Disusun oleh :
Riski Yanuarso Karnedi (5315131662)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan bisa dikatakan adalah salah satu kunci pembentukan sumber daya manusia
yang berkualitas, baik dari aspek pengetahuan, aspek sikap maupun aspek
psikomotorik. Kualitas baik tersebut dapat dicapai dengan adanya lembaga
pendidikan. Di Indonesia sendiri, lembaga pendidikan formal tertinggi adalah tingkat
Perguruan Tinggi. Melalui lembaga pendidikan formal tersebut Pemerintah
memfasilitasi sarana prasana yang bersifat fisik maupun non fisik seperti mata
pelajaran yang disediakan guna mendukung pendidikan nasional.
Meski prasarana sudah disediakan, namun masalah pendidikan terus terjadi, baik
masalah pendidikan nasional maupun masalah pada tingkat satuan pendidikan itu
sendiri. Mulai dari masalah kurikulum, tenaga pendidik yang belum merata, biaya
pendidikan yang tinggi, gedung sekolah yang belum memadai, dan lain sebagainya.
Begitu pula dengan masalah-masalah pendidikan yang terjadi di SMA N 1 Galur.
Berdasarkan observasi yang pernah dilakukan, di sekolah tersebut terdapat berbagai
masalah. Mulai dari bangunan sekolah yang kurang memadai, ini terlihat dari
sempitnya lahan sekolah yang membuat sekolah ini terlihat bukan seperti sekolah pada
umumnya. Masalah lain yaitu kebersihan sekolah yang kurang baik, banyak sampah
yang berserakan tidak pada tempatnya, kamar mandi yang tidak bersih, serta
banyaknya coretan-coretan yang ada pada meja para siswa. Selain itu juga kedisiplinan
siswa yang kurang baik, ini terlihat banyaknya siswa yang tidak disiplin dalam
memakai seragam sekolah, banyak yang terlambat masuk kelas.
Selain nilai kedisiplinan yang kurang baik, terdapat pula nilai-nilai lain yang tidak
diterapkan denganbaik disekolah tersebut. Misalnya nilai kesopanan, banyak siswa
yang kurang menghormati para Guru maupun karyawan sekolah. Hal ini dibuktikan
dengan ketika Guru sedang mengajar, ada beberapa siswa yang ramai bicara sendiri,
makan dikelas, dan lain-lain. Nilai prestasi di SMA N 1 Galur ini juga tidak terlaksana
dengan baik, ini bisa dilihat dari masih rendahnya minat baca siswa, terbukti dengan
sepinya Perpusatakaan sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, masih
banyak lulusan sekolah ini yang menjadi pengangguran. Jika ada yang melanjutkan ke
Perguruan Tinggi pun jumlah sangat sedikit.
Masalah yang terkait dengan mata pelajaran juga terjadi pada sekolah ini. Berdasarkan
observasi yang dilakukan, peneliti pernah ikut masuk ke dalam kelas X di SMA N 1
Galur dan bertepatan dengan mata pelajaran bhs.Inggris. Masalah yag terjadi terkait
dengan kegiatan mata pelajaran bhs.Inggris pada kelas X ini adalah, banyak dari
mereka yang belum mampu berbicara dengan menggunakan bhs. Inggris. Ini terbukti
ketika Guru mengajak mereka berkomunikasi dengan bhs.Inggris, banyak dari mereka
yang tidak bisa menanggapi dan tidak paham akan apa yang dijelaskan. Ketidak
mampuan ini diduga karena mereka tidak terbiasa berkomunikasi dengan bahasa
Inggris, metode pengajaran Guru yang kurang tepat, dan lingkungan mereka yang
tidak mendukung.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Guru mata pelaran ini, didapat
informasi bahwa nilai rata-rata bhs.Inggris siswa kelas X belum mencapai standar nilai
minimal yang ditentukan. Selain itu banyak siswa yang belum fasih dalam
berkomunisi menggunakan bhs.Inggris. Oleh karena itu, dari masalah-masalah yang
ada di SMA N 1 Galur, penelitian ini sangat berguna untuk mengatasi masalahmasalah tersebut.
1. B.
Identifikasi Masalah
Batasan Masalah
Dengan adanya beberapa identifikasi masalah, maka peneliti akan fokus meneliti
tentang Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Bahasa Inggris Siswa kelas X
SMA N 1 Galur Melalui Story Telling.
1. D.
Rumusan Masalah
1.
1. E.
Tujuan
Berdasarkan masalah yang telah diidentifikasi dan dirumuskan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris siswa
kelas X SMA N 1 Galur.
1. F.
Manfaat
1.
a.
1.
2.
1. c.
1.
BAB II
KAJIAN TEORI
A.
Ketrampilan Berbicara
Sebelum kita paham akan apa definisi bahasa Inggris, terlebih dahulu kita harus
paham mengenai definisi bahasa itu sendiri. Menurut Wittgenstein, bahasa
merupakan bentuk pemikiran yang dapat dipahami, berhubungan dengan realitas, dan
memiliki bentuk dan struktur yang logis. Sedangkan menurut Ferdinand De Saussure,
bahasa adalah ciri pembeda yang paling menonjol karena dengan bahasa setiap
kelompok sosial merasa dirinya sebagai kesatuan yang berbeda dari kelompok yang
lain. Lain halnya dengan Plato, menurutnya bahasa adalah pernyataan pikiran
seseorang dengan perantaraan onomata (nama benda atau sesuatu) dan rhemata
(ucapan) yang merupakan cermin dari ide seseorang dalam arus udara lewat mulut.
Menurut Bloch dan Trager, bahasa adalah suatu system symbol-simbol bunyi yang
digunakan oleh suatu kelompok social sebagai alat untuk berkomunikasi. Senada
dengan Bloch dan Trager, Joseph Bram mengatakan bahwa bahasa adalah suatu
system yang berstruktus dari anggota suatu kelompok social sebagai alat bergaul satu
sama lain. Ronald Wardhaugh, seorang Linguis Barat, dalam Introduction to
Linguistics memberikan definisi sebagai berikut: bahasa ialah suatu system symbolsimbol bunyi yang digunakan untuk komunikasi manusia (Asep Ahmad Hidayat,
2006:22)
Bahasa Inggris sendiri adalah media komunikasi utama bagi masyarakat di negara
Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zealand, Afrika Selatan, dan di
banyak negara lainnya. Bahasa Inggris (English) merupakan bahasa resmi dari banyak
negara-negara persemakmuran dan dipahami serta dipergunakan secara meluas.
Bahasa Inggris dipergunakan di lebih banyak negara di dunia dibanding bahasa yang
lain serta dibanding bahasa yang lain kecuali bahasa Cina, bahasa ini juga lebih
banyak dipergunakan orang.
Bahasa Inggris termasuk rumpun bahasa-bahasa Anglo-Frisia pada cabang barat
bahasa-bahasa Jerman, dan merupakan sebuah bahasa subfamili dari bahasa-bahasa
Indo-Eropa.
Bahasa Inggris hampir mendekati bahasa Frisia, sedikit lebih luas dari
bahasa Netherlandic (Belanda Flemish) dan dialek Jerman tingkat rendah
(Plattdeutsch), serta jauh dari bahasa Jerman Modern tingkat tinggi.
1. C.
Strategi Belajar
Strategi berasal dari kata Yunani strategia yang berarti ilmu perang atau panglima
perang. Brdasarkan pengertian ini, maka strategi adalah suatu seni merancang operasi
di dalam peperangan, seperti cara-cara mengatur posisi atau siasat berperang ,
angkatan darat atau laut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua (1989)
strategi adalah ilmu dan seni menggunakan semua sumber dayan bangsa-bangsa
untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu dalam perang dan damai. Yang dapat
dianggap berkaitan langsung dengan pengertian startegi dalam pengajaran bahasa ialah
strategi merupakan rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasasaran
khusus. Dalam konteks pengajaran, menurut Gagne (1974) strategi adalah kemampuan
internal sesorang untuk berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan.
Artinya, bahwa proses pembelajaran akan menyebabkan peserta didik berpikir secara
unik untuk dapat menganalisis, memecahkan masalah di dalam mengambil keputusan.
Belajar berarti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu (KBBI, 1989). Dalam
bahasa sederhana kita belajar dimaknai sebagai menuju kea rah yang lebih baik
dengan cara sistematis. Brunner mengemukakan proses belajar yang terdiri atas tiga
tahapan yaitu tahap informasi, transformasi, dan evaluasi. Teori belajar lain
dikemukakan oleh Gagne yang menetapkan proses belajar melalui analisis yang
cermat dalam suatu kontribusi pengajaran. ( Iskandarwassid, 2011:2)
Sedangakan strategi belajar adalah sifat, tingkah laku yang tidak teramati, atau
langkah nyata yang dapt diamati (Huda, 1999). Menurut Brown, strategi belajar
berkaitan dengan pemrosesan, penyimpanan, dan pengambilan masukan perolehan
bahasa. Pengertian strategi pembelajaran menurut Zaini dan Bahri (2003) yaitu strategi
pembelajaran mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertinak
dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan
pembelajaran, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan pengajar dan
peserta didik dalam mewujudkan kegiatan pembelajaran yang telah digariskan. Ada
empat strategi dasar dalam pembelajaran, yaitu mengidentifikasi apa yang diharapkan,
memilih system pendekatan, memilih dan menetapkan prosedur, metode, dan teknik
Storytelling
Menurut Echols (1975) storytelling terdiri atas dua kata, yaitu story berarti cerita dan
telling berarti penceritaan. Penggabungan dua kata storytelling berarti penceritaan
cerita atau menceritakan cerita. Sedangkan menurut Malan (1991), storytelling disebut
juga bercerita atau mendongeng. Mendongeng adalah bercerita berdasarkan tradisi
lisan. Storytelling merupakan usaha yang dilakukan oleh pendongeng dalam
menyampaikan isi perasaan, buah pikiran atau sebuah cerita kepada anak-anak secara
lisan. Storytelling sangat bermanfaat sekali bagi guru seperti yang dikemukakan oleh
Loban (1972:521) menyatakan bahwa storytelling dapat menjadi motivasi
untuk mengembangkan daya kesadaran, memperluas imajinasi anak, orang tua atau
menggiatkan kegiatan storytelling pada berbagai kesempatan.
Kegiatan story telling dapat memperbaiki daya nalar anak dan memperluas
komunikasi anak dengan orang dewasa, anak dengan temannya atau anak itu sendiri.
Morrow dalam Tompkins (2005:15) menyatakan bahwa storytelling dapat memberi
kesenangan dan merangsang imajinasi anak. Menurut Bachrudin (2008:15) melalui
keterlibatan dengan dongeng (virtual reality), anak akan tergaet masuk kedalam
rangkaian kejadian dan pertarungan nasib tokoh cerita (plot). Dengan berbekal emosi,
intelegensi dan daya imajinasi anak, mereka akan turut mengalami kejadian
dalamcerita itu. Berdasarkan pernyataan di atas bahwa storytelling dapat memberi
kesenangan, kegembiraan, kemakmuran, mengembangkan daya imajinasi,
memberikan pengalaman baru, mengembangkan wawasan anak dan menurunkan
warisan budayadari generasi satu kegenerasi berikutnya. Hal yang paling utama,
bahwa storytelling dapat memperkaya wawasan yang dimiliki anak berkembang dan
menjadi perilakuinsani, yang mempertimbangkan tentang baik dan buruknya tindakan
yang dilakukan.
Storytelling adalah seni bercerita yang lebih tinggi dan memerlukan banyak berlatih
sebagai salah satu kegiatan seni bercerita. Storytelling adalah kegiatan aktivitas yang
bermanfaat dalam pembelajaran.Storytelling dapat menumbuhkan motivasi untuk
menyimak cerita atau bercerita (Muh-Nur Mustakim, 2005:175).
Kegiatan storytelling dapat dilakukan oleh anak-anak dengan tujuan memperbaiki 20
keterampilan komunikasi menyongsong pertumbuhan imajinasi anak, memotivasianak
untuk mengisahkan cerita yang dialaminya, dan memberi hiburan pada anak.
Menurut Saxby (1991:5-10), manfaat mendongeng bagi anak terbentang luas mulai
dari dukunganterhadap pertumbuhan berbagai pengalaman, perasaan, emosi, bahasa,
perkembangankognitif, sosial, estetis, spritual, eksplorasi dan penemuan. Manfaat
dari Storytelling memberi kesenangan, kenikmatan,mengembangkan daya imajinasi
anak, memberikan pengalaman baru,mengembangkan wawasan anak, menurunkan
warisan budaya dari generasi satu ke generasi berikutnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
Jenis Penelitian
Jenis Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research),
bersifat partisipan. Madsudnya yaitu bahwa orang yang akan melakukan tindakan
harus juga terlibat dalam proses penelitian dari awal. Penelitian tindakan kelas ini
menggunakan model penelitian tindakan yang dikemukakan oleh Kemmis dan Teggart
(Suwarsih Madya,1994:27)
Adapun proses penelitian tindakan model kemmis dan teggart adalah
1. Perencanaan pertama
2. Tindakan pertama
3. Pengamatan pertama (Observe 1)
4. Refleksi pertama
5. Revisi terhadap perencanaan pertama
6. Tindakan kedua (Observe 2)
7. refleksi kedua
1. B.
Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Galur, di kelas X pada semester ganjil bulan
Oktober sampai November 2012.
1. C.
Subyek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA N 1 Galur. Sedangkan
objek dari penelitian ini adalah penerapan storytelling, untuk meningkatkan
kemampuan berbicara bhs. Inggris siswa.
1. D.
Sumber Data
Data yang digunakan adalah data kualitatif, berupa data primer dan data sekunder.
Data primer diperoleh langsung dari hasil observasi dan wawancara. Data sekunder
diperoleh dari dokumentasi yaitu dari lembaga atau organisasi yang bersangkutan
sebagai data tambahan.
1. E.
Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan secara kolaboratif.
Dalam penelitian kolaboratif, pihak yang melakukan tindakan adalah Guru mata
pelajaran bhs. Inggris untuk kelas X. Sedangkan yang melakukan melakukan
pengamatan terhadap berlangsungnya proses tindakan adalah peneliti. Penelitian ini
menggunakan model penelitian tindakan dari Kemmis dan Taggart, yaitu berbentuk
spiral dari siklus yang satu ke siklus yang berikutnya. Menurut Kemmis dan Taggart
ada beberapa tahapan dalam penelitian ini (Rochiati Wiriaatmadja, 2005:66) yaitu:
1. Perencanaan (plan)
2. Tindakan (act)
3. Pengamatan (observe)
4. Refleksi (reflect)
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan dengan cara kolaborasi yaitu penelitian yang
melibatkan orang lain disamping peneliti yaitu sebagai observer (teman sejawat).
Peneliti menggunakan alur tahapan (perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi
disajikan dalam dua siklus).
Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus. Siklus dihentikan apabila data yang
ditampilkan di lapangan sudah jenuh, artinya jika sudah ada peningkatan kemampuan
berbicara bhs.Inggris dari siswa dalam model pembelajaran storytelling. Adapun alur
penelitiannya sebagai berikut:
Gambar 1. Model Spiral Kemmis dan Taggart
1. F.
Tahapan Penelitian
1.
Perencanaan
Melakukan izin terhadap pihak Sekolah dan Guru mata pelajaran terkait untuk
3)
Peneliti menyiapkan tema atau topik untuk diterapkan dalam storytelling nanti
5)
Pendahuluan
Kegiatan inti
Setelah siswa terbagi dalam kelompok-kelompok kecil dan sudah mendapatkan tema,
maka mereka menyusun atau membuat sebuah cerita yang terkait dengan tema yang
telah diberikan, minimal satu paragraf yang terdiri dari lima kalimat. Sebagai contoh
tema bencana gempa bumi, maka mereka harus membuat cerita yang berkaitan dengan
gempa bumi. Setelah menyusun cerita, masing-masing anggota kelompok
menceritakan cerita kelompok mereka di depan kelas perkalimat atau per paragraph
sesuai dengan jumlah kalimat atau paragraph yang mereka buat. Seusai mereka
bercerita didepan kelas, Guru memberikan masukan bagi mereka. Dalam tahap ini,
peneliti berfungsi sebagai pengamat aktivitas dan melakukan wawancara.
3)
Penutup
Guru memberikan apresiasi bagi kelompok yang baik dari segi cerita dan cara
penyampaian cerita mereka di depan kelas dinilai paling baik.
1. Observasi
Observasi dilakukan selama pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar
observasi yang telah disiapkan dan mencatat kejadian-kejadian yang tidak terdapat
dalam lembar obseravasi dengan membuat lembar catatan lapangan (field note). Halhal yang diamati selama pelaksanaan tindakan adalah aktivitas selama model
pembelajaran storytelling dilaksanakan. Selain itu dilaksanakan juga wawancara
dengan menggunakan pedoman wawancara. Wawancara dilaksanakan pada siswasiswi yang mengikuti model pembelajaran storytelling sesudah pelaksanaan tindakan.
1. Refleksi
Pada tahap ini peneliti bersama Guru melakukan evaluasi dari pelaksanaan tindakan
pada siklus I, meliputi analisis, sintesis, pemaknaan, penjelasan, dan penyimpulan data
dan informasi yang berhasil dikumpulkan. Data dan informasi tersebut digunakan
sebagai bahan pertimbangan perencanaan pelaksanaan metode
pembelajaran storytelling pada siklus berikutnya. Jika hasil yang diharapkan belum
tercapai maka dilakukan perbaikan dan dilakukan pada siklus kedua. Siklus
selanjutnya dilakukan, apabila para siswa belum menunjukkan beberapa karakter yang
menjadi indikator lancar berbahas inggris. Apabila dalam tindakan siklus pertama hasil
tersebut sudah tercapai maka siklus kedua akan tetap dilaksanakan untuk
membuktikan bahwa hasil tersebut bukan sebuah kebetulan, tetapi merupakan hasil
dari penerapan model pembelajaranStorytelling.
1. Tahapan Penelitian Siklus II
Rencana tindakan siklus II dimaksudkan sebagai hasil refleksi dan perbaikan terhadap
pelaksanaan program pada siklus I. Tahapan tindakan pada siklus II mengikuti tahapan
tindakan siklus I.
1. G.
1. Dokumentasi
Dokumentasi diperoleh dari hasil lembar observasi, lembar wawancara, catatan
lapangan, daftar mahasiswa dan foto-foto selama program berjalan.
1. H.
1.
Instrumen Penelitian
Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen karena peneliti sekaligus sebagai
perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data, dan menjadi pelapor
penelitian
1. Lembar Observasi
Metode observasi dilakukan untuk mengamati suasana kelas tempat berlangsungnya
pembelajaran. Mengamati antusias siswa dalam mengikuti model pembelajaran
storytelling di kelas.
1. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara ini digunakan untuk mengetahui respon atau tanggapan Guru dan
siswa mengenai model pembelajaran storytelling dalam rangka meningkatkan
kemampuan berbicara bhs. Inggris siswa.
1. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah rencana pelaksanaan
pembelajaran program, daftar nama dan nilai berbicara siswa pada mata pelajaran
bhs.Inggis, dokumen mengenai model pembelajaran yang diterapkan oleh Guru
sebelumnya, dan dokumentasi selama pelaksanaan model
pembelajaran storytelling berjalan.
1. Catatan Lapangan
Metode catatan lapangan dipergunakan untuk mencatat suasana kelas pada saat proses
pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang dicatat meliputi :
1. Keaktifan siswa pada proses pembelajaran
2. Aktifitas guru dalam menerapkan metode pembelajaran storytelling
1. I.
Teknis analisis data yang digunakan adalah reduksi data yaitu kegiatan pemilihan data,
penyederhanaan data serta transfomasi dari hasil catatan lapangan. Penyajian data
berupa sekumpulan informasi dalam bentuk tes naratif yang disusun, diatur dan
diringkas sehingga mudah dipahami. Hal ini dilakukan secara bertahap kemudian
dilakukan penyimpulan dengan cara diskusi bersama mitra kolaborasi. Untuk
menjamin pemantapan dan kebenaran data yang dikumpulkan dan dicatat dalam
penelitian digunakan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan
data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber
data yang telah ada.
1. J.
Validasi Data
Peneliti dalam memeriksa validitas dan reliabilitas data dengan menggunakan teknik
triangulasi danmembercheck , triangulasi sebagai teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang
telah ada. Dalam penelitian ini triangulasi dilakukan dengan pedoman observasi,
pedoman wawancara dan catatn lapangan (field note).
Sedangkanmembercheck dilakukan dengan mengulang garis besar apa yang
diungkapkan oleh informan pada akhir wawancara guna memastikan kembali data
yang diperoleh dari hasil wawancara dan mengoreksi bila ada kesalahan serta
menambah apabila terdapat beberapa kekurangan.
Daftar Pustaka
Effendy, Onong.1994.Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek.Bandung:PT Remaja
Rosdakarya.
Wassid, Iskandar.2011.Strategi pembelajaran bahasa.Bandung:PT Remaja
Rosdakarya
Ahmad Asep hidayat. 2006. Filsafat bahasa mengungkapkan hakikat bahasa,
makna, dan tanda.Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Wiriatmadja, Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:
Rosdakarya.
http://lembagabahasa.com/language/definisi-bahasa , diunduh tanggal 1
Desember 2012
http://id.scribd.com/doc/87122057/2/kajian-teori-metode-storytelling-denganmedia-panggung, diunduh tanggal 3 Desember 2012