BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah
Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang hidup dalam lingkungan dengan perilaku
hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara
adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah
republik Indonesia. Perilaku Masyarakat Indonesia Sehat 2010 adalah perilaku proaktif untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri
dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat (Depkes,
1999).
Penyelenggaraan upaya kesehatan dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan melalui upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan
penyakit dan pemulihan kesehatan. Kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, seiring dengan peningkatan penderita penyakit degeneratif yang semakin meningkat
termasuk penyakit Reumatik. Reumatik yang sering di sebut Arthritis adalah penyakit yang
paling demokratis di dunia karena untuk skala dunia arthritis di derita oleh hampir satu milyar
orang (Gordon, 1997).
Tingkat pengenalan dan pengetahuan reumatik memang masih dirasa sangat kurang, baik pada
masyarakat awam maupun kalangan medis. Di Eropa sebagaimana dilakukan wawancara
European Publik Opinion survey ternyata sebanyak 55% penduduk tidak menyadari kalau
penyakit reumatik dapat mengurangi harapan hidup penderita (Junaidi, 2006).
Reumatik merupakan suatu penyakit yang menyerang sendi, mengenai siapa saja yang rentan
terkena penyakit reumatik, hal itu tentu saja tergantung pada jenis reumatik. Banyak macam
penyakit yang memperlihatkan gejala reumatik tergantung pada penyakit yang mendasari.
Secara umum penderita reumatik akan merasa nyeri pada sendi dan tulang dan biasanya mulai
terjadi pada usia pertengahan (Junadi, 1999).
Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit tentu
tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya, tetapi bila diserang penyakit akan timbul
berbagai macam perilaku dan usaha untuk mencari pelayanan kesehatan termasuk masyarakat
yang menderita penyakit reumatik.
Kerusakan sendi sudah mulai terjadi pada enam bulan pertama terserang, cacat terjadi setelah
dua sampai tiga tahun bila tidak di obati. Sekitar 40% penduduk Indonesia berusia di atas 40
tahun mempunyai keluhan nyeri sendi dan otot kendati demikian reumatik bukanlah penyakit
monopoli orang dewasa karena penyakit ini juga dapat menyerang anak-anak dengan gejala
serupa (Isbagio, 2007).
Data dari Dinas kesehatan Kabupaten Gorontalo utara selang tahun 2008 menunjukan bahwa
penyakit reumatik menempati urutan ke 5 dari 10 penyakit menonjol yang ada, dengan distribusi
total kunjungan 537 orang atau rata-rata jumlah frekuensi kunjungan 45 orang penderita
reumatik perbulan yang berkunjung rawat jalan di puskesmas se Kabupaten Gorontalo utara.
Data yang di peroleh dari Buku Register kunjungan pasien rawat jalan Puskesmas moluo selang
tahun 2005 sampai dengan Bulan Desember tahun 2008 ternyata salah satu penyakit yang
menonjol di kecamatan Anggrek adalah penyakit reumatik dengan distribusi jumlah kunjungan
per Bulan rata-rata berjumlah 24 Penderita (12,97%) dari total kunjungan pasien rawat jalan di
Puskesmas dengan jumlah rata-rata 185 orang perbulan dan total penderita dengan gejala
reumatik yang berkunjung sejak tahun 2005 sampai dengan akhir bulan desember 2008
berjumlah 114 0rang.
Masalah penyakit reumatik yang banyak terjadi di masyarakat di mana mereka kurang
memahami pencarian pelayanan kesehatan yang moderen untuk mendapatkan pengobatan,
masyarakat lebih cenderung mengobati sendiri dengan mengkonsumsi obat bebas, jamu serta
mencampurnya tanpa mencari pelayanan kesehatan yang tepat sehingga risiko terjadinya
kekambuhan penyakit reumatik dapat terjadi. Hal tersebut berdasarkan hasil wawancara pada
pasien yang menderita reumatik yang berkunjung ke Puskesmas moluo, rata-rata masyarakat
lebih banyak menggunakan obat yang dijual bebas dari pada mencari pelayanan kesehatan, juga
dipengaruhi oleh jarak pelayanan kesehatan dengan masyarakat yang cukup jauh.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor
Yang Berhubungan Dengan Kekambuhan Penyakit Reumatik di Wilayah Puskesmas
moluoKabupaten Gorontalo Utara.
1.2 IdentifikasiMasalah
a) manfaatmengetahuipenyembuhanReumatik di puskesmasMoluo
b) faktorpenyakitReumatik di puskesmasMoluo
c) pengaruhkekambuhanpenyakitReumatik di puskesmasMoluo
1.3 BatasanMasalah
a) manfaatmengetahuipenyembuhanReumatik di puskesmasMoluo
b) pengaruhkekambuhanpenyakitReumatik di puskesmasMoluo
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Kajian pustaka
a. Definisi
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makluk hidup) yang
bersangkutan, jika di tinjau dari segi biologis (Sunaryo, 2004). Perilaku
manusia adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat di simpulkan bahwa yang di maksud perilaku (manusia)
adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat di amati
langsung, maupun yang tidak dapat di amati oleh pihak luar (Notoatmojdo,
2003).
Skiner (1983) seorang ahli psikologi dalam Notoatmojdo (2003), menyatakan
bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Skiner membedakan adanya dua respons :
1). Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan
oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertenru. Stimulus semacam ini
disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang
relatif tetap.
agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab
itu pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari tiga aspek.
2). Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,
serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
3). Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan
sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan
relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya
mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
4). Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung
pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman.
5). Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan
kesehatan,atau sering di sebut perilaku pencarian pengobatan (health
seeking behavior).
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini di mulai
dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar
negeri.
6). Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, dan sebagainya.
c. Domain perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons
sangat tergantung pada karakteristik atau faktorfaktor lain dari orang yang
bersangkutan Notoatmodjo (2003). Menurut Bloom yang di paparkan oleh
Notoatmodjo (1997), perilaku manusia dapat di bagi ke dalam tiga domain.
Pengukuran domain perilaku :
1). Cognitive domain, diukur dari knowledge (Pengetahuan)
2). Affective domain, di ukur dari attitude (Sikap)
3). Psychomotor domain, di ukur dari psychomotor/practice (Keterampilan)
(Sunaryo, 2004).
d. Health Belief Model
Becker (1979) sebagaimana dikutip Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa
perilaku kesehatan merupakan fungsi dari pengetahuan dan sikap. Secara
khusus bahwa persepsi seseorang tentang kerentanan dan kemujaraban
pengobatan dapat mempengaruhi keputusan seseorang dalam perilaku
kesehatannya ditentukan oleh :
1) Percaya bahwa mereka rentan terhadap masalah kesehatan
2) Menganggap serius masalah
3) Yakin terhadap efektivitas pengobatan
4) Tidak mahal
5) Menerima anjuran untuk mengambil tindakan kesehatan
2. Perilaku Masyarakat Sehubungan dengan Pelayanan Kesehatan
Menurut Notoatmojo (2003), bahwa Masyarakat atau anggota masyarakat
yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (desease but no illness)
sudah tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakit tersebut. Tetapi
bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru akan
timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Respons seseorang apabila
sakit adalah sebagai berikut :
a. Tidak bertindak/kegiatan apa-apa (no action). Alasannya antara lain
bahwa kondisi demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka
sehari-hari, mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak apapun
gejala di deritanya akan lenyap dengan sendirinya. Tidak jarang pula
masyarakat memprioritaskan tugas-tugas lain yang di anggap lebih penting
dari pada mengobati sakitnya. Hal ini merupakan bukti bahwa kesehatan
belum merupakan prioritas di dalam hidup dan kehidupanya. Alasan lain
yang sering kita dengar adalah fasilitas kesehatan yang di perlukan sangat
jauh letaknya, para petugas kesehatan tidak simpatik, judes tidak responsif
dan sebagainya. Dan akhirnya alasan takut dokter, takut pergi ke rumah
sakit, takut biaya dan sebagainya.
b. Tindakan mengobati sendiri (self treatment), dengan alasan-alasan yang
sama telah di uraikan, alasan tambahan dari tindakan ini adalah karena
orang atau masyarakat tersebut sudah percaya kepada diri sendiri. Dan
sudah merasa bahwa berdasar pengalaman-pengalaman yang usaha-usaha
pengobatan sendiri sudah dapat mendatangkan kesembuhan. Hal ini
mengakibatkan pencarian pengobatan keluar tidak di perlukan.
c. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
2). Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko
yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, yaitu :
a) Usia lebih dari 40 tahun
b) Jenis kelamin wanita lebih sering
c) Suku bangsa
d) Genetik
e) Kegemukan dan penyakit metabolik
f) Cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga
g) Kelainan pertumbuhan
h) Kepadatan tulang, dan lain-lain.
3). Patofisiologi
Akibat peningkatan aktivitas enzim-enzim yang merusak makro molekul
matriks tulang rawan sendi terjadi kerusakan fokal tulang rawan sendi
secara progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi tulang rawan
sendi serta tepi sendi. Osteofit terbentuk sebagai suatu proses perbaikan
untuk membentuk kembali persendian, sehingga dipandang sebagai suatu
proses perbaikan untuk membentuk kembali persendian, sehingga
dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif.
4). Manifestasi klinis
Gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu
bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dengan istirahat. Terdapat
dengan sandaran yang keras, kasur yang tidak terlalu lembek, dan jika
penyakitnya berat, bisa digunakan penopang punggung. Tetap melakukan
kegiatan dan pekerjaan sehari-hari, sangatlah penting,
(5) Terapi fisik : terapi fisik yang sering dilakukan adalah dengan
pemanasan. Untuk nyeri pada jari tangan dianjurkan merendam tangan
dalam campuran paraffin panas dengan minyak mineral pada suhu 47,5-52
celsius atau mandi dengan air hangat.
B. Artritis Rematoid
1). Definisi
Artritis rematoid adalah suatu penyakit sistemik yang bersifat progresif yang
cenderung untuk menjadi kronis dan mengenai sendi dan jaringan lunak.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi. Karakteristik Artritis Rematoid adalah radang
cairan sendi yang persisten, biasanya mengenai sendi-sendi perifer dengan
penyebaran yang simetris. Artritis Rematoid merupakan penyakit
multisistem yang kronis karena dapat menyebabkan sejumlah gejala
diseluruh tubuh, dengan manifestasi sistemik yang bervariasi. Artritis
Rematoid menyerang semua orang dan ras. Serangan Artritis Rematoid
pertama kali muncul pada usia 25 sampai 50 tahun, tetapi sebetulnya bisa
terjadi pada semua usia. Kejadian pada wanita yang berumur 60 tahun
enam kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita usia muda, dan
ditemukan diseluruh dunia. Penyakit ini terjadi pada sekitar satu persen
(antara 0,3-2,1%) dari jumlah penduduk, dan wanita dua sampai tiga kali
lebih sering dibandingakn pria. Semakin bertambah usia, prevalensinya
semakin meningkat, dan pada usia yang lebih tua kejadian pada wanita
tidak berbeda dengan pria. Yang merupakan faktor risiko Artritis Rematoid
adalah faktor genetik, lingkungan, hormonal dan infeksi.
2). Etiologi
Penyebab Artritis Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang
mengatakan karena mikoplasma, virus, dan sebagainya. Namun semuanya
belum terbukti. Berbagai faktor termasuk kecenderungan genetik, bisa
mempengaruhi reaksi autoimun. Bahkan beberapa kasus Artritis Rematoid
telah ditemukan berhubungan dengan keadaan stres yang berat, seperti
tiba-tiba kehilangan suami atau istri, kehilangan satu-satunya anak yang
disayangi, hancurnya perusahaan yang dimiliknya dan sebagainya.
Pada peradangan kronis membran sinovial mengalami pembesaran
(Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan aliran darah yang
menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon peradangan pun berlanjut.
Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh jaringan granular yang disebut
panus. Panus dapat menyebar keseluruh sendi sehingga semakin
merangsang peradangan dan pembentukan jaringan parut. Proses ini secara
perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan nyeri hebat serta deformitas
(kelainan bentuk).
Antibodi yang ditujukan kekomponen tubuh sendiri ini disebut faktor
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari
sebelah dalam, disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak,
kemerahan, dan nyeri sekali bila di sentuh. Rasa nyeri berlangsung
beberapa hari sampai satu minggu, lalu menghilang. Sedangkan tofi itu
sendiri tidak sakit, tapi dapat merusak tulang. Sendi lutut juga merupakan
tempat predileksi kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbunan asam urat yang di kelilingi reaksi radang pada
sinovial, tulang rawan, bursa, dan jaringan lunak. Sering timbul di tulang
rawan telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut
dari gout yang timbul lima sampai sepuluh tahun setelah serangan artritis
akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut :
a) Mikrotof dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
b) Nefrolitiasis karena endapan asam urat
c) Pielonefritis kronis (radang pada lapisan luar ginjal)
d) Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi.
Tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah,
tanpa adanya riwayat gout, yang disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien
demikian sebaiknya dianjurkan mengurangi kadar asam uratnya karena
menjadi faktor risiko dikemudian hari dan kemungkinan terbentuknya batu
urat di ginjal.
4). Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanan Artritis Rematoid adalah untuk mencegah kerusakan,
tinggi purin (hati, ginjal, ikan sardin, daging kambing, dan sebagainya),
termasuk roti manis. Perbanyak minum. Pengeluaran urine dua liter per hari
atau lebih akan membantu pengeluaran asam urat dan mengurangi
pembentukan endapan di saluran kemih.
b) Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia, seperti Tiazid,
diuretik, Aspirin, dan Asam Nikotina yang menghambat ekskresi asam urat
dari ginjal.
c) Kolkisin secara teratur diindikasikan untuk
(1) Mencegah serangan gout yang akan datang. Obat ini tidak
mempengaruhi tingginya kadar asam urat, namun menurunkan frekuensi
terjadinya serangan.
(2) Menekan serangan akut yang dapat terjadi akibat perubahan mendadak
dari kadar asam urat serum dalam pemakaian obat urikosuri atau alopurinol.
d) Penurunan kadar asam urat serum.
Di indikasikan pada artritis akut yang sering dan tidak terkontrol dengan
kolkisin, terdapat endapan purin, atau kerusakan ginjal. Tujuannya untuk
mempertahankan kadar asam urat serum dibawah 6 mg/dL, agar tidak
terbentuk kristalisasi urat. Ada dua jenis obat yang dapat digunakan, yaitu
kelompok urikosuri dan inhibitor xantin oksidasi seperti Alopurinol.
B. Kerangka Berpikir
Variabel independen Variabel dependen
Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
C. Hipotesis
1. Hipotesis Alternatif ( Ha )
a. Ada hubungan perilaku pencarian pengobatan dengan kekambuhan
penyakit reumatik
b. Ada hubungan pola/kebiasaan makan daging dengan kekambuhan
penyakit reumatik
2. Hipotesis Nol ( Ho )
a. Tidak ada hubungan perilaku pencarian pengobatan dengan kekambuhan
penyakit reumatik
b. Tidak ada hubungan pola/kebiasaan makan daging dengan kekambuhan
penyakit reumatik
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survey analitik dengan menggunakan
rancangan cross secctional study, yaitu suatu rancangan penelitian yang
mengkaji dinamika korelasi antara faktor risiko dengan efek dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada saat yang
bersamaan (point time aproach).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian akan di laksanakan di wilayah Kecamatan Anggrek
Kabupaten Gorontalo Utara.
2. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan 8 April sampai dengan 14 Mei
2009.
C. Populasi Dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang menderita
penyakit reumatik dengan jumlah Populasi 114 orang.
2. Sampel
Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive sampling, yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
1) Masyarakat yang menderita penyakit reumatik
2) Masyarakat berumur lebih dari atau sama dengan 15 tahun
3) Masyarakat yang bersedia menjadi responden
b. Kriteria Eksklusi
Keterangan:
BAR IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Anggrek pada tanggal 8 April
sampai dengan tanggal 14 Mei 2009. Pengambilan sampel dengan cara
Purposive sampling dengan jumlah sampel 80 orang. Data primer diambil
melalui wawancara langsung yang dilakukan pada responden. Data yang
terkumpul dianalisis menggunakan SPSS versi 14 dengan uji Chi Square dan
hasilnya sebagai berikut:
Tabel 4.2
Gambaran Kekambuhan Penyakit Reumatik Berdasarkan Jenis Kelamin
di Kecamatan Anggrek Tahun 2009.
Jenis Kelamin Kekambuhan Jumlah
Sering Jarang
n%n%n%
Laki-laki 36 76,60 11 23,40 47 100
Perempuan 24 72,73 9 27,27 33 100
Total 60 75 20 25 80 100
Tabel 4.3
Gambaran Kekambuhan Penyakit Reumatik Berdasarkan Pekerjaan
di Kecamatan Anggrek Tahun 2009.
Pekerjaan Kekambuhan Jumlah
Sering Jarang
n%n%n%
Petani 29 76,32 9 23,68 38 100
IRT 21 77,78 6 22,22 27 100
PNS 5 71,43 2 28,57 7 100
Nelayan 4 100 0 0 4 100
Dari grafik di atas di dapatkan data bahwa jumlah responden yang penyakit
reumatiknya sering kambuh berjumlah 18 responden (22,5%), sedangkan
jumlah responden yang penyakit reumatiknya jarang kambuh berjumlah 62
responden (77,5%).
Tabel 4.4
Hubungan Antara Perilaku Pencarian Pengobatan Dengan
Kekambuhan Penyakit Reumatik.
Perilaku Kekambuhan Jumlah 2 p
Sering Jarang
n % n % n % 11,565 0,001
Negatif 52 86,67 8 13,33 60 100
Positif 10 50 10 50 20 100
Total 62 77,5 18 22,5 80 100
Total responden yang jarang kambuh 62 responden (77,5%) dan yang sering
kambuh 18 responden (22,5%). Hasil analisis uji Chi Square dimana 2
hitung = 0,451 sedangkan 2 tabel pada derajat kebebasan 1=3,84 dengan
taraf kesalahan = 0,05, nilai p = 0,502.
B. PEMBAHASAN
Berdasarkan distribusi frekuensi responden menurut umur (tabel 1), ternyata
frekuensi umur yang paling banyak berada pada rentang umur antara 41-64
tahun dengan jumlah 52 responden (65%). Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa penyakit reumatik dengan gejala arthritis rematoid
sering terjadi pada usia lebih dari 40 tahun (Junaidi, 2006 ).
Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin di dapatkan data
responden yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dengan jumlah 47
responden (58,75%) daripada perempuan dengan jumlah 33 responden
(41,25%), hal ini sesuai dengan teori Mansjoer (2000), bahwa penyakit
reumatik dengan gejala Arttritis Gout lebih banyak terdapat pada pria dari
pada wanita, dan berdasarkan distribisi frekuensi responden menurut
pekerjaan di dapatkan data pekerjaan yang paling banyak adalah petani
dengan jumlah 38 responden (47,5%). Hal ini sependapat dengan Junaidi
(2006) yang mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya penyakit
reumatik adalah pekerjaan. Pekerjaan yang erat kaitanya dengan angka
kejadian penyakit reumatik adalah pekerjaan yang memerlukan kekuatan
ekstremitas bagian bawah termasuk didalamnya pekerjaan sebagai petani.
Berdasarkan distribusi perilaku pencarian pengobatan, sebagian besar
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Distribusi berdasarkan umur yang sering mengalami kekambuhan
penyakit reumatik berada pada rentang umur 41-64 tahun dengan jumlah 40
responden.
2. Distribusi berdasarkan jenis kelamin yang sering mengalami kekambuhan
penyakit reumatik yaitu paling bayak pada jenis kelamin laki-laki dengan
jumlah 47 responden.
3. Distribusi berdasarkan pekerjaan yang sering mengalami kekambuhan
penyakit reumatik paling dominan adalah petani dengan jumlah 38
responden.
4. Ada hubungan antara perilaku pencarian pengobatan dengan
kekambuhan penyakit reumatik di Kecamatan Anggrek.
5. Tidak ada hubungan antara pola/kebiasaan makan daging dengan
kekambuhan penyakit reumatik di Kecamatan Anggrek
Jadi, berdasarkan hasil penelitian pada masyarakat di Kecamatan Anggrek,
perilaku pencarian pengobatan masyarakat semakin berperilaku tidak baik
akan berpengaruh pada tingkat kekambuhan penyakit reumatik yang terjadi
lebih sering.
B. Saran
1. Diharapkan kepada masyarakat untuk memanfaatkan tempat pelayanan
kesehatan seperti Puskesmas, Rumah Sakit dan atau dokter praktek apabila
menderita sakit terutama penyakit reumatik.
2. Diharapkan kepada Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan, untuk dapat meningkatkan upaya promotif dengan pemberian
penyuluhan kesehatan tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan untuk
mengurangi angka kejadian penyakit terutama kekambuhan penyakit
reumatik.
3. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya agar mengkaji lebih dalam lagi
tentang faktor-faktor lain yang diduga berhubungan dengan kekambuhan
penyakit reumatik, mengingat penelitian ini masih banyak memiliki
kekurangan dan keterbatasan dari beberapa segi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner., Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC.
Sjaifoellah, N. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi III. Balai
Penerbit FKUI Jakrta.