BAB I
PENDAHULUAN
tanaman (OPT). Biourin disamping mengandung unsur hara yang tinggi, juga
mengandung zat pengatur tumbuh dan mengandung senyawa penolak untuk
dapat dipanen hanya dalam waktu kurang dari 30 hari. Berdasarkan hasil
observasi pendahuluan yang dilakukan di lapangan pada tahun 2010 di wilayah
Denpasar dan Pancasari ditemukan bahwa tanaman sawi hijau sangat peka
terhadap ganguan hama dan penyakit. Umur panen yang relatif pendek pada
tanaman sawi hijau menyebabkan tanaman sangat peka terhadap respon
pemberian pupuk serta ganguan hama dan penyakit tumbuhan. Oleh karena itu,
petani menggunakan pupuk dan pestisida yang sangat intensif. Petani sering kali
menggunakan pestisida kimia dengan interval yang relatif pendek, misalnya setiap
2 hari sekali. Bahkan, dalam satu kali aplikasi petani mencampur 2 jenis pestisida
atau lebih untuk menanggulangi hama yang menyerang. Tentunya residu yang
ditinggalkan pada tanaman sangat berbahaya bagi konsumen dan lingkungan
sekitarnya.
Penggunaan biourin sebagai biopestisida dan pupuk organik dalam usaha
budidaya tanaman sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis L.) sangat perlu
untuk dilakukan mengingat belum banyaknya literatur yang menunjukkan
efektivitas biourin untuk mengendalikan hama dan penyakit serta meningkatkan
produktivitas tanaman khususnya sawi hijau. Berdasarkan hal tersebut diatas,
penulis tertarik untuk mengungkapkan fenomena yang penulis tuangkan dalam
judul tesis Aplikasi Campuran Biourin yang dengan Agen Pengendali Hayati
untuk Meningkatkan Produktivitas pada Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa var.
parachinensis L.).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Sub Kelas
: Dilleniidae
Ordo
: Capparales
Famili
: Brassicaceae
Genus
: Brassica
Spesies
dipanen sebelum fase generatif karena bagian yang memiliki nilai ekonomis tinggi
adalah bagian daunnya. Selain itu, tanaman sawi hijau juga sangat reaktif terhadap
pupuk dan pestisida. Oleh karena itu, tanaman sawi hijau rentan mengalami
kegagalan panen akibat dari faktor lingkungan, hama, penyakit maupun budidaya
yang dilakukan. Hama yang sering menyerang tanaman sawi hijau diantaranya
adalah ulat tritip
tersebut disebabkan karena pada pagi hari tanaman memperoleh air dari embun,
sehingga tanaman akan terlihat segar. Namun, setelah siang hari terjadi penguapan
di sekitar daun dan daun akan menjadi layu karena akar tidak mampu mensuplai
keperluan air akibat terjadi gangguan pada sistem perakaran.
2.2 Biourin Sapi
Biourin merupakan pupuk organik cair yang berasal dari urin ternak yang
telah difermentasi. Teknologi fermentasi dimanfaatkan dalam pengolahan urine
sapi menjadi biourin. Proses ini dapat menyebabkan perubahan sifat bahan
menjadi molekul yang lebih sederhana hingga mudah diserap tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sutari (2010) terjadi peningkatan
kandungan hara makro, hara mikro dan pH pada urin sapi yang telah difermentasi
menjadi biourin. Penelitian yang telah dilakukan oleh Phrimantoro (1995),
menyatakan bahwa urin sapi mengandung zat pengatur tumbuh diantaranya adalah
Indole Acetic Acid (IAA). IAA merupakan senyawa yang berasal dari golongan
auksin. IAA yang terkandung dalam urin sapi memberikan pengaruh positif
terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman jagung. Aroma urin ternak yang cukup
khas juga dikatakan dapat mencegah datangnya berbagai hama tanaman sehingga
urin sapi juga dapat berfungsi sebagai pengendali hama.
Azotobacter Chroococcum merupakan bakteri yang bermanfaat dalam
pengolahan pupuk organik. Azotobacter chroococcum memiliki kelebihan karena
mampu mengubah nitrogen atmosfer (N2) menjadi amonia dan memiliki
kemampuan metabolisme yang tinggi (Damir, dkk., 2011). Menurut Penelitian
10
yang dilakukan Sudana, dkk. (2012) terjadi peningkatan kandungan hara dan zat
pengatur tumbuh (ZPT) pada biourin yang difermentasi dengan Azotobacter
Chroococcum. Kandungan ZPT dari golongan sitokinin meningkat 47,67% dan
giberelin 61,54% dibandingkan dengan
persentase kecambah 15,62% dan vigor index benih sebesar 59,87% pada benih
sawi hijau yang direndam biourin dengan stater
Azotobacter Chroococcum
11
Base Genep
Base genep merupakan salah satu jenis bumbu Bali yang digunakan untuk
membuat masakan tradisional khas Bali. Base genep merupakan suatu formula
yang terdiri dari berbagai macam jenis rempah-rempah yang secara umum ada di
Bali dan telah ada secara turun-temurun. Base genep terdiri dari bawang merah
(Allium ascalonicum), bawang putih (Allium sativum), cabai (Capsicum
12
serangan ulat
13
f. Jahe
gingesulfonat,
zingeron,
geraniol,
neral,
14
k. Jeringau
(Acorus
calamus)
memiliki
kandungan
saponin,
dan
batang tegak berkayu yang tingginya antara 1025 m. Mimba memiliki daun
majemuk dengan letak berhadapan, dengan panjang 57 cm dan lebar 34 cm
(Subiyakto, 2009). Ekstrak daun Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
mengandung azadirachtin, meliantriol, salanin, nimbin, nimbidin, dan paraisin.
Efek samping yang dihasilkan pada serangga, yaitu terganggunya proses
pergantian kulit, ataupun proses metamorfase. Kegagalan dalam proses
metamorfase seringkali mengakibatkan kematian pada serangga (Kardiman,
2006).
2.3.3
15
2.3.4
nilai ekonomis tinggi. Selain digunakan dalam industri rokok, daun tembakau juga
dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Kandungan bahan aktif yang dimiliki
tembakau adalah nikotin dan turunannya, antara lain alkaloid nikotin, nikotin
sulfat dan senyawa nikotin lainnya. Senyawa ini bekerja sebagai racun kontak,
racun perut dan fumigant pada serangga (BBP2TP Ambon, 2011).
2.3.5
Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis merupakan bakteri gram positif yang berbentuk
osmotik
sel.
Terganggunya
keseimbangan
osmotik
akan
Trichoderma viride
Trichoderma spp. merupakan salah satu jamur antagonis yang saat ini
16
menghancurkan
sel
jamur
melalui
pengrusakan
terhadap
17
2.3.7
Beauveria sp.
Beauveria sp. merupakan salah satu agen
biologis karena dapat menjadi parasit pada tubuh serangga hama. Serangga ordo
Lepidoptera, Coleoptera, dan Homiptera merupakan inang dari jamur Beauveria
sp. (Ahmad dkk., 2008). Beauveria sp. dapat menginfeksi inangnya melalui
kulit kutikula mulut ataupun ruas-ruas yang terdapat dalam tubuh serangga. Spora
yang telah masuk kemudian berkecambah dan berkembang ke seluruh bagian
serangga dengan cara mengambil nutrisi inangnya. Setelah inang mati, maka
miselia akan mulai keluar dari tubuhnya dan inang akan terbungkus oleh miselia
(Khairani, 2007).
18
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
18
19
20
21
22
BAB IV
METODE PENELITIAN
panen
dilakukan
di
Laboratorium
Biopestisida
Program
Studi
untuk
menguji
efektivitas
biourin
untuk
biopestisida
dan
22
23
24
A. chroococcum,
25
26
4.5.3 Penanaman
Bibit yang telah berumur 14 hari kemudian dipindahkan ke petak
percobaan dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm. Bibit yang ditanaman adalah bibit
yang seragam, tegak, segar dan kuat.
4.5.4 Pemupukan
Pemupukan pertama dilakukan 7 hari setelah penanaman dan dilakukan 2
kali seminggu hingga menjelang panen. Pemberian perlakuan campuran biourin
ditambah agen hayati dilakukan dengan pengenceran 10% larutan, sedangkan
petak yang diberi perlakuan control dan pestisida tidak di lakukan pemupukan.
Penyemprotan biourin dilakukan dengan menyemprot seluruh bagian tanaman,
termasuk bagian belakang daun.
4.5.5 Pemeliharaan tanaman
Penyiraman dilakukan apabila diperlukan, terutama jika tanaman terlihat
layu. Penyemprotan pestisida dilakukan setiap minggu hanya pada petak I (petak
yang diberi perlakuan pestisida). Serangan hama dan penyakit pada sawi hijau
dilakukan secara alami.
4.5.6 Uji Perlakuan
Uji perlakuan biourin ditambah dengan agen pengendali hayati pada
tanaman sawi menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
27
28
klorofil
diukur
dengan
menggunakan
klorofilmeter.
29
Keterangan :
P = persentase penyakit atau kerusakan daun pertanaman
n = jumlah tanaman yang terserang penyakit atau jumlah daun yang
rusak
N = jumlah tanaman yang diamati atau jumlah daun yang diamati
pertanaman
9. Mengamati dan menghitung intensitas kerusakan daun tanaman terhadap
hama dengan rumus (Natawigena, 1989):
keterangan :
P = Intensitas kerusakan;
n = Jumlah daun dari tiap kategori serangan;
v = Nilai skala dari tiap kategori serangan;
Z = Nilai skala dari kategori serangan tertinggi
30
Persentase kerusakan
Katagori
Normal
1 < x 25
Ringan
25 < x 50
Sedang
50 < x 75
Berat
x > 75
Sangat berat
4.5.8 Panen
Panen dilakuka pada umur 30 hari setelah tanam. Panen dilakukan dengan
cara mencabut seluruh bagian tanaman hingga ke akar.
4.5.9 Penyajian dan Analisis Data
Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan gambar.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan analisis varian (sidik ragam)
sesuai dengan rancangan yang digunakan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata
dilanjutkan dengan uji Duncan taraf
31
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
persentase akar gada, jumlah daun rusak, intensitas kerusakan daun dan
kelimpahan Liriomyza sp.. Namun demikian, pada variabel jumlah daun
menunjukkan pengaruh yang tidak nyata (P 0,05).
31
32
Tabel 5.1
Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Persentase
Penyakit Akar Gada pada Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa var.
parachinensis L.)
No.
Variable pengamatan
Signifikansi
Jumlah daun
ns
Tinggi tanaman
Luas daun
**
Jumlah klorofil
**
**
**
**
11
**
12
**
13
33
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
H (Biourin)
10.00
I (Pestisida kimia)
J (Kontrol)
5.00
14
Gambar 5.1 Grafik tinggi tanaman perminggu pada sawi hijau yang diberi
perlakuan biourin ditambah agen pengendali hayati
10.00
A (Biourin + hancuran base genep)
9.00
8.00
7.00
6.00
5.00
H (Biourin)
I (Pestisida kimia)
4.00
J (Kontrol)
3.00
0
14
21
Gambar 5.2 Grafik jumlah daun tanaman perminggu pada tanaman sawi hijau
yang diberi perlakuan biourin ditambah agen pengendali hayati
Tabel 5.2 menunjukkan pengaruh campuran biourin dengan agen
pengendali hayati terhadap variabel jumlah daun, tinggi tanaman, luas daun dan
34
klorofil pada tanaman sawi hijau pada hari ke-21 setelah perlakuan. Sedangkan,
tabel 5.3 menunjukkan pengaruh campuran biourin dengan agen pengendali hayati
terhadap variabel berat segar dan berat kering tanaman sawi hijau pada hari ke-21
setelah perlakuan. Berdasarkan Tabel 5.2 dan Tabel 5.3 dapat diketahui bahwa
campuran biourin yang ditambah dengan agen pengendali hayati pada tanaman
sawi hijau (Brassica rapa var. parachinensis L.) di hari ke-21 berpengaruh nyata
(P 0,05) terhadap variabel tinggi, luas daun, jumlah klorofil, berat segar diatas
tanah, berat segar akar, berat kering diatas tanah dan berat kering akar. Perlakuan
biourin berbeda nyata dengan kontrol disebabkan karena biourin yang
difermentasi dengan menggunakan A. chroococcum selain memiliki kandungan
hara yang lengkap, juga mengandung zat pengatur tumbuh tanaman yang tinggi,
yaitu auksin, sitokinin dan giberelin (Sudana, dkk., 2012).
Kandungan auksin, sitokinin dan giberelin memberikan pengaruh yang
baik terhadap pertumbuhan tanaman. Keseimbangan dari ketiga hormon ini dan
interaksinya dapat mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Kandungan komponen
yang lengkap
35
Jumlah
daun
(helai)
Tinggi
tanaman
(cm)
Luas daun
cm2
Jumlah
klorofil
(SPAD unit)
9,47 a
37,67 ab
230,36 aaa
36,23 bcc
9,33 a
39,18 aaa
213,67 abc
36,97 bc
9,53 a
38,07 abb
224,61 aaa
35,77 bcc
9,27 a
40,10 aaa
243,09 aaa
40,93 abb
9,53 a
36,03 abb
240,96 aaa
41,16 abb
9,73 a
34,5 abb
199,75 abc
39,67 abc
9,4 a
32,47 bbb
232,69 aaa
40,92 abb
H (Biourin)
9,07 a
32,37 bbb
227,91 abb
43,30 aaa
(Pestisida)
8,73 a
32,39 bbb
180,22 bcc
40,99 abb
(Kontrol)
9,47 a 36,07 abb 174,64 ccc
33,98 ccc
Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada taraf
Uji DMRT 5%
36
Tabel 5.3
Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Berat
Segar dan Berat Kering Tanaman Sawi Hijau pada Hari Ke-21 Setelah Perlakuan
Variabel pengamatan
Berat segar
diatas tanah
(g)
Berat segar
akar (g)
Berat kering
diatas tanah
(g)
Berat
kering
akar (g)
215,44 abcc
11,89 abcc
23,42 aaa
4,18 abb
198,90 abcd
9,26 bccc
14,81 cccc
1,87 ccc
210,30 abcc
9,25 bccc
16,36 bcc
2,10 ccc
257,39 aaaa
12,06 abcc
20,85 abb
3,41 abc
166,34 bcdd
10,66 bccc
21,185 ab
2,55 bcc
253,81 abbb
13,19 abbb
22,79 a
4,06 abb
156,50 cddd
10,50 bccc
19,27 abc
3,41 abc
H (Biourin)
185,80 abcd
15,80 aaaa
20,02 abb
4,75 aaa
(Pestisida)
190,68 abcd
9,34 bccc
20,03 abb
2,59 bcc
(Kontrol)
122,99 dddd
8,21 c
10,77 ddd
2,72 bcc
Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada taraf
Uji DMRT 5%
Perlakuan
37
bahwa serangan hama belalang mengalami peningkatan luas serangan pada musim
penghujan setelah beberapa bulan mengalami curah hujan yang rendah.
merusak tanaman dengan cara merusak sistem pencernaan. Kristal protein (endotoksin) jika larut dalam usus serangga yang mengalami aktifitas proteolisis.
Bt-protoksin akan menjadi polipeptida yang lebih pendek dan bersifat racun.
Racun akan menyebabkan terbentuknya pori-pori pada sel membran pencernaan
serangga sehingga mengganggu keseimbangan osmotik sel, sehingga sel akan
membengkak dan pecah, akhirnya menimbulkan kematian (Bahagiawati, 2002).
38
Nilai kerusakan daun dan intensitas kerusakan daun terendah ke-2 akibat
serangan belalang ditunjukkan oleh perlakuan biourin ditambah dengan hancuran
base genep. Hancuran base genep juga mengandung berbagai macam kandungan
senyawa yang bersifat pestisida sehingga dapat menolak hama untuk memakan
dan apabila daun termakan maka akan mengakibatkan efek terbakar pada
serangga karena base genep mengandung senyawa yang bersifat api seperti yang
terdapat capsaicin pada cabai, saponin, flavonoid, tanin, minyak atsiri, eugenol
pada cengkeh maupun zingeron pada jahe. Kandungan minyak bunga cengkeh
(Eugenia aromatica) efektif mengendalikan hama trips (Thrips palmi) dan ulat
bulu Gempinis dengan tingkat kematian (mortalitas) tertinggi sebesar 100%.
Selain itu, kandungan zingeron pada jahe dan minyak atsiri pada pala juga dapat
meningkatkan mortalitas pada ulat bulu (Atmaja dan Ismanto, 2010; Astuthi, dkk.,
2012) .
Nilai kerusakan daun dan intensitas kerusakan daun terendah ke-3 akibat
serangan belalang ditunjukkan oleh perlakuan biourin ditambah dengan daun
tembakau rajangan. Hal itu disebabkan karena tembakau merupakan tanaman
yang paling toksik dibanding kandungan jenis tanaman lainnya dan memiliki nilai
LD-50 (lethal dose 50%) antara 50 dan 60 ppm. Selain itu, racun dari senyawa
nikotin yang dimiliki oleh tembakau dapat membunuh serangga dengan cara
bekerja cepat dan bekerja secara kontak dan meracuni syaraf serangga
(Wiryadiputra, 2006).
39
Tabel 5.4
Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Jumlah
Daun Rusak, Intensitas Kerusakan Daun Akibat Serangan Hama Belalang serta
Kelimpahan Liriomyza sp. Pada Sawi Hijau pada Hari Ke-21 Setelah Perlakuan
Variabel pengamatan
Jumlah
daun rusak
(helai)
Intensitas
kerusakan
daun (%)
Kelimpahan
Liriomyza
sp. (imago)
2,56 bb
27,96 cc
23,33 ab
2,89 ab
3,33 ab
36,65 aa
35,97 ab
50,00 aa
27,00 ab
2,56 bb
28,97 bc
50,67 aa
1,00 cc
2,00 bc
2,33 bc
27,23 cc
34,99 ab
37,29 aa
50,00 aa
38,33 ab
30,00 ab
2,33 bc
37,00 aa
31,00 ab
Perlakuan
H (Biourin)
I
J
(Pestisida)
2,56 bb
29,44 bc
13,33 bb
(Kontrol)
4,44 aa
42,97 aa
52,67 aa
Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada
taraf Uji DMRT 5%
Selain serangan belalang, adapula kerusakan yang ditimbulkan akibat
serangan Liriomyza sp.. Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.4, kelimpahan
Liriomyza sp. pada hari ke-21 menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P 0,05).
Kelimpahan liriomyza sp. terendah ditunjukkan oleh perlakuan insektisida
sebanyak 13,33 imago. Menurut Soenarko (2009) Jenis pestisida yang paling
ampuh untuk mengendalikan serangan hama Liriomyza sp. adalah pestisida yang
bersifat sistemik karena serangan yang paling merugikan adalah pada fase larva
yang tinggal di bawah lapisan epidermis daun kemudian memakannya (Gambar
5.4). Setelah masa larva selesai, barulah larva akan keluar daun untuk menjadi
40
pupa. Pestisida yang digunakan pada perlakuan merupakan pestisida yang bersifat
racun kontak dan sistemik dengan kandungan bahan aktif
Deltametrin
dan
Dimehipo sehingga kematian dapat terjadi pada fase imago maupun fase larva.
disajikan dalam Tabel 5.2 dan Tabel 5.3. Daun yang memiliki serat yang lebih
tinggi akan memiliki berat kering yang relatif lebih tinggi. Kandungan serat
tanaman yang tinggi diakibatkan oleh optimalnya proses fotosintesis yang terjadi
pada tanaman, sehingga tanaman akan mengalami kehilangan bobot berat segar
yang lebih kecil akibat akumulasi fotosintat yang tinggi pada sel tanaman.
Kualitas tanaman yang baik menyebabkan imago Liriomyza sp. relatif lebih sulit
untuk menembus lapisan daun untuk meletakkan telur. Imago Liriomyza sp.
mencucuk tidak hanya untuk meletakkan telurnya, namun adapula untuk makan
(Soenarko, 2009).Serangan Liriomyza sp. umumnya terjadi pada empat (4) helai
daun terbawah tanaman percobaan. Empat helai daun terbawah merupakan daun
tua (daun awal) pada hari ke-0 setelah perlakuan (Gambar 5.2).
41
pertumbuhan
patogen
Plasmodiophora
brassicae
Wor.
ada
42
Gambar 5.5 Penyakit akar gada yang menyerang tanaman sawi hijau
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang baik juga terdapat pada
perlakuan biourin yang ditambah dengan Trichoderma viride. Penggunaan
Trichoderma spp. sangat baik diberikan dalam fase tanaman masih muda atau
pada fase perkembangan awal pertumbuhan tananaman sebagai pencegahan
terserang patogen. Selain itu, Trichoderma spp. mampu menyerang jamur lain
namun sekaligus berkembang baik pada daerah perakaran menjadikan keberadaan
43
jamur ini dapat berperan sebagai biokontrol dan biodekomposer sehingga dapat
memperbaiki pertumbuhan tanaman. Aplikasi campuran biourin selain dapat
langsung diserap tanaman, sebagian lagi berpotensi mengalami leaching
(pencucian) karena adanya hujan. Campuran biourin jatuh mengenai tanah dan
akar. Agen pengendali hayati yang terdapat dalam biourin mampu melindungi
akar. Pernyataan ini diperkuat oleh yang menyatakan cendawan yang tumbuh
cepat mampu menggunguli dalam penguasaan ruang dan pada akhirnya dapat
menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Selain itu diduga karena selulase
yang dimiliki oleh Trichoderma sp. akan merusak dinding sel selulosa cendawan
patogen (Ismail dan Terinwawe, 2012)
Tabel 5.5
Pengaruh Campuran Biourin dengan Agen Pengendali Hayati terhadap Persentase
Penyakit Akar Gada Tanaman Sawi Hijau (Brassica rapa var. parachinensis L.)
Variabel pengamatan
Perlakuan
0.008 bb
0.008 bb
0.017 ab
0.000 cc
0.000 cc
0.000 cc
0.008 bb
H (Biourin)
0.000 cc
I (Pestisida)
0.008 bb
J (Kontrol)
0.042 aa
Keterangan : Huruf yang sama dalam kolom yang sama, berbeda tidak nyata pada
taraf Uji DMRT 5% data telah ditransformasi dengan rumus
x' = x + 0,5
44
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya maka
diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Aplikasi
campuran
biourin
yang
ditambahkan
dengan
Bacillus
6.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
dikemukakan penulis adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan kajian lebih lanjut mengenai perubahan proses kimia
yang terjadi antara biourin yang ditambahkan dengan daun tembakau
rajangan, hancuran base genep, hancuran daun mimba, hancuran daun
44
45
(ZPT) ataupun
46
DAFTAR PUSTAKA
47
2013
Ismail, N., A. Tenrirawe. 2010. Potensi Agens Hayati Trichoderma spp. sebagai
Agens Pengendali Hayati. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian,
mendukung Program Pembangunan Pertanian Propinsi Sulawesi Utara.
Khairani, N. 2007. Uji Efektifitas Beauveria bassiana (Balsamo) dan Lantana
camara L. Terhadap Hama Penggerek Umbi Kentang (Phthorimaea
operculella Zel.) di Gudang. (skripsi) Medan : Universitas Sumatra Utara.
48
49
50
Subiyakto. 2009. Ekstrak Biji Mimba Sebagai Pestisida Nabati: Potensi, Kendala,
dan Strategi Pengembangannya. Perspektif 8 (2) :108 116.
Sutari, S. 2010. Uji Kualitas Biourine Hasil Fermentasi dengan Mikroba yang
Berasal dari Bahan Tanaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Sawi Hijau (Brassica juncea L.), (tesis) Denpasar : Universitas Udayana.
Tampubolon, M. P. 2004. Prospek Pengendalian Penyakit Parasitik Dengan Agen
Hayati. WARTAZOA Vol. 14(4) : 173-177
Tenrirawe, A. 2011. Pengaruh Hancuran Daun Sirsak Annona muricata L.
Terhadap Mortalitas Larva Helicoverpa armigera H. pada Jagung. Seminar
Nasional Serealia (521-529)
Utami, A. S. J., S. Aryawati, A.A. Kamandalu. 2012. Analisis Usaha
Penggemukan Sapi Bali Dengan Introduksi Probiotik Di Desa Selanbawak.
Kec.Marga .Kab.Tabanan. Bali. Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan
Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian.
United States Environment Protection Agency. 2012. Biopesticides Fact Sheet..
Diakses 26 Februari 2013 (http://www.epa.gov/pestwise/htmlpublications
/biopesticides_fact_sheet.html)
Wahid, T. S., A. I. Latunraa, Baharuddinb, A. Masniawatia. 2013. Optimalisasi
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi Hijau Brassica juncea L. Secara
Hidroponik dengan Pemberian Berbagai Bahan Organik Cair. Makasar :
Universitas Hasanudin
Wasilah, F., A. Syulasmi, Y. Hamdiyati. 2007. Pengaruh Ekstrak Rimpang Kunyit
(Curcuma domestica Val) Terhadap Pertumbuhan Jamur Fusarium
oxysporum Schlect Secara In Vitro. Bandung : Universitas Pendidikan
Indonesia.
Wiryadiputra, S. 2006. Keefektifan Pestisida Nabati Daun Ramayana (Cassia
spectabilis) dan Tembakau (Nicotiana tabacum) Terhadap Hama Utama
Tanaman Kopi dan Pengaruhnya Terhadap Arthropoda Lainnya. Pelita
Perkebunan 22(1):25-39
Yusuf, T. 2012. Pengaruh Kalium dan Clhor Terhadap Hasil Tembakau. Diakses
15 Mei 2014 (http:perpertohariyusuf.blogspot.comper2012per08perpengaruhkalium-dan-clhor-terhadap.htm)