PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Balok tinggi pada beton bertulang sering digunakan pada konstruksi beton antara
lain ; balok penghubung (transfer girder) baik bentang sederhana maupun bentang
menerus yang menerima beban kolom diatasnya, struktur lepas pantai (caisson,
dermaga), dinding geser, dinding penahan, sistem pondasi (roof foundation), serta
balok diafragma. Kriteria dan persyaratan balok tinggi secara umum jika rasio antara
bentang geser dengan tinggi efektif balok tidak melebihi nilai 1,0. Tetapi dikenal juga
persyaratan yang membedakan antara balok pendek (short beams) dengan balok tinggi
(deep beams), dimana untuk balok pendek rasio tersebut berkisar antara 1 sampai 2,5.
Sedangkan yang memiliki rasio diatas 2,5 mulai dapat dimasukkan dalam kategori
balok lentur yang konvensional. Bentang geser yang dimaksud adalah bagian dari
panjang balok yang menerima tegangan geser pada arah yang sama akibat beban-beban
yang bekerja.
Penggunaan balok tinggi yang ada sekarang ini belum menyentuh kepada fungsi
dan peran dari balok tersebut, misalnya adanya balok yang ditumpangi kolom diatasnya
sedangkan balok tersebut lebih difungsikan sebagai balok yang terlentur, bukan sebagai
balok yang difungsikan untuk menerima beban geser yang besar. Penulangan geser
yang kurang mencukupi serta terkesan hanya memenuhi penulangan minimum saja
walaupun pada titik beban dan perletakan dimana terjadi konsentrasi geser yang cukup
besar. Pemanfaatan balok-balok pracetak pada diafragma jembatan yang justru diberi
gaya aksial dengan sistem prategang, akan menyebabkan fungsi geser menjadi
berkurang. Persyaratan dimensi dan penampang balok yang menyebabkan kurang
kakunya balok tinggi tersebut, sehingga jika salah pemakaian justru akan membuat
keruntuhan balok sebelum dibebani.
ACI section 10.7.1 menentukan bahwa dalam merencanakan lentur, aksi balok
tinggi harus benar-benar dipertimbangkan jika ln/d kurang dari 2,5 untuk bentang
menerus atau kurang dari 5/4 untuk bentang sederhana. Elemen yang lebih pendek
harus benar-benar direncanakan dengan memperhitungkan distribusi tegangan dan
regangan yang tidak linear lagi. Sedangkan ACI section 11.8.1 menentukan juga bahwa
dalam merencanakan geser, aksi balok tinggi harus benar-benar dipertimbangkan
ketika jika ln/d kurang dari 5 dan balok dibebani pada sisi atas atau permukaan tekan.
Kedua pernyataan tersebut agak berubah-ubah, sehingga perlu definisi yang lebih baik
untuk balok tinggi. Balok tinggi adalah sebuah balok yang menerima beban langsung
dalam jumlah yang signifikan ketumpuan balok melalui daerah tekan yang arahnya
merupakan joint dari beban dan reaksi balok. Hal ini dapat terjadi jika beban titik yang
bekerja memiliki jarak kurang 2d dari tumpuan balok, atau jika pada balok bekerja
beban merata maka rasio ln/d kurang dari 4 sampai 5.
Hal-hal tersebut diatas yang sebenarnya ingin ditelaah lebih jauh pada penelitian
ini, sehingga pemakaian balok tinggi benar-benar dapat optimal dan efisien serta
sesuai penggunaannya. Besaran-besaran seperti kekakuan balok, kemampuan balok
ultimit serta displacemen balok akan menjadi ukuran untuk menyatakan balok tinggi
yang didesain cukup aman dengan parameter-parameter yang diberikan seperti
penulangan geser yang cukup, dimensi yang tepat serta pembebanan yang sesuai.
Bagaimana pengaruh rasio bentang geser dan tinggi efektif (a/d) terhadap perilaku
geser balok tinggi.
2
Mengetahui pengaruh rasio bentang geser dan tinggi efektif (a/d) terhadap perilaku
geser balok tinggi.
Pengembangan IPTEK
Dengan penelitian ini diharapkan adanya pengkayaan dan membuka
wawasan tentang teori balok tinggi dan aplikasinya pada konstruksi beton
3
Masyarakat
Masyarakat pemakai dan pengguna jasa konstruksi menjadi lebih mengenal
tentang fungsi dan pemakaian balok tinggi pada struktur beton bertulang.
3.
Institusi
Penelitian ini akan dapat memperkaya pustaka tentang struktur beton
bertulang pada Perguruan Tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA & DASAR-DASAR TEORI
dengan struktur beton bertulang banyak ditemukan pada balok pembagi (transfer
girder), dinding penahan dan dinding geser. Balok tinggi memiliki parameter dimensi
yang berbeda dengan balok konvensional, dimana pada balok yang konvensional
perbandingan tinggi dan lebar balok berkisar antara 1,5 sampai 2. Balok tinggi
memiliki parameter yang diukur dari rasio perbandingan bentang geser terhadap tinggi
balok (a/d), yang biasanya berkisar antara
rasio a/d lebih besar dari 2,5 sudah dikategorikan sebagai balok lentur yang
konvensional. Balok tinggi didefinisikan juga sebagai balok yang memiliki rasio
bentang bersih terhadap tinggi efektif (ln/d) kurang dari 5 untuk balok yang diberi
beban merata pada sisi atas atau sisi tekan balok sederhana serta mempunyai bidang
geser kurang dari dua kali tinggi balok. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan jenis struktur balok tinggi (Nawy, 1990 dan Winter, 1991) adalah sebagai
berikut :
1. Rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok (a/d) < 2.5 untuk balok dengan
beban terpusat atau rasio bentang bersih terhadap tinggi efektif (ln/d) < 5 untuk
beban merata.
2. Panjang bidang geser (a) harus kurang dari 2 kali tinggi balok
3. Tinggi balok jauh besar dari lebar balok.
faktor selain rasio a/d dibuat tetap pada penampang balok persegi maka variasi
kapasitas geser dapat dijelaskan seperti Gambar 2.1 berikut ini.
Kekuatan tekan-geser
Va
=
uh
runt
Keruntuhan
balok tinggi
Balok
Keruntuhan tarik-geser
dan tekan-geser
Keruntuhan
lentur
n
me
Mo
Rasio a/d
Gambar 2.1 . Perubahan rasio a/d terhadap geser pada balok persegi
Berdasarkan type keruntuhan balok seperti yang terlihat pada Gambar 2.1, jenis
balok dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yakni :
1.
2.
Balok pendek (Short Beam), yang memiliki rasio 1 < a/d <
2,5
3.
Pada balok dengan rasio a/d < 1, tegangan geser sangat berpengaruh. Retak
diagonal terbentuk mula-mula pada jarak sekitar 1/3 tinggi balok dari sisi bawah dan
secara bersamaan retak merambat kearah tumpuan dan titik beban. Keruntuhan terjadi
dengan hancurnya beton pada salah satu daerah, yakni pada titik beban atau pada
tumpuan. Retak diagonal yang terbentuk menyebabkan adanya daerah tekan lengkung
(arch zone) yang saling berhubungan pada balok, dimana kemampuan yang tersedia
menjadi lebih besar, hal ini mengakibatkan beton pada balok bertambah kapasitas
gesernya dibandingkan dengan balok yang konvensional. Terbentuknya retak diagonal
pada balok dengan dua titik beban cenderung berperilaku seperti pelengkung dimana
beban dipikul oleh tekan yang merambat sekitar daerah tekan lengkung tersebut. Tipe
keruntuhan ini disebut model keruntuhan balok tinggi, dimana keruntuhan yang
mungkin terjadi diantaranya :
yang ditandai dengan ledakan. Retak ini juga merambat sebagai suatu retak sekunder
menuju tulangan tarik dan kemudian menerus secara horizontal sepanjang penulangan
tersebut. Keruntuhan yang mungkin terjadi antara lain adalah keruntuhan angker pada
tulangan tarik, yang disebut juga keruntuhan tarik-geser (shear-tension failure) atau
keruntuhan akibat hancurnya beton disekitar daerah tekan, yang dinamakan keruntuhan
tekan-geser
diagonal. Karakteristik yang penting dari tipe keruntuhan ini adalah bahwa beban runtuh
yang terjadi sama dengan beban saat retak diagonal terbentuk.
Balok dengan rasio a/d rendah : retak diagonal akan berhenti merambat naik (pada j)
dan retak lebih lanjut meluas disekitar tulangan tarik (lihat gambar 2.2e). Ketika beban
meningkat, retak diagonal akan bertambah lebar sedangkan pada bagian lain retak akan
meluas sepanjang tulangan tarik (g-h). Kemampuan tulangan di sebelah kiri retakan
akan berkurang karena menurunnya lekatan tulangan pada beton. Jika pada bagian ujung
tulangan tidak diberi kait atau angker maka keruntuhan akan terjadi secara bersamaan.
Tetapi jika diberi kait atau angker maka perilaku balok sama seperti lengkung tarik dan
kegagalan terjadi ketika beton disekitar angker terlepas. Tipe keruntuhan ini disebut
keruntuhan tarik-geser. Beban runtuh biasanya sedikit lebih besar dibandingkan dengan
beban retak diagonal.
Balok Lentur a/d > 6
Balok yang memiliki rasio a/d > 6, keruntuhan lentur balok lebih dominan
dibanding dengan keruntuhan geser (lihat gambar 2.2b). Keruntuhan dari balok lentur
dimulai dengan melelehnya tulangan tarik dan diakhiri dengan kehancuran beton pada
penampang dengan momen maksimum. Disamping retak lentur yang hampir vertikal
pada panampang dengan momen yang maksimum, maka sebelum keruntuhan, retak
yang sedikit miring (terhadap arah vertical) kemungkinan terjadi diantara perletakan dan
penampang dengan momen maksimum. Namun demikian kekuatan dari pada balok
sepenuhnya tergantung pada besarnya momen maksimum dan tidak dipengaruhi oleh
besarnya gaya geser. Balok harus direncanakan sedemikian rupa sehingga pada tulangan
lentur terjadi leleh dahulu sebelum beton hancur, keruntuhan seperti ini disebut juga
keruntuhan daktail.
12
Tegangan geser beton di daerah yang tertekan, Vc. (lihat Gambar 2.3)
Ikatan antar agregat yang melintang pada retak diagonal, Va. Ikatan antar agregat
berhubungan langsung dengan bahan beton yaitu ukuran maksimum agregat, bentuk
butiran, dan kuat-tarik beton. Gaya geser dapat dipindahkan hingga ketumpuan
sampai terjadi retak pada beton.
Gaya vertikal Vd, yang berhubungan dengan detail penulangan. Dalam beton
bertulang ketika retak telah terjadi maka gaya vertikal tersebut menjadi aktif sampai
kondisi beban ultimit tercapai.
Tulangan geser, Vs
Gaya tumpuan, Vt
(2.1)
Berdasarkan free-body diagram balok beton yang retak, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.4. Keseimbangan vertikal menghasilkan ketahanan geser saat balok retak :
Vc = Vcz + Vd + Va
(2.2)
15
(2.3)
dM
d
=
(T jd)
dx
dx
V = jd
dT
d ( jd )
+ T
dx
dx
(2.4)
(2.5)
Dari rumus diatas dapat dilihat bahwa geser ditahan oleh efek kombinasi sebagai
berikut:
dT
) dari persamaan (2.5) mewakili aksi balok (beam action)
dx
yang sempurna dimana lengan gaya-gaya dalam jd dianggap konstan dan besaran T
berubah sepanjang bentang balok.
Bagian kedua (T
d ( jd )
) dari persamaan (2.5) mewakili aksi lengkung tekan
dx
balok.
16
Gambar 2.6 : Prinsip mekanisme ketahanan geser ; Aksi balok dan arch
(sumber : Design of beam for shear : 2005)
Kedua aksi ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 2.6 diatas. Jika lengan gaya jd,
dianggap konstan seperti asumsi didalam teori balok lentur
dT
d ( jd )
= 0 maka V = jd
dx
dx
dimana
(2.6)
dT
adalah aliran geser disepanjang lintasan antara tulangan dan daerah tekan.
dx
Mekanisme penyaluran geser ini disebut aksi balok (beam action), yang ditunjukkan
dengan bagian aliran geser. Sebaliknya, jika aliran geser sama dengan nol
dT
=0
dx
maka V = T
d ( jd )
dx
(2.7)
Hal ini dapat terjadi jika aliran geser tidak bisa disalurkan akibat terjadi slip pada
tulangan, atau jika perpindahan aliran geser dihalangi karena adanya retak miring
disepanjang titik beban sampai kereaksi ditumpuan. Mekanisme penyaluran geser ini
disebut aksi lengkung (arch action).
17
Mekanisme penyaluran geser pada balok tinggi dapat juga didekati dengan model
stut-and-tie seperti terlihat pada gambar 2.7. Kekuatan yang tersedia pada aksi lengkung
sebagian besar sangat bergantung kepada resultan tegangan tekan diagonal yang dapat
ditahan. Pada bentang geser yang relatif pendek dengan rasio 1 < a/d < 2,5 akan
terbentuk strut tekan dari retak-retak miring yang mampu menahan beban tambahan.
Beban langsung disalurkan dari titik beban menuju tumpuan oleh strut tekan diagonal
tersebut. Tekanan horisontal dalam beton dan tarikan pada tulangan utama harus
seimbang dengan beban tersebut. Bentuk geometrik dari mekanisme ini yang
menyumbangkan kekuatan geser, yang bergantung kepada penempatan titik beban dan
reaksi tumpuan. Keruntuhan umumnya terjadi karena hancur atau terbelahnya strut tekan
diagonal tersebut, yang besarnya sangat bergantung pada hasil uji belah silinder beton.
Kuat beton bertambah akibat meningkatnya aksi pasak, ikatan antar agregat dan
daerah tekan.
18
ikatan antar agregat. Jika meningkat maka lebar retak akan berkurang oleh karena
itu ikatan antar agregat akan bertambah.
Kekuatan penulangan longitudinal hanya memberikan sedikit pengaruh
begitu kuat geser beton ringan akan lebih kecil dari beton normal walaupun
keduanya memiliki kuat tekan yang mungkin sama.
Ukuran balok khususnya tinggi balok, memainkan peranan penting dalam
kapasitas geser. Balok yang lebih lebar secara proporsional lebih lemah dari balok
yang lebih ramping. Hal ini disebabkan karena ikatan antar agregat yang dilewati
tidak dapat bertambah secara proposional pada ukuran balok.
Rasio bentang
geser terhadap
tinggi
efektif
balok,
M
av
V .d
d
mempengaruhi jenis keruntuhan geser dan ketahanan geser pada balok, dimana :
-
Balok dengan rasio 1,5 < a/d < 7, gagal geser biasanya lebih dahulu terjadi sebelum
tercapai gagal lentur.
2,5
Untuk rasio a/d < 2,5 aksi lengkung secara signifikan meningkatkan kuat geser.
Menurut ACI code, kuat geser balok tinggi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Vu = ( Vc + Vs )
3,5 2,5
Vc =
Mu
Vu d
1,9 f c' 2500 w
bw d
Vu d
Mu
Avv 1 ln / d Avh 11 ln / d
fd
12 sh
12 y
Vs =
sv
(2.8)
(2.9)
(2.10)
19
dimana :
C
1/2 h
2/3 h
c.g.c
1/2 h
T
Ln
20
Trajektori yang terbentuk pada balok lentur yang dibebani dengan beban merata
diperlihatkan pada Gambar 2.10. Distribusi tegangan utama dapat diperoleh dari analisa
elemen hingga. Hasil yang diperoleh dari analisa tersebut dengan mengambil asumsi
bahan balok memiliki sifat elastis, homogen dan isotropik. Hasil tegangan-tegangan
utama tarik dan tekan ditampilkan dengan arah panah masing-masing, dimana panjang
arah panah menunjukkan besarnya tegangan, serta arah panah menunjukkan arah
tegangan. Dari trajektori tersebut terlihat bahwa tegangan tekan maksimum terjadi pada
tengah bentang disisi atas balok dengan arah tegangan menuju kearah tumpuan.
Tegangan tarik terjadi juga pada tengah bentang, tetapi terjadi pada sisi bawah balok
dengan arah yang berubah jika makin dekat dengan tumpuan. Dari trajektori tegangan
utama tersebut diharapkan retak vertikal akan terbentuk ditengah bentang, pada sisi
bawah balok, yang arahnya tegak lurus dengan f1. Dari tengah bentang, retak awal pada
sisi bawah balok akan bertambah keatas dan arahnya berubah seiring dengan
meningkatnya tegangan geser, v dan berubahnya arah f1. Besarnya tegangan utama dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Tegangan tarik utama :
f1 =
f
f
2
2
v2
(2.11a)
21
f
f
f2 =
2
2
v2
(2.11b)
2v
f
(2.12)
Beton akan retak jika tegangan tarik utama, f1 melebihi dari tegangan tarik dari beton.
Dari persamaan (2.11) terlihat bahwa tegangan tarik utama dipengaruhi oleh besarnya
tegangan geser,v. Pada garis netral balok tegangan lentur, f = 0 dan tegangan geser akan
mengakibatkan terbentuknya retak pada arah = 450 terhadap arah horizontal.
Sedangkan untuk balok tinggi distribusi tegangan ditengah bentang balok terlihat
tidak linear seperti terlihat pada Gambar 2.12. Besarnya tegangan tarik maksimum pada
sisi bawah jauh melebihi besarnya tegangan tekan maksimum. Demikian juga pada
trajektori tegangan-tegangan utama yang terbentuk, seperti terlihat pada Gambar 2.13,
dimana pada balok tinggi yang ditumpu diatas dua perletakan terjadi lintasan tegangan
yang curam dan pemusatan tegangan tarik utama pada daerah tengah bentang serta
22
pemusatan tegangan tekan pada daerah perletakan baik untuk balok dengan dibebani
pada sisi atas balok maupun pada sisi bawah balok.
0.72 h
2/3 h
T
Ln
terjadi adalah pada garis sejajar yang menghubungkan antara titik beban dengan
tumpuan balok dan tegangan tarik utama sejajar pada sisi bawah balok. Tegangan lentur
pada sisi bawah balok untuk keseluruhan bentang relatif tetap walaupun tidak begitu
terlihat. Pada model strut-and-tie, trajektori garis putus-putus menyatakan strut tekan
sedangkan trajektori garis penuh menyatakan tarikan (tie). Sudut yang dibentuk
diperkirakan juga bervariasi secara linear mulai dari 680 (kemiringan 2,5 :1) untuk l/d =
0,8 atau lebih kecil, = 400 (kemiringan 0,85:1) untuk l/d = 1,8. Pada balok tinggi
sederhana yang diberi beban merata memiliki trajektori seperti terlihat pada Gambar
2.13. Sudut trajektori yang terbentuk bervariasi berkisar antara 680 untuk l/d = 1,0 atau
yang lebih kecil hingga 550 untuk l/d = 2,0.
2.2.7
tekannya, maka desain terhadap geser merupakan hal yang sangat penting dalam struktur
beton. Perilaku balok beton pada keadaan runtuh karena geser sangat penting dalam
struktur beton. Perilaku balok beton pada keadaan runtuh karena geser sangat berbeda
dengan keruntuhan karena lentur. Balok yang terkena keruntuhan geser langsung hancur
tanpa adanya peringatan terlebih dahulu,juga retak diagonalnya lebih lebar dibandingkan
dengan retak lentur.
Kekuatan geser beton adalah besar, bervariasi antara 35 sampai dengan 80% dari
kekuatan tekan. Dalam pengujian, sulit untuk membedakan geser dari tegangantegangan lainnya dan oleh sebab itu menimbulkan beberapa variasi yang dilaporkan.
Nilai-nilai yang lebih rendah menyatakan usaha-usaha untuk memisahkan pengaruhpengaruh gesekan dari gesekan-gesekan sebenarnya. Nilai geser hanya berarti pada
dalam keadaan-keadaan yang tidak biasa, karena geser biasanya harus dibatasi sampai
nilai-nilai yang jauh lebih rendah supaya dapat melindungi beton terhadap tegangantegangan tarik diagonal. Tegangan-tegangan tarik diagonal sering dianggap sebagai
tegangan-tegangan geser, tetapi sebenarnya hal itu tidak tepat. Satu hal yang penting,
tegangan geser biasanya dihitung untuk mencegah beton mengalami kegagalan tarik
diagonal. Tarik diagonal merupakan penyebab utama dari retak miring. Dengan
demikian keruntuhan didalam balok yang lazimnya disebut sebagai keruntuhan geser
sebenarnya adalah keruntuhan tarik diarah retak miring.
Keseimbangan bagian penampang balok dalam arah vertikal diperoleh dengan
adanya tegangan geser pada balok.
Secara umum besarnya tegangan geser v yang berlaku adalah :
25
v=
Dimana :
VS
b.l
Untuk penampang persegi nilai maksimal tegangan geser terdapat pada garis netral
penampang sebesar :
vmaks =
VS
b.l
1
1
bh h
2
4
=
1
b bh 3
12
V
3V
2bh
Tegangan geser pada daerah diantara perletakan dan beban tidak dapat diformulakan
kembali dengan rumus yang lebih sederhana.
2.2.8
26
1
6
Vc =
f ' c 120.
Vu
b.d
Mu
As
b.d
Dimana :
f 'c
= Lebar balok
= Tinggi efektif
= Rasio tulangan
Vu.d
Mu
boleh
2.2.9
setelah terjadinya retak diagonal sengkang berfungsi memperbesar daya pikul geser
dari suatu gelagar dalam empat cara terpisah yaitu :
a.
Sebagian besar dari gaya geser dipikul oleh sengkang yang memotong suatu retak
tertentu.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dimulai pada minggu pertama bulan Juni 2006 sampai akhir
Agustus 2006 dengan mengambil lokasi di Laboratorium Struktur Universitas
Merdeka Malang pada tahap persiapan sampai pengecoran dan Laboratorium Struktur
Universitas Muhammadiyah Malang pada tahap pengujian. Benda Uji yang digunakan
dalam penelitian ini adalah 16 beton silinder dengan dimensi (15 x 30) cm dan balok
tinggi yang berukuran (130x400x1000)mm sebanyak 12 benda uji dengan spesifikasi
sebagai berikut :
1. 3 (tiga) balok tanpa tulangan geser longitudinal , two point loading
2. 3 (tiga) balok dengan tulangan tulangan geser longitudinal 1 6 mm, two point
loading
3. 3 (tiga) balok dengan tulangan tulangan geser longitudinal 2 6 mm, two point
loading
4. 3 (tiga) balok dengan tulangan tulangan geser longitudinal 3 6 mm, two point
loading
a
Ln
Dimensi (cm)
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
Rasio Bentang
Jumlah Benda
Geser (a/d)
Uji
0.6
0.8
1
1
Geser
Longitudinal
0
0
29
BTTB-1
BTTB-2
BTTB-3
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
13 x 40 x 100
0
1
1
1
2
2
2
3
3
3
1
0.6
0.8
1
0.6
0.8
1
0.6
0.8
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
= 12
6-100 mm
210 mm
BTTB-0
410 mm
40 cm
100 cm
13 cm
6-100 mm
210 mm
26 mm
BTTB-1
40 cm
410 mm
100 cm
13 cm
210 mm
6-100 mm
BTTB-2
46 mm
40 cm
100 cm
13 cm
210 mm
6-100 mm
30
66 mm
BTTB-3
40 cm
100 cm
13 cm
Persiapan
Dalam melaksanakan penelitian, diperlukan adanya tahapan tahapan pekerjaan
yang berguna untuk mendukung kelancaran penelitian tersebut. Aadapun tahapan
tahapan pekerjaan yang dimaksud dimulai dari tahap persiapan yang meliputi :
1. Persiapan Bahan
Pada tahap ini bahan bahan yang akan kita gunakan sebagai material
penyusun beton diuji kelayakannya apakah memenuhi standar yang ditetapkan
atau tidak. Pemilihan material yang mempunyai kualitas yang baik akan
berpengaruh baik juga terhadap kualitas beton yang dihasilkan. Selain
pengujian juga ditentukan kebutuhan tiap bahan guna mencapai volume yang
direncanakan dalam hal ini adalah sebesar 0,9 m3.
2. Persiapan Alat
32
Tahapan ini meliputi pengenalan alat baik dari segi kapasitas alat, cara kerja alat
dan tingkat ketelitian alat yang akan digunakan selain untu mengetahui tingkat
kelayakan pakai alat tersebut.
3. Persiapan Tenaga Kerja
Persiapan tenaga kerja juga penting selain persiapan alat terutama untuk
penelitian beton yang memerlukan tenaga yang banyak untuk menekan biaya
dan waktu penelitian.
3.4.2
Pengujian Tulangan
Pengujian tulangan yang dilakukan adalah uji tarik yang tujuannya adalah untuk
mengetahui mutu baja tulangan yang akan digunakan dalam hal ini adalah baja
tulangan dengan diameter 6 mm dan 10 mm.
3.4.3
i. Ketam
2. Pembesian
Pembesian adalah pekerjaan perakitan tulangan baik untuk tulangan pokok,
tulangan geser longitudinal dan sengkang. Bahan dan alat yang digunakan
antara lain :
a.
Baja tulangan 10 mm
b.
Baja tulangan 6 mm
c.
Gergaji Besi
d.
e.
f.
g.
h.
Meteran
i.
Kapur Tulis
: 1/2 L
34
: 1/3 L
c. Sengkang
: 1/3 L
5. Pengecoran
Setelah pembuatan bekisting dan pembesian selesai, maka tahap selanjutnya
adalah pengecoran. Adapun bahan dan peralatan yang digunakan adalah :
a.
Pasir
b.
Kerikil
c.
Semen
d.
Air
e.
f.
g.
Ember
h.
Cangkul
i.
Sekop
j.
Vibrator
k.
l.
Cetakan silinder, ( 15 x 30 ) cm
6. Perawatan
Perawatan beton dilakukan dimulai minimal 1 (satu) hari setelah pengecoran
sampai pada beton berumur 28 hari. Ada beberapa cara yang dilakukan dalam
perawatan ini salah satunya adalah dengan menyelimuti beton dengan karung
goni basah.
7. Pembongkaran Form Work (Bekisting)
35
3.4.4
Alur Penelitian
Mulai
Pengecoran
36
Tidak
Cek apakah
benda uji
mengalami
keropos
pengujian
Ya
Analisa Data
grouting
Selesai
3.4.5
Setting Pengujian
Actuator Frame
Hidraulic Jack
Load Cell
Balok Uji
Pin Supporting
Load Indicator
Dial
gauge
Loading Frame
Hidraulic Pump
L
37
Setting Pengujian
Pengujian balok uji dilakukan dengan memakai loading frame seperti terlihat pada
gambar 3.4. Pembacaan yang dilakukan pada pengujian adalah data beban yang diberikan
setiap kenaikan 250 kg, beban saat retak awal balok, beban saat kondisi ultimit tercapai,
displacemen pada titik beban ( tepi atas dan tepi bawah balok). Pengamatan yang
dilakukan adalah pola retak yang terjadi mulai retak awal, retak diagonal sampai beban
pasca retak balok. Pengujian balok dilakukan pada setiap variasi penulangan geser dengan
a/d mulai 0,6 ; 0,8 dan 1,0 dengan pemberian dua titik beban pada balok seperti terlihat
pada gambar 3.1.
3.4.6
Terbatasnya
sarana
Laboratorium
Struktur
Laboratorium
38
3.
Bagi penulis, penelitian ini tergolong baru dan cukup berat jika
diukur dari besar dan beratnya benda uji dan dari segi pemahaman penulis
sendiri
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengujian
TABEL DATA HASIL PENGUJIAN SILINDER BETON
No. Benda Uji
Berat
Ppuncak
Kuat Tekan
(Kg)
KN
Mpa
Rata-rata (fc')
A .I.1
13
435
24,62845011
24,20382166
A.I.2
13,9
420
23,77919321
A.II.1
13
430
24,34536447
39
A.II.2
13
465
26,32696391
A.III.1
12,9
405
22,92993631
A.III.2
13
445
25,19462137
A.III.3
13,2
440
24,91153574
A.IV.1
13
420
23,77919321
A.IV.2
13,5
480
27,17622081
A.IV.4
13,2
435
24,62845011
A.V.1
13,2
490
27,74239207
A.V.2
13,5
470
26,61004954
A.V.3
13,3
450
25,47770701
A.VI.1
12,8
470
26,61004954
A.VI.2
13,2
435
24,62845011
A.VI.3
13
420
23,77919321
Rata-rata
13,12
25,33616419
24,34536447
25,19462137
26,61004954
25,00589762
25,11598647
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton yang tercapai maka ditetapkan
bahwa
nilai fc' = 25 Mpa
40
Benda
Uji
Jumlah Tulangan
Bentang
Geser
Pfirstcrack
Ppuncak
Geser Longitudinal
(a/d)
(N)
(N)
Tulangan
Pokok
(x 0.000001)
251
146
101
(x 0.000001)
624
125
BTTB-0
0
0
0
0.6
0.8
1
114450
112700
68900
169350
133400
96350
BTTB-1
1
1
1
0.6
0.8
1
139850
123000
77300
202100
168500
109150
BTTB-2
2
2
2
0.6
0.8
1
173600
125750
83500
225600
194900
140100
BTTB-3
3
3
3
0.6
0.8
1
189300
139500
129200
245620
244400
166100
Regangan Maksimum
1053
1614
Geser Longitudinal
256
347
Defleksi Defleksi
Sengkang
(x
0.000001)
9094
1573
1375
(mm)
pada Pu
5.69
1.74
1.34
(mm)
pada
Pcr
2.68
1.25
1
1103
4.88
6.33
6.82
2.53
4.17
3.96
742
4.62
7.77
5.98
4.23
4.32
2.48
686
8.28
4.25
9.58
5.18
1.75
5.66
41
Dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan pada nilai Pcr, pada rasio a/d 1 Pcr
berada pada nilai 68900 N, pada rasio a/d 0,8 nilai Pcr terlihat banyak mengalami
peningkatan yaitu mencapai nilai 112700 N,dan pada rasio a/d 0,6 nilai Pcr terlihat tidak
begitu banyak mengalami peningkatan yaitu mencapai nilai 114450 N. Peningkatan pada
rasio a/d 0,8 sebesar 64% sedangkan pada rasio a/d 0,6 sebesar 66%.
Perilaku pada balok BTTB-1 ini hampir sama dengan perilaku BTTB-0 tidak
terjadi perbedaan yang signifikan, Pcr pada rasio a/d 1 sebesar 77300 N, pada rasio a/d 0,8
peningkatan beban yang terjadi juga semakin besar yaitu 123000 N dan peningkatan itu
42
terus terjadi pada variasi rasio a/d 0,6 yang tidak terlalu mencolok yaitu sebesar 139850 N
dan ini merupakan Pcr yang terbesar pada BTTB-1. Peningkatan pada rasio a/d 0,8 sebesar
59% sedangkan pada rasio a/d 0,6 sebesar 80,9%.
Jika dibandingkan dengan balok BTTB-0 dan BTTB-1, beban yang terjadi pada
balok BTTB-2 ini terlihat semakin bertambah besar, ini dapat dilihat pada Pcr rasio a/d 1
yaitu sebesar 83500 N sedangkan pada rasio 0,8 besar bebannya adalah 125750 N atau
107,9%, besar Pcr meningkat lagi pada rasio a/d 0,6 yaitu 173600 N atau sebesar 51%.
Balok BTTB-3 ini memiliki besar beban yang relatif lebih besar jika dibandingkan
dengan BTTB-0, BTTB-1,BTTB-2 dikarenakan pengaruh dari jumlah tulangan
43
44
Dari grafik terlihat bahwa Pultimit pada rasio a/d 1 nilai Pultimit yaitu sebesar
96350
N, pada rasio a/d 0,8 nilai Pultimitnya sebesar 133400 N atau 38% sedangkan pada
rasio 0,6 besar pultimit juga bertambah yaitu 169350 N atau 78%.
Pada grafik ini perilakunya pun hampir sama dengan BTTB-0 ,nilai Pultimit pada
rasio a/d 1 sebesar 109150 N, dan nilai Pultimit kembali meningkat pada rasio a/d 0,8 yaitu
168500
N atau 54% dan nilai itu mengalami kenaikan kembali pada rasio a/d 0,6 yaitu
Begitu pula dengan grafik pada BTTB-2 ini, Pultimit mengalami peningkatan pada
setiap mengecilnya nilai rasio a/d. Pada rasio a/d 1 besar Pultimit 140100 N, pada rasio a/d
45
0,8 sebesar 194900 N atau 39% dan pada rasio a/d 0,6 kembali meningkat sebesar 225600 N
atau 61%.
Jika dibandingkan dengan BTTB-0 sampai dengan BTTB-2 pada Pu,besar beban
pada BTTB-3 terlihat relatif lebih besar. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada balok BTTB3 dengan rasio a/d 0,6 mencapai beban ultimit sebesar 245620 N, rasio a/d 0,8 sebesar
244400 N
dan pada rasio a/d 1 beban ultimitnya sebesar 166100 N, Keadaan pada Pcr dan
Pultimit juga tidak banyak berbeda, keduanya sama-sama mengalami peningkatan saat
rasio a/d diperkecil.
46
Dari Grafik terlihat bahwa pada variasi rasio a/d 0,8 besar regangan lebih besar
dibandingkan dengan rasio a/d 0,6 dan rasio a/d 1. Hal ini disebabkan karena
pembacaan strain gauges yang kurang valid.
Dari grafik terlihat bahwa pada rasio a/d 1 panjang regangannya lebih kecil jika
dibandingkan dengan variasi rasio a/d yang lain yaitu 0,8 dan a/d 0,6. Pada grafik ini
47
juga terlihat bahwa pada rasio a/d 0,6 regangan relatif lebih besar. Keadaan seperti ini
juga diikuti semakin bertambahnya nilai P.
4.4.2
Pada grafik hubungan Pu dan regangan sengkang pada BTTB-0 ini juga terlihat
Perbedaan yang mencolok pada besarnya nilai regangan pada variasi rasio a/d 0,8 dan
rasio a/d 1. Rasio a/d 0,6 memiliki regangan yang paling besar dan tentunya diikutii
dikarenakan nilai Pu yang semakin bertambah pula.
b. Pada Tulangan Pokok
48
Tidak berbeda dengan grafik hubungan regangan pada sengkang dan Pu,
nilai regangan yang paling besar ada pada rasio a/d 0,6 dengan nilai Pu yang
besar pula. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besarnya nilai P nilai regangan
juga ikut bertambah besar, dan tentunya keadaan ini dikarenakan semakin
mengecilnya rasio a/d.
49
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian pada balok tinggi yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan antara lain :
1. Pada balok tinggi semakin kecil rasio a/d kemampuan menahan beban retak dan
ultimit semakin besar,hal ini dikarenakan kekakuan yang semakin besar. Besarnya
peningkatan kemampuan menahan beban retak pada saat retak awal BTTB-0 pada
rasio a/d 0,8 =64% dan pada rasio a/d 0,6 =66%, pada BTTB-1 rasio a/d 0,8 =59%
dan rasio a/d =80,9%, BTTB-2 dengan rasio a/d =107,9% dan rasio 0,6 = 51%,
BTTB-3 dengan rasio 0,6 = 8% dan rasio a/d 0,8 =46,5%.
2. Besarnya nilai regangan dipengaruhi oleh besarnya nilai beban ( P ), baik untuk Pu
dan Pcr, sedangkan Nilai P sendiri tergantung pada besarnya variasi rasio a/d. Jadi
semakin besar rasio a/d nilai regangan semakin kecil. Ini berlaku pada regangan
tulangan pokok dan juga regangan pada sengkang.
5.1 Saran
Agar penelitan mengenai balok tinggi selanjutnya dapat lebih baik dan akurat,
maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Adanya penambahan variasi jumlah tulangan geser longitudinal sampai batas yang
diijinkan (Pmax) dan rasio a/d, penggunaan sengkang miring dan parameterparameter lain yang berpengaruh terhadap kapasitas geser balok tinggi.
50
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kuat lentur balok tinggi karena dari
hasil penelitian ini diperlihatkan perubahan perilaku balok tinggi lebih kearah balok
lentur setelah diberikan variasi penulangan geser.
3. Adanya jadwal yang terencana dengan baik agar penelitian dapat selesai tepat pada
waktunya.
4. Perhitungan Mix Design yang tepat agar diperoleh benda uji sesuai rencana
5. Material, perlengkapan dan peralatan dipersiapkan dengan baik dengan
memperhatikan kualitas dan kelayakan pakai agar mendapat hasil penelitian yang
akurat.
6. Dibutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang tinggi terutama pada saat pengujian.
7. Persiapan yang matang baik dari mental maupun pengetahuan karena penelitian ini
tergolong penelitian yang baru dan cukup berat.
51
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Tan, K.H., C.Y Tang, and K.Tong, 2004, Shear Strength Prediction of Pierced
Deep Beams with Inclined Web Reinforcement, Magazine of Concrete Research,
Vol.56, Issue.8, pp.443-452.
6.
7.
Leong, C.L., and Tan. K.H, 2003, Proposed Revision on CIRIA Design
Equation for Normal and High Strength Concrete Deep Beams, Magazine of
Concrete Research, Vol.55 Issue.3, pp 267-278.
8.
52