Anda di halaman 1dari 15

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

GEJALA OBSESIF KOMPULSIF PADA PSIKOSIS

2.1.1 DEFINISI
Psikosis merupakan salah satu bentuk gangguan menyeluruh dalam bentuk atau proses
pikir berupa ketidakmampuan untuk membedakan kenyataan dari khayalan; uji realitas
terganggu, disertai pembentukan realitas baru (berlawanan dengan neurosis: gangguan mental
dengan uji realitas yang tetap baik; perilaku dapat tidak bertentangan dengan norma social
umum, tapi berlangsung lama atau berulang tanpa terapi. Kriteria yang termasuk dalam
gangguan psikosis adalah reality testing ability terganggu (discriminative judgement terganggu,
discriminative insight terganggu, kesadaran terganggu); lingkungan mengeluh, self-hygiene
terganggu, aktifitas sehari-hari terganggu, terdapat gejala psikiatri.
Obsesif adalah aktivitas mental seperti pikiran, perasaan, idea, impuls yang berulang dan
intrusif. Kompulsi adalah pola perilaku yang berulang dan disadari seperti menghitung,
memeriksa, dan menghindar. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan
yang berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan ketegangan. Pasien
dengan gangguan ini menyadari bahwa pengalaman obsesi dan kompulsi tidak beralasan
sehingga bersifat ego-distonik.
Gangguan obsesif-kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan yang berulang
yang menghabiskan waktu atau menyebabkan distress dan hendaya yang bermakna. Gangguan
obsesif-kompulsif merupakan kejadian yang biasa ditemukan, yang tidak selalu dikenali,
gangguan kronik yang sering berhubungan dengan stress yang jelas dan gangguan fungsional
sehingga termasuk dalam gangguan psikotik.

4
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

2.1.2

DIAGNOSIS BANDING
Pasien dengan gejala obsesif-kompulsif dan psikosis yang muncul bersamaan

dapat didiagnosis banding dengan skizofrenia komorbid dengan gangguan obsesif-kompulsif


(OCD), gangguan obsesif-kompulsif dengan insight buruk, dan skizofrenia dengan gejala
obsesif-kompulsif yang terinduksi obat. Bila gejala psikosisnya lemah, kemungkinan adalah
gangguan obsesif kompulsif (OCD) dan putative prodormal schizophrenia.
Diagnosis yang akurat merupakan hal yang penting karena mempengaruhi
pengobatan. Terapi yang diberikan bagi pasien dengan gangguan obsesif-kompulsif dan
skizofrenia berbeda. Antipsikosis dapat memperburuk gejala obsesif-kompulsif. Demikian
sebaliknya pemberian SRIs dapat memperburuk gejala psikosis. Karena tidak ada pengobatan
evidence based bagi putative prodormal skizofrenia, OCD yang muncul dalam konteks ini perlu
diberikan terapi farmakologi seperti dianggap hanya ada gangguan tersebut saja, tapi gejala
positif yang ada tetap harus dimonitoring.
Selain menentukan terapi, diagnosis juga menentukan prognosis. Misalnya gejala
obsesif-kompulsif atau gangguan obsesif kompulsif pada pasien skizofrenia memiliki prognosis
yang lebih buruk dikarenakan peningkatan resiko bunuh diri. Dengan demikian penentuan
diagnosis penting untuk menentukan terapi dan prognosis.
Bila pasien memiliki gejala-gejala utama skizofrenia (halusinasi, bicara kacau,
tingkah laku disorganisasi, gejala negative dan waham) menunjukkan diagnosis pasti terkena
skizofrenia. Bila pasien menunjukkan gejala-gejala utama OCD baik berupa obsesi (pikiran
menetap dan impuls berulang yang intrusive dan tidak tepat yang menimbulkan ansietas) atau
kompulsi (tingkah laku/tindakan mental berulang yang dilakukan sesorang sebagai respon
terhadap obsesi dan dilakukan untuk mengurangi tekanan atau mencegah hal-hal mengerikan)
maupun keduanya , memiliki insight yang baik bahwa pemikirannya irasional dan menyadari
hubungan antara pikiran dan kompulsinya menunjukkan diagnosis OCD.

5
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

Hal yang sulit menentukan diagnosis pasti adalah pada pasien yang tidak terdapat
halusinasi, bicara dan tingkah laku terdisorganisasi, tapi memiliki kepercayaan psikosis dan
tingkah laku repetitive. Merupakan suatu tantangan untuk membedakan delusi pada skizofrenia
dengan obsesi pada pasien OCD dengan insight buruk.

2.1.3

PERBEDAAN GEJALA OBSESIF KOMPULSIF

PADA OCD DAN SKIZOFRENIA


Onset gejala
Ada kemiripan antara onset OCD dan skizofrenia, dimana 50% kasus OCD dimulai saat usia 19
tahun dan 20-40% gejala psikotik pertama skizofrenia dimulai saat umur 20 tahun. Pada kedua
kelainan ini gejala subsindromal bisa dimulai saat remaja. Bagaimanapun, onset gejala yang ada
hubungannya dengan pengobatan dapat menyingkirkan diagnosis. Contohnya, jika gejala obsesif
kompulsif yang pertama kali atau perburukan dari gejala yang sudah ada, terjadi setelah memulai
pengobatan antipsikotik untuk gejala psikotik sebaiknya dipikirkan kemungkinan bahwa gejala
tersebut diinduksi obat. Serupa juga, jika gejala psikotik memburuk setelah pengobatan SRI
sebaiknya dipikirkan kemungkinan psikotik terinduksi obat.
Obsesi versus waham
Obsesi dan waham keduanya merupakan gangguan pikiran. Bagaimanapun isi dan karakter dari
gangguan tersebut dan juga hubungannya dengan tingkah laku berulang dapat berbeda. Pada
OCD, beberapa obsesif telah dideskripsikan : kontaminasi, simestris atau ketepatan, pikiran
terlarang(agresif, seksual, religious dan somatik) dan hoarding.pikiran obsesif ini, biasannya
berkaitan dengan kompulsi : membersihkan, menyusun, mengecek, dan hoarding. Data dari
DSM-IV menyebutkan bahwa pasien OCD, hanya 2,1% dilaporkan hanya obsesi tanpa kompulsi
dan hanya 1,7% kompulsi tanpa obsesi.
Sedangkan, delusi pada pasien skizofrenia, terdiri dari waham persekutorik, rujukan, somatic,
erotomanik dan kebesaran. Kepercayaan psikotik umumnya lebih bizarre.. Pasien dengan OCD
6
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

umumnya memandang obsesinya sebagai hasil pikiran dirinya sendiri, sedangkan pasien dengan
skizofrenia, pada umumnya bahwa ada agen eksternal yang menyebabkan pikiran tersebut.
Kompulsi versus perilaku berulang
Pada dewasa dengan OCD, tingkah laku kompulsi dilakukan sebagai respon terhdap obsesinya
dan untuk mengurangi tekanan atau mencegah kejadian yang ditakutkan. Sebaliknya pada
skizofrenia, tingkah laku berulang, pada umumnya tidak tergantung pada isi pikirannya.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dapat membantu untuk menentukan diagnosis banding. Keluarga dari pasien
skizofrenia, lebih memiliki anggota keluarga dengan spectrum skizofrenia,seperti gangguan
skizoafektif dan gangguan kepribadian skizotipal. Sebaliknya, keluarga pasien OCD lebih sering
terkena gangguan spectrum OCD (meliputi gangguan tic, tourrette syndrome, skin picking)dan
komorbid gangguan mood dan ansietas.
Gangguan fungsi psikososial
Skizofrenia dan OCD dapat menyebabkan gangguan fungsional signifikan dalam kerja keluarga
dan social. Bagaimanapun, berlawanan dengan OCD, gangguan sosial merupakan fitur utama
dalam skizofrenia. Pada skizofrenia, gangguan sosial ini muncul dini. Gejala tersebut, pertama
kali muncul selama periode premorbid pada anak, seperti kesulitan dalam bersosialisasi dan
penonjolan diri pada laki-laki, dan penarikan diri pada perempuan. Sebagai tambahan gejala
negatif(afek datar, apatis, dan alogia)dan anhedonia sosial adalah aspek kunci pada skizofrenia.
Sebaliknya, gangguan sosial bukan merupakan karakteristik pada OCD tetapi gejala obsesif
kompulsif dapat menyebabkan gangguan sosial.

7
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

2.2

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

2.2.1

DEFINISI
Gejala OCD ditandai oleh adanya obsesi dan atau kompulsi. Obsesi adalah pikiran yang

berulang dan persisten, mendesak atau gambaran yang mengganggu, dimana kompulsi adalah
tingkah laku berulang atau tindakan mental yang dilakukan sebagai respon terhadap obsesi atau
berdasarkan aturan yang harus dilakukan secara mutlak. Beberapa kelainan obsesif kompulsif
dan kelainan terkait lainnya juga dicirikan dengan preokupasi dan tingkah laku berulang atau
tindakan mental sebagai respon terhadap preokupasi tersebut. Gangguan obsesif kompulsif dan
kelainan terkait lainnya dicirikan terutama dengan tingkah laku repetitif yang terfokus pada
tubuh (menarik rambut, menggaruk kulit) dan usaha berulang untuk mengurangi atau
menghentikan kebiasaan.

2.2.2

KLASIFIKASI
Body dismorfik disorder dicirikan dengan preokupasi terhadap satu atau lebih kecacatan

atau kekurangan yang dirasakan dalam penampilan fisik yang tidak nampak atau hanya terlihat
sepele bagi orang lain, dan kelakuan repetitive (seperti bercermin, perawatan tubuh yang
berlebih, menggaruk kulit) atau pola pikir (membandingkan penampilan dengan penampilan
orang lain) sebagai respon terhadap penampilannya. Preokupasi penampilan tidak termasuk pada
seseorang yang mempunyai kelainan makan yang peduli terhadap berat badan atau tubuh yang
gemuk. Dismorfik otot adalah adalah bentuk kelainan dismorfik tubuh yang dicirikan dengan
kepercayaan bahwa tubuhnya terlalu kecil atau kurang berotot.

8
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

Hoarding disorder dicirikan dengan kesulitan persisten dalam membuang atau


memisahkan, tanpa memperhatikan nilai aktualnya, karena keyakinan kuat untuk menyimpan
barang dan kesulitan untuk membuangnya. Hoarding disorder berbeda dari mengkoleksi
normalnya. Sebagai contoh, gejala dari hoarding disorder menyebabkan akumulasi kepemilikan
barang dalam jumlah yang banyak sehingga membuat tempat tinggal sesak dan berantakan.
Bentuk hoarding disorder yang melampaui batas meliputi pengumpulan pembelian atau
pencurian barang yang tidak dibutuhkan atau dimana tidak ada lagi tempat yang tersedia.
Trikotilomania (kelainan menarik rambut) ditandai dengan menarik rambut secara
rekuren

yang

menyebabkan

kehilangan

rambut,

dan

mencoba

berusaha

untuk

mengurangi/berhenti menarik rambut. Kelainan ekskoriasi (menggaruk kulit) ditandai dengan


menggaruk kulit secara rekuran yang mengakibatkan lesi di kulit, dan berusaha terus menerus
untuk mengurangi atau menghentikan menggaruk kulit. Perilaku berulang yang terfokus pada
tubuh ditandai oleh dua kelainan tersebut tapi tidak dipicu oleh obsesi atau preokupasi,
bagaimanapun juga mereka disertai keadaan emosional yang bermacam macam seperti perasaan
cemas atau jenuh. Mereka juga bisa diawali dengan meningkatnya dorongan atau mungkin
memenuhi kepuasaan kesenangan atau rasa lega ketika mereka menarik rambut atau menggaruk
kulit. Individu yang mempunyai kelainan tersebut mungkin mempunyai kewaspadaan yang
bervariasi selama melakukannya, dimana beberapa individu lebih perhatian terhadap tingkah
laku ( dengan diawali dorongan untuk melakukannya dan lega setelah melakukannya) dan
individu lain lebih memperlihatkan perilaku otomatis.
Gangguan obsesi kompulsif terinduksi zat atau medikasi terdiri dari gejala yang
disebabkan oleh intoksikasi zat atau putus obat atau terhadap medikasi.
Obsesif kompulsif dan kelainan terkait yang disebabkan kondisi medis lainnya
mencakup gejala karakteristik dari obsesi kompulsif dan kelainan terkait yang merupakan efek
langsung dari kelainan medis.

9
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

Gangguan obsesif kompulsif yang ditentukan dan gangguan obsesif kompulsif yang
tidak tergolongkan terdiri dari gejala yang tidak memenuhi kriteria untuk obsesif kompulsif dan
kelainan terkait spesifik karena etiologi yang tidak pasti.
Obsesif kompulsif dan kelainan yang berkaitan yang mempunyai komponen kognitif itu
mempunyai insight sebagai dasar untuk menspesifikasi; pada masing-masing kelainan tersebut
bisa memiliki insight baik, buruk sampai absent atau delusi yang berhubungan dengan gangguan
terkait keyakinan. Pada seseorang yang gejala obsesif kompulsif absent insight atau delutional
insight, gejala-gejala tersebut seharusnya tidak di diagnose sebagai gangguan psikotik.
Obsesif kompulsif dan kelainan terkait meliputi obsesif kompulsif disorder (OCD),
kelainan dismorfik tubuh, trikotilomania, kelainan hoarding, kelainan eksoriasi, obsesif
kompulsif dan kelainan terkait yang diinduksi zat atau medikasi, obsesif kompulsif dan kelainan
terkait karena kondisi medis lainnya, dan obsesif kompulsif dan kelainan terkait spesifik lain dan
obsesif kompulsif dan kelainan terkait yang tidak spesifik (contoh : kelainan tingkah laku
repetitive yang terfokus pada tubuh)

2.2.3

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi seumur hidup OCD diperkirakan 2-3%. Gangguan ini ditemukan pada 10%

pasien rawat jalan di klinik psikiatri. OCD menjadi diagnosis psikiatri terbanyak setelah fobia,
gangguan terkait zat, dan gannguan depresif berat.
Diantara orang dewasa laki-laki dan perempuan sama prevalensinya tetapi diantara
remaja laki-laki lebih sering terkena. Rata-rata awitan sekitar 20 tahun, walaupun laki-laki
sedikit lebih awal. Awitan gangguan dapat terjadi pada remaja atau pada masa kanak-kanak, pada
sejumlah kasus awitannya sedini usia 2 tahun. Orang lajang lebih sering terkena meskipun
temuan ini mungkin mencerminkan kesulitan yang dimiliki orang dengan OCD untuk
mempertahankan hubungan.
10
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

2.2.4

ETIOLOGI

a. Faktor Biologis
Neurotransmiter
Sistem Serotonergik. Banyak percobaan obat klinis yang telah dilakukan menyokong
hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi
pada gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat serotonergik lebih efektif daripada obat yang
mempengaruhi sistem neurotransmiter lain tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai
penyebab OCD. Studi klinis memeriksa kadar metabolit serotonin (contoh: asam 5hidroksiindolasetat [5HIAA] didalam cairan serebrospinal (CSS) serta afinitas dan jumlah tempat
ikatan trombosit pada imipramin yang telah dititrasi dan melaporkan sebagai temuan dari hal ini
pada pasien dengan OCD. Pada satu studi, konsentrasi 5-HIAA pada cairan serebrospinal
menurun setelah terapi dengan clomipramine, sehingga memberikan fokus perhatian pada sistem
serotonergik.
Sistem noradrenergik. Baru-baru ini, lebih sedikit bukti yang ada untuk disfungsi sistem
noradrenergik pada OCD. Laporan yang tidak resmi menunjukkan sejumnlah perbaikan gejala
OCD dengan klonidin oral.
Neuroimunologi. Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokus dengan OCD.
Infeksi streptokokus grup A -hemolitik dapat menyebabkan demam reumatik dan sekitar 10
hingga 30 persen pasien mengalami chorea Syndenham dan menunjukkan gejala obsesif
kompulsif. Awitan infeksi biasanya terjadi pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala
sisa itu.2

11
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

b. Studi Pencitraan Otak


Berbagai studi pencitraan otak fungsional-contohnya positron emission tomography
(PET), menunjukkan peningkatan aktivitas dilobus frontalis, ganglia basalis, dan cingulum pada
pasien dengan OCD. Terapi farmakologis dan perilaku dilaporkan dapat membalikkan
abnormalitas ini. Studi computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI)
menemukan berkurangnya ukuran kaudatus bilateral pada pasien dengan OCD. Prosedur
neurologis yang melibatkan cingulum kadang-kadang efektif di dalam terapi pada pasien OCD.2

c. Genetik
Data genetik yang tersedia mengenai OCD menyokong hipotesis bahwa gangguan ini
memiliki komponen genetik yang signifikan. Meskipun demikian, data ini belum membedakan
pengaruh budaya dan efek perilaku terhadap transmisi gangguan ini. Studi kembar untuk
gangguan ini secara konsisten menemukan angka kejadian bersama yang lebih tinggi bermakna
untuk kembar monozigot daripada dizigot. Studi keluarga pada pasien OCD menunjukkan bahwa
35 persen kerabat derajat pertama pasien OCD juga mengalami gangguan ini.2

d. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori pembelajaran, obsesi adalah stimulus yang dipelajari. Stimulus yang
relatif netral menjadi dikaitkan dengan rasa takut atau ansietas melalui suatu proses pembelajaran
responden yaitu memasangkan stimulus netral dengan peristiwa yang berbahaya sifatnya atau
menimbulkan ansietas. Dengan demikian, objek dan pikiran yang tadinya netral menjadi
stimulus dipelajari yang mampu mencetuskan ansietas atau ketidaknyamanan
Kompulsif dibentuk dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menemukan bahwa
suatu tindakan tertentu mengurangi ansietas yang melekat dengan pikiran obsesional, ia akan
mengembangkan strategi penghindaran aktif dalam bentuk kompulsi atau perilaku ritualistik
untuk mengendalikan ansietasnya. Secara bertahap, karena efisiensinya dalam mengurangi
12
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

dorongan sekunder yang menyakitkan (ansietas), strategi penghindaran menjadi terfiksasi seperti
pola perilaku kompulsif yang dipelajari. Teori pembelajaran memberikan konsep yang berguna
untuk menjelaskan aspek tertentu fenomena obsesif-kompulsif, contoh; gagasan yang mampu
mencetuskan ansietas tidak harus menakutkan dengan sendirinya dan pembentukan pola perilaku
kompulsif.2

e. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. OCD berbeda dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsif.
Sebagian besar orang dengan OCD tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid dan ciri
kepribadian seperti itu tidak perlu atau tidak cukup untuk menimbulkan OCD. Hanya sekitar 15
sampai 35 persen pasien OCD memiliki ciri obsesional pramorbid.

Faktor Psikodinamik. Sigmund Freud awalnya mengkonsepkan keadaan yang sekarang


kita sebut OCD sebagai neurosis obsesif kompulsif. Ia menganggap terdapat kemunduran
defensif dalam menghadapi dorongan oedipus yang mencetuskan ansietas. Ia mendalilkan bahwa
pasien dengan neurosis obsesif kompulsif mengalami regresi perkembangan psikoseksual ke fase
anal.
Walaupun terapi psikoanalitik tidak akan mengubah obsesi atau kompulsi yang berkaitan
dengan penyakit secara langsung, tilikan psikodinamik dapat memberikan banyak bantuan dalam
memahami masalah dengan kepatuhan terapi, kesulitan interpersonal, dan masalah kepribadian
yang menyertai gangguan Aksis I.
Meskipun gejala OCD dapat didorong secara biologis, pasien dapat menjadi tertarik
untuk mempertahankan simtomatologi karena adanya keuntungan sekunder. Contohnya, pasien
laki-laki yang tinggal dirumah untuk merawatnya, secara tidak sadar dapat ingin bertahan pada
gejala OCD-nya karena gejala tersebut berarti ibunya tetap memperhatikannya.
13
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

Kontribusi pemahaman psikodinamik lainnya melibatkan dimensi interpersonal.


Sejumlah studi menunjukkan bahwa kerabat akan mengakomodasi pasien melalui partisipasi
aktif didalam ritual atau modifikasi kegiatan rutin sehari-hari yang signifikan. Bentuk akomodasi
keluarga ini berhubungan dengan tekanan di dalam keluarga, sikap penolakan terhadap pasien,
dan fungsi keluarga yang buruk. Seringkali, anggota keluarga terlibat dalam upaya mengurangi
ansietas pasien atau mengendalikan ekspresi kemarahan pasien. Pola keterkaitan ini dapat
terinternalisasi dan dimunculkan kembali ketika pasien memasuki lingkungan terapi.
Akhirnya, satu kontribusi pemikiran psikodinamik lainnya adalah mengenali presipitan
yang memulai atau memperberat gejala. Seringkali, kesulitan interpersonal meningkatkan
ansietas pasien sehingga juga meningkatkan simtomatologi pasien. Riset mengesankan bahwa
OCD dapat dicetuskan oleh sejumlah stresor lingkungan, khususnya yang melibatkan kehamilan,
kelahiran anak, atau perawatan anak oleh orang tua. Pengertian akan stresor tersebut dapat
membantu klinisi dalam rencana terapi keseluruhan yang mengurangi peristiwa yang membuat
stres itu sendiri atau maknanya bagi pasien.

Faktor Psikodinamik Lain. Di dalam teori psikoanalitik klasik, OCD dianggap sebagai
regresi dari fase oedipus ke fase perkembangan psikoseksual anal. Ketika pasien dengan
gangguan ini merasa terancam oleh ansietas, mereka akan mengalami regresi ke tahap yang
berkaitan dengan fase anal. Salah satu ciri yang menonjol pada pasien dengan OCD adalah
derajat preokupasi yang mereka alami terhadap agresi atau kebersihan baik secara nyata dalam
gejala maupun dalam hubungan yang terletak di baliknya. Dengan demikian, psikogenesis OCD
dapat terletak pada gangguan pertumbuhan

dan perkembangan normal terkait fase

perkembangan anal-sadistik.
Ambivalensi. Ambivalensi adalah hasil langsung perubahan ciri kehidupan impuls.
Ambivalensi merupakan ciri penting pada anak normal selama fase perkembangan anal-sadistik;
anak merasakan cinta dan kebencian yang kejam pada objek yang sama, kadang-kadang
bersamaan. Pasien dengan OCD sering secara sadar mengalami cinta dan benci pada suatu objek.
14
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

Konflik emosi yang berlawanan ini terlihat pada pola perilaku melakukan dan tidak melakukan
pola perilaku dan di dalam keraguan yang melumpuhkan dalam menghadapi pilihan.
Pikiran Magis. Didalam pikiran magis, regresi membuka cara berpikir awal bukannya
impuls; yaitu fungsi ego, dipengaruhi oleh regresi. Kelekatan terhadap pikiran magis merupakan
omnipotensi pikiran. Banyak pasien dengan OCD yakin bahwa hanya dengan memikirkan suatu
peristiwa di dunia eksternal, mereka dapat menyebabkan suatu peristiwa terjadi tanpa tindakan
fisik perantara. Perasaan ini menyebabkan mereka takut memiliki pikiran agresif.2

2.2.5

Kriteria diagnosis gangguan obsesif kompulsif :

A. Adanya obsesi kompulsif atau keduanya :


Obsesi didefinisikan oleh (1) dan (2) :
1. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang dan menetap yang dialami pada suatu
waktu selama terjadi gangguan , sebagai sesuatu yang menganggu dan tidak sesuai
serta dapat menimbulkan ansietas atau distres yang nyata.
2. Orang tersebut berupaya mengabaikan atau menekan pikiran , impuls, atau bayangan
tesebut.

Kompulsi didefinisikan sebagai (1) dan (2) :


1. Perilaku berulang ( contoh, mencuci tangan, melakukan urutan, memeriksa ) atau
tindakan mental ( contoh: berdoa, menghitung, mengulang kata kata dalam hati ) yang
15
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

membuat orang tersebut terdorong untuk melakukannya harus sebagai respons


sebagai obsesi, atau menurut aturan yang harus diterapkan dengan kaku.
2. Perilaku atau tindakan mental tersebut ditujukan untuk mencegah atau mengurangi
penderitaan atau mencegah peristiwa atau situasi yang menakutkan ; meskipun
demikian, perilaku atau tindakan mental ini benar benar berlebihan atau tidak
berkaitan secara realistik dengan apa yang awalnya hendak dihilangkan atau dicegah.
B. Obsesi atau kompulsi menyebabkan distres nyata , memakan waktu ( lebih dari 1 jam per
hari) , atau mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan atau aktivitas maupun
hubungan sosial secara signifikan.
C. Gejala obsesi kompulsi tidak disebabkan karena efek fisiologis langsung suatu zat
( contoh : penyalahgunaan obat, pengobatan ) atau kondisi medis umum
D. Gangguan tersebut tidak termasuk gejala gangguan mental lain ( contoh : cemas
berlebihan seperti pada gangguan cemas menyeluruh ; preokupasi terhadap penampilan
seperti pada gangguan dismorfik tubuh, dll )

2.2.6

Diagnosis banding

1. Gangguan cemas, pikiran rekuren, tingkah laku menghindar, mengecek berulang-ulang


dapat juga terjadi pada gangguan ini. Termasuk dalam gangguan cemas secara umum.
Perbedaan pikiran berulang antara gangguan cemas dengan ocd adalah pada gangguan
cemas tidak melibatkan masalah kehidupan nyata dan biasanya hal aneh, irasional atau
magic.
2. Gangguan depresi mayor, perbedaannya dalah pikirannya biasanya berhubungan
dengan mood dan tidak dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu atau menbuat stress.
3. Obsesif kompulsif lain dan kelainan yang terkait, misalnya pada body dysmorphic
disorder , obsesif kompulsif nya terbatas hanya pada penampilan fisiknya saja, dan pada
trikotilomania tingkah laku kompulsifnya terbatas hanya pada menarik rambut tanpa
adanya obsesi.
4. Gangguan makan, hanya terbatas pada berat badan dan makan
5. Tics dan pergerakan stereotipik,perbedaannya gangguan ini kurang kompleks daripada
kompulsi dan tidak ditujukan untuk menghilangkan kompulsinya
16
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

6. Gangguan psikotik, beberapa orang dengan ocd mempunyai insight yang jelek bahkan
mempunyai waham. Bagaimanapun juga, mereka mempunyai obsesi dan kompulsi
(membedakan kondisi mereka dari gangguan waham)dan tidak mempunyai gejala lain,
skizofrenia atau skizoafektif
7. Tingkah laku lain mirip kompulsi, contohnya : tingkah laku seksual (parafilia),
judi(gangguan judi), penggunaan zat(gangguan akibat penggunaan alkohol).
Perbedaannya dengan ocd adalah aktivitas ini menimbulkan kesenangan dan punya
keinginan untuk berhenti karena ada konsekuensi yang membahayakan
8. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif, pada kasus ini tidak ditandai oleh adanya
pikiran , impuls, bayangan yang menggangu atau perilaku berulang yang terjadi sebagai
respon terhadap gangguan tersebut. Sebaliknya, gangguan ini terdapat pertahanan diri dan
gangguan adaptasi pervasif terhadap perfesionisme yang berlebihan. Jika seseorang
memiliki gejala ocd dan gangguan kepribadian obsesif kompulsif, dapat didiagnosis
keduanya.

2.2.7

Perjalanan gangguan dan prognosis


Lebih dari separuh pasien dengan ocd memiliki awitan gejala yang mendadak.
Awitan gejala sekitar 50-70% pasien terjadi setelah peristiwa yang penuh tekanan,
seperti kehamilan, masalah seksual, atau kematian kerabat. Perjalanan gangguan
pasien biasanya lama tetapi bervariasi, ada yang berfluktuasi dan ada yang konstan.
Dua puluh sampai tiga puluh persen pasien mengalami perbaikan gejala yang
signifikan, 40-50% perbaikan sedang, sisanya 20-40% tetap sakit atau mengalami
perburukan gejala.

2.2.8

Terapi
17

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa


Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Gejala obsesif kompulsif pada psikotik dan non-psikotik

A. Farmakoterapi
a. Clomipramine (anafranil) 3 x 25 mg
Sediaan tab 25 mg
Cara kerja : menghambat ambilan kembali serotonin dan NE
Efek samping : mulut kering, konstipasi, hipotensi ortostatik terutama pada orang
tua
b. SSRI (Selective Serotonine Reuptake Inhibitor), menghambat secara spesifik
ambilan serotonin
Fluoxetine 2 x 20 mg
Sertraline 2 x 25 mg
Esitalopram 2 x 10 mg
Fluvoxamine 2 x 50 mg
Efek samping : meningkatkan resiko jatuh, fraktur pada orangtua > 65 tahun
B. Psikoterapi
a. Psikoterapi suportif
b. Terapi perilaku
c. Terapi kognitif perilaku
d. Psikoterapi dinamik
C. Terapi lain
a. Terapi elektrokonvulsif(ECT)
Caranya dengan memberikan aliran listrik(menimbulkan kejang-kejang, seperti
pada kejang granmal) pada otak dengan 2 elektroda yang ditempatkan pada bagian
temporal kepala. Setelah selesai terapi pasien akan bingung dan diorientasi
sehingga perlu stimulasi seperti berkomukasi.
b. psycho surgery, terapi ini jarang digunakan dan memerlukan persiapan yang
kompleks dan alat yang canggih.

18
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Jiwa
Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Khusus Jiwa Dharma Graha
Periode 28 april 31 mei 2014

Anda mungkin juga menyukai