Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
Femur merupakan tulang terpanjang pada tubuh manusia. Hal ini
menyebabkan perkembangan yang sesuai pada bagian proksimal dan distal sehingga
memungkinkan koordinasi aktivitas musculoskeletal pada panggul dan lutut.
Perkembangan pada femur proksimal khususnya pada epifisis dan fisis adalah sangat
kompleks di antara regiom pertumbuhan skeletal apendikular.1
Osifikasi sekunder biasanya dimulai pada kaput femur yaitu pada usia 4-5
bulan post natal (rentang usia 2-10 bulan). Proses ini dimulai dari bagian sentral yang
menyebar secara sentrifugal, bahkan penyesuaian bentuk hemisfer dari permukaan
artikular pada anak berusia 6-8 tahun dan membentuk sebuah lempeng subkondral
yang berlainan yang mengikuti kontur dari fisis kaput femur. Pusat osifikasi
tergantung pada suplai vascular, dan penurunan aliran darah secara permanen dan
sementara, yang mungkin terjadi pada fraktur leher femur ,berakibat pada
kemampuan osifikasi kaput femur untuk meneruskan proses maturasi normal dan
transformasi kondro oseus.1
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis yang bersifat total maupun parsial. Fraktur juga
melibatkan jaringan otot, saraf, dan pembuluh darah di sekitarnya. Secara klinis,
dibagi menjadi fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit
sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur tertutup, yaitu jika fragmen
tulang tidak berhubungan dengan dunia luar atau kulit di lokasi fraktur masih intak.
Pembagian fraktur terbuka berdasarkan Gustillo dan Anderson dibagi menjadi derajat
I, II, IIIA, IIIB, dan IIIC .2-5 pembagian fraktur menurut Tscherne dibagi menjadi
derajat 0, 1, 2, dan 3.6 Patah tulang terjadi jika tenaga yang melawan kekuatan tulang
lebih besar dari tenaga tulang. Penyebab tersering dari fraktur adalah kecelakaan lalu
lintas (70/%), jatuh (11%), kena tembakan (8%), dan lain-lain.7
Fraktur batang femur yang biasanya disebabkan oleh trauma tumpul adalah
jenis cedera yang sering ditangani oleh bedah ortopedi. Dalam beberapa penelitian

disebutkan bahwa

fraktur femur termasuk diantaranya region subtrokanter dan

suprakondilar berkisar 1,6% pada semua fraktur pada anak. Rasio antara anak lakilaki dan perempuan adalah 2:1, rasio ini mungkin akan mengalami perubahan jika
semakin banyak anak perempuan yang terlibat dalam olahraga seperti sepak bola.
Insiden ini terdistribusi pada anak-anak usia muda dan pada remaja muda. Tingkat
terjadinya fraktur batang femur tiap tahun adalah 19/100.000 anak-anak.6,8
.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. FRAKTUR
1. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan
persarafan, fraktur dapat disebabkan oleh trauma dan non trauma (fraktur patologis),
ataupun akibat tekanan yang terus menerus misalnya sering terjadi benturan pada
ekstremitas bawah yang menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula, ataupun fraktur
pada femur.9
Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung dan
trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang
dan terjadi fraktur pada daerah tekanan misalnya benturan langsung pada
ekstremitas. Trauma tidak langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih
jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan
fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.10
2. Etiologi
Etiologi fraktur yang dimaksud adalah peristiwa yang dapat menyebabkan
terjadinya fraktur diantaranya peristiwa trauma(kekerasan) dan peristiwa patologis.
a) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung dapat menyebabkan tulang patah pada titik terjadinya
kekerasan itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil, maka tulang akan
patah tepat di tempat terjadinya benturan. Patah tulang demikian sering
bersifat terbuka, dengan garis patah melintang atau miring.
b) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling

lemah dalam hantaran vektor kekerasan. Contoh patah tulang karena kekerasan tidak
langsung adalah bila seorang jatuh dari ketinggian dengan tumit kaki terlebih dahulu.
Yang patah selain tulang tumit, terjadi pula patah tulang pada tibia dan kemungkinan
pula patah tulang paha dan tulang belakang. Demikian pula bila jatuh dengan telapak
tangan sebagai penyangga, dapat menyebabkan patah pada pergelangan tangan dan
tulang lengan bawah.
c) Kekerasan akibat tarikan otot
Kekerasan tarikan otot dapat menyebabkan dislokasi dan patah tulang. Patah
tulang akibat tarikan otot biasanya jarang terjadi. Contohnya patah tulang akibat
tarikan otot adalah patah tulang patella dan olekranom, karena otot triseps dan biseps
mendadak berkontraksi.7,12
3. Klasifikasi
Klasifikasi Fraktur secara umum
Berdasarkan Penyebab:
a. Non Trauma: Fraktur terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan
patologis didalam tulang, ini bisa karena kelainan metabolik atau infeksi.
b. Trauma: Trauma dapat dibagi menjadi dua yaitu langsung dan tidak langsung.
Berdasarkan Hubungan dengan dunia luar:
a

Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang


fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak

tercemar oleh lingkungan / tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.


Fraktur terbuka (compound fracture ) fraktur terbuk a merupakan suatu
fraktur dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit
sehingga terjadi kontaminasi sehingga timbul komplikasi berupa infeksi.
Luka pada kulit dapat berupa tusukan yang tajam keluar menembus kulit
(from within) atau dari luar oleh karena tertembus misalnya oleh peluru atau
trauma langsung (from without).7,9

Gambar 1. Fraktur tertutup dan fraktur terbuka


Berdasarkan bentuk patahan tulang :
a.

Transversal

Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang
atau bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol
dengan pembidaian gips.
b.

Spiral

Adalah garis fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi
ekstremitas. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
c.

Oblik

Adalah garis fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis
patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
d. Segmental
Adalah dua garis fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang
retak dan ada yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darah.
e.

Kominuta

Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan


jaringan dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f. Greenstick
Adalah garis fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana
korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum. Fraktur jenis ini
sering terjadi pada anak anak.
g.

Fraktur Impaksi

Adalah garis fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang
berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.10,11

Gambar 2. Jenis Fraktur berdasarkan bentuk patahan tulang


B. FRAKTUR PADA ANAK
1. Perbedaan Fraktur pada Anak dengan Orang Dewasa
Fraktur pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa karena adanya perbedaan
anatomi, biomekanik serta fisiologi tulang.
a. Perbedaan anatomis : pada tulang anak-anak terdapat lempeng epifisis yang
merupakan tulang rawan pertumbuhan. Periosteumnya juga tebal dan kuat
dan menghasilkan kalus yang cepat dan lebih besar daripada orang dewasa.
b. Perbedaan biomekanik.
- Biomekanik tulang : sebagian besar tulang anak-anak merupakan kanalis
Haversian yang menyebabkan tulang anak-anak porous, korteks
berlubang-lubang dan sangat mudah dipotong. Hal ini menyebabkan

tulang pada anak lebih dapat menerima toleransi terhadap deformitas


tulang dibandingkan tulang orang dewasa yang telah menjadi kompak dan
mudah mengalami tegangan dan tekanan sehingga tidak dapat menahan
-

kompresi.
Biomekanik lempeng pertumbuhan : tulang rawan lempeng epifisis

mempunyai konsistensi seperti karet yang keras.


Biomekanik periosteum : periosteum pada anak-anak adalah kuat dan

tebal sehingga tidak mudah mengalami robekan.


c. Perbedaan Fisiologis : partumbuhan merupakan dasar terjadinya remodeling
yang lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Pertumbuhan diafisis
tulang panjang akan memberikan stimulasi pada pertumbuhan tulang panjang,
karena tulang rawan epifisis mengalami hiperemi pada waktu penyembuhan
tulang.

Namun pada kerusakan lempeng epifisis yang permanen

menyebabkan pemendekkan dan deformitas anguler pada epifsis. Selain itu


pada anak-anak yang mengalami fraktur total jarang bersifat komunitif,
karena tulangnya bersifat fleksibel.
Penyembuhan fraktur pada anak adalah cepat sejak sewaktu lahir dan mulai
berangsur berkurang setelah anak menjadi lebih besar, karena sifat osteogenesis yang
aktif pada periosteum dan endosteum. Fraktur femur pada bayi baru lahir akan
sembuh dalam 3 minggu, pada anak berumur 8 tahun akan sembuh dalam waktu 8
minggu, pada anak umur 12 tahun akan sembuh dalam 12 minggu dan pada umur 20
tahun akan sembuh dalam waktu 20 minggu. Pada anak-anak jarang ditemukan
nonunion.7
2. Fraktur Batang Femur pada Anak
Fraktur femur cukup umum pada anak-anak yang lebih besar dan biasanya
karena kekerasan langsung (misalnya kecelakaan ) atau jatuh dari ketinggian.
Namun, jika ada beberapa patah tulang di berbagai tahap penyembuhan pada anak
di bawah usia 2 tahun penyebab tersering adalah penyiksaan anak. Fraktur patologis
yang umum adalah seperti spina bifida dan osteogenesis imperfecta, dan dengan lesi
tulang lokal (misalnya kista jinak atau tumor).

Fraktur diafisis femur sering ditemukan pada anak-anak dan harus dianggap
sebagai suatu fraktur yang dapat menimbulkan perdarahan dan syok. Fraktur terjadi
karena suatu trauma hebat dan lokalisasi yang paling sering adalah pada 1/3 tengah
diafisis femur.
Klasifikasi fraktur femur bagian dalam : Subtrokanterik, adduksi, abduksi,
klasik. Posisi fraktur terjadi karena tarikan dan lokalisasi fraktur. Pada fraktur 1/3
proksimal, fragmen proksimal tertarik dalam posisi fleksi karena tarikan muskulus
iliopsoas, abduksi oleh muskulus gluteus medius dan minimus serta rotasi eksterna
oleh otot rotator pendek dan gluteus maksimus. Pada fraktur 1/3 media fragmen
proksimal tertarik dalam posisi fleksi dan rotasi namun posisi abduksi lebih kurang.
Fraktur 1/3 distal dimana fragmen bagian proksimal tertarik dalam posisi adduksi
dan fragmen distal tertarik miring oleh gastrocnemius. Fraktur dapat bersifat oblik,
transversal dan jarang bersifat komunitif..
Gambaran klinis, penderita biasanya datang dengan gejala trauma hebat
disertai pembengkakan pada daerah tungkai atas dan tidak dapat menggerakkan
tungkai. Terdapat deformitas, pemendekan anggota gerak dan krepitasi. Pemeriksaan
penunjang berupa foto rontgen

dilakukan untuk menentukan tipe dan lokasi

fraktur.Pola fraktur harus diperhatikan sebab hal itu akan memandu dalam
pengobatan.6,7
3. Diagnosis
Pada diagnosis harus ditulis diagnosis fraktur yang didasarkan pada jenis tulang
yang patah (femur, tibia, dan sebagainya), lokalisasinya (proksimal, tengah, distal
dan sebagainya), pola garis fraktur (simpel seperti transversal,oblik, kominutif, dan
sebagainya) dan integritas kulit daerah tulang yang mengalami fraktur (tertutup atau
terbuka ).
Untuk mencapai diagnosis dapat diketahui pada riwayat keluhan penderita dengan
deskripsi yang jelas, mencakup biomekanisme trauma, lokasi dan derajat nyeri serta
kondisi penderita sebelum kecelakaan seperti penyakit hipertensi dan sebagainya.
Pemeriksaan fisik pada penderita fraktur selalu dimulai dengan look, kemudian feel

dan terakhir movement. Kesalahan diagnosis jarang terjadi karena deformitas yang
hebat dan jelas pada pertengahan tulang panjang.
Pada inspeksi (look) bagian lesi terlihat asimetri dari bentuk maupun posture,
kebiruan, atau kerusakan kulit akibat trauma maupun edema (swelling) yang
terlokalisir dan berakhir menjadi diffuse.
Pada palpasi (feel) terasa nyeri tekan (tenderness) yang terlokalisir pada daerah
fraktur, gerakan abnomal, krepitasi, dan deformitas.pemeriksaan gangguan
sensibilitas dan temperatur bagian distal lesi serta nadi harus diperiksa.
Pemeriksaan gerakan (movement) dapat secara pasif dan aktif pada sendi terdekat
dari fraktur harus dikerjakan dengan teliti. Pemeriksaan sendi dilakukan untuk
mengetahui apakah terjadi perluasan fraktur ke sendi tersebut.Umumnya suspek
fraktur dapat dibuat hanya dari riwayat dan pemeriksaan fisik.10
Pada pemeriksaan tambahan dilakukan pemeriksaan Radiologi, Untuk setiap
penderita yang diperkirakan fraktur, pemeriksaan radiologis yang diminta hanya sebagai
konfirmasi / diagnosis, rencana terapi pada tindakan pertama yang dilakukan terhadap
penderita serta perkiraan prognosisnya. Oleh karena itu pada permintaan X-ray proyeksi
dan daerah / arah yang diminta harus jelas. Kadangkala proyeksi khusus seperti proyeksi
oblik diperlukan atau sisi sehat guna perbandingan terutama pada anak-anak atau
proyeksi stress guna menentukan adanya lesi pada ligamen sebagai stabilitas sendi.
Bahkan pemeriksaan yang lebih canggih seperti MRI, CT-scan

dan lainnya perlu

dipikirkan untuk informasi yang rinci terhadap penderita.9,11


5. Penatalaksanaan
Metode penanganan fraktur ada dua macam yaitu metode non operatif dan
metode operatif. Penanganan dengan metode non operatif maksudnya penanganan
fraktur tanpa dilakukan tindakan operasi misalnya dengan reduksi tertutup disebut
juga dengan reposisi. Dimana prinsip reposisi adalah berlawanan dengan arah
fraktur. Setelah dilakukan reposisi dilakukan pemasangan eksternal fiksasi yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya pergeseran kembali fragmen tulang. Salah satu
contoh eksternal fiksasi adalah pemasangan gips. Umumnya reduksi tertutup
digunakan untuk semua fraktur dengan pergeseran fragmen minimal. Penanganan
dengan metode operatif adalah suatu bentuk operasi dengan pemasangan open

reduction internal fixatie (ORIF) maupun open reduction external fixatie (OREF).
Metode penanganan fraktur dengan internal fiksasi harus dipilih atau disesuaikan
dengan jenis frakturnya. Bentuk-bentuk internal fiksasi antara lain plate and screw,
intramedullary nail, oblique transfixion screws, circumferential wire. 12
Tatalaksana Fraktur Femur pada Anak
Prinsip-prinsip pengobatan pada anak-anak adalah sama dengan pada orang dewasa
tetapi harus ditekankan bahwa dalam pengobatan pada anak, tatalaksana metode
terbuka jarang diperlukan. Pilihan metode tertutup sangat tergantung pada usia dan
berat anak. Saat anak-anak yang lebih tua (dan lebih besar), penyembuhan dan
pengobatan fraktur membutuhkan waktu yang lebih lama sehingga lebih mungkin
mengakibatkan masalah terkait dengan rawat inap panjang dan risiko lebih besar
malunion (poolman, Kocher et al. 2006). Akibatnya telah ada kecenderungan
mengobati fraktur batang femoralis pada anak-anak yang lebih tua atau pola fraktur
yang tidak stabil adalah dengan operasi.6
Sejak awal abad 18, traksi dipakai untuk tatalaksana dari faktur femur. Indikasi
untuk skin traksi atau skeletal traksi meliputi : 1). Fraktur femur unstable pada anak
kurang dari 6 tahun dengan shortening lebih dari 3 cm; 2). Fraktur femur yang gagal
ditatalaksana dengan spika pada anak kurang dari 6 tahun; 3) fraktur femur pada
anak umur 6 sampai 11 tahun tanpa fraktur multiple, cedera kepala, atau cedera
vaskuler dan jaringan lunak yag parah dan bisa menjalani imobilisasi.21
Tatalaksana fraktur femur pada anak umur 6-11 tahun masih kontroversi. Untuk
yang stabil dengan fraktur displaced minimal pemasangan spika segera biasanya
merupakan prosedur dengan hasil memuaskan. Bagaimanapun juga pada anak yang
lebih besar dengan fraktur komunikan tidak stabil, traksi diikuti oleh pemasangan
spika mungkin bermanfaat.
Pemasangan skin traksi atau traksi Buck biasa memakai beban 10% dari berat
badan

pasien dengan

maksimal beban 5 kg karena jika beban berlebih dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan kulit. Pada kasus yang membuthkan beban
lebih dari 5 kg sebaiknya digunakan traksi tulang, Lamanya traksi bergantung pada

10

umur dan berat badan anak. Dan waktu yang dibutuhkan untuk fraktur menyatu
sekitar 7 sampai 21 hari setelah pemasangan traksi. 21,22
Beberapa Prinsip pengobatan konservatif atau tanpa operasi yakni
-

Anak umur 0-2 tahun; traksi kulit menurut Bryant (Gallow)


Anak yang lebih besar dapat dilakukan traksi tulang melalui kondilus

femur dengan menggunakan bidai dari Thomas dan penyangga Pearson.


Spika panggul, dilakukan setelah reposisi dan imobilisasi dengan gips7

Gambar 3. Traksi kulit prinsip Bryant

Gambar 4. Traksi tulang bidai Thomas dan penyangga Pearson

11

Gambar 5. Spika Panggul


1. Prinsip Dasar Penanganan Fraktur
Terdapat 4R prinsip penatalaksanaan fraktur ( Rasjad, 1998) antara lain :
a. Recognition
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, jenis kekuatan yang berperan, dan
deskripsi tentang peristiwa yang terjadi oleh penderita sendiri menentukan
apakah ada fraktur, dan apakah perlu pemeriksaan spesifik untuk menentukan
adanya fraktur.

b. Reduction
Adalah usaha dan tindakan manipulasi frakmen-fragmen tulang yang patah
sedapat mungkin untuk dikembalikan keposisi anatomi normal. Tindakan ini
dapat dilakukan secara elektif di rumah sakit.
c. Retention
Sebagaimana aturan umum ketika melakukan reduction harus melewati sendi
di atas fraktur dan sendi di bawah fraktur.
d. Rehabilitation

12

Mengembalikan fungsi aktifitas semaksimal mungkin. Penatalaksanaan awal


fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan
vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan
imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma sebaiknya dilakukan stabilisasi
awal, fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan
penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan
operasi dengan ORIF maupun OREF.13
2.

Tujuan Penanganan fraktur:


a)

Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmenfragmen ke posisi anatomi.

b)

Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen


fragmen tulang tersebut setelah direposisi sampai terjadi union.

3.

c)

Penyambungan fraktur (union)

d)

Mengembalikan fungsi (rehabilitasi).13.,14

Proses penyembuhan tulang


Fase hematoma
Fraktur pada tulang panjang menyebabkan terjadinya robekan pada pembuluh
darah kecil sehingga membentuk hematoma. Selain itu, perosteum yang
robek akibat hematoma akan menyebabkan ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak.Terbentuknya cincin avaskuler yang mati disekitar fraktur
merupakan akibat dari osteosit yang mati dan kehilangan darah
Fase inflamasi dan proliferasi sel
Dalam waktu 8 jam setelah fraktur terjadi reaksi inflamasi akut dengan
migrasi dari sel inflamasi dan inisiasi dari proliferasi serta diferensiasi dari sel
stem mesenkimal.
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai reaksi
penyembuhan. Peyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik
yang berploriferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta
pada daerah endosteum kalus interna sebagai aktivitas seluler dalam kanalis
medularis
Fase Pembentukan Kalus

13

Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblas membentuk
tulang rawan. Matriks interseluler dan perlekanan polisakarida oleh garamgaram, kalsium membentuk tulang rawan imatur yang disebut woven bone,
dimana garis fraktur mengecil dan sekitar 4 minggu setelah trauma, fraktur
akan menyatu.
Fase Konsolidasi
berlanjutnya aktifitas osteoklastik dan osteoblastik, tulang rawan imatur
(woven bone) bertransformasi menjadi tulang lamellar. Woven bone akan
membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang
yang matang. Proses ini lambat dan mungkin membuthkan waktu beberapa
bulan untuk cukup kuat menopang beban yang normal.
Fase remodelling
Ketika union telah lengkap, tulang baru membentuk bagian yang menyerupai
bulbus yang menyelimuti tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Perlahanlahan terjadi reabsorpsi secara perlahan-lahan secara osteoklasik dan tetap
terjadi proses osteblastik pda tulang dan kalus ekserna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediet menjadi tulang yang kompak dan berisi
system Harvesian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk sumsum. Proses ini terjadi selama beberapa periode waktu
bahkan tahun. Khususnya pada anak-anak tulang akan menyatu seperti
bentuk normal.6,7

14

Gambar 6. Lima fase penyembuhan luka : a) hematoma; b) inflamasi c) pembentukan kalus;


d) konsolidasi; e) remodeling

6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada fraktur femur tertutup pada anak adalah :
1.
2.
3.
4.

Tungkai yang tidak sama panjang setelah sembuh


Malrotasi atau deformitas anguler
Pembentukan spur yang menonjol pada otot yang menganggu pergerakan
Kontraktur kuardisep7

BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama

: An RM

Umur

: 10 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Paslaten Jaga III

Agama

: Kristen Protestan

Pekerjaan

: Pelajar

No. CM

: 00.45.44.56

MRS

: 8 Juli 2015

B. PRIMERY SURVEY
A : clear

15

B : 24 x/m, O2 2-4 L/m


C : 86x/menit, reguler, isi cukup, akral hangat
D : Alert
E : tungkai atas kiri
C. SECONDARY SURVEY
ANAMNESIS
Keluhan utama: Bengkak dan nyeri pada paha kiri akibat terjatuh.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Bengkak dan nyeri pada paha kiri akibat terjatuh dialami oleh penderita 3
jam SMRS. Awalnya penderita sedang berlari kemudian penderita terpeleset,
sehingga terjatuh dengan posisi kaki kiri membentur batu. Penderita masih dapat
berdiri namun sulit berjalan. Riwayat pingsan - , mual - , muntah riwayat diurut -,
trauma sebelumnya -. Penderita kemudian dibawa ke RSUP Kandou
A:

M:

P:

L:

7 jam SMRS

E:

lapangan sekolah

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum

: Pasien tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tanda Vital

: T

: 110/60 mmHg

: 86 x/menit

: 22x/menit

SB

: 36,5oC (Axilla)

Status Generalis :
Kepala : Conj an (-), pupil isokor, 3 mm, RC +/+ normal.
Leher : Trakea letak tengah, pembesaran KGB Thoraks :
Paru

16

ins

: simetris kiri=kanan
Palp : stem fremitus kiri = kanan
Auskultasi : suara pernapasan vesikuler
Perkusi : sonor kiri=kanan

Jantung :
Tidak ada bunyi tambahan
Abdomen

: datar, bunyi usus + normak

Extermitas superiot : tidak ada kelainan


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,
Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri
Status Distalis :
- Pulsasi arteri dorsalis pedis ada ki = ka
- Cappilary refill time < 2 ki= ka
- Sensorik + motorik dalam batas normal
True length
Anatomical length

Kanan
63cm
33cm

Kiri
60cm
30cm

Resume
Pasien laki-laki umur 10 tahun MRS dengan bengkak dan nyeri pada paha
kiri akibat terjatuh dialami oleh penderita 3 jam SMRS. Awalnya penderita sedang
berlari kemudian penderita terpeleset, sehingga terjatuh dengan posisi kaki kiri
membentur batu. Penderita masih dapat berdiri namun sulit berjalan.

Riwayat

pingsan - , mual - , muntah riwayat diurut -, trauma sebelumnya -. Penderita


kemudian dibawa ke RSUP Kandou
DIAGNOSIS KERJA
Fraktur Femur sinistra 1/3 tengah tertutup

17

E. PENATALAKSANAAN
-

X foto femur dextra et sinistra (AP-Lateral)


X foto pelvis AP

IVFD RL 7 gtt/menit

Ranitidin amp 3 x amp iv

Ketorolac 3 x amp iv

Pemasangan skin traksi Buck dengan beban


Penderita ini disarankan untuk dilakukan pemeriksaan penunjang:
b. Laboratorium darah lengkap

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Rontgen femur sinistra (AP-Lateral)

Kesan : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah displaced


Pemeriksaan Rontgen Femur Dextra (AP-Lateral)

18

Kesan : tak ada kelainan


Pemeriksaan Rontgen Pelvis AP

Kesan : tak ada kelainan


Pemeriksaan laboratorium
Darah rutin
Leukosit

Hasil
18400

Satuan
/mm3

nilai rujukan
4.000-10.000

Eritrosit

4,67

106/ uL

4.25-5.40

Hemoglobin

12,1

g/ dL

12.8 16.8

Hematokrit

36,9

35 47

Trombosit

331

103/ ul

150 450

19

Glukosa Darah Sewaktu

108

mg/dL

70-125

Creatinin Darah

0,5

mg/dL

0,6-1,1

Ureum Darah

20

mg/dL

20-40

Natrium

138

meq/L

135-153

Kalium

4,30

meq/L

3.50-5.30

Chlorida

105

meq/L

98.0-109.0

G. DIAGNOSIS
Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
FOLLOW UP
8/9/2015
S : Nyeri di paha kiri
O: Vital sign :

: 100/60 mmHg

: 86 x/menit

: 20x/menit

SB

: 36,5oC (Axilla)

Regio femur sinistra terpasang skin traksi


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,
Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri
Status distalis :
CRT <2 detik kiri=kanan
Pulsasi arteri dorsalis kiri=kanan
Sensorik dan motorik dalam batas normal
A : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
P : IVFD : RL = 7 tts/menit
-

Ketorolac amp 3 x amp iv


Ranitidine 2x amp iv
Pertahankan skin traksi

9/9/2015

20

S : Nyeri di paha kiri


O: Vital sign :

: 110/60 mmHg

: 80 x/menit

: 20x/menit

SB

: 36,8oC (Axilla)

Regio femur sinistra terpasang skin traksi


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,
Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri
Status distalis :
CRT <2 detik kiri=kanan
Pulsasi arteri dorsalis kiri=kanan
Sensorik dan motorik dalam batas normal
A : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
P : IVFD : RL = 7 tts/menit
-

Ketorolac amp 3 x amp iv


Pertahankan skin traksi

10/09/2015
S : Nyeri di paha kiri
O: Vital sign : T

: 110/50 mmHg
N

: 82 x/menit

: 20x/menit

SB

: 36,5oC (Axilla)

Regio femur sinistra terpasang skin traksi


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,

21

Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri


Status distalis :
CRT <2 detik kiri=kanan
Pulsasi arteri dorsalis kiri=kanan
Sensorik dan motorik dalam batas normal
A : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
P : IVFD : RL = 7 tts/menit
-

Ketorolac amp 3 x amp iv


Pertahankan skin traksi

11/09/2015
S : Nyeri di paha kiri
O: Vital sign : T

: 110/50 mmHg
N

: 82 x/menit

: 20x/menit

SB

: 36,5oC (Axilla)

Regio femur sinistra terpasang skin traksi


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,
Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri
Status distalis :
CRT <2 detik kiri=kanan
Pulsasi arteri dorsalis kiri=kanan
Sensorik dan motorik dalam batas normal
A : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
P : IVFD : RL = 7 tts/menit
-

Ketorolac amp 3 x amp iv


Pertahankan skin traksi

12/09/2015-13/09/2015
S : Nyeri di paha kiri

22

O: Vital sign : T

: 110/50 mmHg
N

: 82 x/menit

: 20x/menit

SB

: 36,5oC (Axilla)

Regio femur sinistra terpasang skin traksi


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,
Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri
Status distalis :
CRT <2 detik kiri=kanan
Pulsasi arteri dorsalis kiri=kanan
Sensorik dan motorik dalam batas normal
A : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
P : IVFD : RL = 7 tts/menit
-

Ketorolac amp 3 x amp iv


Pertahankan skin traksi

13/9/2015
S : Nyeri di paha kiri
O: Vital sign : T

: 110/50 mmHg
N

: 82 x/menit

: 20x/menit

SB

: 36,5oC (Axilla)

Regio femur sinistra terpasang skin traksi


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,
Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri
Status distalis :
CRT <2 detik kiri=kanan

23

Pulsasi arteri dorsalis kiri=kanan


Sensorik dan motorik dalam batas normal
A : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
P : IVFD : RL = 7 tts/menit
- Ketorolac amp 3 x amp iv
- Pertahankan skin traksi
14/9/2015
S: Nyeri di paha kiri berkurang
O: Vital sign : T

: 110/50 mmHg
N

: 82 x/menit

: 20x/menit

SB

: 36,5oC (Axilla)

Regio femur sinistra terpasang skin traksi


Extermitas inferior :
Regio : Femur (S)
Look : Deformitas: oedem (+), shortening (+), angulasi (-), rotasi (-)
Feel : Nyeri pada 1/3 tengah,
Movement : Locking tidak ada,ROM terbatas karena nyeri
Status distalis :
CRT <2 detik kiri=kanan
Pulsasi arteri dorsalis kiri=kanan
Sensorik dan motorik dalam batas normal
A : Fraktur transversal komplit os femur sinistra 1/3 tengah tertutup displaced
P : - Parasetamol 3x1
-

Pertahankan skin traksi


Rencana pasang back slab
Rawat jalan

15/9/2015
Pasien dan keluarga menolak perawatan lebih lanjut

24

BAB III
PEMBAHASAN
Diagnosis ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemerikan penunjang. Pada anamnesis perlu diketahui ada riwayat trauma atau
tidak. Bila tidak, berarti fraktur patologis. Trauma harus terperinci kapan terjadinya,
di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah trauma, dan posisi pasien atau
ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Perlu diteliti kembali trauma di
tempat lain secara sistematik dari kepala, leher, dada, perut, dan keempat
ekstremitas. Pada anamnesis diperoleh penderita berusia 10 tahun MRS dengan
bengkak dan nyeri di tungkai atas kiri akibat terjatuh dialami penderita sejak 3 jam
SMRS. Awalnya penderita sedang berlari kemudian penderita terpeleset, sehingga
terjatuh dengan posisi kaki kiri membentur batu. Penderita masih dapat berdiri
namun sulit berjalan.

Tidak ada pingsan, mual , muntah. Riwayat trauma

sebelumnya tidak ada dan pasien tidak diururt sebelum di bawa ke rumah sakit.
Disebutkan dalam beberapa kepustakaan bahwa fraktur batang femur biasanya
disebabkan oleh trauma tumpul adalah jenis cedera yang sering ditangani oleh bedah
ortopedi Kebanyakan terjadi pada laki-laki dengan rasio laki-laki:perempuan = 2:1.
Maka hal ini adalah sesuai. 6,8
Pemeriksaan fisik terdiri atas status generalis, status lokalis, dan status
distalis. Pada status lokalis dinilai:13
a. Inspeksi (Look)
1. Kulit (warna dan tekstur), jaringan lunak, tulang, sendi, apakah terdapat luka atau
tidak.
2. Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi, translasi, dan
pemendekan
b. Palpasi (Feel)
1. Nyeri tekan dan lokalisasi, apakah nyeri setempat atau nyeri alih
2. Krepitasi
3. Pengukuran panjang anggota gerak
c. Move, untuk mencari:

25

1. Evaluasi gerakan sendi yang aktif maupun pasif


2. Stabilitas sendi
3. Pemeriksaan ROM (Range of Joint Movement)
Pemeriksaan status distalis mencakup penilaian pulsasi dibagian distal, dalam
hal ini pada arteri dorsalis pedis, pemeriksaan sensibilitas kedua, dan waktu
pengisian kapiler pada kedua tungkai. Pemeriksaan status distalis dilakukan pada
kedua ekstremitas untuk membandingkan kiri dan kanan. Dari hasil pemeriksaan
fisik, pada inspeksi di regio femoralis sinistra terdapat udem dan shortening . Pada
palpasi didapatkan adanya nyeri tekan pada regio femoris 1/3 tengah. Pergerakan
terbatas karena nyeri. Pada status distalis didapatkan pulsasi arteri dorsalis pedis
sama pada kaki kiri dan kanan, sensibilitas normal pada kedua tungkai, dan waktu
pengisian kapiler <2 detik.13
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah pemeriksaan
radiologis femur posisi AP dan lateral dan foto pelvis. Pada foto femur tampak
fraktur femur sinistra

1/3 tengah tertutup. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisik, dan pemeriksaan radiologis didiagnosis sebagai fraktur femur dextra 1/3 tengah
tertutup.14
Penanganan fraktur terdiri atas penanganan preoperatif, dan pascaoperatif.
Preoperatif berupa pertolongan pertama (bantuan hidup dasar) yang dikenal dengan
singkatan ABC. Proses ini dikenal dengan singkatan ABC. ABC pada trauma
meliputi A untuk airway atau jalan napas yaitu pembebasan jalan napas; B
untuk breathing atau pernapasan yaitu dengan pemberian O2, memperhatikan adakah
tanda-tanda hemothoraks, pneumothoraks, flail chest; C untuk circulation atau
sirkulasi/fungsi

jantung

untuk

mencegah

atau

menangani

syok;

untuk disability yaitu evaluasi status neurologik secara cepat dengan metode AVPU
(Alert,

Vocal

stimuli,

Pain

stimuli,

Unresponsive);

dan

untuk exposure/environment yaitu melakukan pemeriksaan secara teliti, pakaian


penderita harus dilepas, selain itu perlu dihidari terjadinya hipotermi. 2,5,9 Setelah
stabilisasi tanda vital, penderita harus diberi antibiotik intravena, dan pembidaian
sementara.15-16

26

Fraktur tergolong dalam kegawatan bedah sehingga memerlukan penanganan


secepatnya untuk mengurangi risiko infeksi yang sebaiknya dilakukan dalam 6-8 jam
pertama.17
Penanganan pascaoperatif meliputi pemeriksaan radiologik serial, darah
lengkap, serta rehabilitasi. Diet yang dianjurkan tinggi kalori tinggi protein untuk
menunjang proses penyembuhan.
Imobilisasi fraktur adalah mengembalikan atau memperbaiki bagian tulang
yang patah kedalam bentuk yang mendekati semula (anatomis)nya, Cara-cara yang
dilakukan meliputi reduksi, traksi, dan imobilisasi. Reduksi terdiri dari dua jenis,
yaitu tertutup dan terbuka. Reduksi tertutup (Close reduction) adalah tindakan non
bedah atau manipulasi untuk mengembalikan posisi tulang yang patah, tindakan tetap
memerlukan lokal anestesi ataupun umum. Reduksi terbuka (Open reduction) adalah
tindakan pembedahan dengan tujuan perbaikan bentuk tulang. Sering dilakukan
dengan internal fiksasi yaitu dengan menggunakan kawat, screws, pins, plate,
intermedulari rods atau nail. Selanjutnya metode traksi dilakukan dengan cara
menarik tulang yang patah dengan tujuan meluruskan atau mereposisi bentuk dan
panjang tulang yang patah tersebut. Ada dua macam jenis traksi yaitu skin traksi dan
skeletal traksi.18
Skin traksi adalah menarik bagian tulang yang patah dengan menempelkan
pleter langsung pada kulit untuk mempertahankan bentuk, membentuk menimbulkan
spasme otot pada bagian yang cidera, dan biasanya digunakan untuk jangka pendek
(48 72 jam). Skeletal Traksi adalah traksi yang digunakan untuk meluruskan tulang
yang cidera pada sendi panjang untuk mempertahankan bentuk dengan memasukkan
pins atau kawat ke dalam tulang. Imobilisasi, setelah dilakukan reposisi secara
reduksi atau traksi pada fragmen tulang yang patah, dilakukan imobilisasi dan
hendaknya anggota badan yang mengalami fraktur tersebut diminimalisir gerakannya
untuk mencegah tulang berubah posisi kembali. 18 Pada kasus dilakukan pemasangan
skin traksi tipe Buck dengan menggunakan beban 10% dari berat badan pasien dan
tidak melebihi 5 kg.
Penyembuhan

tulang

merupakan

proses

yang kompleks, umumnya

membutuhkan waktu 6 sampai 8 minggu untuk menyembuhkan ke tingkat yang


signifikan. Kecepatan dan keberhasilan berbeda antara individu dan waktu yang

27

diperlukan untuk penyembuhan tulang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor,


termasuk jenis fraktur, usia pasien, kondisi medis yang mendasari, dan status gizi.
Pada anak-anak penyembuhan fraktur adalah lebih cepat dibandingkan orang dewasa
akibat dari sifat osteogenesis yang aktif pada periosteum dan endosteum.7
Penyembuhan fraktur sekunder ditandai dengan penyembuhan patah tulang
secara spontan tanpa adanya kaku. Mekanisme biologi tulang saat perbaikan fraktur
memiliki pola yang terorganisir. Perbaikan fraktur dibagi menjadi lima fase
penyembuhan luka : a) hematoma; b) inflamasi c) pembentukan kalus; d)
konsolidasi; e) remodeling6,7

28

DAFTAR PUSTAKA
1. Oglen. JA.2000. Skeletal Injury in The Child Second Edition. New York: W.B
Saunders Company. Pg 857-72
1. AAPC. Fracture classification in ICD-10-CM. 2013.
2. Medline Plus. Dislocation. US National Library of Medicine. 2013.
3. Joint Pain Expert. Joint-pain-expert.org. [Online].; 2010 [cited 2015 May 9.

Available from: http://www.joint-pain-expert.net/elbow-dislocation.html.


4. Lateef F. Riding motorcycles: is it a lower limb hazard? Singapore Med J

2002;43(11):566-9
2. Apleys System of Orthopaedics and fractures, 9th edition. 2010.
3. Rasjad C. Trauma. Dalam: Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar:
Bintang Lamumpatue; 2000. h.343-536.
4. Sela Y, et al. pediatric femoral shaft fractures : treatment strategies according
to age -13 year of experience in one medical center. Journal of orthopaedic
surgery and research. 2013 p1-6
5. Delahay JN, Sauer S. Skeletal Trauma. In: Wiesel S, Delahay JN, editor.
Essentials of orthopedic surgery. 3rd ed..Washington: Springer; 2007. p.4083.
6. McRae E. The diagnosis of fractures and principles of treatment. In: McRae
E, Esser R, editor. Practical fracture treatment. 4th ed. Churchil Livingstone.
p.25-54.
7. Okoro OI, Ohadugha OC. The anatomic pattern of fractures and dislocations
among accident victims in Owerri,Nigeria. Nigerian J of Surg Res 2006;8:546.
8. Skinner H, Smith W, Shank J, Diao E, Lowenberg D. Musculoskeletal
Trauma Surgery. In: Skinner H, editor. Current diagnosis and treatment in
orthopedics. 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2003. p.76-150.
9. Buckley R, Panaro CDA. General Principles of Fracture Care [online]. 2007 Jul
19 [cited 2008 Oct 12]; Available from: URL:
http://www.emedicine.com/orthoped/topic636.htm

29

10. Department of Orthopaedic Surgery University of Stellenbosch. External


fixator [online]. 2008 [cited 2008 Oct 12]; Available from: URL:
http://www0.sun.ac.za/ortho/webct-ortho/general/exfix/exfix.html
11. Koval K, Zuckerman JD. Lower extremity fractures and dislocations. In: Koval
K, Zuckerman JD, editor. Handbook of fractures. 3rd ed. Lippincot Williams &
Wlkins; 2006. p.347-54.
12. S. Milenkovic, L. Paunkovic, S. Karalejic. Severe open Gustilo type III
tibial fracture treated by external fixation and primary soft-tissue coverage. J
Hellenic Association Ortho Trauma 2006; 57(4).
13. Henderson, MA. 1997. Ilmu bedah untuk medis. Yogyakarta: Yayasan Essentia
Medika.
14. Apley A, Graham. 1995. Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika.
15. Maharta GRA, Maliawan S, Kawiyana KS. 2011. Manajemen fraktur pada
trauma muskeletal. Bali: FK Udayana Bali.
16. Sfeir C, Ho L, Doll BA, Azari K, Hollinger JO. 2005. Fraktur repair, Human
Pess Inc, Totowa, NJ.
17. Rockwood C, Wilkins K, Beaty J. Fractures in Children. Vol 3. LippincottRaven 1996; pge 1197-1205
18. Emedicine.medscape.com

30

Anda mungkin juga menyukai