BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen
A. Pengertian Manajemen (Definition of Management)
Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno mnagement, yang memiliki
arti seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan
dan diterima secara universal. Kata manajemen mungkin berasal dari bahasa Italia
(1561) maneggiare yang berarti mengendalikan, terutamanya mengendalikan kuda
yang berasal dari bahasa latin manus yang berati tangan. Kata ini mendapat pengaruh
dari bahasa Perancis mange yang berarti kepemilikan kuda (yang berasal dari
Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan kuda), dimana istilah Inggris ini juga
berasal dari bahasa Italia.[1] Bahasa Prancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa
Inggris menjadi mnagement, yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur.
Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan
pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas
mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W.
Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai
sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai
sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada
dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal.Istilah manajemen,
terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman.
Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan
bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu :
1. Manajemen sebagai suatu proses,
2. Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,
3. Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science)
Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses,
berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli. Untuk memperlihatkan tata warna
definisi manajemen menurut pengertian yang pertama itu, dikemukakan tiga buah
definisi.
BAB II
ISI
2.1. Masalah yang timbul pada Toyota
Perusahaan Toyota, sebuah perusahaan mobil ternama di dunia. Produknya
yang banyak digunakan di berbagai Negara di seluruh dunia menarik minat banyak
kalangan, terutama untuk mengulas tentang kesuksesan Toyota dalam memasarkan
produk mobil mereka. Kinerja yang tinggi dan kontrol kualitas yang sangat baik
merupakan salah satu kunci sukses bagi perusahaan ini. Salah satu kinerja yang
digunakan oleh beberapa perusahaan lain, dinamakan Toyota Ways. Jelas saja ini
menjadi sebuah tolak ukur penting bagi kesuksesan sebuah perusahaan ketika cara
dan kinerja dari perusahaan tersebut coba digunakan dan diterapkan dalam
perusahaan lain.
Meskipun demikian, perusahaan sebesar Toyota pun tidak lepas dari masalah. Di bulan
Februari 2010, Toyota melakukan kesalahan produksi pada pedal gas dan sistem rem.
Tentunya ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi perusahaan ini. Penarikan
mobil dari seluruh dunia menjadi jalan keluar yang diambil oleh Toyota demi
mempertahankan kepercayaan pelanggan kepada produk mereka. Setelah
didiskusikan, ternyata ada beberapa hal yang mendasari kejadian ini.
Perusahaan Toyota yang ingin mendominasi pasar mobil dunia, mencoba inisiasi
ke wilayah Eropa dan Amerika. Runtuhnya United Motors menjadi salah satu gerbang
masuk yang paling ampuh untuk mengambil alih pasar perusahaan otomotif nomor satu
di dunia tersebut. Demi suksesnya produk mobil di wilayah Amerika dan Eropa, Toyota
mengganti namanya menjadi Lexus dengan menyesuaikan design dan karakteristik
mobil-mobil yang diminati masyarakat Amerika dan Eropa.
Rencana inisiasi ke dua benua yang sangat berpengauh di dunia tersebut
ternyata tidak semulus apa yang dibayangkan. Banyak tuntutan yang harus dipenuhi
oleh perusahaan Toyota termasuk harus membangun pabrik di wilayah Amerika.
Tentunya pembangunan pabrik ini mengalami kendala di mana-mana. Kendala yang
paling mendominasi adalah masalah budaya kerja. Budaya kerja Toyota yang sangat
disiplin dan ketat dalam kualitas ternyata tidak dapat dengan mudah diterapkan di
dataran Amerika dan Eropa. Perbedaan budaya kerja ini ternyata menjadi mata pisau
tajam bagi perusahaan yang sewaktu-waktu dapat menjadi masalah besar. Ini terbukti
dengan adanya masalah pada pedal gas dan sistem rem yang terjadi di bulan Februuari
2010 tersebut.
kualitas dan kinerja dijadikan satu-satunya alasan yang mendasari masalah ini.
Ternyata bila dilihat secara mendalam, budaya kerja yang tidak sesuai yang menjadi
penyebab utamanya. Ketidaknyamanan para pegawai menjadi salah satu penyebab
penurunan kontrol kualitas yang terjadi di dalam perusahaan. Terlebih lagi bagi pasar
Amerika dan Eropa kualitas produk menjadi nomor satu.
setelah General Motors (GM), maka kini diprediksi Toyota akan turun ke posisi ketiga
dengan GM tetap pada posisi tertinggi dengan penguasaan pangsa pasar sebesar
18,1%, Ford naik ke posisi kedua dengan pangsa pasar sebesar 16,6%, sedangkan
Toyota menduduki posisi ketiga dengan 16,5%.
Sementara Toyota sedang terpuruk dalam masalahnya, pesaingnya, GM, yang
merupakan produsen mobil terbesar di AS siap-siap menerkam pelanggan Toyota. Apa
yang GM lakukan sungguh dahsyat. Tipikal pemangsa di rimba belantara persaingan.
GM menawarkan insentif berupa potongan harga sebesar US$1,000 bagi pemiliki
Toyota untuk berganti ke mobil produk GM.
Demikianlah kondisi pasar yang full-competition. Kepuasan pelanggan menjadi
taruhan utama. Pelanggan yang kecewa menjadi sasaran empuk untuk direbut oleh
pesaing.
Kepuasan pelanggan ini pada dasarnya dibentuk oleh tiga faktor utama mulai
dari mutu produk itu sendiri, harga jual yang kompetitif dan pengiriman (=penerimaan di
tangan pelanggan) tepat waktu. Ketika terjadi kesalahan ataupun kegagalan yang
menyangkut salah satu dari ketiga faktor itu maka sungguh akan besar dampak
negatifnya terhadap citra perusahaan, dalam hal ini citra produknya (brand image). Bila
penanganannya kurang tepat, atau bahkan salah, akan tamatlah riwayat perusahaan
itu. Sehingga akan beratlah kerja keras yang harus dilakukan untuk mengembalikan
citra itu kembali seperti semula.
Maka ketika ditemukan identifikasi kesalahan pada pedal gas dan sistem remnya, masalah kualitas yang berhubungan erat dengan keselamatan, Toyota segera
hasil produksinya. Secara keseluruhan, Toyota me-recall sebanyak lebih dari 8 juta unit
mobil yang sudah berada ditangan pelanggannya. Bayangkan, lebih dari 8 juta unit
mobil! Juga patut dicatat, Toyota bakal mengalami kerugian sebesar US$ 2 miliar
sebagai biaya atas penarikan mobilnya itu. Sungguh, suatu harga yang teramat besar
untuk satu kesalahan. Harga yang teramat mahal untuk mempertahankan citra baik
perusahaan. Harga yang teramat luar biasa untuk tetap fokus kepada filosofi kepuasan
pelanggan.
Itulah bagaimana cara organisasi besar kelas dunia bertindak menangani
kesalahannya. Mereka gentle mengakui kesalahannya dan meminta maaf secara
terbuka di depan publik. Presiden Direktur Toyota rela membungkukkan badannya dan
meminta maaf kepada dunia mengenai kesalahan produksi yang telah dilakukan
perusahaannya. Ini adalah satu contoh sikap baik pemimpin yang patut kita teladani.
Mereka bertindak cepat dan tepat untuk memperbaikinya. Keluar, dengan me-recall
produknya. Sedangkan kedalam, dengan ketat lagi dengan membentuk panitia khusus
yang dipimpin langsung oleh Presiden Toyota Motor Corp sendiri yaitu Akio Toyoda.
Maka tak heran bila model organisasi seperti ini tampil menguasai pasar global.
Toyota melakukan hansei (critical self reflection) dan memperbaiki organisasinya
untuk kembali ke filosofi dasar yang telah dimilikinya kemudian bergerak cepat merebut
kembali posisinya di pasar global. Tentu saja hal ini memerlukan analisis terhadap akar
penyebab kesalahan itu terjadi (root cause analysis) dan kemudian melakukan
sejumlah tindakan-tindakan perbaikan (countermeasures) yang tepat dan sistematis.
Dan, tentu saja hal ini berarti kembali belajar. Belajar dari kesalahan.
Mari tetap terbuka untuk selalu belajar. Terutama belajar dari kesalahan kita sendiri.
BAB III
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa pada perusahaan mana pun, bahkan perusahaan
besar sekelas Toyota, masih saja terdapat kesalahan. Namun, hal itu tergantung
bagaimana perusahaan mengatasinya untuk menjadi lebih baik lagi dan tidak membuat
kesalahan yang sama. Seperti Presiden Direktur Toyota yang rela membungkukkan
badannya dan meminta maaf kepada dunia mengenai kesalahan produksi yang telah
dilakukan perusahaannya. Ini adalah satu contoh sikap baik pemimpin yang patut kita
teladani.
DAFTAR PUSTAKA
http://rumahkecilkita.blogdetik.com/index.php/2010/02/kasus-toyota-belajar-darikesalahan/
http://fransiskajanette.blogspot.com/2012/03/mengambil-sisi-positif-dari-masalah.html
Buku The Toyota Way oleh Jeffrey K. Liker