Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut,


biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi
sebagian dari salah satu atau kedua paru. Sedangkan bronkopneumonia
merupakan

peradangan

pada

paru

dimana

proses

peradangannya

ini

menyebar membentuk bercak-bercak infiltrat yang berlokasi di alveoli paru dan


dapat pula melibatkan bronkiolus terminal.1,2
Pneumonia pada anak dibedakan menjadi:2,3
1.

Pneumonia lobaris

2.

Pneumonia interstisial (bronkiolitis)

3.

Bronkopneumonia
Bronkopneumonia

disebut

juga pneumonia lobularis

yaitu suatu

peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai


bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anakanak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur dan benda asing.3
Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil. Hal ini
dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan baik.
Tercatat bakteri sebagai penyebab tersering bronkopneumonia pada bayi dan anak
adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza. 1,2
Insiden bronkopneumonia pada negara berkembang hampir 30% pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi. Di
Indonesia, bronkopneumonia merupakan penyebab kematian urutan ke-3 setelah
kardiovaskuler dan Tuberculosis. Menurut survei kesehatan nasional (SKN) pada
tahun 2007, di Indonesia, 22,8% kematian pada anak umur 1-4 tahun disebabkan
oleh bronkopneumonia. 2

Pneumonia secara umum memiliki faktor resiko seperti tidak mendapat


imunisasi yang lengkap, asi tidak adekuat, sering terpajan polusi seperti asap
rokok, adanya penyakit paru seperti asma, pasien dengan malnutrisi, pasien
dengan imunosupresi dan imunodefisiensi.5
Bronkopneumonia terbagi atas 4 stadium, yaitu stadium kongesti, stadium
hepatisasi merah, stadium hepatisasi kelabu dan stadium resolusi.6
Diagnosis bronkopneumonia di rumah sakit ditegakkan berdasarkan gejala
klinis dengan didukung pemeriksaan laboratorium dan penunjang medis lainnya.
Gejala klinis yang khas dari pneumonia yaitu: Batuk, demam dan sesak
napas.Pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis.3,4,5
WHO mengembangkan pedoman klinis untuk memudahkan diagnosis
klinis dan tata laksana pneumonia pada anak. Dibedakan menjadi: Pneumonia
sangat berat, pneumonia berat, dan pneumonia. 7
Penatalaksanaan bronkopneumonia terbagi 2, yaitu penatalaksanaan
suportif dan kausal. 2,6
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
secara hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis. Komplikasi
pada

anak

meliputi

empiema,

perikarditis,

pneumotoraks,atau

infeksi

ektrapulmoner seperti meningtis purulenta.2,5


Prognosis bergantung pada cepat atau lambatnya penanganan yang
dilakukan.5,7

KASUS PASIEN
A. Identitas Pasien

Nama

: An. SB

Umur
Jenis kelamin
Alamat
Tanggal masuk

: 1 tahun 11 bulan
: Perempuan
: Jln. Tanjung Karang
: 06 Oktober 2014

B. Anamnesis

Keluhan utama

Keluhan sekarang :
Pasien mengalami sesak napas sejak pagi hari sebelum masuk rumah

: Sesak nafas

sakit. Sesak terjadi setelah pasien batuk-batuk. Tampak pernafasan


cuping hidung dan retraksi intercostal. Saat sesak, pasien tidak
mengalami kebiruan pada bibir dan ujung jari. Pasien mengalami batuk
3 hari sebelumnya. Awalnya batuk hanya sekali-kali namun
memberat bersamaan dengan sesak napas. Batuk berlendir, tidak ada
darah, pasien juga beringus terjadi bersamaan dengan batuk.lendir
berwarna putih. Pasien mengalami demam sehari sebelum masuk
rumah sakit. Panas naik turun, pasien tidak menggigil dan tidak
kejang. Pasien mual dan muntah pada pagi hari sebelum masuk rumah
sakit, sebanyak 1 kali. Muntah berupa makanan yang dikonsumsi,
berwarna putih, tidak ada lendir dan tidak ada darah. Pasien tidak
mengalami nyeri menelan. Buang air kecil lancar. Buang air besar

lancar.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami gejala yang sama seperti ini

sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada keluarga yang mengalami sesak napas dan batuk.

Riwayat sosial-ekonomi :

Pembiayaan administrasi rumah sakit menggunakan BPJS. Tergolong

menengah kebawah.
Riwayat kebiasaan dan lingkungan :
Pasien tinggal bersama kedua orangtua. Ayah pasien memiliki

kebiasaan merokok di rumah.


Riwayat Kehamilan dan persalinan :
G2P2A0, Pasien lahir di RSUD Undata, dibantu oleh bidan secara
normal, kehamilan cukup bulan dan langsung menangis. Berat badan
lahir dan panjang lahir tidak diketahui. Tidak ada masalah selama

kehamilan.
Kemampuan dan kepandaian bayi:
Merangkak usia 4 bulan
Berjalan umur 1 tahun
Anamnesis makanan:
ASI ekslusif 0-4 bulan
Susu formula >4bulan
Bubur saring >4bulan
Riwayat Imunisasi: Imunisasi dasar lengkap

C. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Derajat sakit : Sakit Sedang

Kesadaran

: Compos Mentis

Berat badan

: 11 kg

Tinggi badan : 75 cm

Status Gizi

: Gizi baik ( Z score (-1) - (-2) SD )

Tanda vital

Tekanan darah : 100/80 mmHg

Denyut nadi

: 60x/menit

Respirasi

: 60 x/menit

Suhu badan

: 37,9 0C

Kulit
Warna
Efloresensi

: Sawo matang
: Tidak ada kelainan

Sianosis
Turgor
Kelembaban
Kepala:
Bentuk
Rambut
alopesia (-)
Mata

: Tidak ada
: Cepat kembali (<2 detik)
: Cukup
: Normocephal
: Warna hitam, tidak mudah dicabut, tebal,
: Konjungtiva : tidak ada anemis, sklera

tidak ada ikterik, refleks cahaya: (+/+), refleks kornea: (+/+), Pupil:
Bulat, isokor.
Telinga
Hidung

: Sekret: tidak ada


:Pernafasan cuping hidung: ada, epistaksis: tidak

ada, rhinorea: Ada


Mulut
: Bibir: mukosa bibir tidak kering, tidak
hiperemis, gigi: tidak ada karies, gusi: tidak berdarah, lidah :
tremor/tidak: tidak tremor, kotor/tidak: tidak kotor, warna:

kemerahan. Faring : Tidak hiperemis. Tonsil :T1-T1 tidak hiperemis


Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening
: - / Pembesaran kelenjar thiroid
: -/Toraks :
Inspeksi : ekspansi dada simetris, retraksi intercostal (+),Ictus cordis
tidak terlihat
Palpasi : ekspansi dada simetris, vokal fremitus simetris meningkat,
Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra
Perkusi: Sonor kedua lapang paru, batas jantung normal
Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronchovesikuler +/+, rhonki (+/
+), wheezing (-/-), bunyi jantung I/II murni reguler, bunyi
tambahan (-)
Abdomen :
Inspeksi : Bentuk: kesan datar
Auskultasi : Bising usus (+) : Kesan normal
Perkusi
: Bunyi : Timpani, asites : (-)
Palpasi
: Nyeri tekan : (-),hepatosplenomegaly.
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-), parese tidak ada, CRT<2 detik
Genitalia : Perempuan.
D. Pemeriksaan Penunjang:

Laboratorium:
Hasil

Rujukan

Satuan

HGB

12,6

11,5-16,5

g/dl

WBC

21

3,5-10

103/mm

RBC

4,8

3,8-8,5

109/mm

HCT

33,3

35-52

PLT

410

150-450

Ribu/ul

MCV

79,06

80-100

um3

MCH

28,44

27,8-33,8

Pg

MCHC

28,90

32-36

g/dL

- Gran%

70,05

40-70

- Limfosit%

28,04

20-30

-Monosit%

9,35

1-15

- Neutrofil%

28,60

20-30

HEMATOLOGI

MCV, MCH, MCHC

HITUNG JENIS

E. RESUME
Pasien anak perempuan umur 1 tahun 11 bulan, berat badan 11 kg,
panjang badan 75 cm, status gizi baik, masuk dengan keluhan sesak nafas,
dialami sejak pagi hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien batuk 3 hari
sebelumnya memberat bersamaan dengan sesak nafas, batuk berlendir
warna putih, terdapat rinorhea. Pasien juga mengalami demam sehari
sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun. Pasien mual dan muntah
1 kali berupa makanan yang dimakan pada pagi hari sebelum masuk
rumah sakit. Ayah pasien sering merokok didalam rumah.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis,


tampak sakit sedang, gizi baik. Pemeriksaan tanda vital didapatkan
tekanan darah 100/80 mmHg, Nadi 60 x/menit, respirasi 60 x/menit, suhu
37,9oC. Terlihat adanya pernapasan cuping hidung dan adanya rhinorea,
pemeriksaan thoraks di dapatkan adanya retraksi intercostal, suara napas
tambahan yaitu ronki basah kasar pada kedua lapang paru.
F. DIAGNOSIS
Bronkopneumonia Berat
G. TERAPI :
IVFD Dekstrosa 5% 10 tetes per menit
Oksigen 2L/ Menit
Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg IV
Paracetamol syrup 3 x 1 cth (5 ml) (jika demam)
Puyer batuk 3 x 1 pulv (Ambroxol 16,5 mg + salbutamol 1,1 mg)
H. ANJURAN:
Foto thorax
FOLLOW UP

07 Oktober 2014
S : Sesak (+), batuk berlendir ( + ) demam (+), muntah (-)
O : Keadaan umum : sakit sedang,
Kesadaran
: compos mentis
TD : 100/80 mmHg
suhu
: 38 0C
Nadi : 68 x/ menit
pernafasan : 64 x/menit
pernapasan cuping hidung (+), rhinorrhea (+), Pergerakan dinding
dada

simetris,

retraksi

intercostal

(+).

Auskultasi

paru:

Bronkovesikuler +/+, Ronki basah kasar +/+, Wheezing -/-.


A : Bronkopneumonia Berat
P:
IVFD Dekstrosa 5% 10 tetes per menit
Oksigen 2L/ Menit
7

Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg IV


Paracetamol syrup 3 x 1 cth (5 ml) (jika demam)
Puyer batuk 3 x 1 pulv (Ambroxol 16,5 mg + salbutamol 1,1 mg)
08 Oktober 2014
S : sesak masih ada, batuk berlendir ( + ), demam (+), muntah (-)
O : Keadaan umum : sakit sedang, kesadaran : kompos mentis
TD :100/60 mmHg
suhu : 37,8 0C
Nadi : 84 x/ menit
pernafasan : 58 x/menit
Pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (+), Pergerakan dinding
dada

simetris,

retraksi

intercostal

(-),

auskultasi

paru

Bronkovesikuler +/+, Rhonki +/+, Wheezing -/A : Bronkopneumonia


P:
IVFD Dekstrosa 5% 10 tetes per menit
Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg IV
Paracetamol syrup 3 x 1 cth (5 ml) (jika demam)
Puyer batuk 3 x 1 pulv (Ambroxol 16,5 mg + salbutamol 1,1 mg)
9 Oktober 2014
S : sesak (+), batuk berlendir ( + ), demam (-), muntah (-)
O : Keadaan umum : sakit ringan, kesadaran : kompos mentis
TD :100/70 mmHg
suhu : 37,1 0C
Nadi : 100 x/ menit
pernafasan : 48x/menit
Pernapasan cuping hidung (-), rhinorrhea (+), Pergerakan dinding
dada simetris, retraksi intercostal (-), auskultasi paru: Bronkovesikuler
+/+, Rhonki +/+, Wheezing -/A : Bronkopneumonia
P : IVFD Dekstrosa 5% 10 tetes per menit

Injeksi Ceftriaxone 2 x 250 mg IV


Puyer batuk 3 x 1 pulv (Ambroxol 16,5 mg + salbutamol 1,1 mg)
PASIEN PULANG PAKSA.

DISKUSI KASUS
Bronkopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang melibatkan
bronkus atau bronkiolus dimana distribusi berbentuk bercak-bercak (patchy
distribution).3 Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :2,5
USIA

ETIOLOGI YANG SERING

ETIOLOGI YANG JARANG


BAKTERI

BAKTERI
Neonatal

E.Coli
Streptoccous Hemolitikus Grup B
Streptoccous Pneumoniae

Bakteri Anaerob
Streptoccous Group D
Haemophillus Influenzae
VIRUS
cytomegalovirus
Herpes Simpleks

BAKTERI
Chlamydia Trachomatis
1 bulan - 3 bulan

Streptoccous Pneumoniae
VIRUS
Adenovirus
Virus Influenza

BAKTERI
Bordetella Pertussis
H.Influenza Tipe B
S. Aureus

Virus Paraiinfluenza

4 bulan 5 tahun

Bakteri

Bakteri

Chlamydia Pneumonia

H. Influenza

Mycoplasma Pneumoniae

Moraxella Chataralis

Streptococcus Pneumoniae
Virus

S. Aureus

Adenovirus

Virus

Virus Influenza
Virus Parainflueza

Varicella- Zooster

Rhinovirus
Bakteri
Chlamydia Pneumoniae
5 Tahun ke atas

Mycoplasma Pneumoniae
Streptococus Pneumoniae
H. Influenza

VIRUS
Adenovirus
Epstein-Barr
Rhinovirus
Parainfluenza Virus
Influenza Virus

Selain faktor diatas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh terhadap


terjadinya bronkopneumonia. Sistem imun pada penderita-penderita penyakit
yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang pada bayi
dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.2,5
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim
paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan
anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme
pertahanan awal berupa filtrasi rambut hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan respon
inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila
satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme
bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi
atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui
hematogen.2,4
10

Bronkopneumonia dimulai dengan masuknya bakteri atau virus melalui


inhalasi, aspirasi, hematogen dari fokus infeksi atau penyebaran langsung
sehingga terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan
menimbulkan kebocoran sehingga cairan dan bahkan sel darah merah masuk ke
alveoli. Dengan demikian alveoli yang terinfeksi secara progresif menjadi terisi
dengan cairan sel-sel dan infeksi menyebar dari alveolus ke alveolus lainnya.7

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu6 :


1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan awal yang
berlangsung pada daerah yang baru terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.
Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari
sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediatormediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel
mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama
dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler
paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel
darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host )
sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat
oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga
warna paru menjadi merah. Pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau
sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

11

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang terinfeksi dan terjadi fagositosis sisasisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai direabsorbsi, lobus masih
tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat
kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.
4.

Stadium IV (7-11 hari berikutnya)


Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Gejala klinis yang khas dari pneumonia yaitu: Batuk, demam dan sesak

napas. Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi


saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak
dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,
dispnea, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan
sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal
penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya
berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.Menurut Henry Goma, Dkk,
Pneumonia diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 atau lebih gejala berikut:3,4,5
1.

Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada

2.

Demam

3.

Batuk

3.

Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)

4.

Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus

5.

Leukositosis
WHO mengembangkan pedoman klinis untuk memudahkan diagnosis

klinis dan tata laksana pneumonia pada anak. Dibedakan menjadi:7

12

pneumonia sangat berat, bila dijumpai sesak nafas, nafas cepat, terjadi

sianosis sentral, tidak dapat minum serta kesadaran menurun


Pneumonia berat, bila dijumpai sesak, nafas cepat,adanya retraksi namun

tanpa sianosis dan masih dapat minum


Pneumonia, bila hanya dijumpai nafas cepat tanpa adanya retraksi.

Kriteria nafas cepat yaitu : 2


- Bayi kurang 2 bulan : frekunsi nafas > 60 kali per menit
- Usia 2 bulan 1 tahun : frekuensi nafas > 50 kali per menit
- Usia 1 5 tahun : frekuensi nafas > 40 kali per menit
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas atas
selama beberapa hari dan suhu tubuh yang meningkat hingga 39-40 C. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan pernafasan cepat dan dangkal, pernafasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan thoraks, dapat di temukan ronki basah halus
pada auskultasi, sedangkan pada perkusi sering tidak ditemukan kelainan.5
Pneumonia secara umum memiliki faktor resiko seperti tidak mendapat
imunisasi yang lengkap, asi tidak adekuat, sering terpajan polusi seperti asap
rokok, adanya penyakit paru seperti asma, pasien dengan malnutrisi, pasien
dengan imunosupresi dan imunodefisiensi seperti pada pasien dengan HIV,
pasien dengan defek anatomi bawaan, adanya penyakit paru dan penyakit
penyerta lainnya. 5
Berdasarkan pedoman klinis WHO, kasus pada pasien ini tergolong
dalam bronkopneumonia berat karena terdapat sesak nafas, nafas cepat, dan
retraksi dada namun tidak disertai dengan sianosis.8
Pemeriksaan darah rutin pada pasien ini menunjukkan adanya
leukositosis sebesar 21 x 103/L. Berdasarkan teori, Pemeriksaan penunjang
laboratorium darah rutin pada bronkopneumonia menunjukkan leukositosis.
Leukositosis pada bronkopneumonia menunjukkan adanya infeksi. Pneumonia
yang disebabkan oleh virus dapat normal atau meningkat tetapi tidak melebihi
20.000/mm3 dengan predominan limfosit, sedangkan pada pneumonia bakterial
dapat meningkat 15.000-40.000/mm3 dan predominant granulosit. Dari nilai
leukosit pada pasien ini kemungkinan pneunomia pada pasien disebabkan oleh
bakteri.4

13

Pemeriksaan radiologi ditandai dengan gambaran difus merata pada


kedua paru, berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah
perifer paru,disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Pemeriksaan foto
thorax pada pasien ini tidak dilakukan.3,6
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada anak
terdiri dari 2 yaitu penatalaksanaan umum dan khusus:2,6
1.

Penatalaksanaan Suportif
a. Pemberian oksigen 2-4 L/menit
b.

2.

Pemberian cairan intravena.

Penatalaksanaan Kausal
a. Mukolitik dan ekspektoran
b.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita demam

c. Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan


manifestasi klinis. Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia
pada anak dilakukan secara empirik sesuai dengan pola bakteri tersering
yaitu Streptococcus Pneumonia dan Haemophilus Influenza. Untuk bayi
di bawah 3 bulan diberikan golongan penisilin seperti ampisillin 100 mg/
kgBB/ 24 jam IV dalam 4 dosis dan gentamisin 5 mg/kgBB/24 jam IV,
dalam 2 dosis. Untuk usia > 3 bulan, amoxicillin dipadu dengan
kloramfenikol merupakan obat pilihan pertama. Jika kondisi pasien berat,
antibiotik pilihan adalah golongan sefalosporin. Antibiotik paranteral
diberikan 48-72 jam, dilanjutkan dengan pemberian per oral selama 7-10
hari. Jika diduga penyebab adalah Stafilokokus, maka dapat diberikan
kloksasilin.8
Pada pneumonia yang memerlukan rawat inap, rumah sakit di
Indonesia biasanya menggunakan antibiotik beta-laktam, ampisillin, atau
amoksisilin dikombinasikan dengan kloramfenikol. Feyzullah dkk
melaporkan hasil perbandingan pemberian antibiotik yaitu penisilin G

14

intravena (25.000U/kgBB/4 jam), kloramfenikol (15 mg/kgBB setiap 6


jam), dan seftriakson intravena (50mg/kgBB/12 jam).2
Pengobatan pneumonia menurut MTBS (Manejemen Terpadu
Balita Sakit)menggunakan kotrimoksazol ( trimetoprim+sulfametoksazol
) sebagai antibiotik pilihan pertama dan amoksisilin untuk pengobatan
pilihan kedua.10
Umur atau Berat

Kotrimoksazol

Amoksisilin

Badan

2 x sehari selama 3 hari untuk

2 x sehari selama 3 hari

Pneumonia

untuk Pneumonia

2 bulan-<4 bulan

Tab Anak

Sirup per 5 ml

Tablet ( 500

Sirup per

(20mg Tmp +

(40 mg Tmp+

mg)

5 ml

100 mg Smz)

200 mg Smz)

2,5 ml

(125 mg)
1/4

(11/2 sendok

(4-<6kg)

(1

takar)
4 bulan-<12

5 ml

bulan

(1 sendok

(6-<10kg)

takar)

12 bulan-<3tahun

21/2

(16-<19 kg)

sendok
1/2

takar)
10 ml

takar)
10 ml
(2
sendok

2/3

(11/2 sendok

(10-<16kg)
3 tahun-<5 tahun

7,5 ml

5 ml

takar)
(21/2
sendok

3/4

takar)
(3

(2 sendok

sendok

takar)

takar)

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam


rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
secara

hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah

komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. Komplikasi pada


15

anak meliputi empiema, perikarditis, pneumotoraks,atau infeksi ektrapulmoner


seperti meningtis purulenta. Empiema merupakan komplikasi tersering yang
terjadi pada pneumonia bakteri.2,5
Bronkopneumonia pada kasus ini memiliki prognosis yang baik meskipun
penanganan belum tuntas, karena cepat ditangani. Prognosis bergantung pada
cepat atau lambatnya penanganan yang dilakukan.5,7

16

DAFTAR PUSTAKA
1. Meadow R & Newell S, 2005, Lecture Notes Pediatrika, EMS, Jakarta.
2. Rahajoe N., Supriyatno B., Setyanto D. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak,
Edisi Pertama. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
3. Sumarmo, S., Soedarmo, P., Hadinegoro, S. R. 2010. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Sectish, Theodore C, and Charles G, Prober. Pneumonia. Dalam: Behrman
R.E., et.al (editor). 2000.Ilmu Kesehatan Anak Nelsons vol. 2 edisi. 15.
Jakarta: EGC.
5. FKUI. 1995. Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
6. IDAI, 2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak edisi
I.Jakarta :Badan Penerbit IDAI.
7. Permana, Adhy, dkk.2010.The Disease: Diagnosis & Terapi. Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
8. Alsagaff, Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Penyakit
Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR. Surabaya.
9. FK UNHAS.2009. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNHAS. Makassar.
10. Depkes RI. 2008. Manejemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai