PENDAHULUAN
dokter dalam memilih dan menentukan obat yang sesuai dengan indikasi penyakit pasien dan
kondisi pasien. Informasi obat tersebut digunakan untuk membantu dokter untuk menemukan
obat yang sesuai dan dapat digunakan dalam membuat resep.
Farmakologi klinik sebagai salah satu disiplin ilmu kedokteran berkembang karena latar
belakang adanya kebutuhan akan ilmu atau keahlian (expertise) dalam disiplin tersebut.
Kebutuhan akan perkembangan ilmu farmakologi klinik tidak lepas dari perkembangan pesat
dalam ilmu kedokteran di tahun lima-puluhan, terutama dengan adanya zaman keemasan
penemuan obat-obat baru yang kemudian digunakan dalam praktek klinik. Karena kemajuan
dalam bidang-bidang ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait, banyak jenis obat baru
yang dikembangkan dan dipakai dalam bidang kedokteran sehingga untuk ini diperlukan
evaluasi secara ilmiah pada manusia agar obat-obat yang dipakai adalah obat-obat yang memberi
manfaat maksimal dan risiko minimal terhadap pasien. Kekeliruan dalam proses evaluasi dan
pemakaian suatu obat akan menimbulkan dampak negatif yang kadang-kadang dapat menjadi
bencana pengobatan (therapeutic disaster) seperti bencana malformasi janin karena obat
talidomid di tahun lima puluhan.1
Menurut WHO (1970), kebutuhan akan bidang ilmu farmakologi klinik karena tiga hal,
yaitu:
1. Jenis obat yang semakin banyak
2. Pemilihan obat yang aman dan efektif akan sangat tergantung pada pengetahuan yang
3.
baik tentang obat yang didapatkan dari penelitian ilmiah yang benar,
Terjadinya bencana-bencana pengobatan.2
Dari waktu ke waktu, karena perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang kedokteran
dan pengobatan, jenis obat yang tersedia dalam praktek semakin banyak. Untuk masing-masing
kondisi penyakit tersedia berbagai alternatif obat yang dapat diberikan. Banyaknya jenis obat
yang tersedia cenderung mendorong pemakaian obat yang tidak tepat/tidak rasional, sehingga
diperlukan pemahaman prinsip-prinsip pemilihan dan pemakaian obat dalam klinik secara benar.
Pokok-pokok bahasan yang relevan dengan prinsip-prinsip pemilihan dan pemakaian obat dalam
klinik dicakup dalam farmakologi klinik.3
Dalam pembahasan kali ini, akan dibahas lebih detail mengenai salah satu topik yang
tercakup dalam farmakologi klinik, yaitu farmakokinetika klinik.
BAB II
ISI
1. Judul
2. Nama dan gelar KFT
3. Daftar isi
4. Informasi tentang prosedur dan kebijakan rumah sakit tentang obat
5. Sediaan yang diterima di rumah sakit mencakup daftar obat yang ditambah atau
ditiadakan sejak edisi terakhir.
Buku formularium harus didistribusikan dan disosialisasikan kepada semua staf medik rumah
sakit, termasuk pimpinan rumah sakit, komite rumah sakit. Komposisi Formularium : Halaman
judul, Daftar anggota PFT, Daftar isi, Informasi tentang kebijakan & prosedur, Produk yang
diterima, lampiran.
C. Isi Formularium
Isi formularium meliputi :
a. Informasi umum prosedur dan kebijakan rumah sakit tentang obat yang meliputi:
1. Prosedur dan kebijakan formularium termasuk penggunaan obat dan prosedur untuk
menambah obat baru dalam formularium.
2. Uraian singkat tentang tim farmasi dan terapi termasuk anggota-anggotanya, tanggung
jawab dan kegiatannya.
3. Peraturan rumah sakit tentang penulisan resep, peracikan dan pemberian obat mencakup
penulisan order obat, singkatan, prosedur dan kebijakan tentang kesetaraan generik dan
terapetik, penghentian obat secara otomatis, order obat secara lisan, penggunaan obat
sendiri oleh penderita, obat sendiri yang dibawa sendiri dari rumah, dan lain sebagainya.
4. Prosedur pelayanan kefarmasian, misalnya jam kerja IFRS (Instalasi Farmasi Rumah
Sakit), kebijakan pemberian obat untuk penderita rawat jalan, kebijakan harga obat,
prosedur distribusi, obat untuk rawat inap dan lain-lain.
b. Daftar Sediaan Obat
Daftar sediaan obat dipilih oleh staf medik dan Instalasi Farmasi Rumah Sakit. Daftar obat yang
dimasukkan ke dalam formularium dapat disusun berdasarkan abjad, menurut nama-nama
generik obat, penggolongan terapi atau kombinasi keduanya.
Informasi pada tiap-tiap obat meliputi nama, generik obat dan zat aktif utamanya (nama umum
maupun nama dagang), cara penggunaan obat, bentuk sediaan, kekuatan, kemasan, dan ukuran
jumlah dalam kemasan, formulasi sediaan jika diperlukan. Informasi tambahan, meliputi rentang
dosis bagi dewasa atau anak-anak, informasi biaya.
c. Informasi Khusus
Meliputi daftar produk nutrisi, tabel kesetaraan dosis dari obat-obat yang mirip dengan obat
kortikosteroid, formula nutrisi parenteral baku, pedoman perhitungan dosis bagi anak-anak,
komposisi, tabel kandungan natrium dari sediaan obat, daftar sediaan obat bebas gula, isi kotak
obat darurat, informasi pemantauan dan penetapan kadar secara farmakokinetik, formulir untuk
permintaan obat nonformularium, formulir pelaporan reaksi obat merugikan, tabel interaksi obat,
informasi pengendalian keracunan, pembawa baku atau pengencer untuk injeksi, komposisi
elektrolit untuk sediaan parenteral volume besar.
5. Membatasi jumlah produk obat yang secara rutin harus tersedia di Instalasi Farmasi.
6. Membuat prosedur yang mengatur pendistribusian obat generik yang efek terapinya
sama, seperti :
1. Apoteker bertanggung jawab untuk menentukan jenis obat generik yang sama untuk
disalurkan kepada dokter sesuai produk asli yang diminta.
2. Dokter yang mempunyai pilihan terhadap obat paten tertentu harus didasarkan pada
pertimbangan farmakologi dan terapi.
3. Apoteker bertanggung jawab terhadap kualitas, kuantitas, dan sumber obat dari sediaan
kimia, biologi dan sediaan farmasi yang digunakan oleh dokter untuk mendiagnosa dan
mengobati pasien
rumah sakit karena dapat digunakan sebagai dasar pedoman perencanaan obat bagi manajemen
dan sebagai sebagai pedoman perencanaan obat bagi dokter dalam melakukan peresepan di
rumah sakit (Anonim, 2002b). Prinsip pengelolaan sistem formularium terdiri atas tiga bagian
yaitu :
a. Evaluasi Penggunaan Obat, adalah suatu proses yang dilaksanakan terus-menerus dan
terstruktur yang diakui oleh rumah sakit dan ditujukan untuk menjamin bahwa obat digunakan
secara tepat, aman dan efektif.
b. Pemeliharaan Formularium
1. Pengkajian golongan terapi obat. Pengkajian ulang dilakukan setiap tahun oleh Tim
Farmasi dan Terapi, bertujuan agar formularium dapat memberikan informasi yang selalu
mutakhir. Kriteria pengkajian meliputi kemanfaatan, toksisitas, perbedaan harga dari
antara golongan obat yang sama, laporan reaksi obat yang merugikan, informasi baru
tentang suatu obat dari penelitian atau pustaka medik mutakhir, dan penghapusan
golongan obat. Hasil pengkajian golongan terapi obat dapat menjadi masukan bagi
pengembangan kriteria penggunaan obat baru, dan perubahan formularium.
2. Penambahan atau penghapusan monografi obat formularium, yang disampaikan oleh
apoteker atau dokter dalam bentuk formulir permohonan perubahan formularium,
disertai laporan evaluasi obat, dan data mengenai pengaruh obat yang diusulkan terhadap
mutu dan biaya perawatan penderita.
3. Penggunaan obat nonformularium untuk penderita khusus. Kebijakan dan prosedur
penggunaan obat-obat nonformularium perlu ditetapkan oleh Tim Farmasi dan Terapi
dan perlu pengkajian tentang kecenderungan penggunaan obat nonformularium di rumah
sakit, yang akan mempengaruhi keputusan penambahan atau penghapusan obat
formularium.
c. Seleksi sediaan obat, mencakup konsep kesetaraan terapi yang terdiri dari subsitusi generik
dan pertukaran terapi. Subsitusi generik adalah obat yang mengandung zat aktif sama dan
mempunyai bentuk, konsentrasi, kekuatan dan rute pemberian yang sama, tetapi dapat
menghasilkan respon farmakologi yang berbeda, sedangkan pertukaran terapi adalah obat-obat
dengan kandungan zat aktif berbeda tetapi dapat menghasilkan respon farmakologi yang sama.