SKRIPSI
Oleh :
DARMIATI
ABSTRAK
Oleh :
DARMIATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana
Pada
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi
Nama
: Darmiati
Nomor Pokok
: L 111 08 278
Program Studi
: Ilmu Kelautan
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Mengetahui,
Dekan Fakultas
Ilmu Kelautan
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
memberikan
rahmat
dan
karunia-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan strata satu (S1) pada Jurusan Ilmu Kelautan,
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin Makassar.
Dalam penyusunan skripsi ini banyak kendala dan hambatan yang
penulis hadapi, namun berkat adanya, saran, kritik, koreksi dan motivasi dari
berbagai pihak, maka skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Teristimewa kedua orang tuaku tercinta H. Abdul Sabur dan Siti Lutfiah,
kakak-kakakku Sabaria, Sabaruddin, Sariba, Darwin, Darwiah yang telah
memberikan dukungan moril maupun materil dan senantiasa mendoakan
penulis, dan terutama Kak Baharuddin yang selalu memberi nasehat,
motivasi, dan bimbingan kepada penulis.
2. Bapak Dr. Mahatma Lanuru, ST, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Chair Rani, M.Si,
selaku pembimbing penulis yang telah banyak meluangkan waktu dan
pikirannya untuk selalu mendampingi, memberikan arahan, masukan,
motivasi serta bimbingan kepada penulis baik dari awal penelitian hingga
selesainya skripsi ini.
3. Bapak Dr. Ir. Amir Hamzah Muhiddin, M.Si selaku ketua jurusan Ilmu
kelautan yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan, masukan,
dan bantuan untuk penggunaan alat penelitian.
4. Bapak Dr. Ir. Abdul Haris. M. Si, Dr. Wasir Samad, S.Si, M.Si, dan Prof.
Dr.
5. Untuk Sodariku, Rizka, Anggi, Ipa, Adlien, dan Ana yang telah memberikan
semangat,
perhatian,
dukungan
dan
kerjasama
serta
selalu
setia
hingga penelitian, Arif, Ancha, Mahdi, Herman, Andry, Matte, Nik, Haerul.
Terima kasih atas segala bantuannya.
7. Kawan-kawan Keluarga Mahasiswa Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin
khususnya warga MEZEIGHT yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang telah menemani penulis selama kuliah di jurusan ilmu kelautan. Terima
kasih atas dukungan, doa serta senda guraunya.
Dengan segala keterbatasan, penulis manyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Makassar,
Juni 2013
Penulis,
Darmiati
vi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................
vi
viii
ix
xi
I.
PENDAHULUAN ...................................................................................
1
3
4
A. Hidrodinamika .................................................................................
1. Arus ...........................................................................................
2. Pasang Surut .............................................................................
3. Gelombang ................................................................................
B. Transformasi Gelombang ................................................................
C. Terumbu Karang Kaitannya dengan Hidrodinamika dan
Transformasi Gelombang ..............................................................
5
7
9
10
14
21
21
21
21
21
22
23
23
24
25
25
26
26
27
27
27
28
28
28
28
28
29
II.
17
33
vii
3) Parameter Arus...............................................................
b. Pengaruh Terumbu Karang Terhadap Transformasi
Gelombang ...........................................................................
34
36
36
37
37
41
44
45
47
49
50
51
53
60
A. Kesimpulan ......................................................................................
B. Saran ...............................................................................................
60
60
61
LAMPIRAN ...................................................................................................
64
34
viii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
33
38
40
44
45
47
48
53
54
58
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Gerak partikel air di laut dangkal, transisi dan dalam (Triatmodjo, 1999)
11
2.
13
15
22
23
24
7. Diagram alir koreksi kecepatan angin (simbol lihat dalam teks) ..............
30
30
9. Rasio durasi kecepatan angin (Ut ) paada kecepatan 1 jam (U3600) ..........
31
31
11. Wind rose daerah perairan Pantai Bau-bau selama tahun 2003 2012 .
39
12. Wind rose daerah perairan Pantai Bau-bau bulan Januari 2013 .............
40
42
43
15. Perbandingan grafik pasang surut dari hasil pengukuran dan prediksi ....
45
46
50
52
54
56
57
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Hasil arah dan kecepatan Arus sebelum dan setelah melewati daerah
terumbu karang dan daerah berpasir perairan Pantai Bau-bau ...............
65
66
67
68
69
72
73
74
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pantai adalah suatu zona yang dinamik karena merupakan zona
persinggungan dan interaksi antar lautan, daratan, dan udara.
senantiasa
memiliki
proses
penyesuaian
yang
terus
Zona pantai
menerus
menuju
keseimbangan alami terhadap dampak dari pengaruh eksternal dan internal, baik
yang bersifat alami maupun non alami. Faktor alami seperti gelombang, arus,
aksi angin, input dari sungai, kondisi tumbuhan pantai serta aktifitas tektonik
maupun
vulkanik.
Faktor
non
alami
seperti
kegiatan
campur
tangan
kawasan
seperti
perikanan,
industri,
pelabuhan,
pariwisata,
Transformasi
kalsium karbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan
organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Terumbu karang berfungsi
sebagai pelindung ekosistem pesisir dan laut dari tekanan gelombang (Dahuri,
2001).
Menurut Suharsono (1995), peran terumbu karang sangat penting
sebagai pelindung alami pantai dari hempasan gelombang dan arus laut, sebagai
habitat, tempat mencari makan, tempat berpijah dan asuhan serta pembesaran
bagi biota laut. Terumbu karang tepi dan penghalang adalah pemecah
gelombang alami yang melindungi pantai dari erosi, banjir pantai dan peristiwa
perusakan lainnya yang diakibatkan oleh fenomena air laut. Terumbu karang
juga memberikan kontribusi untuk akresi (penumpukan) pantai dengan
memberikan pasir untuk pantai dan memberikan perlindungan terhadap desadesa dan infrastruktur daerah pesisir seperti jalan dan bangunan-bangunan
lainnya yang berada disepanjang pantai (Sukmara et al., 2001).
Pantai Bau-Bau merupakan bagian dari perairan Selat Buton yang secara
fisik dipengaruhi oleh dinamika oseanografi (pasang surut, gelombang dan arus)
dan aliran sungai yang berubah pada setiap musim. Pada umumnya gelombang
yang merambat di perairan Bau-Bau dari arah barat dan barat daya lebih besar
dibandingkan dengan gelombang dari arah timur dan timur laut. Hal ini
disebabkan karena gelombang dari arah barat dan barat daya berasal dari
perairan yang lebih terbuka (laut bebas), sedangkan dari arah timur dan timur
laut berasal dari perairan yang semi terbuka (Teluk dan Selat Buton).
Berdasarkan bentuk dan karakteristik pantai Bau-Bau terdiri dua bentuk
yakni pada bagian sisi utara yang berada di Teluk dan Selat Buton memiliki
substrat pantai berpasir dan hamparan terumbu karang, sedangkan pada sisi
barat yang berhadapan dengan laut terbuka memiliki substrat batuan keras dan
sebagian berlumpur sebagai akibat adanya muara Sungai Bau-Bau pada sisi
pantai tersebut. Kedua sisi tersebut dipisahkan oleh Jetti (Jembatan Batu) yang
menjorok ke arah barat laut. Dengan kondisi demikian menunjukkan adanya
hubungan antara pola hidrodinamika dengan keberadaan substrat dasar perairan
dan kondisi ekologi khususnya terumbu karang di wilayah ini.
Pemanfaatan dan pengembangan kawasan pesisir Bau-Bau cenderung
meningkat setiap tahunnya seperti sebagai areal pelabuhan (transportasi),
permukiman dan
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hidrodinamika Laut
Definisi hidrodinamika adalah studi ilmiah tentang gerak fluida, khususnya
zat cair incompressible
Dalam hidrodinamika laut gaya-gaya yang terpenting adalah gaya gravitasi, gaya
gesekan, dan gaya coriolis (Stewart, 2006 dalam Cahyana, 2011).
Gaya gravitasi merupakan gaya yang dominan dalam hidrodinamika.
Gaya berat dari air laut yang merupakan akibat dari adanya gravitasi,
menghasilkan tekanan hidrostatis. Perubahan gravitasi yang diakibatkan oleh
gerakan matahari dan bulan relatif terhadap bumi, menyebabkan terjadinya
pasang surut, arus dan pencampuran. Gravitasi juga menyebabkan terjadinya
buoyancy, yaitu gaya naik atau gaya turun pada paket-paket air yang memiliki
densitas lebih besar atau lebih kecil dari pada air di sekitarnya pada level yang
sama. Gaya gesekan adalah gaya yang bekerja pada dua buah permukaan yang
saling bersentuhan dan terjadi gerak relatif antara keduanya. Permukaan di sini
dapat berupa paket air atau udara. Tekanan angin adalah gesekan yang
disebabkan oleh bertiupnya angin di atas permukaan laut. Tiupan angin
mentransfer momentum horizontal ke laut sehingga menghasilkan arus laut. Jika
angin bertiup pada gelombang laut, maka akan terjadi gelombang laut yang lebih
besar (Stewart, 2006 dalam Cahyana, 2011).
Gaya koriolis adalah gaya semu yang dominan yang mempengaruhi
gerak dalam sistem koordinat yang disesuaikan terhadap bumi. Gaya semu
adalah gaya yang nyata yang muncul dari gerak dalam curvilinear atau koordinat
yang berputar. Efek coriolis adalah pantulan dari angin yang bergerak sepanjang
permukaan bumi ke kanan arah gerak pada bagian utara bumi, dan ke kiri arah
gerak pada bagian selatan bumi. Efek coriolis disebabkan oleh rotasi bumi dan
menentukan arah rotasi dari massa, akibatnya arah berputar searah jarum jam di
bumi bagian selatan, dan berlawanan arah jarum jam di bumi bagian utara
(Stewart, 2006 dalam Cahyana, 2011).
Hidrodinamika adalah cabang dari mekanika fluida. Dalam oseanografi,
mekanika fluida digunakan berdasarkan mekanika Newton yang dimodifikasi
dengan memperhitungkan turbelensi (Stewart, 2006 dalam Cahyana, 2011).
Hidrodinamika memiliki dua persamaan dasar, yaitu persamaan kontinuitas dan
persamaan momentum. Persamaan dasar hidrodinamika yang biasa digunakan
pada model hidrodinamika adalah persamaan kekekalan massa dan momentum
yang diintegrasikan terhadap kedalaman.
Persamaan kekekalan massa:
Arah y
kedalaman 200. Ketika angin berhembus di laut, energi yang ditransfer dari angin
ke batas permukaan, sebagian energi ini digunakan dalam pembentukan
gelombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air dari yang
kecil ke arah perambatan gelombang sehingga terbentuklah arus di laut.
Semakin cepat kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja
pada permukaan laut, dan semakin besar arus permukaan. Dalam proses
gesekan antara angin dengan permukaan laut dapat menghasilkan gerakan air
yaitu pergerakan air laminar dan pergerakan air turbulen (Supangat, 2003).
Gelombang yang merambat menuju pantai membawa massa air dan
momentum
gelombang.
Transpor
massa
dan
dalam menentukan kecepatan arus sepanjang pantai adalah tinggi dan sudut
datang gelombang pecah (CERC, 1984).
2. Pasang Surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya paras laut (sea level) secara
berkala yang ditimbulkan oleh adanya gaya tarik dari benda-benda angkasa,
terutama matahari dan bulan, terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa
bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya jauh lebih
dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada
pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang
surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari. Fenomena ini
memberikan kekhasan karakteristik pada kawasan pesisir dan lautan, sehingga
menyebabkan kondisi fisik perairan yang berbeda-beda (Ali et al., 1994).
Secara umum pasang surut di berbagai daerah perairan Indonesia dapat
dibedakan dalam empat tipe yakni (Triatmodjo 1999) :
1) Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan
tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara
teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Pasut jenis ini
terdapat di Selat Malaka sampai Laut Andaman.
2) Pasang surut harian tunggal (diurnal tide)
Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode
pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasut jenis ini terdapat di perairan
selat Karimata.
3) Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi
diurnal)
10
Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi
dan periodenya berbeda. Pasut jenis ini terdapat di perairan Indonesia bagian
Timur.
4) Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing
diurnal)
Pada tipe ini dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air
surut, tetapi kadang-kadang untuk sementara waktu terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Pasut
jenis ini terdapat di perairan utara Dangkalan Sunda.
Komponen konstanta harmonik pasang surut yakni komponen harmonik
bulan dan matahari dapat diperoleh dari hasil pengamatan pasang surut. Untuk
mendapatkan konstanta harmonik pasang surut dapat menggunakan beberapa
metode yakni Metode Admiralty (Hidrographich Departemen Admiralty/HDA
1941) dan Metode Least Square (Ali et al. 1994), dari konstanta harmonik
pasang surut tersebut dapat diperoleh karakteristik dan tipe pasang surut.
3. Gelombang
Gelombang laut dapat ditinjau sebagai deretan dari pulsa-pulsa yang
berurutan yang terlihat sebagai perubahan ketinggian permukaan air laut, yaitu
dari suatu elevasi maksimum (puncak) ke elevasi minimum (lembah). Gelombang
terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau
tegangan dari atmosfir (khususnya melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi
bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi
bumi), dan tegangan permukaan (Triatmadja, 2004).
Pada umumnya gelombang terjadi karena hembusan angin di permukaan
air laut. Daerah di mana gelombang itu dibentuk disebut daerah pembangkitan
gelombang (wave generating area). Gelombang yang terjadi di daerah
11
Gambar 1. Gerak partikel air di laut dangkal, transisi dan dalam (Triatmodjo,
1999).
Gelombang akan mentransfer energi melalui partikel air sesuai dengan
arah hembusan angin. Lebih lanjut dikemukakan bahwa mekanisme transfer
energi ini terdiri dari dua bentuk yakni pertama: akibat variasi tekanan angin pada
permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang dan kedua: transfer
momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi
rendah (periode tinggi dan panjang gelombang besar). Gelombang frekuensi
tinggi dapat ditimbulkan oleh angin yang berhembus secara kontinyu. Viskositas
air laut dapat mempengaruhi efek langsung dari tekanan angin, sehingga
kecepatan angin permukaan menghilang makin ke dalam dan pada suatu
kedalaman tertentu menjadi nol (Kramadibrata, 1985).
12
13
Pada umumnya bentuk gelombang di alam adalah sangat rumit dan sulit
digambarkan secara matematis. Kerumitan tersebut akibat perambatan yang
tidak linier, tiga dimensi dan mempunyai bentuk yang acak (suatu deret
gelombang mempunyai tinggi dan periode berbeda). Beberapa teori yang ada
hanya menggambarkan bentuk gelombang yang sederhana dan merupakan
pendekatan gelombang alam. Ada beberapa teori dengan berbagai derajad
kerumitan dan ketelitian untuk menggambarkan gelombang di alam, diantaranya
adalah teori Airy, Stokes, Gerstner, Mich, Knoidal, dan teori gelombang tunggal
(solitari wave). Teori gelombang Airy merupakan gelombang amplitudo kecil,
sedang teori yang lain adalah gelombang amplitudo terbatas (finite amplitude
waves) (Triatmodjo, 1999).
Umumnya dalam mempelajari gelombang dilakukan dengan suatu
pendekatan dengan menganggap bahwa suatu gelombang yang tak beraturan
merupakan superposisi dari tak berhingga gelombang-gelombang sederhana
yang mempunyai pola sinusoidal. Gambar 2. menunjukkan sketsa definisi dari
suatu gelombang sinusoidal yang menjalar disuatu kedalaman perairan d di
dalam sistem koordinat x dan z. Dasar perairan terletak di z=-d dan profil
permukaan gelombang pada z=.
14
atau
mengalami
proses
pembiasan
(refraksi).
Selanjutnya
arah
15
16
Gambar 3. Refraksi gelombang pada berbagai bentuk tipe kontur garis pantai
(a) kontur lurus dan sejajar; (b) gabungan antara submarine ridge
dan submarine canyon; (c); submarine ridge dan (d) submarine
canyon (CHL 2002).
Refraksi dan pendangkalan gelombang (wave shoaling) dapat
menentukan ketinggian gelombang pada kedalaman tertentu serta distribusi
energi gelombang sepanjang pantai. Selain itu, perubahan arah gelombang
sebagai hasil dari refraksi suatu daerah energi gelombang konvergen
(penguncupan) atau divergen (penyebaran) yang berpengaruh terhadap struktur
pantai. Refraksi juga berperan dalam perubahan topografi dasar laut dari
pengaruh erosi dan sedimentasi serta deskripsi secara umum dari kedalaman
perairan pantai dapat diperoleh melalui analisis pola refraksi gelombang (CERC,
1984).
Anggapan-anggapan yang digunakan dalam studi refraksi adalah sebagai
berikut (Triatmodjo, 1999):
1) Energi Gelombang antara dua ortogonal adalah konstan.
2) Arah penjalaran gelombang tegak lurus pada puncak gelombang, yaitu dalam
arah ortogonal gelombang.
3) Cepat rambat gelombang yang mempnyai periode tertentu di suatu tempat
hanya tergantung pada kedalaman di tempat tersebut.
4) Perubahan topografi adalah berangsur-angsur.
5) Gelombang mempunyai puncak yang panjang, periode konstasn, amplitudo
kecil dan monokromatik.
Persamaan cepat rambat gelombang berdasarkan kedalaman relatifnya
yaitu (Triatmodjo, 1999) :
=
17
18
C.
yang
mengatakan bahwa
pasang
surut
berpengaruh terhadap
19
beberapa karang yang mati pada bagian permukaan atas tetapi masih tetap
hidup pada bagian samping dan karang akhirnya tumbuh melebar kearah
samping. Pola pasang surut juga berpengaruh terhadap tersedianya nutrient dan
zat-zat hara anorganik bagi pertumbuhan karang.
Menurut English et al. (1994) terumbu karang mempunyai berbagai macam
bentuk pertumbuhan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Tipe bercabang (branching) yaitu memiliki cabang lebih panjang daripada
diameter yang dimiliki, banyak terdapat di sepanjang tepi terumbu dan bagian
atas lereng, terutama yang terlindungi atau setengah terbuka.
2. Bentuk masif/padat (massive), dengan ukuran bervariasi serta beberapa
bentuk seperti bongkahan batu. Permukaan karang ini halus dan padat,
biasanya ditemukan di sepanjang tepi terumbu karang dan bagian atas
lereng terumbu.
3. Sub masif bentuk kokoh dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom kecil
4. Bentuk kerak (encrusting), tumbuh menyerupai dasar terumbu dengan
permukaan yang kasar dan keras serta berlubang-lubang kecil, banyak
terdapat pada lokasi yang terbuka dan berbatu-batu, terutama mendominasi
sepanjang tepi lereng terumbu.
5. Tipe meja (tabulate) yaitu tipe karang yang menyerupai meja dengan
permukaan yang lebar dan datar.
6. Tipe daun (Foliose) yaitu tipe karang yang tumbuh dalam bentuk lembaran
lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, dapat berukuran besar dan
kecil serta membentuk lipatan yang melingkar
7. Tipe jamur (Mushroom) yaitu tipe karang yang berbentuk oval dan tampak
seperti jamur.
20
III.
METODE PENELITIAN
22
substasiun dilakukan 3 kali ulangan. Seperti yang terlihat pada gambar simulasi
daerah pengambilan data (Gambar 4).
GARIS PANTAI
50 m
III
II
Daerah
Berpasir
III
II
Terumbu
karang
23
palm staff
24
diinput
kedalam
komputer
dengan
menggunakan
software
Mapsource, selanjutnya data tersebut difilter untuk melihat data dan memperbaiki
data-data yang rusak (noise). Selanjutnya hasil pemeruman ini dikoreksi dengan
hasil pengukuran pasut sehingga dapat diketahui kedalaman sesungguhnya
terhadap referensi MSL (permukaan laut rata-rata).
SATELIT
TAMPAK SAMPING
TAMPAK BELAKANG
READER
ANTENA
ANTENA
TRANDUSER
TRANDUSER
DASAR LAUT
Gambar 6.
25
c. Pengukuran Gelombang
Pengukuran tinggi gelombang pada daerah karang dilakukan pada
daerah setelah melewati karang dengan cara membaca langsung pergerakan
naik (puncak) dan turun (lembah) permukaan air laut pada tiang berskala di laut.
Perbedaan pembacaan antara puncak dan lembah gelombang yang terukur
merupakan nilai tinggi gelombang, sedangkan gelombang datang sebelum
melewati karang diambil dari data peramalan gelombang karena penggunaan
tiang skala pada perairan yang dalam kurang akurat (bias). Pengukuran periode
gelombang dilakukan dengan menggunakan stopwatch dengan cara menghitung
banyaknya waktu yang diperlukan pada posisi puncak dan lembah gelombang
bagi sejumlah gelombang datang. Arah datang gelombang diukur dengan
menggunakan kompas, sedangkan pada daerah yang berpasir akan dikondisikan
dengan lebar area terumbu karang.
d. Pengukuran Arus
Pengukuran arus untuk masing-masing stasiun pada saat pengukuran
gelombang dengan menggunakan layang-layang arus, dengan bahan dasar
seng dan bola pelampung yang diikatan pada tali sepanjang lima meter.
Pengamatan dilakukan dengan melepas layang-layang arus hingga jarak yang
telah ditentukan dan mengukur selang waktu yang dibutuhkan hingga mencapai
jarak yang telah ditentukan tersebut. Pengukuran arah pergerakan arus
dilakukan dengan membidik searah penjalaran arus dengan menggunakan
kompas. Pengukuran pada daerah terumbu karang dilakukan sebelum dan
setelah arus melewati terumbu karang, sedangkan pada daerah yang berpasir
akan dikondisikan dengan lebar area terumbu karang.
26
27
4. Analisis Data
a. Kondisi Hidrodinamika Perairan Pantai Bau-bau
1) Pasang Surut
Analisis data pasang surut menggunakan Metode Admiralty (Djaja, 1989
dalam Ongkosongo dan Suyarso, 1989; HDA, 1941) untuk mendapatkan nilai
konstanta harmonik pasutnya (So, K1, S2, M2, O1, P1, N2, M4, dan MS4),
selanjutnya digunakan untuk memperoleh tipe pasut, tunggang air pasut dan
koreksi kedalaman. Hasil pengukuran dibandingkan juga dengan prediksi pasut
dari hasil software pasut yang dikembangkan oleh BPPT (Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi) (1998). Tipe pasut ditentukkan berdasarkan kriteria
Courtier guna memperoleh bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam bentuk:
AO 1 AK1
AM 2 AS2
dimana: AK1 dan AO 1 = amplitudo komponen pasang surut harian utama; AM 2 dan
0,25<F1,5 =
1,5<F3,0
F>3.0
DTS
(H x )
39
n 39
28
Keterangan :
H
= Konstanta Doodson
2) Parameter Gelombang
a) Tinggi gelombang
H1/3
b) Periode Gelombang
=
T
1,1 x T
Keterangan :
T
Waktu (s)
Banyaknya gelombang
T1/3
c) Panjang Gelombang
L 1.56 T 2
d) Energi Gelombang
29
Keterangan :
E
e) Peramalan Gelombang
Sebelum perhitungan prediksi (peramalan) gelombang, terlebih dahulu
dilakukan analisis perhitungan panjang fetch efektif (Feff) dan data angin yang
diperoleh dari SM Betoambari Bau-Bau.
Perhitungan panjang fetch efektif menggunakan Peta RBI dan Peta Alur
Pelayaran dengan persamaan:
Feff
Xi cos
cos
30
< 10 mil/16,09 km
Panjang Fetch
> 10 mil/16,09 km
Koreksi Angin Darat ke Laut
UW = RL UL
Gambar 3.7
Gambar 7. Diagram alir koreksi kecepatan angin (simbol lihat dalam teks).
UL=kecepatan angin di darat; UW =kecepatan angin di laut;
RT=kondisi atmosfer; UA=faktor tegangan angin
31
Gambar 9. Rasio durasi kecepatan angin (Ut ) paada kecepatan 1 jam (U3600)
Gambar 10. Perbandingan/rasio (RL) kecepatan angin di atas laut (UW ) dengan
angin di darat (UL) (CHL 2002). (Keterangan: Pemakaian RL,
normalnya jika jarak alat pencatat angin 16 km dari laut)
Peramalan
gelombang
dimaksudkan
untuk
mengalihragamkan
32
H s 1, 6 x103 F*0,5
dan H s 0.243
U A2
g
U A2
; untuk F* > 2 x 104 (fully developed waves)
g
Ts 0, 2857 F1/ 3
dan Ts 8.13
UA
g
UA
; untuk F* > 2 x 104 m (fully developed waves)
g
t 68,8 F2 / 3
UA
g
UA
; untuk F* > 2 x 104 m (fully developed waves)
g
g F e ff
U
2
A
33
Kedalaman
Relatif
1. Kecepatan
gelombang
Perairan
Dangkal
Perairan Transisi
1 d 1
25 L 2
d
1
L 20
L
gd
T
2. Panjang
gelombang
L T gd CT
3. Kecepatan
grup
C g C gd
Perairan
Dalam
d 1
L 2
L gT
2d
tanh
T 2
L
C Co
gT 2
2d
tanh
2
L
L Lo
4d L
1
Cg nC 1
C
2 sinh4d L
Cg
L gT
T 2
gT 2
CoT
2
1
gT
C
2
4
34
0.0292
0.4257
0.0696
+ 0.1359
+ 1.0905
Keterangan :
Kt
Rc
3) Parameter Arus
Kecepatan arus dihitung dengan menggunakan persamaan empiris
berikut :
S
t
Keterangan :
V:
S:
Jarak (m)
t :
Waktu (det)
Parameter
gelombang
dan
arus
yang
diperoleh
selanjutnya
dikelompokkan menurut stasiun dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
untuk dianalisis secara deskriptif.
b. Pengaruh Terumbu Karang Terhadap Transformasi Gelombang
Pengaruh terumbu karang dalam transformasi gelombang dan arus
dianalisis berdasarkan parameter gelombang yaitu tinggi gelombang (H), periode
gelombang (T), tinggi gelombang (L), energi gelombang (E), dan parameter arus
yaitu kecepatan arus (V). Parameter-parameter tersebut dianalisis perbedaanya
35
sebelum dan setelah melewati terumbu karang dengan uji t berpasangan. Selain
itu juga dilakukan pengujian besarnya penurunan yang terjadi antara titik
pengamatan di area terumbu karang dan di area berpasir dengan uji t student,
dimana perbedaan nilai dinyatakan dalam satuan %.
IV.
pada
kedalaman yang dangkal profilnya agak curam akan tetapi pada kedalaman
yang lebih dalam terlihat landai (kedalaman maksimumnya 50 m). Pantai barat
lebih terbuka, berhadapan dengan laut bebas, bentuk pantainya lebih kompleks
dan pada kedalaman yang dangkal lebih landai akan tetapi pada kedalaman
yang lebih dalam sangat curam (kedalaman maksimumnya > 50 m).
Berdasarkan bentuk dan karakteristik Pantai Bau-bau terdiri dua bentuk
yakni pada bagian sisi utara yang berada di Teluk dan Selat Buton memiliki
substrat pantai berpasir dan hamparan terumbu karang. Pada sisi barat yang
berhadapan dengan laut terbuka memiliki substrat batuan keras dan sebagian
berlumpur sebagai akibat adanya muara Sungai Bau-Bau pada sisi pantai
tersebut. Kedua sisi tersebut dipisahkan oleh Jetti (Jembatan Batu) yang
menjorok ke arah barat laut. Dengan kondisi demikian menunjukkan adanya
37
38
5,4 - 7,9
7,9 - 10,7
10,7 - 13,8
>= 13,8
m/det
m/det
m/det
m/det
m/det
Total
Arah
Angin
Jum
Jum
Jum
Jum
Jum
Jum
Utara
0,03
0,04
0,08
Timur
Laut
0,06
10
0,09
17
0,15
Timur
0,04
15
0,13
0,04
0,01
0,01
27
0,23
Tenggara
0,02
0,01
0,03
Selatan
Barat
Daya
0,01
0,03
0,01
0,05
Barat
0,01
35
0,3
0,04
0,01
42
0,36
Barat
Laut
0,03
0,05
0,03
13
0,11
Jumlah
22
0,19
77
0,66
15
0,13
0,01
0,02
117
Sumber: Hasil analisis data angin berdasarkan data dari SM Betoambari (2003 2012).
39
Wind Rose
Location : Bau-Bau
Year
: 2003 - 2012
Gambar 11. Wind rose daerah perairan Pantai Bau-bau selama tahun
2003 2012
Selain data maksimum bulanan juga disajikan data frekuensi
dan
persentase kecepatan dan arah angin maksimum selama bulan Januari 2013
sebagaimana disajikan pada Tabel 3, sedangkan Gambar 12 adalah wind rose
berdasarkan data dalam Tabel 3.
Arah angin maksimum dominan dari barat (35%) dengan kecepatan angin
berkisar antara 5,4 7,9 m/det kemudian dari arah barat daya (21%), barat laut
(14%) dan selatan (14%), sedangkan untuk kecepatan dari arah mata angin yang
lain berada pada kisaran 0,0 5,4 m/det dengan persentase < 7%. Angin
dianggap sebagai faktor pembangkit gelombang permukaan. Angin yang
berhembus di atas permukaan laut menimbulkan tegangan pada permukaan laut,
di mana semakin lama angin bertiup, semakin besar pula energi yang dapat
membangkitkan gelombang (Davis, 1991).
40
5,4 - 7,9
7,9 10,7
10,7 13,8
>= 13,8
m/det
m/det
m/det
m/det
m/det
Arah
Angin
Jum
Total
Jum
Jum
Jum
Jum
Jum
Utara
0,03
0,03
Timur
Laut
0,03
0,03
Timur
0,07
0,07
Tenggara
0,03
0,03
Selatan
0,10
0,03
0,14
Barat
Daya
0,17
0,03
0,21
Barat
0,28
0,07
10
0,35
Barat
Laut
0,10
0,03
0,14
Jumlah
24 0,83
5 0,17
29 100
Sumber: Hasil analisis data angin berdasarkan data dari SM Betoambari (Januari 2013).
Wind Rose
Location : Bau-Bau
Year
: Januari 2013
Gambar 12. Wind rose daerah perairan Pantai Bau-bau bulan Januari 2013
Dalam peramalan gelombang, kecepatan angin yang diperoleh dari SM
Betoambari dikonversi menjadi kecepatan angin di atas permukaan laut.
41
Konversi data angin mengikuti petunjuk dari CHL (2002). Hal ini dilakukan,
karena data angin yang digunakan dalam peramalan gelombang adalah data
angin di atas permukaan laut menjadi faktor tegangan angin yang dapat
membangkitkan gelombang. Kemudian gelombang dari hasil peramalan pada
waktu pengukuran yang sama saat pengukuran lapangan akan dijadikan data
gelombang sebelum melewati daerah karang dan berpasir.
2. Kedalaman
Data kedalaman diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung di
lapangan dengan menggunakan alat GPS MapSounder. Perubahan kedalaman
dan kelandaian berpengaruh besar terhadap kondisi oseanografi yang terjadi
pada suatu daerah. Perubahan kontur kedalaman dapat menyebabkan
perubahan
arah
penjalaran
gelombang
(transformasi
gelombang)
dan
Hasil
pengukuran kedalaman perairan Pantai Bau-bau dapat dilihat pada Gambar 14.
Hasil pengukuran kedalaman yang dikoreksi terhadap data pasang surut
dengan mengacu pada MSL sebagai dasar dalam pembuatan peta kontur
kedalaman sebagaimana disajikan pada Gambar 14 menunjukkan berbagai
variasi kedalaman pada lokasi penelitian. Pada pantai yang menghadap arah
barat (Stasiun terumbu karang) lebih dalam dibandingkan dengan pantai yang
menghadap arah utara (Stasiun berpasir) dan kelandaiannya berbeda pada tiap
kedalaman, hal ini disebabkan pada pantai yang menghadap barat langsung
berhadapan dengan laut lepas, sedangkan pada pantai utara merupakan daerah
teluk dan berhadapan dengan Pulau Makassar.
Masing-masing substasiun terumbu karang setelah melewati karang
berada pada kisaran kedalaman 15 18 m, dan pada daerah berpasir berada
42
Kedalaman (m)
25
50
75
100
125
150
0
-1
-2
-3
-4
-5
-6
-7
-8
-9
-10
-11
-12
-13
-14
-15
-16
-17
175
200
225
250
43
44
3. Pasang Surut
Berdasarkan data sekunder dari hasil penelitian Baharuddin (2006) di
wilayah Pantai Bau-bau, diperoleh 9 konstanta harmonik utama untuk amplitudo
(A) dan beda fase (g) dengan menggunakan Metode Admiralty, sebagaimana
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Konstanta Harmonik Pasang Surut Perairan Bau-Bau
A
cm
g
So
M2
S2
N2
K1
O1
M4
MS 4
K2
P1
173,51
55,03
18,37
11,61
33,26
22,93
1,49
0,59
4,96
10,98
29,58
67,43
4,31
304,56
296,55
149,79
270,66
67,43
304,56
45
250
200
150
100
Hasil Pengukuran
Prediksi
50
0
Gambar 15. Perbandingan grafik pasang surut dari hasil pengukuran dan
prediksi
4. Arus
Pengukuran arus dilakukan pada saat pengamatan gelombang, yaitu
pada masing-masing stasiun pengamatan yang hasilnya disajikan pada Tabel 5
dan peta pola arus pada Gambar 16.
Tabel 5. Hasil pengukuran arus pada setiap stasiun pengamatan
Stasiun
Substasiun
Daerah
Terumbu
Karang
I
II
III
I
II
III
Daerah
Berpasir
46
Gambar 16. Peta pola arus perairan Pantai Bau-bau (tanggal 18 Januari 2013)
Kecepatan arus pada stasiun terumbu karang cenderung lebih besar dari
stasiun berpasir. Hal ini disebabkan karena letak stasiun berpasir agak condong
ke teluk, sedangkan stasiun terumbu karang yang berada di perairan yang
terbuka (mulut teluk) berhadapan langsung dengan laut lepas sehingga
pengaruh angin sangat besar dalam membangkitkan arus. Energi angin akan
dialirkan ke bawah melalui kolom air dan menyebabkan lapisan air yang lebih
47
Daerah
Berpasir
Daerah
Terumbu
Karang
Stasiun
Substasiu
n
Ket:
Hsb
(m)
Hst
(m)
Tsb
(det)
Tst
(det)
Lsb
(m)
Lst
(m)
Esb (N)
Est (N)
0,5
0,14
4,0
4,68
25
35
7843,10
893,8
II
0,5
0,2
4,0
3,79
25
22,4
7843,10
1151
III
0,5
0,2
4,0
3,43
25
18,6
7843,10
972,7
0,3
0,18
4,0
3,71
25
21,6
2823,51
925,8
II
0,3
0,16
4,0
3,68
25
21,3
2823,51
649,4
III
0,3
0,11
4,0
3,72
25
21,7
2823,51
350,7
Sb (Sebelum); St (Setelah); H (Tinggi gelombang); T (Periode gelombang); L
(Panjang gelombang); E (Energi gelombang).
48
di daerah tubir akan lebih besar dibandingkan perambatan yang terjadi di daerah
dangkal dan peredaman gelombang terjadi ketika gelombang menjalar di daerah
rataan karang dangkal.
Menurut Nybakken (1992), bahwa ketika gelombang memasuki perairan
dangkal dan mulai mengalami hambatan gesek dari dasar perairan,
maka
Daerah
Terumbu
Karang
B (m)
d (m)
112
97
72
h(m)
Rc
Kt
1,02
-4,98
0,5
24,96
0,363
0,75
-5,25
0,5
24,96
0,381
0,95
-5,05
0,5
24,96
0,367
0,52
-4,48
0,5
24,96
0,379
0,37
-4,63
0,5
24,96
0,392
0,31
-4,69
0,5
24,96
0,397
0,26
-3,74
0,5
24,96
0,456
0,27
-3,73
0,5
24,96
0,455
0,23
-3,77
0,5
24,96
0,459
Ket: B (lebar puncak terumbu karang); d (kedalaman air); h (tinggi struktur karang dari
dasar perairan); Rc (kedalaman air di atas struktur (h-d); H (tinggi gelombang
datang); L (panjang gelombang); Kt (koefisien transformasi gelombang).
49
dan
adanya
dan
penghalang
menyebabkan
semakin
berkurangnya
panjang
50
Berdasarkan bentuk pantai dan arah angin terutama pada frekuensi angin
yang lebih dominan yang dapat membangkitkan gelombang pada lokasi
penelitian, maka pola transformasi disesuaikan dengan kondisi tersebut. Pola
transformasi ini dihasilkan dari model program RCPWave, kemudian ditampilkan
dalam bentuk gambar. Berikut gambaran pola transformasi gelombang di
perairan Pantai Bau-bau.
1. Pola Transformasi Gelombang dari Arah Barat
Pola transformasi gelombang yang terjadi pada perairan Pantai Bau-bau
yaitu pola transformasi gelombang seperti refraksi dan shoaling yang disajikan
pada Gambar 17.
51
pada pantai yang menghadap barat pada stasiun terumbu karang dan hampir
sejajar pada pantai yang menghadap utara pada stasiun berpasir. Menurut
Carter (1988), jika suatu muka barisan gelombang datang membentuk sudut
miring terhadap tepi pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan
kontur-kontur kedalaman sejajar dengan pantai, maka muka gelombang akan
berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai atau
mengalami proses pembiasan (refraksi).
Tinggi gelombang pecah di pantai bagian barat terlihat lebih tinggi, jika
dibanding dengan pantai mengahadap utara. Hal ini disebabkan karena adanya
pengaruh refraksi yang terjadi lebih besar dimana puncak gelombang membelok
dan berusaha untuk sejajar dengan garis kontur, akibat menurunnya cepat
rambat gelombang dan terjadi proses shoaling yakni proses pembesaran tinggi
gelombang karena pendangkalan dasar laut, dimana tinggi gelombang dari laut
dalam akan menurun pada laut transisi dan dangkal, dan pada perairan yang
sangat dangkal tinggi gelombang membesar sampai terjadi pecah. Hal ini sesuai
dengan pendapat Carter (1988), bahwa dari proses pembiasan (refraksi),
selanjutnya arah perambatan berangsur-angsur berubah dengan berkurangnya
kedalaman (shoaling), sehingga dapat diamati bahwa muka gelombang
cenderung sejajar dengan kedalaman.
2. Pola Transformasi Gelombang dari Arah Barat Daya
Pola transformasi gelombang dari arah barat daya disajikan pada Gambar
18 sama halnya dengan arah barat yaitu pola transformasi gelombang seperti
refraksi dan shoaling. Pantai yang menghadap arah utara, garis puncak
gelombang semakin sejajar dengan garis kontur kedalaman dan tinggi
gelombangnya juga semakin kecil akibat pola refraksi besar dan cepat rambat
gelombang menurun yang terlihat pada daerah berpasir. Pada pantai yang
52
53
transisi dan dangkal namun di perairan yang sangat dangkal tinggi gelombang
membesar sampai terjadi pecah. Hal ini sesuai dengan pernyataan Triatmodjo
(1999), bahwa apabila kedalaman air lebih besar dari setengah panjang
gelombang (laut dalam), maka dasar laut tidak mempengaruhi penjalaran
gelombang, sebaliknya jika di daerah transisi dan dangkal, maka dasar laut
mempengaruhi gelombang.
G. Pengaruh Terumbu Karang Terhadap Transformasi Gelombang
Berdasarkan hasil analisis transformasi gelombang dengan arah datang
gelombang dari arah barat dan barat daya (Gambar 18 dan 19) untuk perairan
Pantai Bau-bau memperlihatkan bahwa perubahan penjalaran gelombang lebih
dipengaruhi oleh bentuk profil pantai yang ditunjukkan oleh perubahan garis
orthogonal gelombang ketika mendekati pantai yaitu garis orthogonal gelombang
akan membelok dan tegak lurus dengan garis pantai.
Tabel 8. Persentase tutupan terumbu karang
Persentase Penutupan Karang (%)
Kategori
HC
RK
RB
SC
SP
SD
RKC
NIA
SL
OT
DCA
Kondisi
Lifeform karang hidup yang dominan
I
30,67
0,33
3,67
0,33
1,67
5
0
0
0
0,33
7,67
Sedang
Branching
Substasiun
II
23,33
0,33
0
1,67
1
14,33
0
0
0
0
8,33
Sedang
Branching
III
20
2
9
1,67
1,67
5,33
0
0
0
4,33
6
Sedang
Branching
Pada
hubungan
terumbu
karang
dengan
karakteristik
gelombang
54
tutupan karang yang mendominasi setiap substasiun adalah hard coral (HC)
yang merupakan persentase tutupan karang hidup dengan kategori kondisi
terumbu karang sedang. Tetapi memiliki penurunan tinggi gelombang yang
berbeda-beda. Hal ini disebabkan besarnya persentase tutupan terumbu karang
yang berbeda-beda pula. Adapun bentuk lifeform karang hidup yang dominan
pada ketiga substasiun yaitu karang branching (Gambar 19).
Setelah
H
(m)
T
(s)
L (m)
E (N)
V
(m/s)
H
(m)
T
(s)
L (m)
E (N)
V
(m/s)
0,50
4,00
24,96
7843,10
0,10
0,18
3,97
25,34
1005,94
0,064
0,30
4,00
24,96
2823,51
0,08
0,15
3,71
21,52
641,96
0,061
55
akan
pecah
dan
melepaskan
energinya
ke
pantai.
56
Sebelum
0.70
0.60
Setelah
H (m)
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
a
a
Sebelum
Sebelum
4.20
ns
30
Setelah
ns
Setelah
25
4.00
20
3.80
L (m)
T (detik)
ns
3.60
15
10
3.40
3.20
c
Sebelum
Sebelum
0.12
Setelah
0.10
E (N)
6000.0
4000.0
2000.0
V (m/s)
8000.0
*
e
Setelah
0.08
0.06
0.04
0.02
0.0
0.00
Daerah karang
Daerah Pasir
57
80
a
b
H (%)
60
40
20
0
Daerah Karang
Daerah Pasir
a
16
25
14
20
12
15
10
10
L (%)
T (%)
5
0
Daerah Karang
-5
-10
0
Daerah Karang
Daerah Pasir
-15
b
100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
40
35
30
V (%)
E (%)
Daerah Pasir
25
20
15
10
5
0
Daerah Karang
d
Gambar 21.
Daerah Pasir
58
Tabel 10. Persentase penurunan karakteristik gelombang dan arus pada daerah
terumbu karang dan pasir
Stasiun
H (m)
T (s)
Daerah Terumbu
Karang
63,91
0,80
Daerah Berpasir
49,69
7,34
% Penurunan
L
V (m/det)
-1,52
87,17
33,98
13,80
77,26
22,53
dari garis
59
V.
A. Kesimpulan
1. Kondisi hidrodinamika yang terjadi di perairan Pantai Bau-bau ialah
sebagai berikut : a) arus yang menuju pantai mengalami penurunan
kecepatan karena dipengaruhi profil pantai yang landai dan dangkal serta
keberadaan terumbu karang. b) Gelombang yang menuju pantai memiliki
rata-rata tinggi < 60 cm, panjang < 30 cm, dan energi < 8000 N. Tinggi,
panjang, dan energi gelombang akan semakin berkurang mengikuti
perubahan kedalaman. c) pasang surut termasuk dalam tipe pasut
campuran condong keharian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal).
2. Cepat rambat gelombang dari laut dalam menuju pantai perairan Pantai
Bau-bau mengalami transformasi gelombang oleh proses refraksi dan
shoaling baik pada daerah karang maupun daerah pasir.
3. Parameter yang nyata mengalami penurunan karena keberadaan
terumbu karang yaitu tinggi dan energi gelombang serta kecepatan arus.
Dengan demikian terumbu karang di perairan Pantai Bau-bau efisien
dalam meredam gelombang dan arus.
B. Saran
1. Perlu menjaga kondisi ekosistem khususnya terumbu karang karena
mempunyai peran penting dalam meredam gelombang dan arus sehingga
mengurangi abrasi pantai.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak adanya reklamsi pantai
terhadap keseimbangan alami pantai khususnya pola hidrodinamika
pantai.
C. DAFTAR PUSTAKA
Ali, M., D.K. Mihardja, dan S. Hadi. 1994. Pasang Surut Laut. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Baharuddin. 2006. Model Pengaruh Gelombang Terhadap Pantai Bau-Bau,
Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 1991-2005. [Thesis] Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Bascom, W. 1980. Wave and Beach. Anchor Press/Doubleday. Garden City,
New York.
Bernawis, L.I. 2000. Temperature and Pressure Responses on El-Nino 1997 and
La-Nina 1998 in Lombok Strait. Proc. The JSPS-DGHE International
Symposium on Fisheries Science in Tropical Area.
Bishop C.T. dan M.A. Donelan. 1989. Wave Prediction Models in Application in
Coastal Modelling. Editor: V. C. Lakhan and A. S. Trenhale. Amsterdam:
Elseiver Science Published BV. p75-105.
[BPPT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 1998. Pasang Surut. Tides
Application Software. Jakarta:BPP Teknologi.
Cahyana, C. 2011. Model Sebaran Panas Air Kanal Pendingin Instalasi
Pembangkit Listrik ke Badan Air Laut. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Program Ilmu Kelautan Universitas Indonesia. Jakarta.
Carter, R.W.G. 1988. Coastal Environmental, An Introduction to the physical,
Ecological dan Cultural System of Coasts Lines. London: Academic Press.
[CERC] Coastal Engineering Research Center. 1984. Shore Protection Manual
Volume I, Fourth Edition. Washington: U.S. Army Coastal Engineering
Research Center.
[CHL] Coastal Hydraulic Laboratory. 2002. Coastal Engineering Manual, Part IVI. Washington DC: Department of the Army. U.S. Army Corp of Engineers.
Dahuri, R. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Davis, R.A. Jr. 1991. Oceanography; An Introduction to the Marine Environment,
New Jersey: WCB Publisher International Published.
Dishidros. 1983. Laporan Hidro Oseanografi Survey dan Pemetaan. Jakarta:
Jawatan Hidro Oseanografi.
English, S., C. Wilkinson, and V. Baker. 1994. Survey Manual for Tropical Marine
Resources. Australian Institute of Marine Science, Townsville. Australia.
Friebel, H.C. and L.E. Harris. 2004. A new wave transmission coefficient model
for submerged breakwaters. 29th International Conference on Coastal
Engineering. Lisbon, Portugal. September 19-24, 2004.
62
Hidrographic Departement Admiralty (HDA). 1941. Admiralty Tide Tables Part III.
London: Published By The Hidrographic Departement Admiralty.
Hutabarat, S. dan S.M. Evans. 1984.
Indonesia Press. Jakarta.
kenneth, J.P. 1982. Marine Geologi. Printice - Hall, inc. Englewood Cliffs. New
Jersey
Kramadibrata, S. 1985. Perencanaan Pelabuhan. Bandung: Ganeca Exact
Bandung, Anggota IKAPI.
Mappa, H. dan Kaharuddin. 1991. Geologi Laut. Himpunan Mahasiswa Teknik
Geologi. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Ningsih, N.S. 2000. Gelombang Laut. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Djambatan Jakarta.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit PT.
Gramedia. Jakarta
Ongkosongo, O.S.R. dan Suyarso. 1989. Pasang Surut. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Pengembangan Oseanologi.
Rankin, K.L. dan M.S. Bruno. 2005. Wave Transformation and Nearshore
Currents in the Vicinity of a Wide-Crested Submerged Reef. Beach
Restoration Inc and Stevens Institute of Technology. Key West, Florida
Hoboken, New Jersey.
Sachoemar, S.I. 2008. Karakteristik Lingkungan Perairan Kepulauan
Sidjabat, M.M. 1973. Pengantar Oseanografi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Sorensen, R.M. 1991. Basic Coastal Engineering. New York: John Wiley &
Sons, Ltd.
Suharsono. 1995. Buku Petunjuk Bagi Pengajar Pelatihan Metodologi Penilaian
Terumbu Karang. LIPI. Jakarta.
Sukmara, A.J., Siaharnenia, dan Rotinsulu. 2001. Panduan Pemantauan
Terumbu karang Berbasis-Masyarakat dengan metode Manta Tow.
CRMP. Jakarta.
Supangat, A. dan Susanna. 2003. Pengantar Oseanografi, Pusat Riset wilayah
Laut dan Sumberdaya Non-Hayati, BRPKP-DKP. ISBN.No. 979-975724-1.
Suriamihardja, D. 1996. Morfogenetika Pantai dan Geomorfologi Pantai.
Makassar: Pusat Studi Lingkungan Universitas Hasanuddin.
63
Svedrup, H.U., M.W. Johnson, dan R.H. Fleming. 1942. The Oceans, Their
Physics, Chemestry and General Biology. New Jersey: Prentice Hall. Inc.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Yogyakarta: Beta Offset.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. PT. Grasindo: Jakarta.
Muawanah, Umi dan Agus supangat.
Yuwono, N. 1982. Teknik Pantai, volume 1. Yogyakarta: Biro Penerbit, Keluarga
Mahasiswa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.
LAMPIRAN
65
01-Jan-13
02-Jan-13
03-Jan-13
04-Jan-13
05-Jan-13
06-Jan-13
07-Jan-13
Uz (m/s)
U10 (m/s)
Ut=3600 (m/s)
F (m)
U w (m/s)
Uc (m/s)
270
200
230
220
200
290
200
4.8
2.9
2.8
3.1
3.1
4
3.2
4.7
2.8
2.7
3
3
3.9
3.1
3.6
2.2
2.1
2.3
2.3
3
2.4
62,761
0
48,942
48,942
0
62,761
0
5.4
3.8
3.7
4
4
4.7
4
5.9
4.2
4.1
4.4
4.4
5.2
4.5
08-Jan-13
09-Jan-13
10-Jan-13
11-Jan-13
12-Jan-13
13-Jan-13
14-Jan-13
15-Jan-13
160
250
20
260
230
120
200
240
4.1
3.5
2.9
2
2
2.3
3.6
3
4
3.4
2.8
1.9
1.9
2.2
3.5
2.9
3.1
2.6
2.2
1.5
1.5
1.8
2.7
2.3
0
62,761
5,297
62,761
48,942
0
0
48,942
4.8
4.3
3.8
2.9
2.9
3.2
4.4
3.9
5.3
4.7
4.2
3.2
3.2
3.5
4.8
4.3
16-Jan-13
17-Jan-13
18-Jan-13
19-Jan-13
20-Jan-13
21-Jan-13
22-Jan-13
23-Jan-13
320
330
260
300
300
260
270
270
2.5
3
3
3
2.9
4.5
3.6
4.3
2.4
2.9
2.9
2.9
2.8
4.4
3.5
4.2
1.9
2.3
2.3
2.3
2.2
3.3
2.7
3.2
12,178
12,178
62,761
12,178
12,178
62,761
62,761
62,761
3.4
3.9
3.9
3.9
3.8
5.1
4.4
5
3.7
4.3
4.3
4.3
4.2
5.6
4.8
5.5
24-Jan-13
25-Jan-13
26-Jan-13
27-Jan-13
28-Jan-13
29-Jan-13
30-Jan-13
31-Jan-13
250
210
210
70
40
190
70
260
2
1.6
3
4.2
3.1
2
2.6
2.6
1.9
1.6
2.9
4.1
3
1.9
2.5
2.5
1.5
1.2
2.3
3.1
2.3
1.5
2
2
62,761
48,942
48,942
2,629
5,859
0
2,629
62,761
2.9
2.5
3.9
4.9
4
2.9
3.5
3.5
3.2
2.7
4.3
5.4
4.4
3.2
3.8
3.8
Keterangan :
Feff = Panjang fetch efektif
U(10) = Koreksi kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/s)
UW = Kecepatan angin di atas permukaan laut (m/s)
UA = Faktor tengangan angin (m/s)
Uz
Ut
UC
66
Hari / tgl
Waktu
Puncak
00.00
108
01.00
142
02.00
172
03.00
195
04.00
202
05.00
195
06.00
177
07.00
149
08.00
118
09.00
89
10.00
76
11.00
65
12.00
89
13.00
133
14.00
170
15.00
209
16.00
228
17.00
238
18.00
223
19.00
206
20.00
169
21.00
135
22.00
102
23.00
87
00.00
92
01.00
116
02.00
146
03.00
164
04.00
178
05.00
190
06.00
182
07.00
165
08.00
140
09.00
116
10.00
94
11.00
84
12.00
91
13.00
120
14.00
158
Jumlah
Lembah
100
131
163
182
188
185
168
138
110
82
63
63
80
118
163
194
220
228
217
196
159
128
95
82
88
104
129
153
168
178
173
154
130
110
88
76
85
115
146
Tinggi
Pasut (H)
(cm)
Konstanta
Doodson (C)
H X C (cm)
104
136,5
167,5
188,5
195
190
172,5
143,5
114
85,5
69,5
64
84,5
125,5
166,5
201,5
224
233
220
201
164
131,5
98,5
84,5
90
110
137,5
158,5
173
184
177,5
159,5
135
113
91
80
88
117,5
152
5531,5
1
0
1
0
0
1
0
1
1
0
2
0
1
1
0
2
1
1
2
0
2
1
1
2
0
1
1
0
2
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
30
104
0
167,5
0
0
190
0
143,5
114
0
139
0
84,5
125,5
0
403
224
233
440
0
328
131,5
98,5
169
0
110
137,5
0
346
0
177,5
159,5
0
113
0
0
88
0
152
4378,5
67
Stasiun
Lampiran 3. Hasil Arah dan Kecepatan Arus Sebelum dan Setelah Melewati
Daerah Terumbu Karang dan daerah Berpasir Perairan Pantai
Bau-bau
Sebelum
Substasiun
Waktu
(dtk)
V
(m/s)
Arah
0
()
Waktu
(dtk)
Pjg
Tali
(m)
V
(m/s)
220
54,21
0,09
270
74,67
0,07
210
60,07
0,08
275
84,14
0,06
250
42,12
0,12
282
63,2
0,08
Arah
0
()
1
2
3
Sesudah
Pjg
Tali
(m)
Ulangan
Rata-rata
II
0,10
190
57,6
0,09
255
80
0,06
220
45,33
0,11
230
72,15
0,07
120
49,11
0,10
245
60,11
0,08
0,10
0
Rata-rata
1
III
150
49,37
Daerah Pasir
75
0,07
0,04
0,05
151
53,47
0,09
210
152
55,89
0,09
225
98
0,10
0,05
210
52,75
0,10
185
68,1
0,07
200
58,35
0,09
185
75,23
0,07
210
68,42
0,07
170
92
0,05
0,09
0,07
75
55,62
0,09
50
75
60,3
0,08
72
83
Rata-rata
III
220
Rata-rata
II
0,10
0,07
2
121,1
7
Rata-rata
0,07
0,06
70,78
0,07
53
79
0,06
70
105,0
2
0,05
0,08
0,06
85
70,32
0,07
85
84,4
0,06
95
58,56
0,09
85
78,22
0,06
97
79,58
0,06
90
105,1
0,05
Rata-rata
0,07
0,06
68
68
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Karakteristik Gelombang Sebelum dan Setelah Melewati Daerah Terumbu Karang dan Daerah
Berpasir Perairan Pantai Bau-bau
Stasiun
Substasiun
Ulangan
1
2
3
Rata-rata
Daerah
Terumbu
Karang
1
2
3
II
Rata-rata
1
2
3
III
Rata-rata
1
2
3
I
Rata-rata
Daerah
Parsir
1
2
3
II
Rata-rata
1
2
3
III
Rata-rata
H (m)
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,50
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
0,30
T (t/n) (s)
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
4,00
Sebelum
T 1/3 (s)
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
4,40
L (m)
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
24,96
E (N)
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
7843,10
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
2823,51
H 1/3 (m)
0,15
0,15
0,12
0,14
0,21
0,22
0,16
0,20
0,21
0,20
0,20
0,20
0,18
0,18
0,20
0,18
0,15
0,15
0,16
0,16
0,11
0,11
0,12
0,11
T (t/n) (s)
4,07
5,65
4,33
4,68
4,00
3,80
3,56
3,79
3,91
3,46
2,93
3,43
3,42
3,83
3,89
3,71
3,73
3,36
3,96
3,68
4,02
3,73
3,42
3,72
Setelah
T 1/3 (s)
4,48
6,21
4,76
5,15
4,40
4,18
3,91
4,17
4,30
3,81
3,23
3,78
3,76
4,21
4,28
4,08
4,10
3,70
4,36
4,05
4,42
4,11
3,76
4,10
L (m)
25,89
49,75
29,24
34,96
24,98
22,56
19,73
22,42
23,80
18,68
13,44
18,64
18,22
22,84
23,62
21,56
21,66
17,63
24,50
21,26
25,19
21,74
18,25
21,73
E (N)
764,97
1417,93
498,61
893,83
1444,57
1389,82
619,43
1151,28
1265,67
974,36
678,14
972,72
709,90
926,04
1141,43
925,79
628,63
511,59
807,84
649,35
402,47
324,81
324,91
350,73
69
1
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
HC
HC
DCA
DCA
SD
SD
DCA
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
DCA
DCA
HC
HC
HC
HC
HC
HC
DCA
DCA
DCA
DCA
HC
HC
HC
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SP
SP
SP
SD
SP
SP
DCA
DCA
DCA
SD
SD
SD
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
Panjang
Transek
(cm)
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
Kategori
Jarak antar
Kategori
(cm)
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
HC
RB
RB
DCA
HC
DCA
HC
DCA
DCA
HC
HC
DCA
DCA
DCA
HC
RB
RB
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
RB
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
SC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
HC
HC
HC
HC
HC
HC
DCA
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
DCA
DCA
DCA
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
RB
RB
RB
HC
RB
HC
HC
RB
RB
RB
SD
RK
HC
SD
OT
SD
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
70
Lampiran 5. Lanjutan
Substasiun
II
2
1
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
DCA
HC
HC
HC
DCA
DCA
HC
DCA
DCA
HC
HC
HC
SD
SD
SD
SD
SD
DCA
HC
HC
HC
HC
HC
DCA
SD
SD
SD
DCA
DCA
SC
SC
SC
HC
HC
HC
DCA
HC
HC
SD
SD
SP
SP
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
RK
HC
HC
HC
SD
SD
HC
HC
HC
SC
SC
DCA
DCA
HC
SD
SD
HC
DCA
DCA
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
DCA
DCA
DCA
DCA
SD
SD
SD
SD
SD
SP
SP
SD
SD
SD
SD
SD
3
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
HC
HC
DCA
HC
DCA
DCA
HC
DCA
DCA
DCA
SD
SD
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
SD
HC
HC
HC
DCA
HC
SD
DCA
DCA
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
71
Lampiran 5. Lanjutan
Substasiun
III
2
1
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
OT
HC
OT
RB
RB
HC
RB
OT
HC
OT
OT
DCA
DCA
DCA
RB
RB
DCA
OT
HC
DCA
OT
OT
DCA
OT
HC
HC
OT
HC
SD
SD
SD
SD
OT
RB
RK
RK
DCA
RK
DCA
RK
HC
HC
HC
RB
RK
HC
RB
RB
RB
HC
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
HC
OT
DCA
DCA
HC
SP
HC
RB
HC
HC
RB
SD
RK
HC
HC
HC
SC
SP
RB
DCA
HC
HC
HC
HC
HC
RB
RB
RB
RB
HC
OT
SD
HC
RB
RB
RB
RB
RB
HC
HC
HC
HC
SC
3
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
Panjang
Transek
(cm)
Kategori
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
1250
1300
1350
1400
1450
1500
1550
1600
1650
1700
1750
1800
1850
1900
1950
2000
2050
2100
2150
2200
2250
2300
2350
2400
2450
2500
HC
HC
RB
HC
HC
DCA
HC
DCA
RB
HC
HC
DCA
DCA
DCA
HC
RB
RB
HC
HC
DCA
SD
SD
SD
HC
SP
HC
SD
SD
HC
HC
SC
HC
HC
SP
SD
SD
HC
SC
HC
HC
HC
SP
HC
SC
HC
SD
SD
SD
RB
DCA
Jarak
antar
Kategori
(cm)
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
72
II
III
Kategori
Ulangan
Rata-rata
HC
25
23
22
23,33
RK
0,33
RB
0,00
SC
1,67
SP
1,00
SD
10
14
19
14,33
RKC
0,00
NIA
0,00
SL
0,00
OT
0,00
DCA
8,33
HC
21
37
34
30,67
RK
0,33
RB
3,67
SC
0,33
SP
1,67
SD
12
5,00
RKC
0,00
NIA
0,00
SL
0,00
OT
0,33
DCA
12
7,67
HC
12
26
22
20,00
RK
2,00
RB
10
12
9,00
SC
1,67
SP
1,67
SD
10
5,33
RKC
0,00
NIA
0,00
SL
0,00
OT
11
4,33
DCA
6,00
73
Rubble (RB)
Sand (SD)
Rock (RC)
Others (OT)
74
Karang
Karang
Karang
Karang
Pasir
Pasir
Pasir
Pasir
Pasir
Std. Deviation
H_Sebelum
,5000
,00000
,00000
H_Sesudah
,1804
,03658
,01219
T_Sebelum
4,0000
,00000
,00000
T_Sesudah
4,3649
,82408
,27469
L_Sebelum
24,9600
,00000
,00000
L_Sesudah
25,3404
10,24083
3,41361
E_Sebelum
7843,0950
,00000
,00000
E_Sesudah
1005,9441
379,18523
126,39508
V_Sebelum
,0974
,01165
,00388
V_Sesudah
,0643
,01300
,00433
H_Sebelum
,3000
,00000
,00000
H_Setelah
,1510
,03132
,01044
T_Sebelum
4,0000
,00000
,00000
T_Setelah
4,0770
,27413
,09138
L_Sebelum
24,9600
,00000
,00000
L_Setelah
21,5161
2,85846
,95282
E_Sebelum
2823,5140
,00000
,00000
E_Setelah
641,9581
282,38562
94,12854
V_Sebelum
,0784
,01221
,00407
V_Setelah
,0607
,00917
,00306
75
75
Lampiran 8. Lanjutan
Paired Samples Test
Paired Differences
95% Confidence Interval of the
Difference
Std. Error
Mean
Std. Deviation
Mean
Lower
Upper
df
Sig. (2-tailed)
Karang
H_Sebelum - H_Sesudah
,31956
,03658
,01219
,29144
,34768
26,206
,000
Karang
T_Sebelum - T_Sesudah
-,36489
,82408
,27469
-,99833
,26855
-1,328
,221
Karang
L_Sebelum - L_Sesudah
-,38044
10,24083
3,41361
-8,25225
7,49136
-,111
,914
Karang
E_Sebelum - E_Sesudah
6837,15089
379,18523
126,39508
6545,68332
7128,61846
54,093
,000
Karang
V_Sebelum - V_Sesudah
,03311
,01096
,00365
,02469
,04154
9,064
,000
Pasir
H_Sebelum - H_Setelah
,14900
,03132
,01044
,12493
,17307
14,273
,000
Pasir
T_Sebelum - T_Setelah
-,07700
,27413
,09138
-,28772
,13372
-,843
,424
Pasir
L_Sebelum - L_Setelah
3,44389
2,85846
,95282
1,24668
5,64109
3,614
,007
Pasir
E_Sebelum - E_Setelah
2181,55589
282,38562
94,12854
1964,49509
2398,61669
23,176
,000
Pasir
V_Sebelum - V_Setelah
,01778
,00380
,00127
,01486
,02070
14,033
,000
76
Lampiran 9. Analisis Uji T Student Terhadap Parameter Gelombang antara Daerah Terumbu Karang dan Daerah Berpasir
Group Statistics
Stasiun
H
T
L
E
V
Karang
Pasir
Karang
Pasir
Karang
Pasir
Karang
Pasir
Karang
Pasir
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Mean
63,9084
49,6877
,7997
7,3411
-1,5240
13,7976
87,1743
77,2640
33,9832
22,5291
t
df
Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference
3,350
16
,004
14,22078
4,24514
3,350 14,304
,005
14,22078
4,24514
F
,855
Sig.
,369
2,257
,153
-,994
-,994
16
9,752
,335
,344
-6,54144
-6,54144
6,57855 -20,48734
6,57855 -21,25006
7,40445
8,16717
2,478
,135
-1,079
-1,079
16
9,239
,297
,308
-15,32156
-15,32156
14,19913 -45,42237
14,19913 -47,31606
14,77926
16,67295
4,120
,059
2,676
16
2,676 11,545
,017
,021
9,91033
9,91033
3,70283
3,70283
2,06069
1,80719
17,75997
18,01348
5,454
,033
3,100
3,100
,007
,013
11,45411
11,45411
3,69517
3,69517
3,62069
3,09660
19,28753
19,81162
16
9,011