Anda di halaman 1dari 14

Teori dan Model Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah urusan semua orang karena setiap manusia adalah pemimpin,
minimal memimpin dirinya sendiri, serta bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Teori
kepemimpinan terdiri atas teori kepemimpinan klasik dan teori kepemimpinan modern.
Teori kepemimpinan klasik meliputi : (1) gaya kepemimpinan model Taylor, (2) gaya
kepemimpinan model Mayo, (3) studi Iowa, (4) studi Ohio, (5) studi Michigan. Teori
kepmimpinan modern meliputi : (1) teori orang besar (great man), (2) sifat-sifat (traits), (3)
perilaku (behavioral), (4) situasional (kontingensi),
A. TRANSISI TEORI KEPEMIMPINAN
1. Teori Kepemimpinan Klasik
a. Gaya Kepemimpinan Model Taylor
Taylor (1911), seorang ahli teknik mesin sekaligus Bapak Manajemen Ilmiah
menemukan gaya kepemimpinannya dalam memimpin perusahaan, sebagai berikut
1. Cara terbaik untuk meningkatkan hasil kerja ialah dengan meningkatkan teknik atau
metode kerja, akibatnya manusia dianggap sebagai mesin
2. Fungsi pemimpin menurut teori manajemen keilmuan adalah menentapkan dan
menerapkan kriteria prestasi untuk mencapai tujuan
3. Fokus pemimpin adalah pada kebutuhan organisasi.
b. Gaya kepemimpinan Model Mayo
Gaya kepemimpinan Mayo (1920) yang terkenal dengan gerakan hubungan
manusiawi merupakan reaksi dan revisi dari gaya kepemimpinan Taylor yang
memperlakukan manusia seperti mesin. Mayo berpendapat bahwa dalam memimpin (1)
selain mencari teknik atau metode kerja terbaik, juga harus memerhatikan perasaan dan
hubungan manusia yang baik; (2) pusat-pusat kekuasaan adalah hubungan pribadi dalam
unit-unit kerja; dan (3) fungsi pemimpin adalah memudahkan pencapaian tujuan anggota
secara kooperatif dan mengembangkan kepribadiannya.

c. Studi Iowa

Penelitian kepemimpinan mula-mula dilakukan oleh Lippit & White pada tahun 1930
dari Universitas Iowa. Penelitian ini berpengaruh terhadap penelitian-penelitian
berikutnya.
Dalam penelitiannya, mereka meneliti tiga klub anak-anak berumur 10 tahun. Setiap
klub diminta memainkan peran tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan
laiza faire (semaunya sendiri). Penelitian menemukan bahwa 19 anak dari 20 anak sangat
suka kepada kepemimpinan demokratis dan hanya 1 orang anak sangat senang dengan
gaya kepemimpinan otoriter mungkin karena kebetulan dia anak seorang militer
d. Studi Ohio
Pada tahun 1945, Biro Penelitian Bisnis Universitas Negeri Ohio melakukan
serangkaian penemuan di bidang kepemimpinan. Penelitian Ohio Menemukan empat gaya
kepemimpinan seperti gambar di berikut ini

Tinggi

Struktur

Rendah

Perhatian Struktur Tinggi Perhatian Tinggi


Pemimpin
mendorong
mencapai

Tinggi
Pemimpin mendorong hubungan keseimbangan pelaksanaan tugas dan
kerja sama harmonis dan kepuasaan pemeliharaan

hubungan

kelompok

dengan kebutuhan sosial anggota yang bersahabat


kelompok
Perhatia
nn

Struktur

Rendah

Rendah
Pemimpin

Perhatian Struktur Tinggi Perhatian Rendah


Pemimpin
memusatkan perhatian

menarik

diri

menempati
Pemimpin

peranan
membiarkan

dan hanya kepada tugas. Perhatian pada


pasif. pekerja tidak penting

keadaan

sejadinya
Rendah

Struktur Inisiasi

Tinggi

Gaya Kepemimpinan Ohio


e. Studi Michigan
Pada tahun 1947, Kantor Riset Angkatan Laut dan Riset Survei Universitas Michigan
mengadakan suatu penelitian di Newark, New York Jersey pada perusahaan asuransi

Prudential. Tujuannya untuk meneliti prinsip prinsip produktivitas kelompok dan kepuasan
anggota kelompok yang diperoleh dari pertisipasi mereka.
Hasi penelitian menunjukkan bahwa pengawasan pada seksi prosuksi

lebih

menyukai (1) menerima pengawasan dari pengawas-pengawas mereka yang bersifat


terbuka dibandingkan yang terlalu ketat ; (2) sejumlah otoritas dan tanggung jawab yang
ada dalam pekerjaan mereka; (3) memberikan pengawasan terbuka pada bawahannya
dibandingkan pengawasan yang ketat ; dan (4) berorientasi pada pekerja daripada produksi
(Likert, 1962)
Penelitian mengidentifikasikan dua konsep gaya kepemimpinan, yaitu berorientasi
pada bawahan dan berorientasi pada produksi. Kedua rientasi ini paralel dengan gaya
kepemimpinan demokratis dan otoriter.
2. Teori Kepemimpinan Modern
Teori Kepemimpinan modern terdiri atas pendekatan : (1) sifat-sifat, (2) Perilaku, (3)
Teori Situasional dan kontingensi. Teori kepemimpinan ini bersifat umum. Oleh sebab itu,
dapat diterapkan dalam berbagai organisasi.
a. Teori Sifat Trait Theory
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan di mulai dengan memusatkan perhatiannya
pada pemimpin itu sendiri. Pertanyaan penting yang di coba di jawab oleh pendekatan
teorotis, ianlah apakah sifat-sifat yang membuat seseorang itu di sebut sebagai pemimpin.?
Teori awal tentang sifat ini dapat di telusuri kembali pada zaman Yunani kuno dan
zaman roma. Pada waktu itu orang percaya bahwa pemimpin itu dilahirkan,bukannya
dibuat. Teori the Great man menyatakan bahwa seseorang yang dilahirkan sebagai
pemimpin akan menjadi pemimpin tanpa memperhatikan apakah ia mempunyai sifat atau
tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin.Contoh dalam sejarah ialah Napolen. Ia
dikatakan mempunyai kemempuan ilmiah sebagai pemimpin, yang dapat menjadikan
sebagai pemimpin besar pada setiap situasi.
Teori great man barangkali dapat dimemberikan arti lebih realistis terhadap
pendekatan sifat dari pemimpin, setelah mendapat pengaruh aliran perilaku pemikir
psikologi.Adalah suatu kenyetaan yang dapat di terima bahwa sifat-sifat kemimpinan itu
tidak seluruhkan dilahirkan. Tetapi juga dapat dicapai lewat suatu pendidikan dan
pengalaman. Dengan demikian, perhatian terhadap kepemimpinan dialihkan,tidak lagi
menekankan apakah pemimpin itu dilahirkan atau fibuat. Oleh karena itu, sejumlah sifatsifat seperti fisik,mental,kepribadian menjadi pusat perhatian untuk di teliti sekitan tahun-

tahun 1930-1950-an. Hasil dari usaha penelitian yang begitu besar pada umumnya dinilai
tak memuaskan. Dari beberpa hal sifat kecerdassan kelihatanya selalu tampak pada setiap
penelitian dengan suatu derajat konsistensi tinggi.
Suatu kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian kepemimpinan tersebut di
ketahui,bahwa :
-

Kecerdasaan muncul pada 10 penelitian ;


Inisiatif muncul pada 6 penelitian
Keterbukaan dan perasaan humor muncul pada penelitian ; dan
Entusiasme,kejujuran,simpati,dan kepercayaan pada diri sendiri, muncul pada 4
penelitian.
Ketika kombinasikan dengan penelitian tentang sifat-sifat fisik, kesimpilannya

ialah bahwa pemimpin-pemimpin hendaknya harus lebih dan cerdas di bandingkan dengan
yang dipimpin.
Manakala pendekatan sifat ini diterapkan pada kepemimpinan organisasi, ternyata
hasilnya menjadi gelap, karena banyak para menajer menolak. Mereka beranggapan jika
manajer mempunyai sifat-sifat pemimpin sebagaimana yang di sebutkan dalam hasil
penelitian itu makan manajer tersebut dikatakan manajer yang berhasil. Padahal
keberhasilan manajer tidak selalu di tentukan oleh sifat-sifat yang diamati dalam penelitian
dengan keberhasilan seorang manajer.
Menyadari hal seperti ini, bahwa tidak adan korelasi sebab akibat antara sifat dan
keberhasilan manajer, maka keith davis merumuskan empat sifat umu yang tampak
memepunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi.
1. Kecerdasan. Hasil penelitian pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin
mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang
dipimpin.Namun demikian, yang sangat menarik diri penelitian tersebut ialah pemimpin
tidak bisa melampaui terlalu banyak dari kecerdasan
2. Kedewasan dan keluasan hubungan sosial. Pemimpin cenderung menjadi matang dan
mempunyai emosi yang stabil, karena mempunyai perhatian yang luas terhadap
aktivitas-aktivitas sosial. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Para pemimpin secara relatif mempinyai
dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi. Mereka bekerja berusha mendapatkan
penghargaan yang instristik.
4. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan. Pemimpin pemimpin yang berhasil mau
mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan mampu berpihak kepadanya.
Dalam istilah penelitian Universitas Ohio pemimpin mempunyai perhatian, dan kalau

mengikuti istilah penemuan Michigan, pemimpin berorientasi pada karyawan bukan


berorientasi pada produksi.
Apa yang disebutkan diatas merupakan salah satu dari sekian daftar sifat-sifat
kepemimpinan organisasi yang amat penting. Tampaknya, pendekatan sifat terhadap
kepemimpinan sama halnya dengar teori-teori sifatb tentang kepribadian,yakni telah
memberikan beberpa pandangan yang deskriptif tetapi sedikit analitis atau sedikit
mengandung nilai yang prediktif.
b. Teori Perilaku
Pendekatan sifat ternyata tidak mampu menjelaskan hal-hal yang menyebabkan
seseorang menjadi pemimpin yang efektif. Oleh karena itu, pendekatan perilaku
merevisinya. Pendekatan ini berasumsi bahwa perilaku dapat dipelajari, sehingga
pemimpin dapat dilatih dengan perilaku kepemimpinan yang tepat agar menjadi pemimpin
yang efektif.
Pendekatan ini menjelaskan bahwa perilaku kepemimpinan yang membuat seseorang
menjadi pemimpin yang efektif. Pemimpin yang efektif ialahh pemimpin yang
menggunakan gaya (style) yang dapat mewujudkan sasarannya, misalnya dengan
mendelegasikan tugas, mengadakan omunikasi yang efektif, memotivasi bawahannya,
melaksakan kontrol, dst.
Para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya keemimpinan, yaitu (1) berorientasi
tugas (task oriented), dan berorientasi bawahan (employee oriented). Gaya yang
berorientasi pada tugas lebih memrhatikan pada penyelesaian tugas dengan pengawasan
yang ketat agar tugas selesai sesuai dengan keinginannya. Hbungan baik dengan
bawahannya diabaikan, yang penting bawahan harus bekerja keras, produktif, dan tepat
waktu. Sebaliknya, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan cenderung lebih
memerhatikan hubungan yang baik dengan bawahannya.
Kelemahan jika seorang pemimpin berorientasi pada tugas yaitu kurang disenangi
bawahannya karena bawahan dipaksa bekerja keras agar tugas-tugas selesai dengan cepat
dan baik. Kelebihannya yaitu pekerjaan dapat terselesaikan tepat waktu. Sebaliknya
kelemahan jika pemimpin berorientasi pada bawahan yaitu pekerjaan banyak yang tidak
selesai pada waktunya. Kelebihannya yaitu pemimpin disenangi oleh sebagian besar
bawahannya. Untuk menjadi pemimpin yang efektif digunakan keseimbangan gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dengan gaya kepemimpinan yang berorientasi
pada bawahan.

c. Teori Situasional Dan Model Kontijensi


Dimulai pada sekitar tahun 1940-an ahli ahli psikologi sosial memulai meneliti
beberapa variable situasional yang mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan,
kecakapan, dan perilakunya, berikut pelaksanaan kerja dan kepuasan para pengikutnya.
Berbagai variable situassional diidentifikasikan, tetapi tidak semua ditarik oleh teori
situasional ini. Kemudian sekitar tahun 1967. Fred Fiedler mengusulkan suatu model
berdasarkan situasi untuk efektivitas kepemimpinan. Konsep model ini dituangkan dalam
bukunya yang terkenal A Theory of Leadership Effeciiveness.
Fiedler mengembangkan suatu teknik yang unik untuk mengukur gaya
kepemimpinan. Pengukuran ini diciptakan dengan memberikan suatu skor yang dapat
menunjukan Dugaan Kesamaan di antara Keberlwanan ( Assumed Similarity between
Opposites, ASO ) dan Teman Kerja yang Paling sedikit Disukai ( Least Proferred
Coworker, LPC ). ASO memperhitungkan derajat kesamaan di antara perepsi persepsi
pemimpin mengenai kesenangan yang paling banyak dan paling sidikit tentang kawan
kawan kerjanya.
Dua pengukuran yang digunakan saling bergantian dan ada hubungannya dengan
gaya kepemimpinan tersebut dapat diterangkan sebagai berikut.
1. Hubungan kemanusiaan atau gaya yang lunak ( lenient ) dihubungkan pemimpin
yang tidak melihat perbedaan yang besar di antara teman kerja yang paling banyak
dan paling sedikit disukai ( ASO ) atau memberikan suatu gambaran yang relatife
menyenangkan kepada teman kerja yang paling sedikit di senangi ( LPC ).
2. Gaya yang berorientasi tugas atau hard nosed dihubungkan dengan pemimpin
yang melihat suatu perbedan besar di antara teman kerja yang paling banyak dan
paling sedikit disenangi ( ASO ) dan memberikan suatu gambaran yang paling
tidak menyenangkan pada teman kerja yang paling sedikit diskusi ( LPC )
Lewat usaha yang bertahun tahun, baik di laboratorium maupun pada berbagai
kelompok nyata ( misalnya tim bola basket, anggota perkumpulan para pemuda, tim tim
survey, penjaga anak anak, serikat serikat buruh dan lain sebagainya ). Fiedler
menghubungkannya dengan gaya kepemimpinan seperti yang diuraikan di atas. Hasilnya
agak mendorong, akan tetapi tidak ada hubungan antara gaya kepemimpinan sebagaimana
ditentukan oleh skor ASO dan LPC nya pemimpin, dengan mengembangkan pelaksanaan

kerja kelompok. Oleh karena itu, Fiedler menyimpulkan bahwa harus diberikan perhatian
yang besar terhadap variable variable situasional. Maka sadarlah ia bahwa gaya
kepemimpinan

yang

dikombinasikan

dengan

situasi

akan

mampu

menentukan

keberhasilan pelaksanaan kerja.


Model Kepemimpinan Kontijensi Dari Fiedler
Untuk menguji hipnotis yang telah dirumuskan dari penelitian penelitiannya
terdahulu, Fiedler mengembangkan suatu model yang dinamakan Model Kontijensi
Kepemimpinan yang Efektif ( A Contigency Model of Leadership Effectiveness ).
Model ini berisi tentang hubungan antara gaya kepemimpinan dengan situasi yang
menyenangkan. Adapun situasi yang menyenangkan itu diterangkan oleh Fiedler dalam
hubungannya dengan dimensi dimensi empiris berikut :
1. Hubungan pemimpin anggota. Hal ini merupakan variable yang paling penting di
dalam menentukan situasi yang menyenangkan tersebut.
2. Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan masukan yang amat penting
kedua, dalam menentukan sitasi yang menyenangkan.
3. Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal. Dimensi ini
merupakan dimensi yang amat penting ketiga di dalam situasi yang menyenangkan.
Suatu situasi akan dapat menyenangkan pemimpin jika ketiga dimensi di atas
mempunyai derajat yang tinggi. Dengan kata lain, suatu situasi akan menyenangkan jika :

Pemimpin diterima oleh para pengikutnya ( derajat dimensi pertama tinggi );


Tugas tugas dan semua yang berhubungan dengannya ditentukan secara jelas

(derajat dimensi kedua tinggi);. Dan


Penggunaan otoritas dn kekuasaan secara formal diterapkan pada posisi pemimpin
(derajat ketiga juga tinggi).

Jikalau yang timbul sebaliknya, maka menurut Fiedler akan tercipta suatu situasi yang
tidak menyenangkan bagi pemimpin. Seperti yang disebutkan di muka, bahwa Fiedler
benar benar yakin bahwa kombinasi antara situasi yang menyenangkan dengan gaya
kepemimpinan akan menentukan efektivitas kerja.
Lewat hasil hasil penemuannya, Fiedler menyatakan seperti yang dilukiskan dalam
gambar 4.1, bahwa dalam situasi yang sangat menyenangkan dan sangat tidak
menyenangkan, gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau yang hard nosed

adalah sangat efektif. Dan ketika situasinya di tengah tengah atau moderat antara
menyenangkan dan tidak menyenangkan, maka gaya kepemimpinan yang menekankan
pada hubungan kemanusiaan atau yang lunak ( ilententi ) sangat efektif.
Demikan juga sebagai contoh mengapa pemimpin yang berorientasi pada tugas akan
berhasil dalam kondisi sangat tidak menyenangkan, Fiedler menyatakan sebagai berikut :
The dislike charman of a volunteer committee which is asked to plan the office
picnic on a beautiful Sunday. If the leader asks too many questions about what the
group ought to do how he should proceed, he is likely to betold that we ougt to go
home.
(Seseorang ketua panitia kerja sukarela yang tidak disenangi yang diminta untuk
merencanakan piknik di hari minggu yang cerah. Jika ketua terlalu banyak bertanya
tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh kelompok, atau bagaimana dia harus
mengerjakaanya, itu sama halnya dia harus dinasehati sebaiknya kita semua pulang
ke rumah masing masing).
Seseorang pemimpin yang membuat keputusan salah dalam keadaan yang sangat
tidak menguntungkan itu lebh baik daripada pemimpin yang tidak membuat keputusan apa
pun.

b. Teori Jalan Kecil Tujuan ( Path-Goal Theory)


Seperti telah diketahui secara luas pengembangan teori kepemimpinan selain
berdasarkan pendekatan kontijensi, dapat pula didekati dari teori path-goal yang
menggunakan kerangka teori motivasi. Hal ini merupakan pengembangan yang sehat
karena kepemimpinan di satu pihak sangat berhubungan erat dengan motivasi kerja, dan di
pihak lain berhubungan dengan kekuasaan.
Secara pokok teori path goal berusaha untuk menjelaskan pengaruh perilaku
pemimpin terhadap motivasi, kepuasan, dan pelaksanaan pekerjaan bawahannya.
Teori path-goal versi House, memasukkan empat tipe atau gaya utama
kepemimpinan yang dijelaskan sebagai berikut :
1) Kepemimpinan Direktif. Tipe ini sama dengan model kepemimpinan yang otokratis
dari Lippitt dan White. Bawahan tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan

pengarahan yang khusus diberikan oleh pemimpin. Tidak ada partisipasi dari
bawahan.
2) Kepemimpinan yang mendukung (Supportive Leadership). Kepemimpinan model ini
memunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri, bersahabat, mudah didekati, dan
mempunyai perhatian kemanusiaan yang murni terhadap para bawahannya.
3) Kepemimpinan partisipatif. Pada gaya kepemimpinan ini, pemimpin berusaa meminta
dan menggunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan keputusan
masih tetap berada padanya.
4) Kepemimpian yang berorientasi pada prestasi. Gaya kepemimpinan ini menetapkan
serangkaian tujuan yang menantang para bawahannya untuk berpartisipasi. Pemimpin
juga memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu melaksanakan
tugas pekerjaan mencapai tujuan secara baik.
Pemimpin berusaha mempengaruhi persepsi bawahannya dan memotivasikannya,
dengan cara mengarahkan mereka pada kejelasan tugas-tugasnya, pecapaian tujuan,
kepuasan kerja, dan pelaksanaan kerja yang efektif. Adapun usaha-usaha yang lebih
spesifik yang dapat dicapai oleh pemimpin, antara lain :
1) Mengetahui kebutuhan-kebutuhan para bawahan untuk menghasilkan sesuatu yang
bisa dikontrol pimpinan;
2) Memberikan insentif kepada bawahan yang mampu mencapai hasil dalam bekerja
3) Membuat suatu jalan yang muda dilewati oleh bawahan untuk menaikkan prestasinya
dengan cara latihan dan pengarahan;
4) Membantu para bawahan dengan menjelaskan apa yang bisa diterapkan darinya.
5) Mengurangi halangan-halangan yang bisa membuat frustasi
Dengan kata lain, dengan cara-cara seperti di atas, pemimpin berusaha membuat jalan
kecil (path) untuk pencapaian tujuan-tujuan (goals) para bawahannya sebaik
mungkin .
C. Teori X, Y,
Douglas McGregor (1960) menekankan tentang pendapat Mayo dengan teori yang
dikemukakannya tentang manajemen perilaku terhadap pegawai. Teori X menekankan
bahwa seorang pemimpin percaya bahwa pegawai pada dasarnya adalah malas, tidak
mempunyai keinginan untuk meningkatkan produktifitas jadi perlu supervisi secara terusmenerus dan arahan secara melekat. Sedangkan teori Y menekankan pemimpin percaya
bahwa pegawainya senang bekerja dengan motivasi yang timbul dari dalam dirinya, dan
berusaha untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan individu dan organisasi. Perlu dicatat

baha McGregor tidak merasa bahwa teori X dan Y adalah bertentangan, tetapi lebih dari
suatu komponen yang berkesinambungan sehingga pemimpin harus menggabungkan
komponen tersebut dalam mengelola dan memipin pegawainya.
D. Teori Z
Teori Z dikemukakan oleh Ouchi (1981). Teori ini merupakan pengembangan dari
teori Y dari McGregor dan mendukung gaya kepemimpinan demokratis. Komponen teori
Z meliuti pengambilan keputusan dan kesepakatan, menempatkan pegawai sesuai
keahliannya, menekankanpada keamanan pekerjaan, promosi yang lambat, dan pendekatan
yang hoistik terhadap staf.
Perbandingan Teori X, Y dan Z

Teori X
Menghindari pekerjaan jika

ada kesempatan

Tidak senang bkerja

Harus diarahkan
Mempunyai sedikit ambisi

Teori Y
Senang untuk bekerja

Mandiri
Mempunyai tanggung jawab
Kreatif dan bekrkembang
Menggunakan pendekatan

Teori Z
Menekankan pada teori

Menghindar dari tanggung

ilmiah
Memerlukan supervisi

Meningkatkan kepuasan

jawab
Memerlukan

ketat
Termotivasi oleh hukuman

supervisi

seperlunya berminat dalam


membantu menyelesaikan
masalah organisasi

dan hadiah

humanistik
Fokus : motivasi yang
lebih kpd. Human utk.
kerja dan menghasilkan

produksi
Karakteristik :
Pengambilan
keputusan bersama;
Supervisi secara tidak
langsung;
Menekankan

pada

pendekatan holistik

B.

MODEL KEPEMIMPINAN
Bush (2008) membagi model kepemimpinan atas sembilan model, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Manajerial (managerial)
Partisipatf (partisipative)
Transformalsional (transformational)
Interpersonal (interpersonal)
Transaksional (transactional)
Postmodern

7. Kontingensi (contingency)
8. Moral (moral)
9. Pembelajaran (instructional)
Model kepemimpinan manajerial berasumsi bahwa focus seorang pemimpin adalah
melaksanankan tugas pokok dan fungsinya dengan menggunakan kompetensinya. Otoritas
dan pengaruh bersifat normal, hierarkis, dan birokratis.
Kepemimpinan menejerial mengasumsikan bahwa focus pimpinan sebaiknya adalah
pada fungsi, tuga, dan perilaku dan jika fungsi-fungsi tersebut berkompetensi, kerja di
dalam organisasi akan difasilitasi (Bush,2008). Caldwell (1992) menganjurkan bahwa
manajer sekolah harus dapat mengembangkan dan mengimplementasikan proses siklik
yang meliputi tujuh funsgsi manajerial, yaitu :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pengaturan tujuan
Identifikasi kebutuhan
Pengaturan prioritas
Perencanaan
Penentuan anggaran
Implementasi
Evaluasi
Kepemimpinan manajerial berfokus pada pengelolaan aktivitas yang ada agar

kepemimpinan kepala sekolah mencapai sukses dari pada kepemimpinan visioner yang
bervisi untuk masa depan sekolah yang lebih baik.
Model kepemimpinan partisipatif berasumsi bahwa proses pengambilan keputusan di
ambil

bersama-sama

kelompok

akan

mendapat

dukungan

kelompok

dalam

pengimplementasian keputusan tersebut. Partisipasi mengundang kelompok. Kelompok


yang di undang merasa di hargai dan dilibatkan. Keterlibatan akan menimbulkan sikap
demokratis, eningkatkan keefetktifan tim dan lembaga, serta rasa tanggung jawab. Rasa
bertanggung jawab dapat menimbulkan rasa memiliki. Rasa memiliki dapat menimbulkan
turut memelihara.
Kepemimpinan partisipasi mengasumsikan bahwa proses pambuatan keputusan
dalam kelompok sebaiknya menjadi focus utama dala kelompok. (Leithwood,et al., 1992)
Model ini didukung oleh tiga asumsi yaitu :

1. Partisipasi akan meningkatkan keefektifan organisasi.


2. Partisipasi didukung oleh prinsip demokrasi
3. Dalam kontesks manajemen berdasarkan wilayah, kepemimpinan berpotensi
tersedia untuk bebrapa stakeholders yang sah (Bush, 2008).
Model kepemimpinan tranformasional adalah model yang komprehensif yang
menggunakan pendekatan normative. Model ini lebih sentralistik, lebih mengarahkan,
lebih mengontrol system. Model ini cenderung berbuat sewenang-wenang karena
kepemimpinan yang kuat, berani berkorbn sebagai pahlawan,karismatik, dan konsisten
dengan teman sejawat dalam berbagi nilai-nilai dan kepentingan-kepentingan umum. Jika
model ini berjalan optimal, maka model ini melibatkan stake holders dalam mencapai
tujuan.
Model kepemimpinan interpersonal lebih menekankan pada hubungan dengan teman
sejawat dan hubungan antarpribadi. Model ini lebih mengutamakan pendekatan pribadi
dalam mempengaruhi pengikutnya. Model kepemimpinan transaksional adalah hubungan
antara pemimpin dengan pengikut berdasarkan kesepakatan nilai atau proses pertukaran
(transaksi terutama uang). Transaksi diharapkan menguntungkan kedua belah pihak.
Pemimpin yang menggunakan kepemimpinan transaksional dapat menimbulkan money
politic dalam pemilihan pemimpin dan pemilihan kontarktor suatu proyek.
Kepemimpinan transaksional adalah kepemimpinan yang mempengaruhi orang lain
berdasarkan pada pertukaran beberapa sumber-sumber

yang berharga berdasarkan

kesepakatan. Definisi Millierbdan Milliers (2001) merujuk pada kepemimpinan


transaksional sebagai proses pertukaran. Esensi dari kepemimpinan transaksional adalah
kesepakatan antara pemimpin dengan yang dipimpin yang saling menguntungkan. Dengan
kata lain, pemimpin dapat bagian apa? Yang dipimpin dapat kebagian apa?
Model kepemimpinan postmodern mengizinkan menggunakan kepemimpinan
demokratis. Fokusnya pada visi yang dikembangkan oleh pemimpin. Pemimpin harus
penuh perhatian pada budaya dan lambing-lambang makna yang dibentuk oleh individu
atau kelompok. Model ini juga berfokus pada interpretasi individu.
Keough dan Tobin (2001) mengatakan bahwa postmodern saat ini menyelenggarakan
keberagaman kebenaran subjektif sebagai pengalaman dan gemar akan kehilanagan
kekuasaan absolute. Mereka mengidentifikasi beberapa hal kunci dari post-modern :

1.
2.
3.
4.

Bahasa tidak merefleksikan kenyataan


Kenyataan itu tidak ada, terdapat keberagaman kenyataan
Beberapa situasi terbuka untuk beberapa interpretasi dan
Situasi harus dimengerti pada level local dengan perhatian khusus pada
keberagaman (Keong dan Tobin, 2001). Model postmodern memberikan sedikit
petunjuk

cara

pemimpn

yang

diharapkan

untuk

mengoperasikan

kepemimpinannya.
Model kepemimpinan kontigensi lbih focus pada situasi dan mengevaluasi cara
mnyesuaikan perilakunya dengan lingkungan. Model kepemimpinan moral berfokus pada
nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan dan etika. Model ini berdasarkan rasinal normative,
rasional berdasarkan pertimbangan normal/salah.
Kepemimpinan moral mengansumsikan bahwa focus utama dalam kepemimpinan
sebaiknya pada nilai, kepercayaan, dan etika pimpinan. Kekuasaan dan pengaruh
dijabarkan dari konsep devensif dari apa yang benar dan baik (Leithwood, et al., 11990:
10).
Kategori kedua dari West-Burnham adalah kepercayaan moral, kapasitas untuk
bertindak dalam suatu cara yang konsisten dan system etika dan konsisten sepanjang
waktu. Pemimpin dengan kepercayaan moral adalah seseorang yang didapat :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Menunjukkan konsistensi sebab akibat antara prinsip dan praktek


Menerapkan prinsip kedalam situasi baru
Menciptakan berbagai pemahaman dalam kosa kata umum.
Menjelaskan dan menentukan keputusan dalam hal moral
Menjaga prinsip sepangjang waktu
Menginterprestasikan ulang dan menyatakan kembali prinsip jika perlu (WestBuruham 1997 : 241).
Kepemimpinan instruksional adalah kepemimpinan yang memfokuskan pada

pembelajaran oleh guru kepada siswanya. Targetnya adalah kualitas pembelajaran siswa
melauli gurunya (Bush 2008). Peningkatan kualitas pembelajaran membutuhkan
pendekatan

pengembangan

kepemimpinan

yang

berfokus

pada

kepemimpinan

instruksional. Hal ini berarti berusaha untuk mengubah pola piker pemimpin untuk
memperhatikan proses belajar dan mengajar sebagai pusat dari peran mereka (Bush, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan

Professional. Jakarta : Salemba Medika


Swansburg, Russel C. 2001. Pengembangan Staf Keperawatan. Jakarta : EGC
Tiha, Miftah. 2004. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta : PT RajaGrafindo
Usman, Husaini. 2013. Manajemen .Jakarta : PT Bumi Aksara
www.scribd.com

Anda mungkin juga menyukai