LEMBAR KASUS
: Tn. A
: Laki-Laki
: 38 Tahun
: Jl Swadaya II RT 08/01 PD Ranggon
: Buruh
: Islam
: Menikah
: SMP
1.2 Anamnesa
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
: simetris
: simetris
: simetris
: simetris
3
h.
i.
j.
k.
l.
Aktif
- Mengerutkan dahi
: simetris
- Menutup mata
: simetris
- Menyeringai
: tidak simetris
- Menggembungkan pipi : tidak simetris
- Daya pengecapan lidah 2/3 depan: tidak dinilai
- Hiperlakrimasi
: tidak ada
- Lidah kering
: tidak ada
Nervus VIII (N. acusticus)
Suara gesekan jari tangan
: baik
Mendengarkan detik jam arloji
: baik
Tes rinne
: tidak dinilai
Tes weber
: tidak dinilai
Tes swabach
: tidak dinilai
Nervus IX (N. glossopharyngeus)
Arkus faring
: tidak dinilai
Posisi uvula
: tidak dinilai
Daya pengecap lidah 1/3 belakang : tidak dinilai
Refleks muntah
: tidak dinilai
Nervus X (N. vagus)
Sulit dinilai
Nervus XI (N. assesorius)
Memalingkan kepala : baik
Sikap bahu
: simetris
Mengangkat bahu
: simetris
Nervus XII (N. hipoglosus)
Menjulurkan lidah
: deviasi (-)
Atrofi lidah
: tidak ada
Artikulasi
: baik
Tremor lidah
: tidak ada
Motorik:
a. Gerakan
: Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas
b. Kekuatan : 5 5
3 5
c. Tonus otot : Normotonus Normotonus
Normotonus Normotonus
d. Trofi
: Eutrofi Eutrofi
Eutrofi Eutrofi
Refleks fisiologis:
a. Refleks tendon:
Refleks biseps
: +/+
Refleks triseps
Refleks patella
Refleks archilles
Refleks Patologis:
a. Hoffman Trommer
b. Babinski
c. Chaddock
d. Oppenheim
e. Gordon
f. Schaefer
g. Gorda
: +/+
: +/+
: +/+
Sensibilitas:
a. Eksteroseptif:
Nyeri : +/+
Suhu : +/+
Taktil : +/+
b. Propioseptif:
Posisi
: sulit dinilai
Vibrasi
: sulit dinilai
Tekanan dalam
: sulit dinilai
1.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium (4 Mei 2015)
PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
HEMATOLOGI 1
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
KIMIA KLINIK
Glukosa
Glukometer
KIMIA KLINIK
RENAL FUNGSI TEST
Ureum
Creatinine
Asam Urat
HASIL
NILAI RUJUKAN
15.0 g/dl
14.100 u/l
44%
219.000 /ul
13 16 g/dl
5.000 10.000 u/l
40 48%
150.000 400.000 /ul
117
26 mg/dl
0,7 mg/dl
3,7 mg/dl
10 50 mg/dl
0,5 1,5 mg/dl
3,4 7,0 mg/dl
1.5 Resume
Tn. A 38 tahun diantar oleh keluarganya ke RS Bhayangkara TK.1 Raden Said Sukanto
dengan keluhan kejang badan sebelah kanan + 2 jam SMRS, pasien mengalami kejang secara
tiba-tiba.
Pasien mengaku kaki kanannya lemah dan mengalami kesulitan saat berjalan. Pasien
menyangkal adanya pusing, nyeri kepala, pingsan, demam, mual muntah, penglihatan kabur
dan pasien mengaku tidak ada gangguan saat berkemih dan buang air besar.
Tidak ditemukan adanya gangguan penghidu dan gangguan dalam berbicara.Pasien
mengeluh bicara pelo sesaat setelah terjadinya kejang. Pasien mengaku pernah mengalami
hal yang sama 4 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan parese N.VII sentral dan
monoparese pada ekstremitas kanan.
Kesadaran
: Compos mentis
GCS 15
: E4M6V5 = 15
Tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Suhu
: 120/80 mmHg
: 84 x/menit
: 20 x/menit
: 36.5oC
: (-)
Nervus Kranialis
Nervus VII (N. fasialis)
Motorik
Aktif
- Mengerutkan dahi
: simetris
- Menutup mata
: simetris
- Menyeringai
:tidak simetris
- Menggembungkan pipi :tidak simetris
- Daya pengecapan lidah 2/3 depan: tidak dinilai
- Hiperlakrimasi
: tidak ada
- Lidah kering
: tidak ada
:
a. Kekuatan : 5
1.6 Diagnosis
Diagnosis Klinis
:
6
: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak terkontrol
yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai
oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi
ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.
2.2 . EPIDEMIOLOGI
Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima
puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara
berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara
berkembang mencapai 100/100,000.
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan
apapun. Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut
di atas 65 tahun (81/100.000 kasus).
2.3. ETIOLOGI
Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :
Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat alat diagnostik yang
2.4. KLASIFIKASI
8
2.
3.
4.
2.
C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau
klonik)
1.
2.
3.
lena/ absens
mioklonik
tonik
atonik
klonik
tonik-klonik
A. Idiopatik
B. Simptomatik
Lobus temporalis
Lobus frontalis
Lobus parietalis
Lobus oksipitalis
10
C. Simtomatik
2.5. PATOFISIOLOGI
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi
dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter
inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh
kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan
istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu
fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan
ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas
serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi.
11
Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terusmenerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu
serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting
untuk fungsi otak.
2.6 GEJALA
12
Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:
-
deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan
Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubuh
tertentu.
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
- Halusinasi
Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama.
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejalanya meliputi:
-
13
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis.
1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis
menanyakan tentang riwayat
umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan
adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh
dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi
epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung
oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural
di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya
kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal
gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
b. Rekaman video EEG
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami
serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video
EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat
untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk
kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat
diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur
otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan
15
secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus
kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.
2.8 TERAPI
Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan pengobatan
yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian . Definisi
dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya
dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit.
16
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip terapi
farmakologi epilepsi yakni:
OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali
bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan
kemungkinan efek sampingnya.
17
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan
tidak terkontrol dengan dosis efektif.
Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE
pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.
Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan
kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat
epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan
pertama merupakan status epileptikus.
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau
aktivitas neurotransmiter.
Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2
tahun bebas bangkitan
Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6 bulan
Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang
bukan utama
Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai pembuka
saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi mekanisme unik ini
memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada obat kejang lainnya seperti
18
retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan US Food and Drug Administration's (FDA's) masih
mempertimbangkan obat ini.
Mekanisme kerja OAE:
DAFTAR PUSTAKA
1. http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html
2. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
3. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita
4.
19
9. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-padaanak-2
10. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/Causesofepilepsy
11. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in
Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 2005
12. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC
13. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.
14. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005
15. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
16. http://www.medscape.com/viewarticle/726809
17. Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saundres
Elsevier. 2008. 593(6)
20