Berat
Ppuncak
Kuat Tekan
(Kg)
KN
Mpa
Rata-rata (fc')
A .I.1
13
435
24,62845011
24,20382166
A.I.2
13,9
420
23,77919321
A.II.1
13
430
24,34536447
A.II.2
13
465
26,32696391
A.III.1
12,9
405
22,92993631
A.III.2
13
445
25,19462137
A.III.3
13,2
440
24,91153574
A.IV.1
13
420
23,77919321
A.IV.2
13,5
480
27,17622081
A.IV.4
13,2
435
24,62845011
A.V.1
13,2
490
27,74239207
A.V.2
13,5
470
26,61004954
A.V.3
13,3
450
25,47770701
A.VI.1
12,8
470
26,61004954
A.VI.2
13,2
435
24,62845011
A.VI.3
13
420
23,77919321
Rata-rata
13,12
25,33616419
24,34536447
25,19462137
26,61004954
25,00589762
25,11598647
Berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton yang tercapai maka ditetapkan
bahwa
nilai fc' = 25 Mpa
Benda
Uji
Jumlah Tulangan
Bentang
Geser
Pfirstcrack
Ppuncak
Geser Longitudinal
(a/d)
(N)
(N)
Tulangan
Pokok
(x 0.000001)
251
146
101
(x 0.000001)
624
125
BTTB-0
0
0
0
0.6
0.8
1
114450
112700
68900
169350
133400
96350
BTTB-1
1
1
1
0.6
0.8
1
139850
123000
77300
202100
168500
109150
BTTB-2
2
2
2
0.6
0.8
1
173600
125750
83500
225600
194900
140100
BTTB-3
3
3
3
0.6
0.8
1
189300
139500
129200
245620
244400
166100
Regangan Maksimum
1053
1614
Geser Longitudinal
256
347
Defleksi Defleksi
Sengkang
(x
0.000001)
9094
1573
1375
(mm)
pada Pu
5.69
1.74
1.34
(mm)
pada
Pcr
2.68
1.25
1
1103
4.88
6.33
6.82
2.53
4.17
3.96
742
4.62
7.77
5.98
4.23
4.32
2.48
686
8.28
4.25
9.58
5.18
1.75
5.66
Dari grafik diatas terlihat adanya peningkatan pada nilai Pcr, pada rasio a/d 1 Pcr
berada pada nilai 68900 N, pada rasio a/d 0,8 nilai Pcr terlihat banyak mengalami
peningkatan yaitu mencapai nilai 112700 N,dan pada rasio a/d 0,6 nilai Pcr terlihat tidak
begitu banyak mengalami peningkatan yaitu mencapai nilai 114450 N. Peningkatan pada
rasio a/d 0,8 sebesar 64% sedangkan pada rasio a/d 0,6 sebesar 66%.
Perilaku pada balok BTTB-1 ini hampir sama dengan perilaku BTTB-0 tidak
terjadi perbedaan yang signifikan, Pcr pada rasio a/d 1 sebesar 77300 N, pada rasio a/d
0,8 peningkatan beban yang terjadi juga semakin besar yaitu 123000 N dan peningkatan
itu terus terjadi pada variasi rasio a/d 0,6 yang tidak terlalu mencolok yaitu sebesar
139850
N dan ini merupakan Pcr yang terbesar pada BTTB-1. Peningkatan pada rasio a/d
0,8 sebesar 59% sedangkan pada rasio a/d 0,6 sebesar 80,9%.
Jika dibandingkan dengan balok BTTB-0 dan BTTB-1, beban yang terjadi pada
balok BTTB-2 ini terlihat semakin bertambah besar, ini dapat dilihat pada Pcr rasio a/d 1
yaitu sebesar 83500 N sedangkan pada rasio 0,8 besar bebannya adalah 125750 N atau
107,9%, besar Pcr meningkat lagi pada rasio a/d 0,6 yaitu 173600 N atau sebesar 51%.
Balok BTTB-3 ini memiliki besar beban yang relatif lebih besar jika
dibandingkan dengan BTTB-0, BTTB-1,BTTB-2 dikarenakan pengaruh dari jumlah
tulangan longitudinalnya semakin banyak, namun disini penulis tidak membahas
pengaruhnya kenaikan beban berdasarkan jumlah tulangan tetapi berdasarkan variasi
rasio a/d. Seperti
pada gambar-gambar
grafik sebelumnya,
menggambarkan perubahan besar beban yang terjadi. Pada rasio a/d 1 nilai Pcr yaitu
129200
N dan pada rasio a/d 0,8 mengalami peningkatan sebesar 139500 N atau 8%
sedangkan pada rasio 0,6 peningkatan itu sebesar 189300 N atau 46,5%.
Berdasarkan data grafik hubungan a/d pada tipe BTTB yang berbeda dapat
disimpulkan bahwa semakin kecil variasi rasio a/d semakin besar nilai Pcrack yang
terjadi. Hal ini diakibatkan semakin kecil a,jarak P ke titik tumpuan semakin dekat,
sehingga kekakuan geser yang terjadi semakin besar, sedangkan untuk nilai d konstan.
Kapasitas geser pada balok tinggi dapat diketahui dengan melihat perjalanan retak
awal sampai terjadinya ultimit. Retak awal merupakan indikasi dimana tegangan akibat
pembebanan melebihi dari tegangan tarik pada beton, pada penelitian ini retak awal yang
terjadi berbeda-beda,( grafik ) hal ini disebabkan karena pengaruh beton yang tidak
homogen ataupun pemadatan pada saat pengecoran yang kurang merata.
Dari grafik terlihat bahwa Pultimit pada rasio a/d 1 nilai Pultimit yaitu sebesar
96350
N, pada rasio a/d 0,8 nilai Pultimitnya sebesar 133400 N atau 38% sedangkan pada
rasio 0,6 besar pultimit juga bertambah yaitu 169350 N atau 78%.
Pada grafik ini perilakunya pun hampir sama dengan BTTB-0 ,nilai Pultimit pada
rasio a/d 1 sebesar 109150 N, dan nilai Pultimit kembali meningkat pada rasio a/d 0,8
yaitu 168500 N atau 54% dan nilai itu mengalami kenaikan kembali pada rasio a/d 0,6
yaitu sebesar 212100 N atau 94%.
Begitu pula dengan grafik pada BTTB-2 ini, Pultimit mengalami peningkatan
pada setiap mengecilnya nilai rasio a/d. Pada rasio a/d 1 besar Pultimit 140100 N, pada
rasio a/d 0,8 sebesar 194900 N atau 39% dan pada rasio a/d 0,6 kembali meningkat sebesar
225600
N atau 61%.
Jika dibandingkan dengan BTTB-0 sampai dengan BTTB-2 pada Pu,besar beban
pada BTTB-3 terlihat relatif lebih besar. Dari grafik dapat dilihat bahwa pada balok
BTTB-3 dengan rasio a/d 0,6 mencapai beban ultimit sebesar 245620 N, rasio a/d 0,8
sebesar 244400 N dan pada rasio a/d 1 beban ultimitnya sebesar 166100 N, Keadaan pada
Pcr dan Pultimit juga tidak banyak berbeda, keduanya sama-sama mengalami
peningkatan saat rasio a/d diperkecil.
Dari Grafik terlihat bahwa pada variasi rasio a/d 0,8 besar regangan lebih besar
dibandingkan dengan rasio a/d 0,6 dan rasio a/d 1. Hal ini disebabkan karena
pembacaan strain gauges yang kurang valid.
Dari grafik terlihat bahwa pada rasio a/d 1 panjang regangannya lebih kecil jika
dibandingkan dengan variasi rasio a/d yang lain yaitu 0,8 dan a/d 0,6. Pada grafik
juga terlihat bahwa pada rasio a/d 0,6 regangan relatif lebih besar. Keadaan seperti ini
juga diikuti semakin bertambahnya nilai P.
4.4.2
Pada grafik hubungan Pu dan regangan sengkang pada BTTB-0 ini juga terlihat
Perbedaan yang mencolok pada besarnya nilai regangan pada variasi rasio a/d 0,8 dan
rasio a/d 1. Rasio a/d 0,6 memiliki regangan yang paling besar dan tentunya diikutii
dikarenakan nilai Pu yang semakin bertambah pula.
b. Pada Tulangan Pokok
Tidak berbeda dengan grafik hubungan regangan pada sengkang dan Pu,
nilai regangan yang paling besar ada pada rasio a/d 0,6 dengan nilai Pu yang
besar pula. Jadi dapat disimpulkan bahwa semakin besarnya nilai P nilai
regangan juga ikut bertambah besar, dan tentunya keadaan ini dikarenakan
semakin mengecilnya rasio a/d.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian pada balok tinggi yang telah dilakukan dapat diambil beberapa
kesimpulan antara lain :
1. Pada balok tinggi semakin kecil rasio a/d kemampuan menahan beban retak dan
ultimit semakin besar,hal ini dikarenakan kekakuan yang semakin besar. Besarnya
peningkatan kemampuan menahan beban retak pada saat retak awal BTTB-0 pada
rasio a/d 0,8 =64% dan pada rasio a/d 0,6 =66%, pada BTTB-1 rasio a/d 0,8
=59% dan rasio a/d =80,9%, BTTB-2 dengan rasio a/d =107,9% dan rasio 0,6 =
51%, BTTB-3 dengan rasio 0,6 = 8% dan rasio a/d 0,8 =46,5%.
2. Besarnya nilai regangan dipengaruhi oleh besarnya nilai beban ( P ), baik untuk
Pu dan Pcr, sedangkan Nilai P sendiri tergantung pada besarnya variasi rasio a/d.
Jadi semakin besar rasio a/d nilai regangan semakin kecil. Ini berlaku pada
regangan tulangan pokok dan juga regangan pada sengkang.
5.1 Saran
Agar penelitan mengenai balok tinggi selanjutnya dapat lebih baik dan akurat,
maka penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut :
1. Adanya penambahan variasi jumlah tulangan geser longitudinal sampai batas
yang diijinkan (Pmax) dan rasio a/d, penggunaan sengkang miring dan
parameter-parameter lain yang berpengaruh terhadap kapasitas geser balok
tinggi.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kuat lentur balok tinggi karena
dari hasil penelitian ini diperlihatkan perubahan perilaku balok tinggi lebih
kearah balok lentur setelah diberikan variasi penulangan geser.
3. Adanya jadwal yang terencana dengan baik agar penelitian dapat selesai tepat
pada waktunya.
4. Perhitungan Mix Design yang tepat agar diperoleh benda uji sesuai rencana
5. Material, perlengkapan dan peralatan dipersiapkan dengan baik dengan
memperhatikan kualitas dan kelayakan pakai agar mendapat hasil penelitian
yang akurat.
6. Dibutuhkan konsentrasi dan ketelitian yang tinggi terutama pada saat
pengujian.
7. Persiapan yang matang baik dari mental maupun pengetahuan karena
penelitian ini tergolong penelitian yang baru dan cukup berat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Nawy
E.G,1990,
Beton
Bertulang
Suatu
Pendekatan
Dasar,
Eresco,Bandung
4.
5.
Tan, K.H., C.Y Tang, and K.Tong, 2004, Shear Strength Prediction of
Pierced Deep Beams with Inclined Web Reinforcement, Magazine of Concrete
Research, Vol.56, Issue.8, pp.443-452.
6.
7.
Leong, C.L., and Tan. K.H, 2003, Proposed Revision on CIRIA Design
Equation for Normal and High Strength Concrete Deep Beams, Magazine of
Concrete Research, Vol.55 Issue.3, pp 267-278.
8.
Method, Proceeding of the 1st fib Congress, Osaka, Session 13, October 2002,
pp.117-124.