BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1 DEFINISI
Psikosis merupakan salah satu bentuk gangguan menyeluruh dalam bentuk atau proses
pikir berupa ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari khayalan; uji realitas
terganggu, disertai pembentukan realitas baru (berlawanan dengan neurosis: gangguan mental
dengan uji realitas yang tetap baik; perilaku dapat tidak bertentangan dengan norma social
umum, tapi berlangsung lama atau berulang tanpa terapi. Kriteria yang termasuk dalam
gangguan psikosis adalah reality testing ability terganggu (discriminative judgement terganggu,
discriminative insight terganggu, kesadaran terganggu); lingkungan mengeluh, self-hygiene
terganggu, aktifitas sehari-hari terganggu, terdapat gejala psikiatri.
Obsesif adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, idea, impuls yang berulang dan
intrusif. Kompulsi adalah pola perilaku yang berulang dan disadari seperti menghitung,
memeriksa, dan menghindar. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan
yang berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan. Pasien
dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan
sehingga bersifat ego-distonik.
Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang
yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna. Gangguan
obsesif-kompulsif merupakan kejadian yang biasa ditemukan, yang tidak selalu dikenali,
gangguan kronik yang sering berhubungan dengan stress yang jelas dan gangguan fungsional
sehingga termasuk dalam gangguan psikotik.
4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
2.1.2
DIAGNOSIS BANDING
Pasien dengan gejala obsesif-kompulsif dan psikosis yang muncul bersamaan
5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
Hal yang sulit menentukan diagnosis pasti adalah pada pasien yang tidak terdapat
halusinasi, bicara dan tingkah laku terdisorganisasi, tapi memiliki kepercayaan psikosis dan
tingkah laku repetitive. Merupakan suatu tantangan untuk membedakan delusi pada skizofrenia
dengan obsesi pada pasien OCD dengan insight buruk.
2.1.3
umumnya memandang obsesinya sebagai hasil pikiran dirinya sendiri, sedangkan pasien dengan
skizofrenia, pada umumnya bahwa ada agen eksternal yang menyebabkan pikiran tersebut.
Kompulsi versus perilaku berulang
Pada dewasa dengan OCD, tingkah laku kompulsi dilakukan sebagai respon terhdap obsesinya
dan untuk mengurangi tekanan atau mencegah kejadian yang ditakutkan. Sebaliknya pada
skizofrenia, tingkah laku berulang, pada umumnya tidak tergantung pada isi pikirannya.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dapat membantu untuk menentukan diagnosis banding. Keluarga dari pasien
skizofrenia, lebih memiliki anggota keluarga dengan spectrum skizofrenia,seperti gangguan
skizoafektif dan gangguan kepribadian skizotipal. Sebaliknya, keluarga pasien OCD lebih sering
terkena gangguan spectrum OCD (meliputi gangguan tic, tourrette syndrome, skin picking)dan
komorbid gangguan mood dan ansietas.
Gangguan fungsi psikososial
Skizofrenia dan OCD dapat menyebabkan gangguan fungsional signifikan dalam kerja keluarga
dan social. Bagaimanapun, berlawanan dengan OCD, gangguan sosial merupakan fitur utama
dalam skizofrenia. Pada skizofrenia, gangguan sosial ini muncul dini. Gejala tersebut, pertama
kali muncul selama periode premorbid pada anak, seperti kesulitan dalam bersosialisasi dan
penonjolan diri pada laki-laki, dan penarikan diri pada perempuan. Sebagai tambahan gejala
negatif(afek datar, apatis, dan alogia)dan anhedonia sosial adalah aspek kunci pada skizofrenia.
Sebaliknya, gangguan sosial bukan merupakan karakteristik pada OCD tetapi gejala obsesif
kompulsif dapat menyebabkan gangguan sosial.
7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
2.2
2.2.1
DEFINISI
Gejala OCD ditandai oleh adanya obsesi dan atau kompulsi. Obsesi adalah pikiran yang
berulang dan persisten, mendesak atau gambaran yang mengganggu, dimana kompulsi adalah
tingkah laku berulang atau tindakan mental yang dilakukan sebagai respon terhadap obsesi atau
berdasarkan aturan yang harus dilakukan secara mutlak. Beberapa kelainan obsesif kompulsif
dan kelainan terkait lainnya juga dicirikan dengan preokupasi dan tingkah laku berulang atau
tindakan mental sebagai respon terhadap preokupasi tersebut. Gangguan obsesif kompulsif dan
kelainan terkait lainnya dicirikan terutama dengan tingkah laku repetitif yang terfokus pada
tubuh (menarik rambut, menggaruk kulit) dan usaha berulang untuk mengurangi atau
menghentikan kebiasaan.
2.2.2
KLASIFIKASI
Body dismorfik disorder dicirikan dengan preokupasi terhadap satu atau lebih kecacatan
atau kekurangan yang dirasakan dalam penampilan fisik yang tidak nampak atau hanya terlihat
sepele bagi orang lain, dan kelakuan repetitive (seperti bercermin, perawatan tubuh yang
berlebih, menggaruk kulit) atau pola pikir (membandingkan penampilan dengan penampilan
orang lain) sebagai respon terhadap penampilannya. Preokupasi penampilan tidak termasuk pada
seseorang yang mempunyai kelainan makan yang peduli terhadap berat badan atau tubuh yang
gemuk. Dismorfik otot adalah adalah bentuk kelainan dismorfik tubuh yang dicirikan dengan
kepercayaan bahwa tubuhnya terlalu kecil atau kurang berotot.
8
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
yang
menyebabkan
kehilangan
rambut,
dan
mencoba
berusaha
untuk
9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
Gangguan obsesif kompulsif yang ditentukan dan gangguan obsesif kompulsif yang
tidak tergolongkan terdiri dari gejala yang tidak memenuhi kriteria untuk obsesif kompulsif dan
kelainan terkait spesifik karena etiologi yang tidak pasti.
Obsesif kompulsif dan kelainan yang berkaitan yang mempunyai komponen kognitif itu
mempunyai insight sebagai dasar untuk menspesifikasi; pada masing-masing kelainan tersebut
bisa memiliki insight baik, buruk sampai absent atau delusi yang berhubungan dengan gangguan
terkait keyakinan. Pada seseorang yang gejala obsesif kompulsif absent insight atau delutional
insight, gejala-gejala tersebut seharusnya tidak di diagnose sebagai gangguan psikotik.
Obsesif kompulsif dan kelainan terkait meliputi obsesif kompulsif disorder (OCD),
kelainan dismorfik tubuh, trikotilomania, kelainan hoarding, kelainan eksoriasi, obsesif
kompulsif dan kelainan terkait yang diinduksi zat atau medikasi, obsesif kompulsif dan kelainan
terkait karena kondisi medis lainnya, dan obsesif kompulsif dan kelainan terkait spesifik lain dan
obsesif kompulsif dan kelainan terkait yang tidak spesifik (contoh : kelainan tingkah laku
repetitive yang terfokus pada tubuh)
2.2.3
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup OCD diperkirakan 2-3%. Gangguan ini ditemukan pada 10%
pasien rawat jalan di klinik psikiatri. OCD menjadi diagnosis psikiatri terbanyak setelah fobia,
gangguan terkait zat, dan gannguan depresif berat.
Diantara orang dewasa laki-laki dan perempuan sama prevalensinya tetapi diantara
remaja laki-laki lebih sering terkena. Rata-rata awitan sekitar 20 tahun, walaupun laki-laki
sedikit lebih awal. Awitan gangguan dapat terjadi pada remaja atau pada masa kanak-kanak, pada
sejumlah kasus awitannya sedini usia 2 tahun. Orang lajang lebih sering terkena meskipun
temuan ini mungkin mencerminkan kesulitan yang dimiliki orang dengan OCD untuk
mempertahankan hubungan.
10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
2.2.4
ETIOLOGI
a. Faktor Biologis
Neurotransmiter
Sistem Serotonergik. Banyak percobaan obat klinis yang telah dilakukan menyokong
hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi
pada gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif daripada obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmiter lain tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai
penyebab OCD. Studi klinis memeriksa kadar metabolit serotonin (contoh: asam 5hidroksiindolasetat [5HIAA] didalam cairan serebrospinal (CSS) serta afinitas dan jumlah tempat
ikatan trombosit pada imipramin yang telah dititrasi dan melaporkan sebagai temuan dari hal ini
pada pasien dengan OCD. Pada satu studi, konsentrasi 5-HIAA pada cairan serebrospinal
menurun setelah terapi dengan clomipramine, sehingga memberikan fokus perhatian pada sistem
serotonergik.
Sistem noradrenergik. Baru-baru ini, lebih sedikit bukti yang ada untuk disfungsi sistem
noradrenergik pada OCD. Laporan yang tidak resmi menunjukkan sejumnlah perbaikan gejala
OCD dengan klonidin oral.
Neuroimunologi. Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokus dengan OCD.
Infeksi streptokokus grup A -hemolitik dapat menyebabkan demam reumatik dan sekitar 10
hingga 30 persen pasien mengalami chorea Syndenham dan menunjukkan gejala obsesif
kompulsif. Awitan infeksi biasanya terjadi pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala
sisa itu.2
11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
c. Genetik
Data genetik yang tersedia mengenai OCD menyokong hipotesis bahwa gangguan ini
memiliki komponen genetik yang signifikan. Meskipun demikian, data ini belum membedakan
pengaruh budaya dan efek perilaku terhadap transmisi gangguan ini. Studi kembar untuk
gangguan ini secara konsisten menemukan angka kejadian bersama yang lebih tinggi bermakna
untuk kembar monozigot daripada dizigot. Studi keluarga pada pasien OCD menunjukkan bahwa
35 persen kerabat derajat pertama pasien OCD juga mengalami gangguan ini.2
d. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang dipelajari. Stimulus yang
relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut atau ansietas melalui suatu proses pembelajaran
responden yaitu memasangkan stimulus netral dengan peristiwa yang berbahaya sifatnya atau
menimbulkan ansietas. Dengan demikian, objek dan pikiran yang tadinya netral menjadi
stimulus dipelajari yang mampu mencetuskan ansietas atau ketidaknyamanan
Kompulsif dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menemukan bahwa
suatu tindakan tertentu mengurangi ansietas yang melekat dengan pikiran obsesional, ia akan
mengembangkan strategi penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau perilaku ritualistik
untuk mengendalikan ansietasnya. Secara bertahap, karena efisiensinya dalam mengurangi
12
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
dorongan sekunder yang menyakitkan (ansietas), strategi penghindaran menjadi terfiksasi seperti
pola perilaku kompulsif yang dipelajari. Teori pembelajaran memberikan konsep yang berguna
untuk menjelaskan aspek tertentu fenomena obsesif-kompulsif, contoh; gagasan yang mampu
mencetuskan ansietas tidak harus menakutkan dengan sendirinya dan pembentukan pola perilaku
kompulsif.2
e. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. OCD berbeda dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsif.
Sebagian besar orang dengan OCD tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid dan ciri
kepribadian seperti itu tidak perlu atau tidak cukup untuk menimbulkan OCD. Hanya sekitar 15
sampai 35 persen pasien OCD memiliki ciri obsesional pramorbid.
Faktor Psikodinamik Lain. Di dalam teori psikoanalitik klasik, OCD dianggap sebagai
regresi dari fase oedipus ke fase perkembangan psikoseksual anal. Ketika pasien dengan
gangguan ini merasa terancam oleh ansietas, mereka akan mengalami regresi ke tahap yang
berkaitan dengan fase anal. Salah satu ciri yang menonjol pada pasien dengan OCD adalah
derajat preokupasi yang mereka alami terhadap agresi atau kebersihan baik secara nyata dalam
gejala maupun dalam hubungan yang terletak di baliknya. Dengan demikian, psikogenesis OCD
dapat terletak pada gangguan pertumbuhan
perkembangan anal-sadistik.
Ambivalensi. Ambivalensi adalah hasil langsung perubahan ciri kehidupan impuls.
Ambivalensi merupakan ciri penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik;
anak merasakan cinta dan kebencian yang kejam pada objek yang sama, kadang-kadang
bersamaan. Pasien dengan OCD sering secara sadar mengalami cinta dan benci pada suatu objek.
14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014
Konflik emosi yang berlawanan ini terlihat pada pola perilaku melakukan dan tidak melakukan
pola perilaku dan di dalam keraguan yang melumpuhkan dalam menghadapi pilihan.
Pikiran Magis. Didalam pikiran magis, regresi membuka cara berpikir awal bukannya
impuls; yaitu fungsi ego, dipengaruhi oleh regresi. Kelekatan terhadap pikiran magis merupakan
omnipotensi pikiran. Banyak pasien dengan OCD yakin bahwa hanya dengan memikirkan suatu
peristiwa di dunia eksternal, mereka dapat menyebabkan suatu peristiwa terjadi tanpa tindakan
fisik perantara. Perasaan ini menyebabkan mereka takut memiliki pikiran agresif.2
2.2.5
2.2.6
Diagnosis banding
6. Gangguan psikotik, beberapa orang dengan ocd mempunyai insight yang jelek bahkan
mempunyai waham. Bagaimanapun juga, mereka mempunyai obsesi dan kompulsi
(membedakan kondisi mereka dari gangguan waham)dan tidak mempunyai gejala lain,
skizofrenia atau skizoafektif
7. Tingkah laku lain mirip kompulsi, contohnya : tingkah laku seksual (parafilia),
judi(gangguan judi), penggunaan zat(gangguan akibat penggunaan alkohol).
Perbedaannya dengan ocd adalah aktivitas ini menimbulkan kesenangan dan punya
keinginan untuk berhenti karena ada konsekuensi yang membahayakan
8. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif, pada kasus ini tidak ditandai oleh adanya
pikiran , impuls, bayangan yang menggangu atau perilaku berulang yang terjadi sebagai
respon terhadap gangguan tersebut. Sebaliknya, gangguan ini terdapat pertahanan diri dan
gangguan adaptasi pervasif terhadap perfesionisme yang berlebihan. Jika seseorang
memiliki gejala ocd dan gangguan kepribadian obsesif kompulsif, dapat didiagnosis
keduanya.
2.2.7
2.2.8
Terapi
17
A. Farmakoterapi
a. Clomipramine (anafranil) 3 x 25 mg
Sediaan tab 25 mg
Cara kerja : menghambat ambilan kembali serotonin dan NE
Efek samping : mulut kering, konstipasi, hipotensi ortostatik terutama pada orang
tua
b. SSRI (Selective Serotonine Reuptake Inhibitor), menghambat secara spesifik
ambilan serotonin
Fluoxetine 2 x 20 mg
Sertraline 2 x 25 mg
Esitalopram 2 x 10 mg
Fluvoxamine 2 x 50 mg
Efek samping : meningkatkan resiko jatuh, fraktur pada orangtua > 65 tahun
B. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
b. Terapi perilaku
c. Terapi kognitif perilaku
d. Psikoterapi dinamik
C. Terapi lain
a. Terapi elektrokonvulsif(ECT)
Caranya dengan memberikan aliran listrik(menimbulkan kejang-kejang, seperti
pada kejang granmal) pada otak dengan 2 elektroda yang ditempatkan pada bagian
temporal kepala. Setelah selesai terapi pasien akan bingung dan diorientasi
sehingga perlu stimulasi seperti berkomukasi.
b. psycho surgery, terapi ini jarang digunakan dan memerlukan persiapan yang
kompleks dan alat yang canggih.
18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014