Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Depresi dikenal sebagai keluhan umum yang sering dialami masyarakat. Wanita
memiliki kecenderungan hampir dua kali lipat lebih besar daripada pria untuk mengalami
depresi. Perbedaan dalam resiko relatif antara pria dan wanita bermula pada awal usia remaja
dan bertahan hingga paling tidak usia pertengahan. Meski perbedaan hormonal atau
perbedaan biologis lainnya yang terkait dengan gender kemungkinan berpengaruh, namun
perbedaan gender sebagian besar disebabkan oleh lebih banyak jumlah stres yang dihadapi
wanita dalam kehidupan kontemporer. Orang-orang yang lebih muda mempunyai
kemungkinan lebih besar untuk sembuh dari pada kelompok yang lebih tua, dan kecil
kemungkinan penyakitnya kambuh.1
Selama beberapa dekade terakhir para peneliti berupaya memahami peran berbagai
neurotransmiter dalam gangguan mood. Ada dua transmiter yang paling banyak dipelajari,
yaitu norepineprin dan serotonin. Teori norepineprin merupakan yang paling relevan dengan
gangguan bipolar, dan secara umum, dinyatakan bahwa kadar norepineprin yang rendah
memicu depresi dan kadar yang tinggi memicu mania. Teori serotonin menyatakan bahwa
kadar serotonin yang rendah menimbulkan depresi.2
Depresi bisa berdiri sendiri maupun bersamaan dengan penyakit organik. Depresi
akan sulit di diagnosis jika depresi ditemukan bersamaan dengan penyakit lain. Banyak
gangguan medis dan neurologis serta agen farmakologis dapat menghasilkan gejala depresi.
Biasanya pasien datang dengan gangguan depresi pertama kali pergi ke dokter umum dengan
keluhan somatik, mereka mengeluh gangguan sistem endokrin, gangguan infeksi dan
peradangan, serta penyakit medis lain seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal.1
Baik depresi yang berdiri sendiri maupun yang bersamaan dengan penyakit lain harus
diobati dengan sungguh-sungguh, karena depresi dapat mempengaruhi dan memperburuk
penyakit organik yang sudah ada. Pemilihan obat anti depresan yang tepat sangat diperlukan
agar mendapatkan efek terapi yang optimal dan menghindari efek samping yang mungkin
timbul.1

BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan
nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asa dan tak berdaya, serta
gagasan bunuh diri.3
EPIDEMIOLOGI
Gangguan depresi berat merupakan gangguan yang sering terjadi, dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 15%, kemungkinan sekitar 25% terjadi pada wanita.1
Terlepas dari kultur atau negara, terdapat prevalensi gangguan depresi berat yang dua
kali lebih besar pada wanita dibandingkan laki-laki. Usia onset untuk gangguan depresi berat
kira-kira usia 40 tahun. 50% dari semua pasien, mempunyai onset antara usia 20-50 tahun.1
Beberapa data epidemilogi baru-baru ini menyatakan bahwa insidensi gangguan
depresi berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun, jika
pengamatan tersebut benar, mungkin berhubungan dengan meningkatnya penggunaan alkohol
dan zat -zat lain pada kelompok usia tersebut.1
Angka gangguan depresif berat pada anak-anak pre sekolah diperkirakan adalah
sekitar 0,3% dalam masyarakat, dibandingkan dengan 0,9% dalam lingkungan klinis.
Diantara anak-anak usia sekolah dalam masyarakat, kira-kira 2% memiliki gangguan depresif
berat. Depresi lebih sering pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan pada anak usia
sekolah.1
ETIOLOGI
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga faktor
-faktor dibawah ini berperan.
a. Faktor Biologis
Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan depresi
berat berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik ( norepinefrin
dan serotonin ). Penurunan serotonin dapat encetuskan depresi, dan pada beberapa
pasien yang bunuh diri memiliki konsentrasi metabolik serotonin di dalam cairan
serebrospinal yang rendah serta konsentrasi tempat ambilan serotonin yang rendah di
2

trombosit. Faktor neurokimia lain seperti adenilate cyclase, phsphotidyl inositol, dan
regulasi kalsium mungkin juga memiliki relevansi penyebab.
Penelitian anak pra pubertas dengan gangguan depresif berat dan remaja-remaja
dengan gangguan mood telah menemukan kelainan biologis.1
Anak pra pubertas dalam suatu episode gangguan depresif berat mensekresikan
hormon pertumbuhan yang secara bermakna lebih banyak selama tidur dibandingkan
dengan anak normal dan anak dengan gangguan mental nondepresi. 1
b.

Faktor Genetika
Data genetik menyatakan bahwa sanak saudara derajat pertama dari pasien
gangguan depresi berat kemungkinan 1,5 2,5 kali lebih besar daripada sanak saudara
derajat pertama kontrol. Memiliki satu orang tua yang terdepresi kemungkinan
meningkatkan resiko dua kali untuk keturunan, memiliki kedua orang tua terdepresi
kemungkinan meningkatkan resiko empat kali bagi keturunan untuk terkena gangguan
depresi sebelum usia 18 tahun.1

c.

Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stess lingkungan, suatu pengalamn klinis yang telah
lama direplikasikan adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress
lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode
selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk gangguan depresi berat.1
Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling
berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua
sebelum usia 13 tahun. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset
suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.1
Bebeapa artikel teoritik mempermasalakan hubungan antara fungsi keluarga
dan onset serta perjalanan gangguan depresi berat. Selain itu, derajat psikopatologi di
dalam keluarga mungkin mempergaruhi kecepatan pemulihan, berkurangnya gejala,
dan penyesuaian pasien pasca pemulihan. 1

GEJALA KLINIS
Gejala utama (pada derajat ringan, sedang dan berat):

Efek depresif,

Kehilangan minat dan kegembiraan, dan

Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya


keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja) dan menurunnya
aktivitas.4
Gejala lainnya :

a.

Konsentrasi dan perhatian berkurang

b.

Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c.

Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

d.

Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e.

Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri

f.

Gangguan tidur

g.

Nafsu makan berkurang.4


Untuk episode depresif dari ketiga tingkat keparahan tersebut diperlukan masa

sekurang kurangnya 2 minggu untuk penegakan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek
dapat dibenarkan jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung lama.4
PATOFISIOLOGI
Timbulnya depresi dihubungkan dengan peran beberapa neurotransmiter aminergik.
Neurotransmiter yang paling banyak diteliti ialah serotonin. Konduksi impuls dapat
terganggu apabila terjadi kelebihan atau kekurangan neurotransmiter di celah sinaps atau
adanya gangguan sensitivitas pada reseptor neurotransmiter tersebut di post sinaps sistem
saraf pusat.
Pada depresi telah di identifikasi 2 sub tipe reseptor utama serotonin yaitu reseptor
5HTIA dan 5HT2A. Kedua reseptor inilah yang terlibat dalam mekanisme biokimiawi
depresi dan memberikan respon pada semua golongan anti depresan.
Pada penelitian dibuktikan bahwa terjadinya depresi disebabkan karena menurunnya
pelepasan dan transmisi serotonin (menurunnya kemampuan neurotransmisi serotogenik).
Beberapa peneliti menemukan bahwa selain serotonin terdapat pula sejumlah neurotransmiter
4

lain yang berperan pada timbulnya depresi yaitu norepinefrin, asetilkolin dan dopamin.
Sehingga depresi terjadi jika terdapat defisiensi relatif satu atau beberapa neurotransmiter
aminergik pada sinaps neuron di otak, terutama pada sistem limbik. Oleh karena itu teori
biokimia depresi dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Menurunnya pelepasan dan transport serotonin atau menurunnya kemampuan
neurotransmisi serotogenik.
2. Menurunnya pelepasan atau produksi epinefrin, terganggunya regulasi aktivitas
norepinefrin dan meningkatnya aktivitas alfa 2 adrenoreseptor presinaptik.
3. Menurunnya aktivitas dopamin.
4. Meningkatnya aktivitas asetilkolin.
Teori yang klasik tentang patofisiologi depresi ialah menurunnya neurotransmisi akibat
kekurangan neurotransmitter di celah sinaps. Ini didukung oleh bukti-bukti klinis yang
menunjukkan adanya perbaikan depresi pada pemberian obat-obat golongan SSRI (Selective
Serotonin Re-uptake Inhibitor) dan trisiklik yang menghambat re-uptake dari neurotransmiter
atau pemberian obat MAOI (Mono Amine Oxidasi Inhibitor) yang menghambat katabolisme
neurotransmiter oleh enzim monoamin oksidase.
Belakangan ini dikemukakan juga hipotesis lain mengenai depresi yang menyebutkan
bahwa terjadinya depresi disebabkan karena adanya aktivitas neurotransmisi serotogenik
yang berlebihan dan bukan hanya kekurangan atau kelebihan serotonin semata.
Neurotransmisi yang berlebih ini mengakibatkan gangguan pada sistem serotonergik, jadi
depresi timbul karena dijumpai gangguan pada sistem serotogenik yang tidak stabil. Hipotesis
yang belakangan ini dibuktikan dengan pemberian anti depresan golongan SSRE (Selective
Serotonin Re-uptake Enhancer) yang justru mempercepat re-uptake serotonin dan bukan
menghambat. Dengan demikian maka turn over dari serotonin menjadi lebih cepat dan sistem
neurotransmisi menjadi lebih stabil yang pada gilirannya memperbaiki gejala-gejala depresi.
Mekanisme biokimiawi yang sudah diketahui tersebut menjadi dasar penggunaan dan
pengembangan obat-obat anti depresan.
TANDA GANGGUAN DEPRESI BERAT
a. Perasaan yang berubah-ubah
Depresi berat merupakan gangguan mood yang mempengaruhi cara seseorang merasa tentang
kehidupan pada umumnya. Memiliki pandangan putus asa atau tak berdaya pada kehidupan

adalah gejala yang paling sering dikaitkan dengan depresi. Perasaan lain yang mungkin
dirasakan adalah merasa tidak berharga, membenci diri atau rasa bersalah yang tidak tepat.
b. Kehilangan minat
Depresi dapat merenggut kesenangan atau kenikmatan dari hal yang disukai. Hilangnya minat
dari kegiatan yang pernah dinantikan, seperti olahraga, hobi atau pergi keluar dengan teman
adalah satu lagi tanda-tanda depresi berat.
c. Kelelahan dan tidur
Sebagian alasan seseorang berhenti melakukan hal-hal yang dinikmatinya adalah karena
merasa sangat lelah. Depresi sering datang dengan kekurangan energi dan perasaan yang luar
biasa dari kelesuan, yang dapat menjadi gejala paling melemahkan. Dan bisa mengakibatkan
tidur berlebihan atau tidak tidur sama sekali.
d. Kecemasan dan lekas marah
Orang dengan depresi juga memberikan kontribusi menimbulkan kecemasan dan mudah
tersinggung. Penelitian menunjukkan, pria lebih cenderung menunjukkan tanda-tanda ini.
Karena wanita lebih mungkin menginternalisasi masalah mereka, sementara pria cenderung
mengeksternalisasi perasaan mereka dengan menyalahkan orang lain.
e. Selera makan dan berat badan meningkat
Nafsu makan dan berat badan dapat berfluktuasi secara berbeda untuk setiap orang dengan
depresi berat. Beberapa akan memiliki nafsu makan dan berat badan bertambah, sementara
yang lain sebaliknya.
f. Emosi tak terkendali
Satu menit dikuasai amarah. Berikutnya, menangis tak terkendali. Emosi yang naik dan turun
dalam waktu singkat ini adalah gejala depresi. Mirip dengan kelainan suasana hati (gangguan
bipolar), yakni suasana hati yang berfluktuasi tak terkendali dan membuat orang tersebut
bingung.
g. Bunuh diri
Realitas paling menakutkan dari depresi adalah hubungannya dengan keinginan bunuh diri.
Emosi yang tak terkendali dan perasaan hampa sering menyebabkan orang untuk berpikir
6

bahwa bunuh diri adalah solusi permanen. Bahkan, 90 persen dari lebih dari 34.000 orang
yang bunuh diri di AS setiap tahun didiagnosis memiliki gangguan psikiatrik.

PEDOMAN DIAGNOSTIK
Kriteria Diagnosis dari DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders)1.3.4.6

A. Pasien mengalami mood terdepresi ( sedih atau perasaan kosong) atau kehilangan minat
atau kesenangan sepanjang waktu selama 2 minggu atau lebih ditambah 4 atau lebih gejalagejala di bawah ini :
1. Tidur : Insomnia atau hipersomnia setiap hari.
2. Minat : Menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan dan hampir
setiap waktu.
3. Rasa bersalah : Perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak
berharga hampir setiap waktu.
4. Energi : Kehilangan energy atau lebih hampir setiap waktu.
5. Kosentrasi : menurunnya kemampuan untuk berpikir atau kosentrasi sulit membuat
keputusan hampir sepanjang waktu.
6. Selera makan : Dapat menurun atau meningkat psikomotor dalam pengamatan
ditemukan agitasi/retardasi.
7. Bunuh diri : timbul pikiran berulang tentang mati/ingin bunuh diri
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk criteria episode campuran ( episode depresi berat dan
episode manik)
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan bermakna secara klinik atau hendaya social,
pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat (penyalahgunaan obat atau
medikasi) atau suatu kondisi medik umum.
E. Gejalanya tidaklah lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya setelah kehilangan
seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau ditandai hendaya fungsi yang
jelas, preokupasi rasa tidak bahagia yang abnormal, ide bunuh diri, gejala psikotik atau
retardasi psikomotor.
Gangguan Depresi Berat, Episode Tunggal
DSM-IV-TR mengelompokkan criteria diagnostic untuk gangguan depresi berat episode
pertama. Perbedaan antara pasien ini dan mereka yang mempunyai episode gangguan depresi
kedua atau lebih disebabkan karena ketidakjelasan perjalanan penyakit pasien yang hanya
satu episode.1,6
Gangguan Depresi Berat Berulang

Pasien yang mengalami sedikitnya episode kedua dari depresi digolongkan dalam DSM-IVTR sebagai gangguan depresi berat rekuren. Masalah utama dengan diagnosis episode
rekuren dari gangguan depresi berat adalah menentukan kriteria untuk menemukan resolusi
dari tiap episode. Dua variable dari resolusi adalah derajat gejala dan panjang resolusi. DSMIV-TR menentukan episode depresi yang berbeda jarak setidaknya selama 2 bulan, pasien
secara bermakna bebas dari gejala depresi.1,6
Jika kriteria lengkap memenuhi suatu Episode Depresif Mayor, tentukan status klinis dan atau
gambaran sekarang :1,3,6

Ringan, sedang, berat tanpa ciri psikotik, berat dengan ciri psikotik
Kronis
Dengan ciri katatonik
Dengan ciri melankolik
Dengan ciri atipikal
Dengan onset postpartum

Jika kriteria lengkap tidak memenuhi suatu Episode Depresif Mayor, tentukan status klinis
dari Gangguan Depresif Mayor sekarang atau gambaran dari episode paling akhir 1,3,6

Dalam partial Remission, full remission


Kronis
Dengan ciri katatonik
Dengan ciri melankolik
Dengan ciri atipikal
Dengan onset postpartum

Dalam pedoman penggolongan dan diagnosa gangguan jiwa di Indonesia III (PPDGJ
III) (1993) disebutkan bahwa gangguan utama depresi adalah adanya gangguan suasana
perasaan, kehilangan minat, menurunnya kegiatan, pesimisme menghadapi massa yang akan
datang. Pada kasus patologi, depresi merupakan ketidakmampuan ekstrim untuk bereaksi
terhadap rangsang, disertai menurunya nilai dari delusi, tidak mampu dan putus asa (Maslim,
2001).3,4
Depresi menurut PPDGJ-III dalam Maslim (2001), dibagi dalam tiga tingkatan yaitu depresi
ringan, sedang dan berat. Dimana perbedaan antara episode terletak pada penilaian klinis
yang kompleks yang meliputi jumlah bentuk dan keparahan gejala yang ditemukan. Menurut
Beck dan Deck dalam Hidayat, (2007) dalam mengukur tingkat depresi pada lansia, terdiri
dari 13 kelompok gejala masing masing kelompok gejala diberi penilaian antara 0-4
diantaranya:3,4,6
8

1. Keadaan perasaan sedih (sedih, putus asa, tak berdaya dan tak
berdaya, tak berguna).
2. Pesimis
3. Kegagalan
4. Ketidakpuasan
5. Rasa bersalah
6. Tidak menyukai diri sendiri
7. Membahayakan diri sendiri
8. Menarik diri
9. Keragu-raguan
10. Perubahan gambaran diri
11. Kesulitan kerja
12. Keletihan
13. Anoreksia
Gangguan depresi pada usia lanjut ditegakkan berpedoman pada PPDGJ yang merujuk pada
ICD 10 (International ClassificationDiagnostic 10). Gangguan depresi dibedakan dalam
depresi berat, sedang, dan ringan Universitas Sumatera Utara sesuai dengan banyak dan
beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan seseorang(Maslim,2000).3,4

SKALA PENILAIAN OBJEKTIF UNTUK DEPRESI


Skala penilaian objektif yang dapat digunakan dalam praktek dokter atau untuk dokumentasi
keadaan klinik pasien depresi adalah seperti di bawah:1,-6

a. The Zung Self Rating Depression Scale


Skala ini terdiri dari 20 item dan merupakan skala pelaporan. Skor normal adalah 34 dan
skor depresi adalah 50. Skala tersebut meliputi indeks global intensitas gejala depresi
pasien, termasuk kecenderungan ekspresi dari depresi.
b. The Hamilton Rating Scale for Depression ( HAM-D)
Skala ini adalah suatu skala depresi yang terdiri dari 24 item, tiap item berkisar antara 0
sampai 4 atau 0 sampai 2 dengan total skor antara 0 sampai 76. Dokter mengevaluasi jawaban
pasien terhadap pertanyaan tentang rasa bersalah, pikiran bunuh diri, kebiasaan tidur dan
gejala lain dari depresi dan penilaian diperoleh dari wawancara klinik.
Penelitian yang membandingkan HDRS dengan skor depresi lain didapatkan konsistensi.
Reliabilitas antara pemeriksa pada umumnya cukup tinggi. Demikian juga halnya reliabilitas
oleh satu pemeriksa yang dilakukan pada waktu yang berbeda (Riwanti,2006).6
Yang dinilai dari HAM-D adalah seperti berikut:
1.

Keadaan perasaan sedih (sedih,putus asa,tak berdaya,tak berguna)


Perasaan ini ada hanya bila ditanya; perasaan ini dinyatakan secara verbal spontan;

perasaan yang nyata tanpa komunikasi verbal, misalnya ekspresi muka, bentuk, suara, dan
kecenderungan menangis; pasien menyatakan perasaan yang sesungguhnya ini dalam
komunikasi baik verbal maupun nonverbal secara spontan.
2.

Perasaan bersalah
Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai penyebab penderitaan orang lain; ada

ide-ide bersalah atau renungan tentang kesalahan-kesalahan masa lalu; sakit ini sebagai
hukuman, waham bersalah dan berdosa; ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan halusinasi
penglihatan tentang hal-hal yang mengancamnya
3.

Bunuh diri

merasa hidup tak ada gunanya, mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain kearah itu,
ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke arah itu.
4.

Gangguan pola tidur (initial insomnia)

Ada keluhan kadang-kadang sukar masuk tidur misalnya, lebih dari setengah jam baru masuk
tidur; ada keluhan tiap malam sukar masuk tidur
5.

Gangguan pola tidur (middle insomnia)


10

pasien mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam, terjadi sepanjang malam (bangun
dari tempat tidur kecuali buang air kecil)
6.

Gangguan pola tidur (late insomnia)

bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi, bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
7.

Kerja dan kegiatan-kegiatannya

pikiran perasaan ketidakmampuan keletihan/kelemahan yang berhubungan dengan kegiatan


kerja atau hobi; hilangnya minat terhadap pekerjaan/hobi atau kegiatan lainnya baik langsung
atau tidak pasien menyatakan kelesuan, keragu-raguan dan rasa bimbang; berkurangnya
waktu untuk aktivitas sehari-hari atau produktivitas menurun. Bila pasien tidak sanggup
beraktivitas, sekurang-kurangnya 3 jam sehari dalam kegiatan sehari-hari; tidak bekerja
karena sakitnya sekarang (dirumah sakit) bila pasien tidak bekerja sama sekali, kecuali tugastugas di bangsal atau jika pasien gagal melaksanakan; kegiatan-kegiatan di bangsal tanpa
bantuan
8.

Kelambanan (lambat dalam berpikir , berbicara gagal berkonsentrasi, dan

aktivitas motorik menurun )


sedikit lamban dalam wawancara; jelas lamban dalam wawancara; sukar diwawancarai;
stupor (diam sama sekali)
9.

Kegelisahan (agitasi)

kegelisahan ringan; memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain; bergerak terus tidak
dapat duduk dengan tenang; meremas-remas tangan, menggigit-gigit kuku, menarik-narik
rambut, menggigit-gigit bibir
10.

Kecemasan (ansietas somatik)

sakit nyeri di otot-otot, kaku, dan keduten otot; gigi gemerutuk; suara tidak stabil; tinitus
(telinga berdenging); penglihatan kabur; muka merah atau pucat, lemas; perasaan ditusuktusuk
11.

Kecemasan (ansietas psikis)

ketegangan subyektif dan mudah tersinggung; mengkhawatirkan hal-hal kecil; sikap


kekhawatiaran yang tercermin di wajah atau pembicaraannya; ketakutan yang diutarakan
tanpa ditanya
12.

Gejala somatik (pencernaan)

nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa dorongan teman, merasa perutnya penuh;
sukar makan tanpa dorongan teman, membutuhkan pencahar untuk buang air besar atau obatobatan untuk saluran pencernaan
13.

Gejala somatik (umum)


11

anggota gerak, punggung atau kepala terasa berat; sakit punggung, kepala dan otot-otot,
hilangnya kekuatan dan kemampuan
14.

Kotamil (genital)

sering buang air kecil terutama malam hari dikala tidur; tidak haid, darah haid sedikit sekali;
tidak ada gairah seksual dingin (firgid); ereksi hilang; impotensi
15.

Hipokondriasis (keluahan somatik, fisik yang berpindah-pindah)

dihayati sendiri, preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehatan sendiri, sering mengeluh


membutuhkan pertolongan orang lain, delusi hipokondriasi
16.

Kehilangan berat badan (A dan B)

Bila hanya dari anamnesis (wawancara)


Berat badan berkurang berhubungan dengan penyakitnya sekarang,jelas penurunan
berat badan,tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
Di bawah pengawasan dokter bangsal secara mingguan bila jelas berat badan
berkurang menurut ukuran, kurang dari 0,5 kg seminggu, lebih dari 0,5 kg seminggu,
tidak ternyatakan lagi kehilangan berat badan

17.

Insight (pemahaman diri)

mengetahui sakit tetapi berhubungan dengan penyebab-penyebab iklim, makanan, kerja


berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain-lain
18.

Variasi Harian

adakah perubahan atau keadaan yang memburuk pada waktu malam atau pagi
19.

Depersonalisasi (perasaan diri berubah) dan derealisasi (perasaan tidak nyata

tidak realistis)
20.

Gejala-gejala paranoid

Kecurigaan; pikiran dirinya menjadi pusat perhatian, atau peristiwa kejadian diluar tertuju
pada dirinya (ideas refence); waham kejaran
21.

Gejala-gejala obsesi dan kompulsi

Adapun cara penilaian masing-masing gejala adalah sebagai berikut (A.Aziz,2007) :


0:

Tidak ada

(tidak ada gejala sama sekali)

1:

Ringan

(satu gejala dari pilihan yang ada)

2:

sedang

(separuh dari gejala yang ada)

3:

berat

(lebih dari separuh dari gejala yang ada)

4:

sangat berat (semua gejala ada)

12

Untuk penilaian skornya yaitu (A.Aziz,2007) :


Kurang dari 17

tidak ada depresi

18 24

depresi ringan

25 34

depresi sedang

35 51

depresi berat

52 68

depresi berat sekali

c. The Raskin Depression Scale


Merupakan suatu skala nilai klinik yang mngukur beratnya depresi pasien yang dilaporkan
oleh pasien dan doker pengamat, pada 5 poin skala dari tiga dimensi meliputi pelaporan
verbal, penampilan perilaku, dan gejala sekunder. Skala berkisar antara 3 sampai 13, skor
normal adalah 3, dank or depresi adalah 7 atau lebih.
DIAGNOSA BANDING
Dalam menegakkan suatu gangguan depresi, diagnosis lain perlu dipikirkan, seperti
adanya gangguan organik, intoksikasi atau ketergantungan zat dan abstinensia, distimia,
siklotimia, gangguan kepribadian, berkabung dan gangguan penyesuaian.
Perubahan intrinsik yang berhubungan dengan epilepsi lobus temporalis dapat
menyerupai gangguan depresi, khususnya jika fokus epileptik adalah sisi kanan.
Berkabung merupakan suatu respon normal yang hebat, dan menyakitkan karena
kehilangan, tetapi responsif terhadap dukungan dan empati dapat membuat berangsur
mereda / sembuh seiring berjalanya waktu. 1,2
TERAPI
Mekanisme terjadinya obat anti depresi adalah :

Menghambat reuptake aminergic neurotransmitter

Menghambat penghancuran oleh enzim monoamine


oxidase
Sehingga terjadi peningkatan jumlah aminergic transmitter pada sinaps neuron di
SSP.1,2,5
Golongan obat anti depresan antara lain :

13

Trisiklik:

Amitriptylin,

Tianeptine,

Imipramine,

Clomipramine, Opipramol

Tetrasiklik: Maprotiline, Mianserin, Amoxapine

MAOI Reversibel: Moclobemide

Atypical: Trazodone, Mirtazepin

SSRI

(Selective

Serotonin

Reuptake

Inhibitor):

Sertraline, Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Citalopram.

Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan onset efek primer (efek klinis)
sekitar 2-4 minggu, efek sekunder (efek samping) sekitar 12-24 jam, serta waktu paruh
sekitar 12-48 jam (pemberian 1-2 kali per hari). Ada 5 proses dalam pengaturan dosis, yaitu:
-

Initiating dosage (tes dosage), untuk mencapai dosis anjuran selama 1 minggu,
misalnya amitriptylin 25 mg/hari pada hari 1-2,50 mg/hari pada hari ke 3 dan ke 4,
100 mg/hari pada hari ke 5 dan ke 6.

Titrating dosage (optimal dose), dimulai pada dosis anjuran sampai dosis efektif,
kemudian menjadi dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari selama hari ke 715 ( minggu II), kemudian minggu ke III 200 mg/hari dan minggu ke IV 300 mg/hari.

Stabilizing dosage

(Stabilzation dose), dosis optimal dipertahankan selama 2-3

bulan. Misalnya amitriptylin 300 mg/hari (dosis optimal) kemudian diturunkan


sampai dosis pemeliharaan.
-

Maintaning dosage (maintanance dose), selama 3-6 bulan. Biasanya dosis


pemeliharaan dosis optimal. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari.

Tapering dosage (tapering dose), selama 1 bulan, kebalikan dari proses initialing
dose. Misalnya amitriptylin 150 mg/hari 100 mg/hari selama 1 minggu. 100 mg
75 mg/hari selama 1 minggu, 75 mg 50 mg/hari selama 1 minggu, 50 mg/hari
25 mg/hari selama 1 minggu.

Dengan demikian obat anti depresan dapat dihentikan total. Kalau kemudian sindrom depresi
kambuh lagi, proses dimulai lagi dari awal dan seterusnya.
Pada dosis pemeliharaan dianjurkan dosis tunggal pada malam hari (single dose one
hour before sleep) untuk golongan trisiklik dan tetrasiklik. Untuk golongan SSRI diberikan
dosis tunggal pada pagi hari setelah sarapan.1,2,5

14

BAB III
KESIMPULAN
Depresi merupkan suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan
alam perasaan yang sedih, dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan dan rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri.
Dasar umum untuk gangguan depresi berat tidak diketahui, tetapi diduga ada
beberapa faktor yang berperan, yaitu faktor biologis, faktor genetika dan faktor psikososial.
Untuk menegakkan diagnosa PPDGJ III mensyarati harus ada 3 gejala utama gangguan
depresi dan minimal 4 gejala lainnya dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
Pemberian anti depresan dilakukan melalui tahapan tahapan, yaitu dosis initial,
titrasi, stabilisasi, maintenance dan tapering off, dimana dosis dan lama pemberiannya
berbeda-beda.

15

DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, Sadock, Sinopsis Psikiatri, Jilid II, edisi Ketujuh, Binarupa Aksara, Jakarta,
1997.
2. Kaplan, Harold I: Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Widya Medika, Jakarta, 1998.
3. Maslim, R: Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropika, edisi II, Jakarta, 2001.
4. Maslim, R : Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPGDJ III,
Jakarta, 2001.
5. Maramis WF. Catatan Kuliah Kedokteran Jiwa, Cetakan Ketujuh. Penerbit Airlangga
University Press, Surabaya, 1998.
6. Sylvia D. Elvira, Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri, Badan enerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2010 209-217

16

LAMPIRAN

17

Anda mungkin juga menyukai