Anda di halaman 1dari 4

Beberapa bulan yang lalu, penulis membaca berita mengenai

ancaman krisis listrik di Pulau Jawa pada tahun 2018, faktor utamanya
adalah terbatasnya pembangunan pembangkit listrik dalam lima tahun
terakhir, bahkan di beberapa daerah di luar Jawa seperti di Sumatera
Utara pemadaman listrik masih sering terjadi. Tidak hanya krisis listrik
yang mengancam Indonesia, tetapi lebih luas lagi, Indonesia sedang
menghadapi krisis yang lebih besar, yaitu krisis energi. Salah satu
parameter yang dapat digunakan untuk menunjukkan krisis ini, adalah
tingginya konsumsi BBM (Bahan Bakar Minyak) di Indonesia, bila
dibandingkan dengan produksi minyak Indonesia. Ditambah lagi, data
statistik menunjukkan bahwa cadangan minyak Indonesia semakin
menipis, data tahun 2012, cadangan minyak terbukti Indonesia adalah
3,74 miliar barrel, dengan laju produksi rata-rata seperti saat ini (800 ribu
barrel per hari), maka dalam 10-15 tahun lagi, cadangan minyak
Indonesia akan habis jika tidak ditemukan cadangan-cadangan baru.
Dengan kondisi seperti ini, maka Indonesia sebagai negara dengan
kebutuhan energi yang besar, wajib untuk mengembangkan energi
alternatif, untuk mencegah terjadinya krisis energi di masa depan. Salah
satu potensi energi alternatif yang dimiliki Indonesia adalah geothermal.
Sebagai negara yang terletak di wilayah cincin api (ring of fire), selain
beresiko dengan letusan gunung api, Indonesia juga memiliki potensi
energi geothermal yang besar. Berdasarkan data Pusdatin ESDM (Pusat
Data dan Informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral) tahun
2014, potensi energi geothermal Indonesia untuk pengembangan energi
listrik adalah sebesar 28,9 GigaWatt, sedangkan untuk saat ini, besarnya
energi listrik yang diproduksi dari energi geothermal, baru sebesar 1343,5
MegaWatt. Padahal, jika dikelola dengan baik, energi geothermal mampu
untuk menjadi energi yang sustainable. Maka sangat tepat kiranya jika
pemerintah mengintensifkan pengembangan energi geothermal untuk
masa yang akan datang.
Sejarah pengembangan energi geothermal di Indonesia dimulai
pada masa kolonial Belanda, ketika dilakukan pengeboran eksplorasi di
daerah Kamojang, Jawa Barat tahun 1926, tetapi kegiatan eksplorasi

terhenti pada tahun 1928, dan baru dilanjutkan kembali pada tahun 1964.
Dari 1964 sampai 1981 penyelidikan sumber daya panasbumi dilakukan
secara

aktif

bersama-sama

oleh

Direktorat

Vulkanologi

(Bandung),

Lembaga Masalah Ketenagaan (LMK PLN dan ITB) dengan memanfaatkan


bantuan luar negeri. Di tahun 1974, Pertamina aktif di dalam kegiatan di
Kamojang, bersama PLN, untuk pengembangan pembangkitan tenaga
listrik sebesar 30 MW. Selesai tahun 1977. Saat itu Selandia Baru
memberikan bantuan dana sebesar 24 juta dolar New Zealand dari
keperluan

34

juta

dolar

NZ.

Sekurangnya

dibiayai

Pemerintah

Indonesia.Selain itu, Pertamina juga membangun dua buah monoblok


dengan kapasitas total 2 MW di lapangan Kamojang dan Dieng.
Diresmikan 27 November 1978 untuk monoblok Kamojang dan tanggal 14
Mei 1981 untuk monoblok Dieng. Pada 1980-an usaha pengembangan
panas bumi ditandai oleh keluarnya Keppres No. 22 Tahun 1981 untuk
menggantikan Keppres No. 16 Tahun 1974. Pada tahun 1991 Pemerintah
sekali lagi mengeluarkan kebijakan pengusahaan panasbumi melalui
Keppres No. 45/1991 sebagai penyempurnaan atas Keppres No. 22/1981.
Tahun 2014, UU Panas Bumi disahkan oleh DPR, dengan adanya undangundang ini, kegiatan eksplorasi geothermal yang sebelumnya terhambat
karena wilayahnya berada di hutan konservasi dapat dilaksanakan.
Pemerintah

sendiri

telah

mencanangkan

pengembangan

energi

geothermal melalui PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi) sebesar


4952 Megawatt hingga 2025
Langkah pemerintah dalam mengembangkan PLTP sangat layak
diapresiasi, mengingat energi geothermal memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan energi fosil, antara lain :
1. Tidak berpolusi
Ini adalah salah satu keuntungan utama menggunakan energi
geothermal karena tidak menyebabkan polusi dan membantu dalam
menciptakan lingkungan yang bersih. Energi geothermal membantu
mengurangi pemanasan global dan polusi. Selain itu, sistem

geothermal tidak menciptakan polusi karena melepaskan beberapa


gas dari dalam bumi yang tidak terlalu berbahaya bagi lingkungan
2. Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil
Ketergantungan pada bahan bakar fosil dapat berkurang dengan
meningkatnya

penggunaan

energi

geothermal.

Dengan

berkembangnya kesadaran tentang isu lingkungan, banyak negara


yang mendorong perusahaan untuk mengadopsi sumber energi
bersih
3. Menciptakan lapangan kerja dan manfaat ekonomi
Pemanfaatan energi geothermal untuk pembangkit listrik dapat
memberikan manfaat perekonomian kepada warga sekitar dan juga
menciptakan lapangan kerja formal maupun non formal.
Selain beberapa kelebihan yang telah disampaikan di atas, ada
beberapa

kekurangan

ataupun

tantangan

pengembangan

energi

geothermal yang masih harus dihadapi oleh pemerintah Indonesia, antara


lain :

1. Biaya modal yang tinggi


Pembangunan pembangkit listrik geothermal memerlukan biaya
yang besar terutama pada eksploitasi dan pengeboran.
2. Terbatasnya lokasi pembangunan
Pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya dapat dibangun di
sekitar lempeng tektonik di mana temperatur tinggi dari sumber
panas bumi tersedia di dekat permukaan.
3. Pembangunan

pembangkit

listrik

geothermal

diduga

dapat

mempengaruhi kestabilan tanah di area sekitarnya, akan tetapi hal


ini ternyata disebabkan karena pada umumnya lokasi geothermal
awalnya merupakan lahan di pegunungan yang susah akses jalan
masuknya yang cenderung curam dengan vegetasi yang baik, tetapi
seiring

dibangunnya

PLTP,

maka

vegetasi

di

lahan

tersebut

berkurang, sehingga daya dukung tanah menjadi lebih rendah dan


lebih rawan terhadap bencana

Dari semua tantangan ataupun kekurangan yang ada dari pengembangan


energi geothermal, pemerintah dapat mengambil peran lebih untuk
membantu perkembangan energi geothermal di Indonesia. Pertama,
penetapan harga jual listrik yang dapat menarik minat investor, dan kabar
baiknya, saat ini pemerintah sudah mulai menetapkan harga yang cukup
tinggi

per

kWh-nya.

Kedua,

mengefektifkan

dan

mengefisienkan

mekanisme perizinan yang ada sehingga eksplorasi maupun eksploitasi


dapat ditingkatkan. Ketiga, memberikan insenttif lebih kepada para pelaku
usaha geothermal.
Dengan demikian, di masa yang akan datang, geothermal dapat kita
harapkan untuk menjadi salah satu sumber energi yang berperan
signifikan dalam penyediaan energi di negara kita.

Anda mungkin juga menyukai