Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
Skabies adalah suatu istilah yang ditujukan untuk suatu infestasi dengan
kutu gatal, Sarcoptes scabiei var humanus. Kutu ini pertama kali ditemukan pada
tahun 1687, menjadikan scabies sebagai salah satu penyakit infeksi yang pertama
kali ditemukan dengan penyebab yang diketahui. Penyakit ini ditemukan di
seluruh dunia pada seluruh ras dan seluruh kelompok usia. Penyakit ini dapat
ditularkan melalui hubungan seksual juga dengan kontak kulit-ke-kulit pada
penularan yang tidak melalui hubungan seksual, terutama di lingkungan keluarga
dan sekolah.1,2

Gambar 1. Sarcoptes scabiei

Suatu predisposisi infestasi yang menyebar luas (skabies Norwegia)


muncul pada pasien institusional dan pada pasien dengan defisiensi sistem
kekebalan tubuh, termasuk mereka yang terinfeksi human immunodeficiency virus
(HIV).3
Kutu skabies merupakan suatu parasit obligat dan melengkapi seluruh
siklus hidupnya pada manusia. Varian lain dari kutu skabies dapat menyebabkan
infestasi pada mamalia lain seperti anjing, kucing, babi, musang, dan kuda, dan
varian ini dapat menginfestasi pada kulit manusia juga. Bagaimanapun, mereka
tidak mempunyai kemampuan untuk bereproduksi pada manusia dan hanya
menyebabkan suatu dermatitis singkat.
Kutu S. scabiei var hominis yang menginfeksi manusia adalah betina dan
dapat dilihat dengan mata telanjang (0.3 0.4 mm panjangnya). Jantan kira-kira

berukuran satu setengah kali ukuran ini. Jantan membuahi betina pada kulit
manusia dan kemudian mati. Betina kawin yang baru menggali ke dalam kulit
manusia, menggunakan enzim proteolitik untuk melarutkan stratum korneum pada
epidermis. Kutu mempunyai 4 pasang kaki dan pernapasan trakea dan ini tidak
masuk lebih dalam daripada lapisan terluar dari epidermis.4

BAB II
ISI
II.1. Bentuk Klinis Skabies
II.1.1. Skabies Klasik
Ciri utama dari suatu skabies adalah rasa gatal/pruritus yang sangat
mengganggu, terutama dirasakan pada malam hari. Rasa gatal ini, seringkali
sangat berat, dihubungkan dengan lesi-lesi yang muncul pertama kali di daerahdaerah lipatan, kemudian pada jari-jari, pergelangan tangan bagian dalam, sikusiku dan lipatan ketiak bagian depan. Tempat lain yang biasa menjadi tempat
lesinya adalah penis dan skrotum, areola pada wanita, bokong, area sakral dan
perilumbal. Keterlibatan penis dengan karakteristik: nodul, ulkus chancriform,
atau pyoderma. Lesi-lesi dapat bersifat eksimatosa dan sering bersifat ekskoriasi,
tetapi

lesi

patognomonisnya

adalah

terowongan

berupa

garis

pendek,

bergelombang dan gelap. Gambaran klasiknya sering sulit dibedakan dengan


ekskoriasi, impetigonisasi, dan eksimatisasi.1,4,5

Gambar 2. Skabies klasik

II.1.2. Bentuk-bentuk khusus skabies


II.1.2.a. Skabies pada pasien dengan higiene yang baik
Terdapat peningkatan yang pasti dalam insiden skabies pada individu
yang bersih, mudah mengalami salah diagnosis karena lesi-lesinya tidak jelas dan
terowongan-terowongannya sulit ditemukan.1,5

II.1.2.b. Skabies yang samar (incognito)


Berasal dari pasien-pasien yang mendapatkan pengobatan glukokortikoid,
obat-obatan imunosupresif lainnya juga dapat membingungkan munculnya
skabies, termasuk skabies dengan tepi yang menyerupai dermatitis atau penyakit
Darrier. Skabies harus dipertimbangkan bila terdapat dermatosis yang luas,
bersisik dan gatal pada pasien yang mendapat pengobatan imunosupresif. Hal ini
sering menyebabkan gambaran klinis yang tidak biasa seperti penyebaran yang
atipikal dan luas, pada beberapa contoh mendekati kemiripan dengan kondisi yang
lain.1,5
II.1.2.c. Skabies noduler
Lesinya berwarna merah-kecoklatan, papul dan nodul yang gatal pada
daerah yang tertutup (paling sering daerah genitalia laki-laki, lipat paha, dan regio
aksila), yang seringkali bertahan lama setelah pengobatan untuk skabies. Skabies
ini mungkin mewakili suatu reaksi hipersensitifitas pada bagian-bagian dari kutu
atau antigen. Kutu jarang ditemukan, dan lesi tidak mudah menular.1,5

Gambar 3. Skabies noduler

II.1.2.d. Skabies pada bayi atau anak-anak kecil


Pada kelompok usia ini, wajah, kulit kepala, telapak tangan, dan telapak
kaki dapat terlibat; papul, vesikopustul, dan nodul tetap merupakan lesi yang
paling sering muncul, tetapi penyebarannya dapat berbeda-beda. Seringkali terjadi
kesalahan diagnosis karena indeks kecurigaan (suspicious index) yang rendah.
Eksimatisasi dan impetigonisasi sekunder biasa terjadi, dan terowongannya akan
sulit didapat. Prevalensi skabies tertinggi pada bayi adalah pada usia di bawah 2
tahun; anak-anak yang mengalami skabies biasanya karena mereka dipangku atau
dipeluk oleh orang dewasa yang menderita scabies.1,5

Gambar 4. Skabies pada anak-anak

II.1.2.e. Skabies pada orang tua


Pada kelompok usia ini, diagnosis skabies dapat meleset karena
perubahan-perubahan kutaneusnya yang minimal atau atipikal. Gatal yang sering
dirasakan dapat disertai dengan senile pruritus, xerosis, penyebab obat-obatan
atau psikogenik. Pasien-pasien tua yang menghabiskan waktu yang lama di atas
tempat tidur atau kursi terdapat di punggung. Epidemik skabies sering didapatkan
pada tempat-tempat penampungan seperti rumah perawatan (nursing home),
dimana seorang pasien dengan skabies berkrusta dapat menginfeksi ke pasien
lainnya juga para pekerja kesehatan dan keluarganya.1,5

Gambar 5. Skabies pada orang tua

II.1.2.f. Scabies yang ditularkan hewan


Anak-anak anjing merupakan sumber utama. Manusia terinfestasi melalui
kontak langsung maupun tidak langsung, dan penularannya lebih cepat
dibandingkan dari manusia. Skabies yang berasal dari hewan memiliki pola
penyebaran yang berbeda (seringkali di batang tubuh, lengan, dan perut; jarang
pada lipatan jari dan genitalia) dan memiliki waktu inkubasi yang lebih singkat.
Tidak ada terowongan, karena kutu hewan tidak menyempurnakan siklus
hidupnya pada tubuh manusia.5,6

Gambar 6. Skabies pada hewan

II.1.2.g. Skabies krusta (Norwegia)


Menurut sejarah, keadaan ini telah dihubungkan dengan usia tua, debilias,
dan cacat perkembangan seperti sindroma Down. Penyakit ini juga sekarang dapat

terlihat dengan adanya imunosupresan. Lesi-lesi yang hiperkeratotik, nonpruritik


adalah yang paling umum, tetapi keadaan ini dapat berbeda-beda dari memiliki
krusta, dengan atau tanpa pruritus sampai nonpruritik, dermatitis papular dan
penyakit Darriers atau psoriasis. Keterlibatan kuku jari tangan dan jari kaki dapat
menstimulasi pasoriasis atau onikomikosis. Ribuan sampai jutaan organisme dapat
muncul pada kulit dan kuku. Pada ketiadaan kondisi predisposisi, pasien dengan
skabies krusta harus dites dengan tes untuk AIDS. Pasien dengan skabies krusta
telah mengalami bakteriemia kadang bisa fatal sebagai konsekuensi dari infeksi
pada fissura dan kulit yang terekskoriasi.1,4,5,6

Gambar 7. Skabies Norwegia

II.1.2.h. Skabies dan HIV/AIDS


Skabies terjadi pada sedikitnya 2 sampai 4 persen pasien dengan AIDS.
Bentuk yang tidak umum dari skabies pada AIDS dapat dibagi sebagai skabies
krusta dan skabies papular atipikal. Pasien-pasien dengan HIV/AIDS dapat
memperlihatkan suatu skabies klasik, mereka dapat menjadi skabies krusta dan
rasa gatal dapat menurun dan menghilang. Karena tampilannya yang atipikal,
diagnosis dapat terlambat, yang meningkatkan risiko menyebar kepada yang
lain.1,6

Gambar 8. Skabies dengan HIV/AIDS

II.1.2.i. Skabies pada kulit kepala


Skabies jarang terjadi pada kulit kepala orang dewasa; skabies pada kulit
kepala dapat menyertai atau menstimulasi dermatitis seboroik. Namun, lesi-lesi di
kulit kepala terjadi pada bayi dan anak-anak, pada orang yang lebih tua, pasien

rumah perawatan, penduduk di daerah tropis, dan pasien dengan skabies krusta,
AIDS dan yang baru dilaporkan, pasien dengan dermatomyositis.1

Gambar 9. Skabies pada kulit kepala

II.1.2.j. Skabies bullosis


Vesikel sering terjadi pada anak-anak tetapi tidak biasa pada orang dewasa.
Skabies bullosis dapat terjadi pada orang dewasa, terkait dengan suatu erupsi yang
sulit dibedakan dengan pemfigoid bullosis secara klinis, patologis, dan secara
imunopatologi. Pasien umumnya berusia lebih dari 65 tahun dan dengan kondisi
kesehatan yang baik. Seringkali, mereka diobati dengan glukokortikoid oral saat
biopsi rutin dan imunofluoresen menuju kepada suatu diagnosis pemfigoid
bullosa, tetapi terlihat terowongan tampak pada kebanyakan kasusnya. Karena
penundaan diagnosis yang cukup signifikan, terdapat kesempatan untuk
penyebarluasan penyakit ke tempat lain.1,4

Gambar 10. Skabies bullosis

II.2. Diagnosis Banding


Skabies dapat terlihat mirip dengan kebanyakan kasus dermatosis pruritik
tetapi lebih sulit dibedakan lagi dengan dermatitis atopik, urtikaria papular,
pioderma, gigitan serangga, dan dermatitis herpetiformis. Kelainan lain termasuk
liken planus, folikulitis, sifilis, dermatitis seboroik, prurigo nodular dan pityriasis
rosea. Gigitan hewan tertentu dapat menginfestasi manusia sementara, dan harus
diduga sebagai dermatosis pruritik dengan penyebab yang belum pasti. Pada
pasien dengan infeksi HIV, setiap dermatosis krusta jangka panjang harus dinilai
mengenai skabies, meskipun ada atau tidak pruritus.1,3,5,6
II.3. Diagnosis
Terowongan seringkali sukar ditemukan, dan petunjuk yang biasanya
mengarahkan pada diagnosis adalah karakteristik penyebaran, pada laki-laki,
papul, nodul, ulkus pada penis, merupakan gambaran diagnostik yang signifikan.
Diagnosis pasti tergantung pada identifikasi mikroskopik dari kutu (mite), telur,
atau pada pengerasan feses (skibala). Seringkali kutu tidak ditemukan meskipun
ciri-ciri lesi klasik skabies noduler tampak jelas pada genitalia, atau ruam yang
gatal. Untuk mengobati pasien ini maka harus diberikan suatu diagnosis
sementara, karena baik overdiagnosis maupun underdiagnosis sifatnya adalah
sama. Metode diagnostik yang bermanfaat meliputi teknik-teknik berikut. Hasil
kerokan kulit tinggi pada terowongan baru, tidak ekskoriasi. Jika kecurigaan
klinik dikuatkan, kerokan multipel dapat diperoleh untuk meningkatkan
kemungkinan membuat identifikasi positif. Hasil kerokan kulit tinggi pada skabies
Norwegia karena infestasi yang sangat besar. Permethrin 5% merupakan
pengobatan yang paling efektif untuk skabies. Permethrin sebagai pyrethroid
sintesis yang letal bagi kutu dan toksik yang sangat rendah untuk manusia.1,3,6
II.4. Penatalaksanaan
Terdapat sejumlah cara pengobatan efektif untuk skabies, seleksi dapat
tergantung pada biaya dan potensi toksisitasnya. Pasien akan sering menggunakan
obat-obatan lebih sering lagi dan dalam jangka waktu yang lama kemudian
dianjurkan, untuk mengetahui jumlah yang sesuai untuk diresepkan dapat

10

mencegah iritasi dari penggunaan yang berlebihan, akibatnya dapat menyebabkan


misinterpretasi sebagai suatu kegagalan pengobatan. Scabisida harus digunakan
dengan seksama pada area belakang telinga dan dari leher sampai telapak kaki,
dengan perhatian khusus pada area-area intertrigenus seperti sela-sela jari tangan
dan kaki, pusar, lipat paha, sela-sela bokong, dan bagian bawah kuku jari tangan
dan kaki. Obat harus tercuci bersih setelah waktu pengobatan yang dianjurkan
selesai. Pagi setelah pengobatan, pakaian dalam, seprai, dan handuk harus dicuci
dan dikeringkan. Semua anggota keluarga yang memiliki skabies mendapat
pengobatan topikal, meskipun beberapa dokter hanya mengobati mereka yang
memiliki simptomatik saja yang memiliki hubungan intim dengan pasien (berbagi
tempat tidur, hubungan seksual).1

DAFTAR PUSTAKA
1. Stone SP. Scabies and Pediculosis. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K,
Austen KS, Goldsmith LA, editors. Fitzpatricks Dermatoloy In General
Medicine. Volume IIB. 6th ed. Mc Graw-Hill Book Co. New York: 2003.p.
2283-2292
2. Wikipedia, the free encyclopedia. 2006
Available from: URL: http://scabies-wikipedia,thefreeencyclopedia.htm
3. Sterling GB, Janniger CK, Kihiczak G, Schwartz RA, Fox MD. American
Academy of Family Physicians. 2006

11

4. Salomone JA, Talavera F, Taylor JP, Halamka J, OConnor RE. Attending


Physician, Department of Emergency Medicine. 2006
Available from: URL: http://www.emedicine.com/emerg/byname/scabies.htm
5. McKoy KC, Moschella SL, Orkin M, Maibach HI. Parasitic Infections &
Manifestations. In: Orkin M, Maibach HI, Dahl MV, editors. Dermatology.
First edition. Appleton & Lange. Norwalk, Connecticut/San Mateo, California:
1991.p.205-208
6. Alexander J OD, Fisher AA, Mackey SL, Tornieporth NG, Wong RC.
Parasitic Infestations, Stings, and Bites. In: Odom RB, James WD, Berger TG.
Andrews Diseases of The Skin Clinical Dermatology. 9 th ed. W.B.Saunders
Company. USA: 2000.p.563-570

12

Anda mungkin juga menyukai

  • ZCase GW
    ZCase GW
    Dokumen7 halaman
    ZCase GW
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Refrat Kulit
    Refrat Kulit
    Dokumen5 halaman
    Refrat Kulit
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Skizofrenia Residual
    Skizofrenia Residual
    Dokumen19 halaman
    Skizofrenia Residual
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Cover Kasus
    Cover Kasus
    Dokumen2 halaman
    Cover Kasus
    Saputra Tri Nopianto
    Belum ada peringkat
  • Tinea Kruris Cov
    Tinea Kruris Cov
    Dokumen1 halaman
    Tinea Kruris Cov
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Introduction
    Introduction
    Dokumen9 halaman
    Introduction
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Hadir Diskusi Kasus
    Daftar Hadir Diskusi Kasus
    Dokumen1 halaman
    Daftar Hadir Diskusi Kasus
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Cover Skizofrenia Residual
    Cover Skizofrenia Residual
    Dokumen4 halaman
    Cover Skizofrenia Residual
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Luka Bakar
    Lapsus Luka Bakar
    Dokumen27 halaman
    Lapsus Luka Bakar
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Proteinuria
    Proteinuria
    Dokumen5 halaman
    Proteinuria
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen4 halaman
    Bab Ii
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Patofis
    Patofis
    Dokumen3 halaman
    Patofis
    Daniel Parks
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen1 halaman
    Bab Iv
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
    Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
    Dokumen9 halaman
    Pedoman Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Hdpislami
    Hdpislami
    Dokumen10 halaman
    Hdpislami
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Program Kerja Bidang Kesehatan
    Program Kerja Bidang Kesehatan
    Dokumen2 halaman
    Program Kerja Bidang Kesehatan
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan Dan Cara Menjawabnya
    Pertanyaan Dan Cara Menjawabnya
    Dokumen4 halaman
    Pertanyaan Dan Cara Menjawabnya
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka Case DR - Ay Fix
    Daftar Pustaka Case DR - Ay Fix
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka Case DR - Ay Fix
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen3 halaman
    Bab Iv
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • BAB IV DR - Fahreza
    BAB IV DR - Fahreza
    Dokumen2 halaman
    BAB IV DR - Fahreza
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen7 halaman
    Bab Iii
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Bab 2 Case DR - Ay
    Bab 2 Case DR - Ay
    Dokumen9 halaman
    Bab 2 Case DR - Ay
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Cover Prolaps Uteri
    Cover Prolaps Uteri
    Dokumen4 halaman
    Cover Prolaps Uteri
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Cover Case Syaraf
    Cover Case Syaraf
    Dokumen2 halaman
    Cover Case Syaraf
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Wawancara
    Wawancara
    Dokumen2 halaman
    Wawancara
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Contoh
    Contoh
    Dokumen2 halaman
    Contoh
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat
  • Kase Paraparese
    Kase Paraparese
    Dokumen12 halaman
    Kase Paraparese
    A.m. Echa Dwi Reswari
    Belum ada peringkat