Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada
kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di
seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena
adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika
Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh
dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.
Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang
urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar
dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari
penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam
negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu
ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun
ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun
2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave
lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL,
PCNL, dan operasi terbuka).
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul
pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan
medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan perkembangan
teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk
pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya variabilitas dalam
ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun daerah.

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan


gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu
ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya
mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat,
magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa
lainnya. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk
batu staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks
struvit-karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple
phosphate, batu fosfat, batu infeksi, atau batu urease.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada batu ureter?
1.3 Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Menjelaskan asuhan keperawatan pada batu ureter ?
b. Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi definisi dari batu ureter.
2. Mengidentifikasi etiologi dari batu ureter.
3. Mengidentifikasi patofisiologi dari batu ureter.
4. Mengidentifikasi manifestasi klinis dari batu ureter.
5. Mengidentifikasi pemeriksaan diagnostic dari batu ureter.
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari batu ureter.
7. Mengidentifikasi pencegahan dari batu ureter.
1.4 Manfaat penulisan
a) Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami
dan membuat asuhan keperawatan pada batu ureter, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
b) Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai referensi perpustakaan.
1.5 Metode Penulisan

Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode deskriptif yang


menjelaskan tentang konsep penyakit batu ureter serta asuhan keperawatan
yang bisa dilakukan pada pasien pengidap batu ureter.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Teori
Terdiri daridefinisi, etiologi, patofisiologi, manifestasiklinis, komplikasi,
pemeriksaan diagnostik,penatalaksanaandanpencegahanpadabatu ureter.
Bab III Asuhan Keperawatan Pada Batu Ureter
Terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, danevaluasi
keperawatan.
Bab IV Penutup
Terdiri dari kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi
a

Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas
iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)

sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
1. Korteks
Bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus renalis /
Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula
Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis
Bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis
Yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

5. Hilus renalis
Yaitu bagian / area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis
Yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
7. Calix minor
Yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major
Yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis
Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
10. Ureter
Yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus


renalis / Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi:
1. nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di
korteks yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian
lengkung Henle yang terbenam pada medula.
2. nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya
terletak di tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam
jauh ke dalam medula dan pembuluh-pembuluh darah panjang dan
lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a / v renalis. A. renalis merupakan percabangan
dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava
inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang
menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi segmen-segmen
tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-superior, anteriorinferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan


simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus
major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk
vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui
n.vagus.
b

Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju
vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal,
masing-masing satu untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan
m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca
communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis,
lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria.
Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah
memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, fleksura
marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempat-tempat
seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis,
a.iliaca

communis,

a.testicularis/ovarica

serta

a.vesicalis

inferior.

Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui

pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan


inferior.
c

Vesica urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,


merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluhpembuluh darah, limfatik dan saraf.
Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri
atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai
tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat
tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica
urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular).
Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae.
Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang
terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna
lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.
Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.
Namun

pada

perempuan,

a.vesicalis

inferior

digantikan

oleh

a.vaginalis.Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas


persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui

n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis


L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus
S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
d

Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica
urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada
pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra
pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika,
pars membranosa dan pars spongiosa.
1. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum
vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika
dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan
kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan
simpatis.
2. Pars

prostatika

(3-4

cm),

merupakan

bagian

yang

melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat


berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
3. Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek
dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju
bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan
di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di
bawah kendali volunter (somatis).
4. Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung

kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di


bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)


dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra
akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina
opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah
kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak
memiliki fungsi reproduktif.

Fisiologi
a) Fungsi ginjal adalah

b) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau


racun
c) mempertahankan suasana keseimbangan cairan
d) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan
tubuh
e) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin adalah :
1. Proses Filtrasi
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll,
diteruskan ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut
filtrate gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar
dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat.

Prosesnya

terjadi

secara

pasif

(obligator

reabsorbsi) di tubulus proximal. sedangkan pada tubulus


distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat
bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif
(reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla
renalis.
3. Proses sekresi
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal
dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
2.2 DefinisiBatu Ureter
Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing, batu
yang terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium, oksalat,
kalium fosfat, dan asam urat meningkat (Sudarth & Brunner, 1997).
Batu ureter adalah suatu keadaan terdapatnya batu disaluran kemih
(Manjoer, 2000).
Batu ureter adalah bentuk deposit mineral paling umum oksalat kalsium
dan oksalat fosfat, namun asam urat dan lainya juga penyebab pembentukan
batu (Doenges,2000)
Definisi operasional; batu ureter adalah terdapat batu disaluran ureter.

10

2.3 Etiologi
1. Imobilisasi terlalu lama
2. Dehidrasi
3. Nefrolitiasis
4. Kerusakan epitel ginjal
5. Obstruksi aliran limfe ginjal
6. Hiperkasemia
7. Hiperkalsiura
8. mieloproliferatif, yang menyebabkan priliferasi abnornormal sel darah
merah dari sum-sum tulang.
9. Perubahan ph urine
(Sudarth & Brunner, 1997)
2.4 Patofisiologi
Batu

terbentuk

ditraktus

urinarius

ketika

konsentrasi

substansi

tertentuseperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.


Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu,
seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi
lain yang memperlaju pembentukan batu mencakup ph urin dan status
cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien (dehidrasi).
Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih,
faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu mencakup infeksi,
statis urine, periode imobilitas.
Batu yang terjebak di ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa, akut dan kolik yang menyebar kepaha dan genetalia. Pasien sering
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar, dan
biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu (kolik uriteral).

11

Umumnya, pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1


cm secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari cm biasanya harus
diangkat atau dikeluarkan secara spontan. (Sudarth & Brunner, 1997)
2.5 Manifestasi Klinis
1. Gelombang nyeri yang luar biasa, kolik, akut, yang menyebar kepaha dan
genetalia.
2. Rasa panas dan terbakar dipinggang.
3. Nyeri ketok ginjal.
4. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar
5. Hematuria
(Suddarth & Brunner, 1997).
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
a.
Darah rutin (NHb,Ht,Leukosit, Trombosit).
b.
Urine rutin (pH, Bj urine, sedimen urine)
Untuk menentukan hematuria, leukosituria, dan kristaluria.
c.

Kultur urine
Untuk menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
d.
Faal ginjal (Ureum, Creatinin)
Bertujuan untuk mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal
danuntuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP.
e.
Kadar elektrolit
Untuk mencari factor penyebab timbulnya batu saluran kemih
(antara lain kadar : kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam
darah maupun urine).
2. Fotopolos abdomen
Pembuatan foto polos

abdomen

bertujuan

untuk

melihat

kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu


jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling
sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat
non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu saluran
kemih seperti pada tabel 1.

Jenis Batu

Radioopasitas

Kalsium

Opak

12

MAP

Semiopak

Urat/Sistin

Non opak

pielografi intravena untuk melihat batu radiolusen dan menilai sekresi


ginjal.
3. Ultrasonografi/ USG
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan
USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang
ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau
pengkerutan ginjal.
4. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non
opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belum
dapat menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya
penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan
pielografi retrograd.
5. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal.
6. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi
ginjal.
7. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
8. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
9. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein, fosfatase
alkali serum.
(Suddarth & Brunner, 1997).
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaannyayaitu :
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan.

13

Terapi bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin


dengan pemberian diuretikum, berupa :
a. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
b. blocker
c. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping
ukuran batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya
keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik
berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan
pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasienpasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan
penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi.
Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.
2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan
dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada
ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi,
begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan
ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa
telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang
sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu
dirawat dan dapat langsung pulang.

14

Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis


yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing
generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi sama-sama
menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk merambatkan
gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat akustik paling
mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan menimbulkan rasa
sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan menggunakan
gelombang kejut antara 15-22 kilo watt. ESWL hanya sesuai untuk
menghancurkan batu ginjal dengan ukuran kurang dari 3 cm serta terletak
di ginjal atau saluran kemih antara ginjal dan kandung kemih (kecuali
yang terhalang oleh tulang panggul). Batu yang keras (misalnya kalsium
oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali tindakan. ESWL
tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi, kencing manis,
gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita hamil dan anakanak, serta berat badan berlebih (obesitas).
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan
anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius. Sebab ada
kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun belum ada data
yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya diinformasikan
sejelas-jelasnya

3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu,
dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara

15

mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang


suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL

(Percutaneous

Nephro

Litholapaxy)

yaitu

mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal


dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises
melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau
dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti


dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui
berhasil atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu
keterampilan khusus bagi ahli urologi.
b.

Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra


dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke
dalam buli-buli),

c.

ureteroskopi atau uretero-renoskopi.


Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi
langsung batu ureter yang besar, sehingga perlu alat
pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan
untuk

menggunakan

jenis

pemecah

batu

tertentu,

tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan


ketersediaan alat tersebut.

16

d.

ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan


menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).

4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat
batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang

menahun.

17

5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan
dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada
batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
2.8 Komplikasi
1.
2.
3.
4.
(Mansjoer,2000).

Hidronefrosis
Pionefrosis
Uremia
Gagal ginjal

2.9 PencegahanBatu Ureter


1. Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium dan oksalat).
2. Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu.
a.
Sitrat (kalium sitrat 20
mEq tiap malam hari, minum jeruk nipis atau lemon sesudah
makan malam)
b.

Batu ginjal tunggal


(meningkatkan masukan cairan, mengkontrol secara berkala

pembentukan batu baru)


Pengaturan Diet
a. Meningkatkan masukan cairan
b. Masukan cairan terutama pada malam hari akan meningkatkan
aliran kemih dan menurunkan konsentrasi pembentuk batu dalam
air kemih.
c. Hindari masukan minum gas (soft drink) lebih dari 1 liter
perminggu.
d. Kurangi masukan protein (sebesar 1 g/Kg BB/hari). Masukan
protein tinggi dapat meningkatkan ekskresi kalium, ekskresi asam
urat, dan menurunkan sitrat dalam air kemih. Protein binatang
diduga mempunyai efek menurunkan pH air kemih lebih besar

18

dibandingkan protein sayuran karena lebih banyak menghasilkan


asam.
e. Membatasi masukan natrium. Diet natrium rendah (80-100
mg/hari) dapat memperbaiki reabsorpsi kalsium proksimal
sehingga terjadi pengurangan ekskresi natrium dan ekskresi
kalsium. Penurunan masukan natrium dari 200-80 mEq/hari
dilaporkan mengurangi ekskresi kalsium sebanyak 100 mg/hari
(2.5 mmol/hari).
f. Masukan kalsium. Pembatasan masukan kalsium tidak dianjurkan.
Penurunan

kalsium

intestinal

bebas

akan

menimbulkan

peningkatan absorpsi oksalat oleh pencernaan, peningkatan


ekskresi oksalat dan meningkatkan saturasi kalsium oksalat air
kemih.

Diet

kalsium

rendah

merugikan

pasien

dengan

hiperkalsiuria idiopatik karena keseimbangan kalsium negatif akan


memacu pengambilan kalsium dari tulang dan dari ginjal. Keadaan
ini akan memperburuk penurunan densitas tulang pada beberapa
pasien.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BATU URETER
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama

Umur

: Paling sering 30 50 tahun

Jenis kelamin : 3 x Lebih banyak pada pria


Alamat

: Tinggal di daerah panas

19

Pekerjaan

: perkerja berat

2. Keluhan Utama
a.
b.

Nyeri yang luar biasa, akut/kronik.


Kolik yang menyebar ke paha dan genetelia.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


a.
b.
c.
d.
e.

Pernah menderita infeksi saluran kemih.


Sering mengkonsumsi susu berkalsium tinggi.
Bekerja di lingkungan panas.
Penderita osteoporosis dengan pemakaian pengobatan kalsium.
Olahragawan.

4. Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri, Mual / Muntah, Hematuria, Diare, Oliguria, Demam, Disururia
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a.
Pernah menderita urolitiasis
b.
Riwayat ISK dalam keluarga
c.
Riwayat hipertensi
Pemahaman pasien mengenai perawatan harus digali untuk
mengidentifikasi kesalahan konsepsi atau kesalahan informasi yang dapat
dikoreksi sejak awal.
6. Dasar Dasar Pengkajian
a.

Aktifitas/istirahat
Gejala
: Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh,

b.
c.

cedera medulla spinalis).


Sirkulasi
Tanda
: peningkatan TD/nadi(nyeri, anseitas, gagal ginjal).
Kulit hangat dan kemerahan ;pucat
Eliminasi
Gejala :
Riwayat
adanya/
ISK
Kronis;obstruksi
sebelumnya(kalkulus). Penurunan haluaran urine, kandung kemih

d.

penuh. Rasa terbakar, dorongan kemih.


Tanda
: oliguria, hematuria, piuria. Perubahan pola berkemih.
Makanan/cairan
Gejala
: muntah/mual ,nyeri tekan abdomen. Diet rendah purin,
kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan; tidak
minum air dengan cukup.

20

Tanda
e.

: distensi abdominal; penurunan/tak adanya bising usus,

muntah.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala
: episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat
menyebar ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat
paha/genitalia. Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di
pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut,

f.

hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.


Tanda
: melindungi; prilaku distraksi. Demam dan menggigil.
Penyuluhan/ pembelajaran
Gejala
: riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal,
hipertensi,gout, ISK Kronis. Riwayat penyakit usus halus, bedah
abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme. Penggunaan antibiotic,
antihipertensi, natrium bikarbonat,alupurinol,fosfat,tiazid, pemasukan
berlebihan kalsium dan vitamin.

7. Pemeriksaan diagnostik

Urinalisa, warna kuning, coklat gelap, berdarah: secara umum


menunjukan SDM, SDP, kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat ),
sepihan, mineral, bakteri, pus; ph mungkin asam meningkatkan sistin
dan asam urat ) atau alkalin ( meningkatkan magnesium, fosfat,
amonium, atau batu kalsium fosfat ).

Hb/Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau politemia terjadi


(mendorong prepitasi pemadatan ) atau anemia ( pendarahan,
disfungsi/gagal ginjal).

Foto Rongsent KUB, menunjukan adanya kalkuli dan/perubahan


anatomik pada area ginjal dan sepanjang ureter.

Sistoureterokopi, visualisasi langsung kandung kemih dan ureter


dapat menunjukan batu dan/atau efek obstruksi.

Scan CT, mengidentifikasi/mengambarkan kalkuli dan masa lain:


ginjal, ureter, distensi kandung kemih.

21

Ultarasound ginjal, untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi


batu (Doenges, 2000).

3.2 Diagnosis Keperawatan


Pre operasi
:
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi / dorongan
kontraksi uretral.
2. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan situasi kandung
kemih oleh batu,iritasi ginjal atau uretral.
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah.
4. Resiko tinggi terhadap cidera berhubungan dengan adanya batu pada
saluran kemih (ginjal).
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/
menginggat salah interpertasi informasi.
Post operasi
1.
2.
3.
4.

Resiko kurang volume cairan b.d. haemoragik/ hipovolemik


Nyeri b.d insisi bedah
Perubahan eliminasi perkemihan b.d. penggunaan kateter
Resiko infeksi b.d. insisi operasi dan pemasangan kateter.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATA


Pre operasi
1.
DX. Nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi
uretral
Tujuan :
1. Melaporkan nyeri hilang/berkurang dengan spasme terkontrol
2. Tampak rileks mampu tidur/istirahat dengan tepat.
Intervensi
a. Catat lokasi, lamanya intensitas (0-10) dan penyebaran
Rasional : Membantu mengevaluasi tempat abstruksi dan kemajuan
gerakan kalkulus
b. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan tentang perubahann
kejadian / karakyeristik nyeri.
Rasional : Berikan kesempatan untuk pemberian analgesic sesuai waktu
(membantu dalam meningkatkan koping pasien dan dapat menurunkan
ansietas).
c. Berikan tindakan nyaman contoh pijatan punggung lingkungan istirahat.

22

Rasional : Menaikkan relaksasi menurunkan tegangan otot dan menaikkan


koping
d. Perhatikan keluhan/menetap nya nyeri abdomen.
Rasional : Obstruksi lengkap ureter dapat menyebabkan perforasi dan
ekstravasasi urine ke dalam area perineal.
e. Berikan banyak cairan bila tidak ada mual, lakukan dan pertahankan terapi
IV yang diprogramkan bila mual dan muntah terjadi.
Rasional : Cairan membantu membersihkan ginjal dan dapat
mengeluarkan batu kecil.
f. Dorong aktivitas sesuai toleransi, berikan analgesic dan anti emetic
sebelum bergerak bila mungkin.
Rasional : Gerakan dapat meningkatkan pasase dari beberapa batu kecil
dan mengurangi urine statis. Kenmyamanan meningkatkan istirahat dan
penyembuhan mual disebabkan oleh peningkatan nyeri.
2.

DX.Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung

kemih oleh batu,iritasi ginjal oleh ureteral


Tujuan :
1.Berkemih dengan jumlah normal dan pola biasanya
2.Tidak mengalami tanda obstruksi
Intervensi
a. Awasi pemasukan dan keluaran serta karakteristik urine
Rasional : Memberikan informasi tentang fungsi ginjal, dan adanya
komplikasi contoh infeksi dan perdarahan
b. Tentukan pola berkemih normal dan perhatikan variasi
Rasional : Kalkulus dapat menyebabkan ekstibilitas yang menyebabkan
sensasi kebutuhan berkemih segera
c. Dorong meningkatjkan pemasukan cairan
Rasional : Peningkatan hidrasi membilas bakteri,darah dan debris dan
dapat membantu lewatnya batu.
d. Periksa semua urine catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium
untuk analisa
Rasional : Penemuan batu memungkinkan identifikasi tipe batu dan
mempengaruhi pilihan terapi
e. Observasi perubahan status mental,perilaku atau tingkat kesadaran
Rasional : Akumulasi sisa uremik dan ketidak seimbangan elektrolit dapat
menjadi toksik di SSP.
f. Awasi pemeriksaan laboratorium,contoh BUN,elektrolit,kreatinin

23

Rasional :Peninggian BUN,kreatinin dan elektrolit mengidentifikasikan


disfungsi ginjal.

3.
DX.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah
Tujuan :
1.Mempertahankan keseimbangan cairan
2.Membran mukosa lembab
3.Turgor kulit baik
Intervensi
a. Awasi intake dan Output
Rasional : Membandingkan keluaran actual dan yang diantisifikasi
membantu dalam evaluasi adanya / derajat statis / kerusakan ginjal.
b. Catat insiden muntah,diare perhatikan karakteristik dan frekuensi mual /
muntah dan diare.
Rasional : Mual / muntah, diare secara umum berdasarkan baik kolik
ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
c. Awasi Hb /Ht, elektrolit
Rasional : Mengkaji hidrasi dan efektifian / kebutuhan intervensi.
d. Berikan cairan IV
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi / bila pemasukan oral tidak
cukup,/ menaik fungsi ginjal.
e. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi.
Rasional : Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI / iritasi dan
membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
4.

DX. Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran

kemih ( ginjal ).
Tujuan :
1.Fungsi ginjal dalam batas normal
2.Urine berwarna kuning / kuning jernih
3.Tidak nyeri waktu berkemih.
Intervensi
a. PantauUrine berwarna,bau / tiap 8 jam, Masukan dan haluaran tiap 8
jam,PH urine , TTV setiap 4 jam
Rasional : Untuk deteksi dini terhadap masalah.
b. Saring semua urine,observasi terhadap kristal. Simpan kristal untuk dilihat
dokter kirim ke laboratorium

24

Rasional : Untuk mendaptakan data- data keluarnya batu,perubahan diet


yang didasari oleh komposisi batu
c. Konsultasi dengan dokter bila pasien sering berkemih,jumlah urine sedikit
dan terus menerus,perubahan urine.
Rasional : Temuan-temuan ini menunjukkan perkembangan obstruksi dan
kebutuhan intervensi progresif.
d. Berikan obat-obatan sesuai program untuk mempertahankan PH urine
tepat.
Rasional : Dengan perubahan PH urine / peningkatan keasamaan /
alkalinitas,factor solubilitas untuk batu dapat di control
5.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan/ menginggat

salah interpertasi informasi.


Tujuan :
1.Menyatakan pemahaman proses penyakit.
2.Menghubungkan gejala dan faktor penyebab.
3.Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan berpastrisipasi dalam
program pengobatan.
Intervensi :
a. Kaji ulang proses penyakit dan harapan di masa yang datang
Rasional : memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi.
b. Tekankan pentingnya peningkatan pemasukan cairan , contoh 3-4 liter per
hari/ 6-8 liter/ hari. Dorong pasien melaporkan mulut kering, diuresis
(keringat berlebihan) dan untuk peningkatan pemasukan cairan baik bila
haus atau tidak.
Rasional : pembilasan sistem ginjal menurunkan kesempatan statis ginjal
atau pembentukan batu.
c. Diskusikan program obat-obatan, hindari obat yang dijual bebas dan
membaca semua label produk/ kandungan dalam makanan
Rasional : obat-obatan diberikan untuk mengasamkan mengakalikan urine,
tergantung pada penyebab dasar pembentukan batu.
d. Mendengar dengan aktif tentang terapi / perubahan pola hidup.
Rasional : membantu pasien berkerja melalui perasaan dan meningkatkan
rasa kontrol apa yang terjadi.
e. Tunjukan perawatan yang tepat terhadap insisi/ kateter bila ada.
Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri, dan kemandirian.

25

Post operasi
1.

DX.Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan haemoregik /

hipovolemik
Tujuan :
1.Tanda tanda vital stabil
2.Kulit kering dan elastic
3.Intake output seimbang
4.Insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang
Intervensi
a. Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor
dokter.
Rasional : mengetahui adanya perdarahan.
b. Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah
posisi.
Rasional : mencegah perdarahan pada luka insisi
c. Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak seimbangan.
Rasional : mengetahui kesimbangan dalam tubuh.
d. Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
Rasional : dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan
2.
DX.Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan :
Pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan
mudah untuk bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.
Intervensi :
a. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri.
Rasional : menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik
relaksasi, bantu pasien memilih posisi yang nyaman.
c. Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan.
Rasional : dengan otot relkas posisi dan kenyamanan dapat mengurangi
nyeri.
d. Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila
sedang batuk.
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik dapat mengurangi nyeri.
3.

DX. Perubahan eliminasi perkemihan berhubungan dengan pemasangan alat

medik ( kateter).

26

Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat
berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Intervensi :
a. Kaji pola berkemih normal pasien.
Rasional : untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih.
b. Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional : kandung kemih yang tegang disebabkan karena sumbatan
kateter.
c. Ukur intake output cairan.
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kaji warna dan bau urine dan nyeri.
Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal.
e. Anjurkan klien untuk minum air putih 2 Lt /sehari , bila tidak ada kontra
indikasi.
Rasional : untuk melancarkan urine.
4.

DX.Resiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dan pemasangan

kateter.
Tujuan :
1.Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
2.Drainase dan selang kateter bersih.
Intervensi
a. Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam, kemerahan,
bengkak, nyeri tekan dan pus)
Rasional : . mengintervensi tindakan selanjutnya.
b. Kaji suhu tiap 4 jam.
Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
c. Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi.
Rasional : menghindarkan infeksi.
d. Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan luka.
Rasional : menghindari infeksi silang
3.4 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2000).
Implementasi sebaiknya dibuat sesuai dengan situasi klien dan peralatan
rumah sakit
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aplikasi keperawatan oleh
perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika akan

27

melakukan implementasi adalah intervensi yang dilakukan sesuai dengan


rencana.

Setelah

dilakukan

validitas,

pengasahan

keterampilan

interpersonal, intelektual, dan psikologi individu. Terakhir melakukan


pendokumentasian

keperawatan

berupa

pencatatan

dan

pelaporan

(Nursalam, 2001).
Dalam tahap implementasi ini, perawat berperan sebagai pelaksana
keperawatan,

memberi

support,

pendidik,

advokasi,

dan

pencatatan/penghimpunan data (Carpenito,1999).


3.5 EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan yang intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana

tindakan

dan

pelaksanaannya

sudah

berhasil

dicapai

(Nursalam,2001).
Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu Formatif dan Sumatif:
a.

Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya
setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.

b.

Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif biasanya disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir,
evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalam
memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk
evaluasi ini lazimnya menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik
rencana keperawatan,

nilai

serta meningkatkan mutu

asuhan

keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan


sebelumnya.

28

Ada empat kemungkinan yang dapat terjadi dalam tahap evaluasi


ini, yaitu: masalah teratasi seluruhnya, masalah teratasi sebagian,
masalah belum teratasi, dan masalah baru.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing, batu yang
terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium, oksalat, kalium
fosfat, dan asam urat meningkat (Sudarth & Brunner, 1997).
Batu ureter adalah suatu keadaan terdapatnya batu disaluran kemih
(Manjoer, 2000).
Batu ureter adalah bentuk deposit mineral paling umum oksalat kalsium dan
oksalat fosfat, namun asam urat dan lainya juga penyebab pembentukan batu
(Doenges,2000)
Etiologi : Imobilisasi terlalu lama, Dehidrasi, Nefrolitiasis, Kerusakan epitel
ginjal, Obstruksi aliran limfe ginjal, Hiperkasemia, Hiperkalsiura,
mieloproliferatif, yang menyebabkan priliferasi abnornormal sel darah merah
dari sum-sum tulang, Perubahan ph urin (Sudarth & Brunner, 1997)
Manifestasi klinis dari batu ureter adalah Gelombang nyeri yang luar biasa,
kolik, akut, yang menyebar kepaha dan genetalia. Rasa panas dan terbakar
dipinggang. Nyeri ketok ginjal. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine
yang keluar Hematuria.
Pemeriksaan diagnostic : Laboratorium, Fotopolos abdomen,
Ultrasonografi/ USG, Pielografi Intra Vena (PIV), Pemeriksaan Mikroskopik
Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal, Renogram, dapat diindikasikan
pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal. Analisis batu, untuk
mengetahui asal terbentuknya.Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi

29

sekunder, DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,


fosfatase alkali serum.
Penatalaksanaan : Pemasangan Stent, Bedah Terbuka, Endourologi,
ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy), Terapi Konservatif.
Komplikasi yang dapat timbul dari batu ureter adalah Hidronefrosis,
Pionefrosis, Uremia ,Gagal ginjal.
Pencegahan dari batu ureter yaitu Menurunkan konsentrasi reaktan (kalsium
dan oksalat). Meningkatkan konsentrasi inhibitor pembentukan batu.
Pengaturan Diet, Meningkatkan masukan cairan, Masukan cairan terutama
pada malam hari akan meningkatkan aliran kemih dan menurunkan
konsentrasi pembentuk batu dalam air kemih. Hindari masukan minum gas
(soft drink) lebih dari 1 liter perminggu. Kurangi masukan protein (sebesar 1
g/Kg BB/hari). Masukan protein tinggi dapat meningkatkan ekskresi kalium,
ekskresi asam urat, dan menurunkan sitrat dalam air kemih. Protein binatang
diduga mempunyai efek menurunkan pH air kemih lebih besar dibandingkan
protein sayuran karena lebih banyak menghasilkan asam. Membatasi
masukan natrium. Diet natrium rendah (80-100 mg/hari) dapat memperbaiki
reabsorpsi kalsium proksimal sehingga terjadi pengurangan ekskresi natrium
dan ekskresi kalsium. Penurunan masukan natrium dari 200-80 mEq / hari
dilaporkan mengurangi ekskresi kalsium sebanyak 100 mg/hari (2.5
mmol/hari). Masukan kalsium. Pembatasan masukan kalsium tidak
dianjurkan.

Penurunan kalsium intestinal

bebas

akan menimbulkan

peningkatan absorpsi oksalat oleh pencernaan, peningkatan ekskresi oksalat


dan meningkatkan saturasi kalsium oksalat air kemih. Diet kalsium rendah
merugikan pasien dengan hiperkalsiuria idiopatik karena keseimbangan
kalsium negatif akan memacu pengambilan kalsium dari tulang dan dari
ginjal. Keadaan ini akan memperburuk penurunan densitas tulang pada
beberapa pasien.
4.1 Saran
Dengan adanya makalah ini pembaca dapat mengenal tanda tanda dari
batu ureter dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami batu ureter sertadapatmencegahterjadinyabatu ureter.

30

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarths (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi
kedelapan). Jakarta : EGC.
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan.(Edisi ketiga). Jakarta : EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran.
Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua,
Edisi ketiga). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : salemba
medika

31

Anda mungkin juga menyukai