PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada
kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di
seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena
adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika
Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh
dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih.
Penyakit ini merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang
urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.
Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi terbesar
dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti dari
penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data dalam
negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita batu
ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun
ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun
2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave
lithotripsy) yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL,
PCNL, dan operasi terbuka).
Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering muncul
pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting perawatan
medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan perkembangan
teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang tersedia untuk
pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya variabilitas dalam
ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun daerah.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi
a
Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati
yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas
iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi
bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah
processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari
batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih
rendah dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
1. Korteks
Bagian ginjal di mana di dalamnya terdiri dari korpus renalis /
Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus
proksimal dan tubulus kontortus distalis.
2. Medula
Terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
3. Columna renalis
Bagian korteks di antara pyramid ginjal
4. Processus renalis
Yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
5. Hilus renalis
Yaitu bagian / area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
6. Papilla renalis
Yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
7. Calix minor
Yaitu percabangan dari calix major.
8. Calix major
Yaitu percabangan dari pelvis renalis.
9. Pelvis renalis
Disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
10. Ureter
Yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ureter
communis,
a.testicularis/ovarica
serta
a.vesicalis
inferior.
Vesica urinaria
pada
perempuan,
a.vesicalis
inferior
digantikan
oleh
Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica
urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada
pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra
pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika,
pars membranosa dan pars spongiosa.
1. Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum
vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika
dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan
kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan
simpatis.
2. Pars
prostatika
(3-4
cm),
merupakan
bagian
yang
Fisiologi
a) Fungsi ginjal adalah
Prosesnya
terjadi
secara
pasif
(obligator
10
2.3 Etiologi
1. Imobilisasi terlalu lama
2. Dehidrasi
3. Nefrolitiasis
4. Kerusakan epitel ginjal
5. Obstruksi aliran limfe ginjal
6. Hiperkasemia
7. Hiperkalsiura
8. mieloproliferatif, yang menyebabkan priliferasi abnornormal sel darah
merah dari sum-sum tulang.
9. Perubahan ph urine
(Sudarth & Brunner, 1997)
2.4 Patofisiologi
Batu
terbentuk
ditraktus
urinarius
ketika
konsentrasi
substansi
11
Kultur urine
Untuk menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.
d.
Faal ginjal (Ureum, Creatinin)
Bertujuan untuk mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal
danuntuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP.
e.
Kadar elektrolit
Untuk mencari factor penyebab timbulnya batu saluran kemih
(antara lain kadar : kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam
darah maupun urine).
2. Fotopolos abdomen
Pembuatan foto polos
abdomen
bertujuan
untuk
melihat
Jenis Batu
Radioopasitas
Kalsium
Opak
12
MAP
Semiopak
Urat/Sistin
Non opak
13
Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius, hanya diberi
obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan
dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada
ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi,
begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan
ESWL di ruang operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa
telentang atau telungkup sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang
sudah pecah akan keluar bersama air seni. Biasanya pasien tidak perlu
dirawat dan dapat langsung pulang.
14
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu,
dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu
dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit
(perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
15
(Percutaneous
Nephro
Litholapaxy)
yaitu
c.
menggunakan
jenis
pemecah
batu
tertentu,
16
d.
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai
untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun ESWL,
pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat
batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.
17
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan
dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang
disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada
batu ureter yang melekat (impacted).
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya
yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.
2.8 Komplikasi
1.
2.
3.
4.
(Mansjoer,2000).
Hidronefrosis
Pionefrosis
Uremia
Gagal ginjal
18
kalsium
intestinal
bebas
akan
menimbulkan
Diet
kalsium
rendah
merugikan
pasien
dengan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA BATU URETER
3.1 Pengkajian
1. Identitas
Nama
Umur
19
Pekerjaan
: perkerja berat
2. Keluhan Utama
a.
b.
Aktifitas/istirahat
Gejala
: Perkejaan mononton, perkerjaan dimana pasien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/imobilisasi
sehubungan dengan kondisi sebelumnya(contoh penyakit tak sembuh,
b.
c.
d.
20
Tanda
e.
muntah.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala
: episode akut nyeri berat/ kronik. Lokasi tergantung pada
lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral ; dapat
menyebar ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat
paha/genitalia. Nyeri dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di
pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat digambarkan sebagai akut,
f.
7. Pemeriksaan diagnostik
21
22
23
3.
DX.Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual / muntah
Tujuan :
1.Mempertahankan keseimbangan cairan
2.Membran mukosa lembab
3.Turgor kulit baik
Intervensi
a. Awasi intake dan Output
Rasional : Membandingkan keluaran actual dan yang diantisifikasi
membantu dalam evaluasi adanya / derajat statis / kerusakan ginjal.
b. Catat insiden muntah,diare perhatikan karakteristik dan frekuensi mual /
muntah dan diare.
Rasional : Mual / muntah, diare secara umum berdasarkan baik kolik
ginjal karena saraf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung.
c. Awasi Hb /Ht, elektrolit
Rasional : Mengkaji hidrasi dan efektifian / kebutuhan intervensi.
d. Berikan cairan IV
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi / bila pemasukan oral tidak
cukup,/ menaik fungsi ginjal.
e. Berikan diet tepat,cairan jernih,makanan lembut sesuai toleransi.
Rasional : Makanan mudah cerna menurunkan aktivitas GI / iritasi dan
membantu mempertahankan cairan dan keseimbangan nutrisi.
4.
DX. Resiko tinggi terhadap cidera berdasarkan adanya batu pada saluran
kemih ( ginjal ).
Tujuan :
1.Fungsi ginjal dalam batas normal
2.Urine berwarna kuning / kuning jernih
3.Tidak nyeri waktu berkemih.
Intervensi
a. PantauUrine berwarna,bau / tiap 8 jam, Masukan dan haluaran tiap 8
jam,PH urine , TTV setiap 4 jam
Rasional : Untuk deteksi dini terhadap masalah.
b. Saring semua urine,observasi terhadap kristal. Simpan kristal untuk dilihat
dokter kirim ke laboratorium
24
25
Post operasi
1.
hipovolemik
Tujuan :
1.Tanda tanda vital stabil
2.Kulit kering dan elastic
3.Intake output seimbang
4.Insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang
Intervensi
a. Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor
dokter.
Rasional : mengetahui adanya perdarahan.
b. Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah
posisi.
Rasional : mencegah perdarahan pada luka insisi
c. Pantau dan catat intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidak seimbangan.
Rasional : mengetahui kesimbangan dalam tubuh.
d. Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam.
Rasional : dapat menunjukan adanya dehidrasi / kurangnya volume cairan
2.
DX.Nyeri berhubungan dengan insisi bedah
Tujuan :
Pasien melaporkan meningkatanya kenyamanan yang ditandai dengan
mudah untuk bergertak, menunjukkan ekspresi wayah dan tubuh yang relaks.
Intervensi :
a. Kaji intensitas,sifat, lokasi pencetus daan penghalang factor nyeri.
Rasional : menentukan tindakan selanjutnya
b. Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, anjarkan tehnik
relaksasi, bantu pasien memilih posisi yang nyaman.
c. Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan.
Rasional : dengan otot relkas posisi dan kenyamanan dapat mengurangi
nyeri.
d. Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila
sedang batuk.
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
e. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik.
Rasional : analgetik dapat mengurangi nyeri.
3.
medik ( kateter).
26
Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat
berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari.
Intervensi :
a. Kaji pola berkemih normal pasien.
Rasional : untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih.
b. Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam
Rasional : kandung kemih yang tegang disebabkan karena sumbatan
kateter.
c. Ukur intake output cairan.
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan
d. Kaji warna dan bau urine dan nyeri.
Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal.
e. Anjurkan klien untuk minum air putih 2 Lt /sehari , bila tidak ada kontra
indikasi.
Rasional : untuk melancarkan urine.
4.
kateter.
Tujuan :
1.Insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi.
2.Drainase dan selang kateter bersih.
Intervensi
a. Kaji dan laporkan tanda dan gejala infeksi luka (demam, kemerahan,
bengkak, nyeri tekan dan pus)
Rasional : . mengintervensi tindakan selanjutnya.
b. Kaji suhu tiap 4 jam.
Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi.
c. Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuk insisi.
Rasional : menghindarkan infeksi.
d. Pertahankan tehnik steril untuk mengganti balutan dan perawatan luka.
Rasional : menghindari infeksi silang
3.4 IMPLEMENTASI
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik (Nursalam, 2000).
Implementasi sebaiknya dibuat sesuai dengan situasi klien dan peralatan
rumah sakit
Pelaksanaan atau implementasi merupakan aplikasi keperawatan oleh
perawat dan klien. Hal-hal yang harus kita perhatikan ketika akan
27
Setelah
dilakukan
validitas,
pengasahan
keterampilan
keperawatan
berupa
pencatatan
dan
pelaporan
(Nursalam, 2001).
Dalam tahap implementasi ini, perawat berperan sebagai pelaksana
keperawatan,
memberi
support,
pendidik,
advokasi,
dan
tindakan
dan
pelaksanaannya
sudah
berhasil
dicapai
(Nursalam,2001).
Evaluasi terdiri dari dua jenis yaitu Formatif dan Sumatif:
a.
Evaluasi Formatif
Evaluasi Formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka
pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya
setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
b.
Evaluasi Sumatif
Evaluasi Sumatif biasanya disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir,
evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan
keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalam
memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk
evaluasi ini lazimnya menggunakan format SOAP (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik
rencana keperawatan,
nilai
asuhan
28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Batu ureter adalah keadaan dimana terdapat batu saluran kencing, batu yang
terbentuk ketika konsentrasi substansi tertentu seperti kalium, oksalat, kalium
fosfat, dan asam urat meningkat (Sudarth & Brunner, 1997).
Batu ureter adalah suatu keadaan terdapatnya batu disaluran kemih
(Manjoer, 2000).
Batu ureter adalah bentuk deposit mineral paling umum oksalat kalsium dan
oksalat fosfat, namun asam urat dan lainya juga penyebab pembentukan batu
(Doenges,2000)
Etiologi : Imobilisasi terlalu lama, Dehidrasi, Nefrolitiasis, Kerusakan epitel
ginjal, Obstruksi aliran limfe ginjal, Hiperkasemia, Hiperkalsiura,
mieloproliferatif, yang menyebabkan priliferasi abnornormal sel darah merah
dari sum-sum tulang, Perubahan ph urin (Sudarth & Brunner, 1997)
Manifestasi klinis dari batu ureter adalah Gelombang nyeri yang luar biasa,
kolik, akut, yang menyebar kepaha dan genetalia. Rasa panas dan terbakar
dipinggang. Nyeri ketok ginjal. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine
yang keluar Hematuria.
Pemeriksaan diagnostic : Laboratorium, Fotopolos abdomen,
Ultrasonografi/ USG, Pielografi Intra Vena (PIV), Pemeriksaan Mikroskopik
Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal, Renogram, dapat diindikasikan
pada batu staghorn untuk menilai fungsi ginjal. Analisis batu, untuk
mengetahui asal terbentuknya.Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi
29
bebas
akan menimbulkan
30
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarths (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah. (Edisi
kedelapan). Jakarta : EGC.
Baradero, Mary, MN, SPC,Dkk,(2005). Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Doengoes, Marilynn E, RN. BSN, MA, CS (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan.(Edisi ketiga). Jakarta : EGC.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. (Buku 3). Bandung : IAPK Padjajaran.
Noer, H.M, Sjaifoellah (1996). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Jilid kedua,
Edisi ketiga). Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Nursalam, DR. M.Nurs,dkk.(2006). System Perkemihan. Jakarta : salemba
medika
31