Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Data Hasil Pengujian
TABEL DATA HASIL PENGUJIAN SILINDER BETON
No. Benda Uji

Berat

Ppuncak

Kuat Tekan (fc')

Kuat Tekan

(Kg)

KN

Mpa

Rata-rata (fc')

A .I.1

13

435

24,62845011

24,20382166

A.I.2

13,9

420

23,77919321

A.II.1

13

430

24,34536447

A.II.2

13

465

26,32696391

A.III.1

12,9

405

22,92993631

A.III.2

13

445

25,19462137

A.III.3

13,2

440

24,91153574

A.IV.1

13

420

23,77919321

A.IV.2

13,5

480

27,17622081

A.IV.4

13,2

435

24,62845011

A.V.1

13,2

490

27,74239207

A.V.2

13,5

470

26,61004954

A.V.3

13,3

450

25,47770701

A.VI.1

12,8

470

26,61004954

A.VI.2

13,2

435

24,62845011

A.VI.3

13

420

23,77919321

Rata-rata

13,12

25,33616419

24,34536447

25,19462137

26,61004954

25,00589762

25,11598647

Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton yang tercapai maka ditetapkan
bahwa
nilai fc' = 25 Mpa

Tabel Hasil Pengujian Balok Tinggi

Benda
Uji

Jumlah Tulangan

Bentang
Geser

Pfirstcrack

Ppuncak

Geser Longitudinal

(a/d)

(N)

(N)

Tulangan
Pokok
(x 0.000001)
251
146
101

(x 0.000001)

624

125

BTTB-0

0
0
0

0.6
0.8
1

114450
112700
68900

169350
133400
96350

BTTB-1

1
1
1

0.6
0.8
1

139850
123000
77300

202100
168500
109150

BTTB-2

2
2
2

0.6
0.8
1

173600
125750
83500

225600
194900
140100

BTTB-3

3
3
3

0.6
0.8
1

189300
139500
129200

245620
244400
166100

Regangan Maksimum

1053

1614

Geser Longitudinal

256

347

Defleksi Defleksi
Sengkang
(x
0.000001)
9094
1573
1375

(mm)
pada Pu
5.69
1.74
1.34

(mm)
pada
Pcr
2.68
1.25
1

1103

4.88
6.33
6.82

2.53
4.17
3.96

742

4.62
7.77
5.98

4.23
4.32
2.48

686

8.28
4.25
9.58

5.18
1.75
5.66

4.2 Hubungan a/d Dengan Beban Retak Pertama

Dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan pada nilai Pcr, pada rasio a/d 1 Pcr
berada pada nilai 68900 N, pada rasio a/d 0,8 nilai Pcr terlihat banyak mengalami
peningkatan yaitu mencapai nilai 112700 N,dan pada rasio a/d 0,6 nilai Pcr terlihat tidak
begitu banyak mengalami peningkatan yaitu mencapai nilai 114450 N. Peningkatan pada
rasio a/d 0,8 sebesar 64% sedangkan pada rasio a/d 0,6 sebesar 66%.

Perilaku pada balok BTTB-1 ini hampir sama dengan perilaku BTTB-0 tidak
terjadi perbedaan yang signifikan, Pcr pada rasio a/d 1 sebesar 77300 N, pada rasio a/d
0,8 peningkatan beban yang terjadi juga semakin besar yaitu 123000 N dan peningkatan
itu terus terjadi pada variasi rasio a/d 0,6 yang tidak terlalu mencolok yaitu sebesar
139850

N dan ini merupakan Pcr yang terbesar pada BTTB-1. Peningkatan pada rasio a/d

0,8 sebesar 59% sedangkan pada rasio a/d 0,6 sebesar 80,9%.

Jika dibandingkan dengan balok BTTB-0 dan BTTB-1, beban yang terjadi pada
balok BTTB-2 ini terlihat semakin bertambah besar, ini dapat dilihat pada Pcr rasio a/d 1
yaitu sebesar 83500 N sedangkan pada rasio 0,8 besar bebannya adalah 125750 N atau
107,9%, besar Pcr meningkat lagi pada rasio a/d 0,6 yaitu 173600 N atau sebesar 51%.

Balok BTTB-3 ini memiliki besar beban yang relatif lebih besar jika
dibandingkan dengan BTTB-0, BTTB-1,BTTB-2 dikarenakan pengaruh dari jumlah
tulangan longitudinalnya semakin banyak, namun disini penulis tidak membahas
pengaruhnya kenaikan beban berdasarkan jumlah tulangan tetapi berdasarkan variasi
rasio a/d. Seperti

pada gambar-gambar

grafik sebelumnya,

grafik ini juga

menggambarkan perubahan besar beban yang terjadi. Pada rasio a/d 1 nilai Pcr yaitu
129200

N dan pada rasio a/d 0,8 mengalami peningkatan sebesar 139500 N atau 8%

sedangkan pada rasio 0,6 peningkatan itu sebesar 189300 N atau 46,5%.
Berdasarkan data grafik hubungan a/d pada tipe BTTB yang berbeda dapat
disimpulkan bahwa semakin kecil variasi rasio a/d semakin besar nilai Pcrack yang
terjadi. Hal ini diakibatkan semakin kecil a,jarak P ke titik tumpuan semakin dekat,
sehingga kekakuan geser yang terjadi semakin besar, sedangkan untuk nilai d konstan.
Kapasitas geser pada balok tinggi dapat diketahui dengan melihat perjalanan retak
awal sampai terjadinya ultimit. Retak awal merupakan indikasi dimana tegangan akibat
pembebanan melebihi dari tegangan tarik pada beton, pada penelitian ini retak awal yang
terjadi berbeda-beda,( grafik ) hal ini disebabkan karena pengaruh beton yang tidak
homogen ataupun pemadatan pada saat pengecoran yang kurang merata.

4.3 Hubungan a/d Dengan Pu (Beban Ultimit)

Dari grafik terlihat bahwa Pultimit pada rasio a/d 1 nilai Pultimit yaitu sebesar
96350

N, pada rasio a/d 0,8 nilai Pultimitnya sebesar 133400 N atau 38% sedangkan pada

rasio 0,6 besar pultimit juga bertambah yaitu 169350 N atau 78%.

Pada grafik ini perilakunya pun hampir sama dengan BTTB-0 ,nilai Pultimit pada
rasio a/d 1 sebesar 109150 N, dan nilai Pultimit kembali meningkat pada rasio a/d 0,8
yaitu 168500 N atau 54% dan nilai itu mengalami kenaikan kembali pada rasio a/d 0,6
yaitu sebesar 212100 N atau 94%.

Begitu pula dengan grafik pada BTTB-2 ini, Pultimit mengalami peningkatan
pada setiap mengecilnya nilai rasio a/d. Pada rasio a/d 1 besar Pultimit 140100 N, pada
rasio a/d 0,8 sebesar 194900 N atau 39% dan pada rasio a/d 0,6 kembali meningkat sebesar
225600

N atau 61%.

Jika dibandingkan dengan BTTB-0 sampai dengan BTTB-2 pada Pu,besar beban
pada BTTB-3 terlihat relatif lebih besar. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada balok
BTTB-3 dengan rasio a/d 0,6 mencapai beban ultimit sebesar 245620 N, rasio a/d 0,8
sebesar 244400 N dan pada rasio a/d 1 beban ultimitnya sebesar 166100 N, Keadaan pada
Pcr dan Pultimit juga tidak banyak berbeda, keduanya sama-sama mengalami
peningkatan saat rasio a/d diperkecil.

4.4 Hubungan P Dan Regangan Pada BTTB-0 Dengan Variasi a/d


4.4.1

Hubungan Pcr Dan Regangan


a. Pada Sengkang

Dari Grafik terlihat bahwa pada variasi rasio a/d 0,8 besar regangan lebih besar
dibandingkan dengan rasio a/d 0,6 dan rasio a/d 1. Hal ini disebabkan karena
pembacaan strain gauges yang kurang valid.

b. Pada Tulangan Pokok

Dari grafik terlihat bahwa pada rasio a/d 1 panjang regangannya lebih kecil jika
dibandingkan dengan variasi rasio a/d yang lain yaitu 0,8 dan a/d 0,6. Pada grafik
juga terlihat bahwa pada rasio a/d 0,6 regangan relatif lebih besar. Keadaan seperti ini
juga diikuti semakin bertambahnya nilai P.

4.4.2

Hubungan Pu Dan Regangan


a. Pada Sengkang

Pada grafik hubungan Pu dan regangan sengkang pada BTTB-0 ini juga terlihat
Perbedaan yang mencolok pada besarnya nilai regangan pada variasi rasio a/d 0,8 dan
rasio a/d 1. Rasio a/d 0,6 memiliki regangan yang paling besar dan tentunya diikutii
dikarenakan nilai Pu yang semakin bertambah pula.
b. Pada Tulangan Pokok

Tidak berbeda dengan grafik hubungan regangan pada sengkang dan Pu,
nilai regangan yang paling besar ada pada rasio a/d 0,6 dengan nilai Pu yang
besar pula. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besarnya nilai P nilai
regangan juga ikut bertambah besar, dan tentunya keadaan ini dikarenakan
semakin mengecilnya rasio a/d.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian pada balok tinggi yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan antara lain :
1. Pada balok tinggi semakin kecil rasio a/d kemampuan menahan beban retak dan
ultimit semakin besar,hal ini dikarenakan kekakuan yang semakin besar. Besarnya
peningkatan kemampuan menahan beban retak pada saat retak awal BTTB-0 pada
rasio a/d 0,8 =64% dan pada rasio a/d 0,6 =66%, pada BTTB-1 rasio a/d 0,8
=59% dan rasio a/d =80,9%, BTTB-2 dengan rasio a/d =107,9% dan rasio 0,6 =
51%, BTTB-3 dengan rasio 0,6 = 8% dan rasio a/d 0,8 =46,5%.
2. Besarnya nilai regangan dipengaruhi oleh besarnya nilai beban ( P ), baik untuk
Pu dan Pcr, sedangkan Nilai P sendiri tergantung pada besarnya variasi rasio a/d.
Jadi semakin besar rasio a/d nilai regangan semakin kecil. Ini berlaku pada
regangan tulangan pokok dan juga regangan pada sengkang.

5.1 Saran
Agar penelitan mengenai balok tinggi selanjutnya dapat lebih baik dan akurat,
maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Adanya penambahan variasi jumlah tulangan geser longitudinal sampai batas
yang diijinkan (Pmax) dan rasio a/d, penggunaan sengkang miring dan
parameter-parameter lain yang berpengaruh terhadap kapasitas geser balok
tinggi.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kuat lentur balok tinggi karena
dari hasil penelitian ini diperlihatkan perubahan perilaku balok tinggi lebih
kearah balok lentur setelah diberikan variasi penulangan geser.
3. Adanya jadwal yang terencana dengan baik agar penelitian dapat selesai tepat
pada waktunya.
4. Perhitungan Mix Design yang tepat agar diperoleh benda uji sesuai rencana
5. Material, perlengkapan dan peralatan dipersiapkan dengan baik dengan
memperhatikan kualitas dan kelayakan pakai agar mendapat hasil penelitian
yang akurat.
6. Dibutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang tinggi terutama pada saat
pengujian.
7. Persiapan yang matang baik dari mental maupun pengetahuan karena
penelitian ini tergolong penelitian yang baru dan cukup berat.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Anonim,2005,Design of Beams for Shear, Dept. of Civil Engineering


University of Pretoria

2.

Denpongpan, Thammanoon,2001, Effect of Reversed Loading on Shear


Behavior of Reinforced Concrete, Januari 2001

3.

Nawy

E.G,1990,

Beton

Bertulang

Suatu

Pendekatan

Dasar,

Eresco,Bandung
4.

Zhang, Z., C.T.Hsu, and John Moren, 2004, Shear Strengthening of


Reinforced Concrete Deep Beam using Carbon Fiber-Reinforced Polymer
Laminates, Journal of Composites for Construction, Vol 8, No.5, September/October
2004, pp.403-414.

5.

Tan, K.H., C.Y Tang, and K.Tong, 2004, Shear Strength Prediction of
Pierced Deep Beams with Inclined Web Reinforcement, Magazine of Concrete
Research, Vol.56, Issue.8, pp.443-452.

6.

Zararis, Prodromos.D., 2003, Shear Compression Failure in Reinforced


Concreted Deep Beams, Journal of Structural Engineering, Vol.129, No.4, April
2003, pp 544-553.

7.

Leong, C.L., and Tan. K.H, 2003, Proposed Revision on CIRIA Design
Equation for Normal and High Strength Concrete Deep Beams, Magazine of
Concrete Research, Vol.55 Issue.3, pp 267-278.

8.

Watanabe, Ken., Mitsuyasu Iwanami, Hiroshi Yokota, and Junichiro Niwa,


2002, Estimation of The Localized Compressive Failure Zone of Concrete by AE

Method, Proceeding of the 1st fib Congress, Osaka, Session 13, October 2002,
pp.117-124.

Anda mungkin juga menyukai