam kacang merah
membuatnya dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Kadar indeks
glikemik

kacang

merah

juga

termasuk

rendah

sehingga

menguntungkan penderita diabetes dan menurunkan risiko timbulnya


diabetes.
Kacang merah kering adalah sumber karbohidrat kompleks,
serat makanan (fiber), vitamin B (terutama asam folat dan vitamin B6),
fosfor, mangaan, besi, thiamin, dan protein. Setiap 100 gram kacang

merah kering yang telah direbus dapat menyediakan 9 gram protein


atau 17 persen dari angka kecukupan protein harian.
Proses penyimpanan yang lama dan kondisi penyimpanan dilihat
dari faktor suhu dan konsentrasi kekerasan kacang merah, maka akan
menyebabkan perubahan tekstur kacang tanah menjadi berkerut
(kisut), perubahan warna,

menyebabkan bau dan rasa yang tidak

enak.
Perubahan yang disebabkan oleh mikroorganisme biasanya
disebabkan oleh kapang yang dapat menyebabkan perubahan warna
benih, kemampuan berkecambah rusak, bau dan cita rasa yang buruk,
terjadi metabolit racun, berkurangnya nilai gizi (pemecahan protein
dan lemak).
Penurunan nutrisi kacang-kacangan selama penyimpanan;
Penyimpanan harus mampu mempertahankan sifat-sifat baik
bahan yang disimpan. Sifat-sifat baik seperti kualitas daya tumbuh
selama penyimpanan dapat mengalami kerusakan oleh karena kondisi
penyimpanan

yang

tidak

baik.

Kerusakan

kondisi

penyimpanan

disebabkan oleh kapang, insekta, rodensia, dan respirasi. Faktor yang


mempengaruhi penyimpanan adalah suhu, kadar air, kelembaban, dan
oksigen.
Ada berbagai macam cara penyimpanan kacang-kacangan,
karena jenis kacang pun banyak dan satu sama lain mempunyai cara
penyimpanan berbeda. Karena tinggi kandungan lemaknya, kacangkacangan mudah tengik, terutama yang sudah dikuliti. Jika disimpan di
kemasan yang kering dan kedap udara, kacang bisa bertahan sampai

setahun (walnut dan pistachio sampai tiga bulan). Kacang yang sudah
dikuliti bisa bertahan sampai 4 bulan, jika disimpan di kemasan kedap
udara dan masukkan ke lemari es, atau di freezer. Karena tidak
mengandung air sama sekali, kacang bisa langsung dimakan atau
dimasak.
Sejak

di

panen

kacang

hijau

telah

melewati

proses

pengangkutan dan penyimpanan yang cukup lama. Cara penyimpanan


yang sering dilakukan di negara kita masih sangat sederhana sehingga
kemungkinan besar kacang hijau yang sampai ke tangan konsumen
sudah terkontaminasi oleh kapang yang menghasilkan aflatoksin.
Selama penyimpanan, bahan pangan akan mengalami penurunan
mutu yang disebabkan oleh mikroba dan penurunan gizi yang salah
satunya adalah protein sebesar 12%.
Selain itu ada pula percobaan yang dilakukan untuk menguji
kacang. Biji kedelai calon benih dikeringkan hingga mencapai kadar air
yang bervariasi yaitu 8%, 10%, 12%dann >12. Selanjutnya, benih
disimpan dengan 2 cara, yaitu penyimpanan biasa ( konvensional ) dan
penyimpanan kedap udara.
Pada biasa ( konvensional ), benih yang telah dikeringkan
setelah agak dingin dimasukkan ke dalam kantong, goni, kemudian
langsung disimpan di gudang atau ruang penyimpanan dengan suhu
>25C. Pada penyimpanan kedap udara, benih yang telah dikeringkan ,
setelah biji agak dingin, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan
aluminium foil dengan bobot kemasan rata-rata 500 g. Kemasan
kemudian dipres dengan alat pengepres sehingga menjadi kedap

udara, dilem dengan alat pengelem elektronis, lalu diberi label.


Selanjutnya kemasan disimpan ditempat penyimpanan dengan suhu
<20C.

berikut

adalah

perubahan

yang

dapat

terjadi

selama

penyimpanan kacang-kacangan.

Perubahan komposisi kimia;


1. Karbohidrat: Penyimpanan pada suhu tinggi dan lembab menyebabkan
penurunan karbohidrat pada komoditas kacang-kacangan
2. Protein: Selama penyimpanan sebagian besar nitrogen total tidak
mengalami perubahan, akan tetapi nitrogen dari protein sedikit menurun. Kegiatan
enzim proteolitik yang mengubah protein menadi polipeptida kemudian menjadi
asam amino berlangsung sangat lambat.
3. Lemak: Kerusakan lemak dan minyak terjadi secara oksidasi dan
hidrolitik. Proses oksidasi menyebabkan flavour dan bau tengik. Proses hidrolitik
dipercepat oleh suhu dan kadar air yang tinggi serta faktor lain yang menstimulir
kerusakan. Pertumbuhan kapang terjadi karena aktivitas enzim lipolitik yang
tinggi.
Perubahan sifat organoleptik;
Perubahan sifat organoleptik adalah perubahan warna, bau dan sifat
makanan. Sifat makanan dilihat dari kenampakan, kekompakan, keempukan dan
flavour makanan. Untuk kacang penurunan niali gizi dapat ditandai dengan
kacang menjadi tengik, kering, kisut, dan liat
Perubahan sifat fisika-kimia;

Perubahan sifat fisika-kimia terjadi akibat penyimpanan. Perubahan ini


meliputi perubahan air yang dibutuhkan, perubahan padatan yang terlarut, serta
sifat pasta pada saat pemasakan.
Perubahan karena mikroorganisme;
Perubahan oleh karena mikroorganisme biasanya disebabkan oleh kapang.
Perubahan yang terjadi yaitu perubahan warna benih, kemampuan berkecambah
menjadi rusak, perubahan warna biji keseluruhan,bau dan cita rasa yang buruk,
terjadi metabolit racun, terbentuknya aflatoksin (pada kacang tanah), serrta
berkurangnya nilai gizi (pemecahan protein dan lemak)
Penurunan nutrisi kacang-kacangan selama pasca panen;
Waktu panen akan berpengaruh pada kualitas hasil, kuantitas
hasil, kerusakan

selama

pengeringan, penyimpanan,

serta metode

proses yang dapat diterapkan, Setelah panen, segera dikeringkan dan


sebaiknya
diperlambat

dipisahkan
dengan

biji

dengan

pengendalian

kulit
kadar

luarnya. Kerusakan
air

dan

bisa

pengendalian

suhu. Kadar air yang tinggi mempengaruhi perubahan biokimia, kimia,


pertumbuhan mikroorganisme, serangga dan rayap selama disimpan.
Perubahan biokimia terpenting selama penyimpanan adalah respirasi.
Respirasi menyebabkan terjadinya metabolisme karbohidrat dan lemak
menghasilkan CO2, H2O dan panas. Adanya senyawa-senyawa ini
menstimulir pertumbuhan mikroorganisme dan hama.
1.4. Biji-bijian
Biji-bijian adalah seluruh biji (atau kernel) dari sebuah tanaman.
Sebuah benih tunggal dari gandum mengandung tiga bagian yang
berbeda: kulit biji, endosperm dan benih. Jika tiga bagian dari gandum

dimasukkan, makanan dianggap sebagai gandum. Kulit biji adalah


lapisan luar benih yang kaya akan serat, vitamin B, 50% sampai 80%
dari mineral biji-bijian, danfitokimia untuk meningkatkan kesehatan.
Benih adalah Embrio di dalamnya: kaya akan vitamin B, vitamin E,
trace mineral dan sejumlah kecil lemak tak jenuh yang sehat, fitokimia
dan antioksidan. Endosperm merupakan saripati yang mengandung
karbohidrat, beberapa jenis protein dan sejumlah kecil vitamin B.
Butiran ini digiling, retak, atau dipipihkan termasuk dengan kulit biji,
benih, dan sebagian besar saripati kernel (endosperm).
Beberapa contoh biji-bijian yang mudah kita temui adalah:
gandum, oatmeal, biji jagung, beras merah, beras putih, gandum utuh,
amaranth, millet, quinoa, dan soba.
Penyimpanan

biji-bijian

merupakan

tahapan

proses

untuk

menyelamatkan bibi-bijian tersebut dari kegagalan atau penurunan


kualitas dan menunggu proses selanjutnya. Tahap penyimpanan ini
sebaiknya dilakukan setelah proses pengeringan biji-bijian, walaupun
seringkali penyimpanan merupakan proses penghentian sementara
apabila

proses

sebelumnya

belum

selesai,

misalnya

proses

pengeringan. Dapat pula, penyimpanan merupakan tahap menunggu


proses selanjutnya, misalnya proses pengangkutan.
Penurunan nutrisi biji-bijian selama penyimpanan;
Penyimpanan biji-bijian dapat berlangsung di tingkat kebun atau
di tingkat pabrik atau tempat lain. Di tingkat kebun, penyimpanan lebih
merupakan

tahap

penghentian

sementara

proses

yang

sedang

berlangsung, yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak

memungkinkan

untuk

berlangsungnya

proses

tersebut,

misalnya

karena gangguan cuaca atau malam hari. Dapat pula, penyimpanan


dilakukan untuk menunggu proses pengangkutan atau laku dijual. Di
tingkat pabrik atau di tempat lain, sebagian masyarakat menyebut
penyimpanan sebagai penggudangan. Di tempat ini, penyimpanan
ditujukan

untuk

menunggu

proses

selanjutnya

seperti

proses

pengolahan atau pemasaran.


Di negara-negara sedang berkembang, kehilangan pasca panen
dapat terjadi selama proses penyimpanan. Hal ini banyak disebabkan
oleh teknik atau cara penyimpanan yang kurang baik, Penyebab
kehilangan antara lain adalah terjadinya kerusakan fisik, kimia, biologi
dan

mikrobiologi,

maupun

organoleptik.

Bahkan,

dapat

pula

disebabkan oleh adanya gangguan keamanan. Di Indonesia, sebagai


negara berkembang dan beriklim tropis basah, kendala utama adalah
kelembaban relatif udara (RH) yang tinggi. Untuk melakukan proses
penyimpanan yang baik, diperlukan prasarana dan sarana yang baik,
dan biasanya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pada akhirnya,
masalah biaya merupakan kendala terbesar dalam membuat tempat
penyimpanan yang baik.
Perununan nutrisi biji-bijian selama pengolahan;
1. Karbohidrat; Anti-amilase adalah suatu protein yang terdapat
di dalam kacang-kacangan, yang mempunyai kemampuan untuk
menghambat

aktivitas

enzim

amilase

untuk

menghidrolisis

pati

menjadi glukosa. Pengolahan pangan dengan menggunakan panas,


misalnya

perebusan

atau

pengukusan

kacang-kacangan

dapat

mendenaturasi protein termasuk anti-amilase tersebut sehingga daya


cerna pati meningkat. Tanin atau senyawa polifenol lain dapat juga
menghambat aktivitas enzim amilase. Itulah sebabnya daya cerna pati
sagu (yang banyak mengandung tanin) lebih rendah dibandingkan
dengan

pati

tapioka.

Tanin

tidak

dapat

dihancurkan

dengan

pemanasan, tetapi karena bersifat larut air maka pengurangan kadar


tanin dapat dilakukan dengan melakukan pencucian secara berulangulang. Proses pemanasan juga menyebabkan pati tergelatinasi, yaitu
molekulnya menjadi pengembang dan kemudian menyerap air. Pati
yang sudah tergelatinasi daya cerna lebih tinggi dibandingkan dengan
pati aslinya. Sebagai contoh, daya cerna pati beras lebih rendah
dibandingkan dengan pati yang terdapat dalam nasi.
2. Protein: Selama pengolahan, protein yang terkandung dalam
bahan pangan akan mengalami berbagai macam perlakuan. Misalnya
perlakuan fisik, contohnya penghancuran dan pemanasan, perlakuan
kimia, penggunaan pelarut organik (untuk ekstrak lemak), bahan
pengoksidasi (hidrogen peroksida), alkali (NaOH, untuk ekstraksi
protein atau perbaikan sifat fungsional protein), belerang dioksida
(anti-browning,

pengawet),

atau

mengalami

perlakuan

biologis,

misalnya hidrolisis secara enzimatis (hidrolisat protein) atau proses


fermentasi (tempe kedelai, keju). Meskipun demikian, yang paling
banyak dilakukan adalah proses pengolahan menggunakan panas,
misalnya pemaskan, sterilisasi komersial (pengalengan), pengeringan
atau pemanggangan dan pembakaran.

3. Lemak: Lemak atau minyak dapat mengalami kerusakan


akibat reaksi: a) hidrolisis, yaitu pelepasan asam-asam lemak dari
molekul lemak yang dapat diakibatkan oleh air atr, asam atau enzim
lipase,

sehingga

akan

mengakibatkan

terjadinya ketengikan

hidrilitik, 2)oksidasi, yaitu terpecahnya asam-asam lemak tidak jenuh


oleh oksiden atau sinar ultra violet, sehingga akan mengakibatkan
terjadinya ketengikan oksidatif, 3) polimerisasi, yaitu pelepasan asamasam lemak dari molekul lemak, yang diikuti oleh bergabungnya asamasam lemak tersebut (berpolimerasi) membentuk rantai yang lebih
kompleks.

Polimerisasi

minyak/lemak

dapat

terjadi

pada

proses

pemanasan lemak/minyak pada suhu tinggi dan jangka waktu yang


lama, misalnya pada proses penggorengan. Semua kerusakan tersebut
akan menurunkan nilai gizi lemak/minyak. Baik oleh daya cernanya
yang menurun atau karena ketersediaan asam-asam lemak (esensial)
yang berkurang atau akibat keduanya.
Ketengikan hidrolitik dapat dicegah dengan cara inaktivasi enzim
lipase (misalnya dengan pemanasan) dan mengurangi kadar air bahan
(misalnya dengan cara pengeringan) serta mencegah masuknya
kembali uap air ke dalam bahan pangan yang telah kering (misalnya
dengan pengemasan yang tertutup rapat). Ketengikan oksidatifdapat
dicegah dengan mengurangi kontak antar bahan dengan oksigen
(misalnya dengan pengemasan hampa udara) serat menghindarkan
bahan dari tekanan sinar matahari atau sumber sinar ultra violet
lainnya

(misalnya

etalase). Polimerisasilemak/minyak

selama
selama

dipajang
pemanasan

pada

di
suhu

tinggi (proses penggorengan) dapat dicegah dengan mengatur suhu


dan lama penggorengan serta jumlah dan interval penambahan
minyak yang baru. Penggorengan minyak yang telah rusak (tengik)
untuk menggoreng, ternyata dapat menurunkan nilai gizi protein.
Minyak/lemak adalah juga pelarut bagi vitamin-vitamin larut
lemak (A,D,E, dan K), termasuk pro vitamin A (karoten). Oksidasi oleh
oksigen maupun akibat pemanasan (misalnya penggorengan) akan
merusak vitamin A, vitamin E, dan karoten. Umumnya margarin
diperkaya (disuplementasi) dengan vitamin A atau beta-karoten untuk
meningkatkan nilai gizinya. Akan tetapi penanganan margarin yang
tidak benar (misalnya adanya kontak dengan oksigen, terkena sinar
matahari) akan merusak vitamin A dan beta-karoten tersebut.
6. Vitamin Dan Mineral; Dalam pengolahan pangan, kerusakan
vitamin dapat terjadi akibat pengaruh pH, oksigen, pemanasan atau
karena terkena cahaya. Proses pasteurisasi HTST (high temperature
short time) terhadap susu lebih dapat mempertahankan kandungan
thiamin, vitamin C dan vitamin B12 dibandingkan dengan proses
pasteurisasi konvensional (holding method). Demikian juga proses
sterilisasi UHT (ultra high temperature) lebih dapat mempertahankan
kadar vitamin dalam susu dibandingkan dengan proses sterilisasi susu
dalam botol. Hal ini penting diperhatikan dalam mempersiapkan
produk olahan susu bagi bayi atau anak kecil.
Dalam proses pengalengan makanan ternyata bahwa jumlah
vitamin yang hilang selama keseluruhan proses cukup tinggi, yaitu
berkisar antara 0-91%. Dalam hal ini, proses sterilisasi HTST (high

temperature

short

time)

lebih

dapat

mempertahankan

vitamin

dibandingkan dengan metode LTLT (low temperatura long time).


Disamping

itu,

mdium

asam

(pH

rendah)

lebih

dapat

mempertahankan vitamin dibandingkan dengan mdium alkalis.


Mineral
pengolahan

umumnya

pangan,

tidak

mengalami

kerusakan

selama

yang mungkin terjadi adalah pengurangan

kadarnya atau penurunan ketersediaannya. Penurunan kadar mineral


biasanya

terjadi

akibat

pelarutan

(leaching),

misalnya

pada

proses blanching sayuran atau buah-buahan sebelum dikalengkan,


dibekukan atau dikeringkan. Hal ini sedikit dapat dicegah dengan cara
melakukan blanching menggunakan uap

air.

Selain

itu,

pelarutan

mineral dapat juga terjadi selama proses perebusan.


Penurunan

ketersediaan

mineral

dapat

terjadi

karena

terbentuknya ikatan antara mineral dengan senyawa lain, misalnya


protein, tannin, asam fitat, asam oksalat dan lain-lain. Proses kedelai
ditemukan
menurunkan

dapat

mengikat

mineral

ketersediaannya.

(zat

Tannin

besi),

dan asam

sehingga

dapat

oksalat banyak

terdapat dalam bahan pangan nabati. Tannin merupakan senyawa


yang stabil selama pengolahan, tetapi bersifat larut dalam air,
sehingga kadarnya sedikit dapat dikurangi dengan proses pencucian.
Asam oksalat hanya dapat dilarutkan dalam larutan asam, sehingga
menurunkan

kadarnya

hanya

dapat

dilakukan

dengan

perendaman atau pencucian bahan pangan dalam larutan asam.

cara

Proses fermentasi, misalnya

pada pembuatan roti atau tempe

dapat menurunkan kadar asam fitat, karena mikroba yang berperan


dalam proses fermentasi tersebut dapat menghasilkan enzim fitase.

Anda mungkin juga menyukai