Anda di halaman 1dari 3

Chusnunia dan Hegemoni Patriarki

Selasa, 15 Desember 2015 01:30 WIB

ilustrasi

CHUSNUNIA berhasil mencatatkan rekor sebagai bupati perempuan pertama di Provinsi Lampung, bahkan
pertama di Kepulauan Sumatera, meski belum diumumkan secara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)
setempat. Namun, diyakini hasil hitung cepat dan unggah C-1 KPU tidak akan berbeda dengan keputusan
KPU tentang penetapan calon kepala daerah terpilih.
Chusnunia berhasil mendapatkan tempat di hati pemilih Lampung Timur, setelah mengungguli perolehan
Yusron Amirullah, baik berdasarkan hasil hitung cepat Rakata Institute sebesar 8,14% (Yusron AmirullahSudarsono 45,93% dan Chusnunia Chalim-Zaiful Bokhari 54,07%), maupun hasil unggah C-1 KPU sebesar
6,28% (Yusron Amirullah-Sudarsono 46,86% dan Chusnunia Chalim-Zaiful Bokhari 53,14%).
Pada pemilukada periode sebelumnya, Ririn Kuswantari berpasangan dengan Subhan Effendi telah mencoba
untuk bertarung di Pemilukada Kabupaten Pringsewu, namun gagal. Begitupun beberapa nama perempuan di
daerah lain di Pulau Sumatera, belum satu pun yang berhasil menorehkan prestasi sebagai pemenang untuk
menjadi kepala daerah.
Runtuhnya Hegemoni Patriarki
Dalam perjalanan sejarah politik, perempuan masuk ke ruang publik dan politik mengalami banyak tantangan
dan hambatan, bahkan di Athena, tempat kelahiran demokrasi, pun hanya memberikan hak suara kepada
lelaki. Baru pada pertengahan abad ke-18 (awal masa pergerakan feminisme), perempuan mendapatkan hak

suaranya.
Perjuangan perempuan untuk berkarya di ruang publik dan politik bukan dalam pengertian sebagai pelengkap
dan pemberi suara, melainkan juga terlibat dalam politik praktis untuk mengambil kebijakan strategis terus
disuarakan, meski tentu saja pada awalnya hal ini mendapat benturan dari kaum konservatif dan tradisionalis.
Mereka menganggap perempuan yang keluar dari rumahnya adalah tidak lazim, tidak islami, dan tidak
berbudaya. Perempuan bagi mereka hanyalah pengayom keluarga dan pendidik anak.
Dalam konteks pemilu di Indonesia, Pemilu 1999 adalah pemilu pertama kali yang mengangkat dan
mengedepankan isu mengenai hak-hak perempuan. Meski ketika Megawati Soekarnoputri dimunculkan
sebagai calon presiden saat itu, isu tentang bias gender ini kembali mengemuka dan menjadi perdebatan yang
politis, karena toh akhirnya Megawati ditetapkan sebagai presiden sebagai bentuk kompromi politik
menggantikan Abdurrahman Wahid yang dipaksa mundur lewat Sidang Istimewa MPR/DPR Tahun 2001.
Suara-suara penolakan isu kepemimpinan perempuan lebih banyak disuarakan dalam nada budaya yang
politis. Nuansa patriarkis dalam banyak kebudayaan sering lebih menjadi alasan tepat mengapa mereka
menolak kepemimpinan perempuan. Penolakan terhadap kepemimpinan perempuan bukanlah bersumber
pada latar belakang keagamaan, melainkan kebudayaan yang kemudian dicari pembenarannya dalam kajian
keagamaan.
Demokrasi yang terlanjur terbangun pada isu-isu suku, agama, dan etnis menjadikan isu-isu tersebut sarat
menjadi tunggangan politik untuk kepentingan berkuasa. Salah satunya agama yang tak pernah absen
dijadikan alat legitimasi dan pembenaran, untuk memudahkan mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan, termasuk melibatkan teks suci agama sebagai dalil untuk menjegal calon perempuan dan
memuluskan calon patriarki.
Kemunculan sosok Chusnunia sebagai calon kepala daerah perempuan satu-satunya di delapan
kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang menggelar pemilukada serentak 9 Desember silam juga tak luput
dari isu penolakan terhadap kepemimpinan perempuan, baik di media sosial maupun di beberapa forum
pengajian, meski tak bertahan lama, karena terbantah dengan kesuksesan kepala daerah perempuan, seperti
Tri Rismaharini, walikota Surabaya.
Terpilihnya Chusnunia sebagai bupati Lampung Timur menjadi simbol baru keberhasilan perempuan dalam
memutus mata rantai tradisi hegemoni patriarki, meruntuhkan mitos pemimpin harus laki-laki, sekaligus
menjadi bukti kuat bahwa isu-isu misoginis dan bias gender yang melibatkan sentimen keagamaan sudah
mulai kabur dan tak berpengerauh, dan tak tanggung, terpilihnya Chusnunia menjadi sejarah baru bagi
perempuan untuk pertama kalinya memimpin daerah, khususnya di Pulau Sumatera.
Sejumlah optimisme lahir, karena selain dianggap kepemimpinan perempuan sebagai hal yang langka, sosok
Chusnunia juga masih muda dan produktif untuk menggantungkan banyak harapan perubahan, sehingga
pertanyaan mendasar yang harus dijawab Chusnunia setelah dilantik dan ditetapkan sebagai bupati Lampung
Timur untuk periode 20162021 nanti, bukan hanya soal kemampuan dan kesanggupan perempuan
memimpin, tetapi juga soal gairah, kreativitas, dan produktivitas anak muda memajukan daerah dan
menyejahterakan rakyatnya.
Tentu saja, pekerjaan rumah yang dibebankan ke pundak Chusnunia sebagai pemimpin baru, bukanlah
pekerjaan mudah, terlebih lagi Kabupaten Lampung Timur dikenal dengan beragam kompleksitas
masalahnya, mulai dari soal konflik antarkampung, suku, dan stereotipe negatif lainnya seperti begal dan

angka kriminalitas yang tinggi, yang terbukti belum mampu diatasi secara signifikan oleh pemimpin-pemimpin
sebelumnya, yang kebetulan berjenis kelamin laki-laki dan telah berumur senior.
Akhirnya, meski sedikit berlebihan, jika dulu di ujung Sumatera, tepatnya di Aceh, pernah lahir seorang
perempuan yang menjadi panglima Armada Angkatan Laut, Laksamana Keumalahayati, sebagai perempuan
pertama yang berhasil menjadi panglima Angkatan Laut di Indonesia bahkan di dunia, memenangkan banyak
pertempuran dan memiliki kemampuan diplomasi yang handal, maka pada zaman yang berbeda di ujung
Sumatera yang berbeda.
Kita berharap terpilihnya Chusnunia sebagai perempuan pertama yang menjadi kepala daerah di Sumatera
akan banyak melahirkan prestasi dan karya serta membangun daerah. Semoga.
Penulis : Rahmatul Ummah, Pegiat Komunitas CangKir Kamisan Kota Metro
Editor

: Ricky Marly

dibaca

: 2570 Kali

Suka

Bagikan

229

0
Tweet

Bagikan

0komentar
UrutBerdasarkan PalingLama

TambahkanKomentar...

FacebookCommentsPlugin

OPINI

Pohon: Tanam, Tanam, dan Pelihara (http://lampost.co/berita/pohon-tanam-tanamdan-pelihara)


Mahkamah Konspirasi Dewan (MKD) (http://lampost.co/berita/mahkamahkonspirasi-dewan-mkd)
Dari Kemarau Menuju Hujan Harapan (http://lampost.co/berita/dari-kemaraumenuju-hujan-harapan)
Mengapa Herman HN Menang (Lagi)? (http://lampost.co/berita/mengapa-hermanhn-menang-lagi)
Pemilukada Serentak, Keperkasaan Petahana (http://lampost.co/berita/pemilukadaserentak-keperkasaan-petahana)

Anda mungkin juga menyukai