Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dunia kedokteran saat ini sangat maju dengan pesat terutama dengan
pekembangan dan aplikasi komputer bidang kedokteran sehingga ilmu radiologi
turut berkembang pesat mulai dari pencitraan organ sampai ke pencitraan selular
atau molekular. Di Indonesia perkembangan kedokteran terutama dalam bidang
radiologi masih banyak dilakukan serta perlu dukungan pemerintah.
Pemeriksaan radiografi polos dalam kasus kedaruratan di negara maju
perannya sudah semakin sempit dan diganti dengan teknologi CT scan serta
perangkat digital lainnya termasuk USG dan MRI meskipun demikian, alat
tersebut masih tetap dipakai karena murah, mudah dan cepat untuk kasus tertentu.
Di Indonesia dengan pengembangan program pemerintah pusat dan daerah sudah
banyak penempatan alat radiologi dasar di puskesmas besar sehingga dapat
membantu dokter yang bertugas dan tidak perlu merujuk ke kota atau RS besar
hanya untuk diagnosis penyakit tertentu.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah definisi foto polos abdomen?
2. Bagaimana prinsip pemeriksaan foto polos abdomen?
3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dilakukan foto polos abdomen?
4. Apa saja macam-macam pemeriksaan foto polos abdomen?
5. Bagaimana teknik pemeriksaan foto polos abdomen?
6. Bagaimana prosedur pemeriksaan foto polos abdomen?
7. Bagaimana anatomi radiografi pada foto polos abdomen?
8. Bagaimana cara mengitepretasi fotopolos abdomen?
9. Apa saja gambaran patologis pada foto polos abdomen?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi foto polos abdomen.
2. Mengetahui prinsip pemeriksaan foto polos abdomen.
3. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi dilakukan foto polos abdomen.

4. Mengetahui macam-macam pemeriksaan foto polos abdomen.


5. Mengetahui teknik pemeriksaan foto polos abdomen.
6. Mengetahui prosedur pemeriksaan foto polos abdomen.
7. Mengetahui anatomi radiografi pada foto polos abdomen.
8. Mengetahui cara mengitepretasi fotopolos abdomen.
9. Mengetahui gambaran patologis pada foto polos abdomen.
1.4. Manfaat
1. Memperluas

wawasan

mahasiswa

kedokteran

mengenai

peran

dilakukannya pemeriksaan foto polos abdomen sebagai salah satu sarana


pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis adanya suatu penyakit
terutama di regio abdomen.
2. Membantu mahasiswa kedokteran untuk mengintepretasi adanya suatu
kelainan pada foto polos abdomen.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Foto polos abdomen adalah suatu pemeriksaan abdomen tanpa
menggunakan kontras dengan sinar X yang menggambaran struktur dan organ di

dalam abdomen, yaitu : lambung, hati, limpa, usus besar, usus kecil, dan
diafragma yang merupakan otot yang memisahkan dada dan daerah abdomen.
2.2 Prinsip Kerja
Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan
gelombang radio, panas, cahaya dan ultra violet, tetapi dengan panjang gelombang
yang sangat pendek. Gelombang /sinar elektromagnetik terdiri atas : listrik, radio,
inframerah, cahaya, ultraviolet, sinar-X, sinar gamma, dan sinar kosmik. Sinar-X
bersifat heterogen, panjang gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat. Perbedaan
antara Sinar-X dengan sinar elektomagnetik lainnya juga terletak pada panjang
gelombang, dimana panjang gelombang sinar-X sangat pendek, yaitu hanya
1/10.000 panjang gelombang cahaya yg kelihatan. Karena panjang gelombang yg
pendek itu, maka sinar-X dapat menembus benda-benda. Panjang gelombang sinar
elektromagnetik

dinyatakan

dalam

satuan

Angstrom.

Gelombang

yang

dipergunakan dalam dunia kedokteran antara 0,50 A-0,125 A.


1A = 10 cm ( 1/100.000.000 cm )
Sinar-X mempunyai beberapa sifat fisik, yaitu : daya tembus, pertebaran,
penyerapan efek fotografik, pendar fluor (fluoresensi), ionisasi, dan efek biologik.
1. Daya Tembus
Sinar-X dapat menembus bahan, dengan daya tembus sangat besar dan
digunakan dalam radiografi. Makin tinggi tegangan tabung (besaran KV)
yang digunakan, makin besar daya tembusnya. Makin rendah berat atom
atau kepadatan suatu benda, makin besar daya tembusnya.
2. Pertebaran
Apabila berkas sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas
tersebut akan bertebaran ke segala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder
(radiasi hambur) pada bahan/ zat yang dilaluinya. Hal ini akan
menimbulkan gambar radiograf dan pada film akan tampak pengaburan

kelabu secara menyeluruh. Untuk mengurangi akibat radiasi hambur ini,


maka diantara subjek dengan film rontgen diletakkan grid.
3. Penyerapan
Sinar-X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat
atom atau kepadatan bahan/zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau
berat atomnya, makin besar penyerapannya.
4. Efek Fotografik
Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (emulsi perak bromida) setelah
diproses secara kimiawi (dibangkitkan) di kamar gelap.
5. Pendar fluor (Fluorensi)
Sinar-X menyebabkan bahan-bahan tertentu seperti kalsium- tungstat atau
Zink- sulfid memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut
dikenai radiasi sinar-X. Luminisensi ada 2 jenis, yaitu :
a. Fluoresensi : memendarkan cahaya sewaktu ada radiasi sinar-X
saja.
b. Fosforisensi : pemendaran cahaya akan berlangsung beberapa saat
walaupun radiasi sinar-X sudah simatikan (after-glow)
6. Ionisasi
Efek primer sinar-X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan
menimbulkan ionisasi partikel-partiel bahan atau zat tersebut.
7. Efek Biologik
Sinar-X akan menimbulkan perubahan- perubahan biologik pada jaringan.
Efek biologik ini digunakan dalam pengobatan radioterapi.
Untuk pembuatan sinar-X diperlukan sebuah tabung roentgen hampa udara
dimana terdapat elektron- elektron yng diarahkan dengan kecepatan tinggi pada
suatu sasaran (target). Dari proses tersebut diatas terjadi suatu keadaan dimana
energi elektron sebagian besar diubah menjadi panas (99%) dan sebagian kecil
(1%) diubah menjadi sinar-X. Suatu tabung pesawat rontgen mempunyai beberapa
persyaratan, yaitu :

Mempunyai sumber elektron

Gaya yang mempercepat gerakan elektron

Lintasan elektron yang bebas dalam ruang hampa udara

Alat pemusat berkas elektron (focusing cup)

Penghenti gerakan elektron


Urutan proses terjadinya sinar X dari tabung roentgen adalah sebagai

berikut :
1. Katoda (filamen) dipanaskan (lebih dari 20.000C) sampai menyala
dengan menggunakan aliran listrik yang berasal dari transformator.
2. Karena panas, elektron- elektron dari katode (filamen) terlepas.
3. Sewaktu dihubungkan dengan transformator tegangan tinggi, elektronelektron akan dipercepat gerakannya menuju anoda dan dipusatkan ke alat
pemusat (focusing cup).
4. Filamen dibuat relatif negatif terhadap sasaran (target) dengan memilih
potensial tinggi.
5. Awan- awan elektron mendadak dihentikan pada sasaran (target) sehingga
terbentuk panas (>99%) dan sinar-X (<1%).
6. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluanya sinar-X dari tabung,
sehingga sinar-X yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela.
7. Panas yang tinggi pada sasaran (terget) akibat benturan elektron ditiadakan
oleh radiator pendingin
Jumlah sinar-X yang dilepaskan setiap satuan waktu dapat dilihat dari alat
pengukur miliampere (MA), sedangkan jangka waktu pemotretan dikendalikan
oleh alat pengukur waktu.
Daya tembus sinar X berbeda-beda sesuai dengan benda yang dilaluinya.
Benda-benda yang mudah ditembus sinar X akan memberi bayangan hitam
(radiolusen). Benda-benda yang sukar ditembus sinar X akan memberi bayangan
putih (radioopak). Diantaranya terdapat bayangan perantara yang tidak terlalu
hitam atau radiolusen sedang (moderately radiolucent) dan tidak terlalu putih atau
radioopak (moderately radio-opaque). Diantara radiolusen sedang dan radioopak
sedang bayangan keputih-putihan (intermediate)/ berdasarkan mudah tidaknya
ditembus sinar X, maka bagain tubuh dibedakan atas :
1. Radiolusen (hitam) : gas dan udara.

2. Radiolusen sedang : jaringan lemak.


3. Keputih-putihan : jaringan ikat, otot, darah, kartilago, epitel, batu
kolesterol, batu asam urat.
4. Radioopak sedang : tulang dan garam kalsium.
5. Radioopak (putih) : logam-logam berat.
2.3 Indikasi
Pada kondisi akut abdomen, foto polos abdomen biasanya merupakan
pemeriksaan pertama yang dilakukan. Pemeriksaan lainnya seperti USG, CT Scan
dan IVP digunakan untuk mencari kelainan yang lebih spesifik. Dalam keadaan
akut, abdominal X ray digunakan untuk mendiagnosis:

Obstruksi usus

Perforasi saluran cerna

Pankreatitis

Batu ginjal atau batu empedu

Distribusi faeces

2.4 Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi mutlak pada foto polos abdomen, tetapi jika
mungkin harus dihindari pada wanita sampai akhir periode reproduksi dan wanita
hamil untuk mencegah paparan radiasi.
2.5. Macam-macam Pemeriksaan Foto Polos Abdomen
a) Pemeriksaan radiodiagnostik sederhana, tanpa persiapan :
Foto polos abdomen tanpa persiapan dimana terutama melihat gambaran
distribusi dari gas dalam usus serta kelainannya (BOF).
b) Pemeriksaan radiodiagnostik sederhana dengan persiapan sebelumnya :
Dikerjakan terutama bila nantinya diperkirakan akan ada gangguan dari
hasil photo bila kondisi penderita belum memenuhi syarat, yaitu.:
Foto polos abdomen melihat saluran kencing (BNO atau KUB) dalam hal
ini kotoran dalam usus sangat mengganggu hasil photo sehingga harus
dibersihkan sebelumnya. Foto polos abdomen dengan persiapan untuk

melihat keadaan ginjal dan salurannya serta bagian belakang abdomen ,


Dalam hal ini kita harus membersihkan sisa makanan (faecal material) dari
usus yang akan mengganggu gambaran di film. Sehingga diperlukan
penanganan sebelum pemeriksaan dengan mempersiapkan penderita
dengan makanan yang bebas serat selama beberapa hari, kemudian
dibersihkan dengan pencahar agar kotoran makanan dalam usus yang ada
dikeluarkan semua dengan demikian usus akan bersih dari kotoran sisa
makanan/faecal material yang menutupi daerah dibelakangnya. Hal ini
tidak dapat kita kerjakan sendiri terutama penderita rawat inap, perlu
bantuan rekan kerja terkait.
Persiapan Penderita untuk BNO / Foto Polos Abdomen ;
-

Tujuan : membersihkan usus dari faecal material, agar photo


polos abdomen bebas dari bayangan faecal material yang menutupi
bayangan organ abdomen, yaitu : bayangan ginjal, limpa, psoas
shadow dan adanya kalsifikasi/batu didaerah tractus urinarius dan di
kandung empedu.

Dasar : faecal material adalah bentukan sisa makanan


berserat didalam usus, terutama colon yang dapat hilang sesudah 2-3
hari keluar bersama defecasi.

Cara : makan bebas serat 2-3 hari sebelum pemeriksaan


dilanjutkan

dengan

pencahar/laxant/urus-urus

malam

sebelum

pemeriksaan (dengan minum banyak air sebagai pembantu untuk


mengencerkan faecal material, sekitar 1-1,5 liter air pada malam
tersebut), sesudah itu puasa pada pagi hari pemeriksaan dan diberikan
pencahar suppositoria per anum pada pagi hari tersebut untuk
merangsang defekasi dan menghabiskan sisa makanan dalam rektum
dan kolon sigmoid.
Diingatkan agar jangan merokok dan banyak bicara (aerophagia)
-

Obat-obatan :

Garam inggris (sulfas magnesicus) atau pencahar


lain yang relatif kuat.

Suppositoria

per

anum,

seperti

Dulcolax

supposutoria atau Microlax.


-

Pemeriksaan radiologi yang memerlukan persiapan ini :

Colon inloop / Barium enema.

I.V.P. (Intravenous Pyelography).

2.6. Teknik Pemeriksaan


Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat
mencakup seluruh abdomen beserta dindingnya.
Foto polos abdomen dapat dilakukan dalam 3 posisi, yaitu :
1. Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP).
Posisi AP untuk melihat distribusi usus, preperitonian fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus diproksimal
daerah obstruksi, penebalan dinding usus, gambaran seperti duri ikan
(Herring bone appearance)
2. Tiduran miring ke kiri (Left Lateral Decubitus = LLD), dengan sinar
horizontal, proyeksi AP.
Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus.
Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level
pendek berarti ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang
kemungkinan gangguan dikolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya
udara bebas infra diagfragma dan air fluid level.
3. Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan
sinar horizontal proyeksi AP.
Posisi setengah duduk atau berdiri untuk melihat gambaran radiologis
adanya air fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran
radiologis pada ileus obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid
level, dan herring bone appearance.
a) Posisi AP supine
Persyaratan teknis : ukuran film 35x43 cm/30x40 cm, posisi
memanjang menggunakan grid yang bergerak maupun statis, dengan
variasi 70-80 kV dan 20-25 mAs.

Posisi pasien : Pasien tidur terlentang dengan MSP (Mid Sagital Plane) pada
garis tengah meja atau kaset , lengan pasien diletakkkan di samping tubuh,

garis tengah badan terletak tepat pada garis tengah pemeriksaan, kedua
tungkai ekstensi.
Posisi obyek : tengah kaset setinggi crista iliaca, dengan batas bawah
pada sympisis pubis, tanpa ada rotasi pelvis atau shoulder ( dengan
melihat kedua SIAS mempunyai jarak yang sama pada kedua sisi
Central ray : CR tegak lurus dan langsung pada kaset (film) setinggi crista
iliaca, FFD minimal 100 cm.

Kolimasi : Kolimasi meliputi pada tepi atas dan bawah kaset.

Respiration : eksposi dilakukan pada saat akhir ekspirasi kira-kira 1


detik setelah ekspirasi menyebabkan terhentinya pergerakan usus.

Gambar 2.1. Posisi AP Supine

b) Posisi Left Lateral Decubitis (LLD)

Penting : Pasien harus pada posisi LLD minimal 5 menit sebelum


eksposi (supaya udara naik atau cairan yang abnormal terakumulasi) ;
10 sampai 20 menit dipilih jika memungkinkan untuk menampakkan
yang paling baik potensial small amount udara intraperitoneum.

10

Left lateral Decubitus paling baik untuk menampakkan udara bebas


intraperitoneum pada daerah liver abdomen atas bagian kanan (right
upper abdomen) terpisah dengan udara gaster

Faktor teknik : Kaset 35 x 43 cm, moving atau stationary grid.

Shielding : gunakan gonad shield pada pasien laki-laki.

Posisi pasien : pasien ditempatkan pada permukaan yang keras dimana


hepar berada dibawah, hal ini dimaksudkan supaya tidak terjadi
anatomy cutoff . Lutut ditekuk dan pada salah satu lutut saling
superposisi dengan yang lain untuk sabilisasi pasien. Kedua lengan
berada didekat kepala dan diganjal dengan bantal.

Posisi obyek : Atur pasien dan ditengah kaset kira-kira 5 cm setinggi


crista iliaca (termasuk diafragma), margin proximal kaset kira-kira
setinggi axilla. dengan batas bawah pada sympisis pubis, tanpa ada
rotasi pelvis atau shoulder ( dengan melihat kedua SIAS mempunyai
jarak yang sama pada kedua sisi. Atur tinggi kaset ditengah MSP
pasien menuju tengah Film (Image reseptor), tetapi pastikan bagian
atas abdomen masuk dalam film (Image Reseptor / IR)

Central ray : CR horizontal, langsung menuju tengah film kira-kira 5


cm setinggi Krista iliaca, menggunakan sinar horizontal untuk
memperlihatkan air-fluid levels dan udara bebas intraperitoneum. FFD
minimal 100 cm.

Kolimasi : Kolimasi meliputi pada keempat sisi jangan ada cut off
pada abdomen bagian atas.

Respiration : eksposi dilakukan pada saat akhir ekspirasi

11

Gambar 2.2. Posisi LLD


c) Posisi Setengah Duduk/ berdiri

Faktor teknik : Kaset 35 x 43 cm, moving atau stationary grid.

Shielding : gunakan gonad shield pada pasien laki-laki.

Posisi pasien : Berdiri tungkai pada posisi meregang, punggung


menempel pada buck stand atau grid (posisi ini bukan untuk pasien
yang KU-nya kurang baik). Lengan berada pada samping tubuh. MSP
tubuh pasien berada ditengah meja dan bucky stand.

Posisi obyek : Tidak boleh ada rotasi pada pelvis dan shoulder. Atur
ketinggian film / IR sehingga tengah-tengahnya kira-kira 5 cm diatas
Krista iliaca (termasuk diafragma). Dimana rata-rata pasien akan
ditempatkan diatas film / IR kira-kira setinggi axilla.

Central ray : Horisontal menuju tengah pada kaset film / IR FFD


minimal 100 cm.

Kolimasi : Kolimasi meliputi pada keempat tepi kaset. Jangan ada cut
off abdomen atas

Respiration : eksposi dilakukan pada saat akhir ekspirasi

12

Gambar 2.3. Posisi AP


2.7. Anatomi Radiografi
Abdomen membentang dari diafragma hingga pelvis. Hanya lambung dan
kolon yang dalam keadaan normal mengandung udara di dalam lumennya. Usus
halus biasanya tidak mengandung udara di dalamnya. Batas udara cairan normal
terdapat di dalam lambung, duodenum dan kolon, namun tidak lazim ditemukan
di dalam usus halus. Hati, kandung empedu dan limpa merupakan organ padat
intraperitoneum yang terletak berturut-turut di daerah subkostalis kanan dan kiri.
Di dalam retroperitoneum, terdapat ginjal dan fasia perirenalis, kelenjar adrenal,
kelenjar getah bening, pancreas, aorta, vena cava inferior dan muskulus psoas.
Abdomen atau lebih dikenal dengan perut berisi berbagai organ penting
dalam sistem pencernaan, endokrin dan imunitas pada tubuh manusia. Ada
sembilan pembagian regio (daerah) di abdomen berdasarkan regio organ yang ada
didalamnya, yaitu :
1. Hypochondrium kanan: sebagian hati, kantung empedu dan bagian atas
ginjal kanan
2. Epigastrium : ginjal kanan dan kiri, sebagian hati dan lambung serta
sebagian kantung empedu
3. Hypochondrium kiri: limpa, sebagian lambung, bagian atas ginjal kiri,
sbagian usus besar
4. Lateralis kanan: sebagian hati dan usus besar serta bagian bawah ginjal
kanan
5. Umbilicalis: sebagian besar usus halus, pankreas, ureter bagian atas,
usus besar, serta bagian bawah kantung empedu
6. Lateralis kiri: sebagian kecil usus besar dan bagian bawah ginjal kiri
7. Inguinalis kanan: sebagian kecil usus besar

13

8. Pubic : usus buntu, sebagian usus halus dan usus besar, ureter kanan dan
kiri, serta sebagian kantung kemih
9. Inguinalis kiri: sebagian kecil usus besar

Gambar 2.5. Pembagian Regio Abdomen


Berdasarkan pembagian regio abdomen, maka penyakit yang terjadi pada
masing-masing region dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Hypochondrium kanan: hepatomegali, sirosis hepatik.
2. Epigastrium : gastritis, hepatomegali, batu empedu dan batu ginjal,
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

sirosis hepatik.
Hypochondrium kiri: spleenomegali.
Lateralis kanan: batu empedu, batu ginjal.
Umbilicalis: ulcus usus halus 12 jari, kerusakan usus halus batu ureter
Lateralis kiri: batu ginjal
Inguinalis kanan: hernia, KET, appendisitis.
Pubic : appendisitis (agak kekanan), hernia, batu ureter
Inguinalis kiri: hernia, KET.

Gambar 2.6. Anatomi Radiografi Foto Polos Abdomen

14

2.8. Intepretasi Foto Polos Abdomen


Dengan penggunaan USG dan CT scan, pemeriksaan abdomen menjadi
jauh lebih mudah. Walaupun demikian, foto polos abdomen masih merupakan
pemeriksaan yang sangat berguna terutama pada pasien akut abdomen. Kriteria
hasil foto polos abdomen yang baik antara lain :
1.

Tampak diafragma sampai dengan tepi atas simphisis pubis

2.

Alignment kolom vertebra di tengah, densitas tulang costae, pelvis dan


panggul baik.

3.

Processus spinosus terletak di tengah daan crista iliaca terletak simetris

4.

Pasien tidak bergerak saat difoto yang ditandai dengan tajamnya batas
gambar costae dan gas usus

5.

Foto dapat menggambarkan batas bawah hepar, ginjal, batas lateral


muskulus psoas dan procesus transversus dari vertebra lumbal.

6.

Marker yang jelas untuk mengindikasi posisi pasien saat pemeriksaan

Gambar 2.7. Hasil Foto Polos Abdomen Normal Posisi Supine

15

Gambar 2.8. Intepretasi Foto Polos Abdomen Normal


Penilaian Kualitas: nama pasien yang sebenanya, pajanan yang baik, tanpa
rotasi dan penanda anatomis (L atau R) pada foto. Foto telentang (AP)
termasuk foto abdomen yang rutin dilakukan. Foto tegak atau dekubitus
abdomen diperlukan untuk mendeteksi batas cairan (fluid level). Untuk
medeteksi udara bebas intraperitoneum dapat digunakan foto tegak thorak atau
foto dekubitus kiri abdomen.
Penilaian gambaran gas usus: normalnya, lambung dan usus besar
mengandung gas. Satu-satunyagambaran batas cairan yang normal terdapat
didalam lambung dan kadang-kadang di dalam duodenum proksimal.
Tentukan posisi lambung di kuadran kiri atas dan kolon yang
membingkai tepi-tepi abdomen pada foto terlentang. Pada foto tegak, kolon
dilekatkan pada fleksura hepatic dan splenik oleh ligamentum hepatokolikum
dan frenikokolikum yang bersifat konstan.
Bila terdapat gas di dalam usus halus atau dicurigai terdapat dilatasi usus
halus, dianjurkan melakukan foto tegak atau dekubitus abdomen untuk
memperlihatkan batas cairan.
Jejenum mengalami dilatasi bila diameternya >3,5 cm, usus halus
pertengahan mengalami dilatasi bila diameternya >3 cm dan ileum dilatasi bila
diameter yang terdilatasi terdapat plika sirkularis (valvulae coniventes) atau
lipatan yang menyilang diameter jejunum secara transversal.
Bila kolon tampak dilatasi, haustra harus ditemukan untuk memastikan
bahwa kolon tersebut mengalami dilatasi. Haustra tampak saling mengunci
(interdigitasi) dan tidak menyilang diameter kolon, berbeda dengan plika sirkulasi

16

(valvulae coniventes) di jejunum. Kolon mengalami dilatasi bil;a diameter kolon


transversum >3,5 cm atau diameter sekum pada dasarnya >8 cm.
Bayangan psoas diperiksa secara bilateral: seharusnya simetris dengan tepi
lateral sedikit konkaf. Periksa bayangan ginjal, seharusnya memiliki panjang
normal 10-12 cm atau panjang longitudinal sepanjang 3,5 vertebra. Bayangan
hati dan limpa. Tepi inferior hati berbatas tegas, khususnya di bagian lateral.
Cairan adanya pengumpulan atau cairan bebas intraperitoneum. Garis
lemak (fat line) properitoneal bergeser kearah lateral oleh cairan bebas. Cari
adanya batu radioopak dan kalsifikasi di daerah kandung empedu, ginjal dan
ureter. Hati-hati dengan phlebolith vena pelvis yang dapat menyerupai batu.
Phlebolith berbentuk oval, halus dan terdapat bayangan lusen kecil di dalamnya.
Batu tampak padat dengan tepi tidak teratur. Kalsifikasi pancreas berbentuk titiktitik dan aksis oblik. Kalsifikasi vascular sering ditemukan di aorta pada pasien
usia lanjut, penderita diabetes dan penderita aortitis yang disebabkan oleh
penyakit Takayashu.
Carilah adanya massa jaringan lunak dan gas ekstraluminal. Udara akan
terlihat hitam karena meneruskan sinar-X yang dipancarkan dan menyebabkan
kehitaman pada film sedangkan tulang dengan elemen kalsium yang dominan
akan menyerap seluruh sinar yang dipancarkan sehingga pada film akan tampak
putih. Diantara udara dengan tulang misalnya jaringan lunak akan menyerap
sebagian besar sinar X yang dipancarkan sehingga menyebabkan keabu-abuan
yang cerah bergantung dari ketebalan jaringan yang dilalui sinar X.
Udara akan terlihat relatif banyak mengisi lumen lambung dan usus besar
sedangkan dalam jumlah sedikit akan mengisi sebagian dari usus kecil. Sedikit
udara dan cairan juga mengisi lumen usus halus dan air fluid level yang minimal
bukan merupakan gambaran patologis. Air fluid level juga dapat djumpai pada
lumen usus besar, dan tiga sampai lima fluid levels dengan panjang kurang dari
2,5 cm masih dalam batas normal serta sering dijumpai di daerah kuadran kanan
bawah. Dua air fluid level atau lebih dengan diameter lebih dari 2,5 cm panjang
atau kaliber merupakan kondisi abnormal dan selalu dihubungkan dengan
pertanda adanya ileus baik obstruktif atau paralitik.

17

Banyaknya udara mengisi lumen usus baik usus halus dan besar tergantung
banyaknya udara yang tertelan seperti pada keadaan banyak bicara, tertawa,
merokok dan lain sebagainya. Pada keadaan tertentu misalnya asma atau pneumonia akan terjadi peningkatan jumlah udara dalam lumen usus halus dan usus
besar secara dramatik sehingga untuk pasien bayi dan anak kecil dengan keluhan
perut kembung sebaiknya juga difoto kedua paru sekaligus karena sangat besar
kemungkinan penyebab kembungnya berasal dari pneu-monia di paru. Beberapa
penyebab lain yang mempunyai gambaran mirip dengan ileus antara lain pleuritis,
pulmonary infarct, myocardial infarct, kebocoran atau diseksi aorta torakalis,
payah jantung, perikarditis dan pneumotoraks.
Selain komponen traktus gastrointestinal, juga dapat terlihat kontur kedua
ginjal dan muskulus psoas bilateral. Adanya bayangan yang menghalangi kontur
dari ginjal atau m.psoas dapat menujukkan keadaan patologis di daerah retroperitoneal. Foto radiografi polos abdmen biasa dikerjakan dalam posisi pasien
terlentang (supine). Apabila keadaan pasien memungkinkan akan lebih baik lagi
bila ditambah posisi berdiri. Untuk kasus tertentu dilakukan foto radiografi polos
tiga posisi yaitu posisi supine, tegak dan miring kekiri (left lateral decubitus).
Biasanya posisi demikian dimintakan untuk memastikan adanya udara bebas yang
berpindah-pindah bila difoto dalam posisi berbeda.
2.9. Gambaran Patologis Foto Polos Abdomen
A. Gambaran udara bebas intraperitoneum
Foto toraks tegak dan foto dekubitus kiri abdomen sangat sensitif untuk
mendeteksi udara bebas intraperitoneum dalam volume kecil (<5 ml).
Penyebab tersering gambaran ini adalah perforasi usus akibat luka tau
trauma tembus, dan infark dinding usus.
Pada foto toraks tegak, udara berbentuk bulan sabit tampak dibawah
diafragma. Udara subdiafragmatik harus dibedakan dengan pneumotoraks
subpulmonal.

Bila

tidak

yakin

apakah

terdapat

udara

bebas

intraperitoneum atau tidak, foto dekubitus kiri pada abdomen bagian atas
akan menunjukkan udara bebas dalam bentuk bulan sabit dengan densitas
rendah disebelah lateral dari tepi lateral lobus kana hati. Pada foto
terlentang abdomen, udara bebas sulit dideteksi. Ada dua tanda yang dapat

18

membantu : tanda Rigler, yaitu adanya gas di dinding usus sisi manapun,
dan tanda garis ligamentum falsiform hepatis yang terbentuk di kuadran
kanan atas oleh udara bebas.

Gambar 2.9. Foto terlentang abdomen menunjukkan udara bebas


intraperitoneum. Perhatikan ligamentum falsiforme di kuadran kanan atas dan
gambaran kedua sisi dinding usus di bagian tengah.

Gambar 2.10. Foto ini menegaskan adanya udara bebas subdafragma pada
foto toraks tegak.
B. Gambaran gas di luar usus
Gas dapat dideteksi di dinding kandung empedu pada kolesistitis
emfisematosa dan di dalam lumen kandung empedu bila terdapat fistula
dengan usus atau bila terdapat anastomosis dengan percabangan bilier.
Gas berada di dalam parenkim ginjal disebabkan oleh pielonefritis
emfisematosa. Hal ini biasanya akibat infeksi ginjal berat oleh E. Coli
pada penderita diabetes.

19

Gambar 2.11. Gas bebas perirenal dan renal pada penderita diabetes yang
mengalami infeksi E. Coli pada ginjalnya
C. Gambaran gas intramural
Gas di dalam dinding usus tampak sebagai bayangan lusen linear di dalam
dinding usus. Ini biasanya disebabkan oleh infark dinding usus. Pada bayibayi prematur, gas intramural dapat terlihat pada keadaan necrotizing
enterocolitis (NEC). Pada bayi-bayi ini juga sering terdapat gas di dalam
vena porta.

Gambar 2.12. Pandangan setempat kolon pada bayi prematur


menunjukkan udara intramural yang disebabkan oleh NEC.
D. Obstruksi usus
Diagnosis obstruksi usus dibuat secara klinis dan ditegakkan dengan foto
polos. Foto terlentang, tegak, dan dekubitus abdomen biasanya diperlukan.
Penyebab tersering obstruksi usus halus adalah adhesi akibat pembedahan
sebelumnya, peritonitis, apendisitis, hernia inkarserata, intusepsi, volvulus,
kelainan kongenital berupa stenosis atau atresis, tumor, dan batu empedu
yang masuk ke dalam usus. Terlepasnya batu empedu pada lumen
intestinal dapat menimbulkan keadaan seperti ileus dan disebut sebagai
gallstone ileus yang pada pencitraan menunjukan gambaran seperti ileus
obtruktif namun tanpa disertai air fluid levels yang signifikans dan
biasanya ditemukan batu radiopak yang berasal dari batu empedu.
Gambaran radiologis obstruksi usus pada foto polos abdomen diantaranya
adalah :
a) Single bubble appearance
Terjadi pada kondisi kelainan kongenital hipertrofi pilorus, yakni
adanya hipertrofi pada lapisan sirkular otot pilorus, terbatas pada
lingkaran pilorus dan jarang berlanjut ke otot gaster. Pada foto

20

polos abdomen tampak adanya single bubble appearance, yaitu


terdapat satu gelembung udara akibat pelebaran lambung.

Gambar 2.13. Atresia pylorum pada neonatus.


Foto supine menunjukkan gambaran distensi dari lambung dan
tidak adanya gas dalam usus (single bubble appearance)

b) Double bubble appearance


Terjadi pada kondisi kelainan kongenital obstruksi duodenum
berupa atresia, stenosis, atau malrotasi, pankreas anuler atau
membran duodenum. Pada foto polos abdomen tampak adanya
double bubble appearance, yaitu pelebaran duodenum dan
lambung secara bersamaan dan tidak tampak udara mengisi usus
halus dan kolon.

Gambar 2.14. Foto supine abdomen pada neonatus dengan atresia


duodenum menunjukkan adanya double bubbles apperance :
distensi dari lambung (S) dan duodenum proksimal (D).

c) Coiled spring appearance


Terjadi pada kondisi intususepsi

atau

invaginasi

yang

menggambarkan masuknya segmen proksimal usus (intueuseptum)

21

ke dalam lumen usus distal (intususepiens). Paling sering sering


terjadi di daerah ileokolika, tetapi dapat juga yeyuno-ileal, dan
kolokolika. Pada foto polos abdomen tampak tanda obstruksi usus
halus berupa bayangan seperti sosis di bagian tengah abdomen dan
bayangan per mobil (coiled spring appearance).

Gambar 2.15. Coiled spring appearance pada usus halus.


d) Herring bone sign
Terjadi pada kondisi ileus obstrukstif. Ileus obstruktif merupakan
penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya
mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal
tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu.
Penebalan dinding usus halus yang terdilatasi akibat pengumpulan
gas dalam lumen usus memberikan gambaran herring bone
appearance pada foto polos abdomen, karena dua dinding usus
halus yang menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra
(dari ikan), dan muskulus yang sirkular menyerupai kostanya.

Gambar 2.16. Herring bone apperance

22

e) Step ladder appearance


Terjadi pada kondisi ileus obstruksi. Foto polos abdomen sangat
bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus obstruksi. Sedapat
mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi
datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak
untuk melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara
normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada
usus halus biasanya tidak tampak.
Pada foto polos abdomen tampak gambaran air fluid level yang
pendek-pendek dan bertingkat-tingkat seperti tangga disebut juga
step ladder appearance karena cairan transudasi berada dalam usus
halus yang mengalami distensi.

Gambar 2.17. Step ladder appearance


f) Coffee bean sign
Terjadi pada kondisi kelainan kongenital volvulus, yakni
pemuntiran usus yang abnormal dari segmen usus. Volvulus di usus
halus agak jarang ditemukan. Biasanya volvulus didapatkan di
bagian ileum dan kolon. Pada foto polos abdomen tampak
gambaran patognomonik berupa gambaran segmen sekum yang
amat besar berbentuk ovoid di tengah perut yang disebut coffee
bean sign. Gambaran ini merupakan gambaran khas volvulus dari
usus (sigmoid).

23

Gambar 2.18. Coffee bean sign pada volvulus sigmoid


Hal-hal yang perlu diperhatikan pada foto polos abdomen tiga posisi
pada kondisi obstruksi usus adalah :
1. Posisi terlentang (supine). Gambaran yang diperoleh yaitu
pelebaran usus di proksimal daerah obstruksi, penebalan dinding
usus, gambaran seperti duri ikan (herring bone appearance).
2. Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis
didapatkan adanya air fluid level dan step ladder appearance.
3. Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan
perforasi usus. Dari air fluid level dapat diduga gangguan pasase
usus. Bila air fluid level pendek berarti ada ileus letak tinggi,
sedangkan jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di kolon.
Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra
diafragma dan air fluid level.
E. Batu radioopak
Gambaran radioopak pada foto polos abdomen merupakan tanda adanya
kalsifikasi berupa batu. Gambaran batu ini biasanya terjadi pada kondisi
nefrolithiasis, ureterolithiasis, vesicolithiasis, kolelithiasis, dan kolelistitis.
Foto polos abdomen dapat menentukan besar, macam dan lokasi batu
radioopak. Penilaian batu ginjal pada foto polos abdomen yang penting
diperhatikan adalah : jumlah, densitas, bayangan batu, lokasi, komplikasi
(obstruksi, parut ginjal, atau pembentukan striktur), terjadinya anomali,
dan nefrokalsinosis.
Berdasarkan opasitasnya batu pada traktus urinarius dibagi menjadi tiga :
batu opak (batu kalsium), batu semiopak (batu magnesium-amoniumfosfat atau MAP), dan batu radiolusen (batu asam urat dan batu sistin).
Batu radiolusen adalah batu dengan kandungan kalsium yang minimal
sehingga tidak dapat dilihat pada foto polos abdomen yang biasanya
mengandung komponen asam urat. Dalam keadaan demikian dapat

24

dilakukan pemeriksaan CT scan polos tanpa media kontras untuk


mengevaluasinya.
Batu pada traktus urinarius biasanya bersifat multilayer dan permukaannya
dapat kasar atau halus. Batu pada vesica urinaria lebih bulat dengan
permukaan regular sedangkan batu pada ureter atau uretra biasanya
berbentuk irregular. Kadang-kadang dijumpai batu yang mengisi dan
menyerupai pelviocalices ginjal yang disebut staghorn stone. Batu kecil
dan halus yang dijumpai pada calices minores kedua ginjal dijumpai pada
kelainan yang disebut nephrocalcinosis.

Gambar 2.19. Bayangan Radioopak pada Nefrolithiasis dan


Vesicolithiasis
Batu pada kandung empedu dan salurannya biasa dijumpai pada kuadran
kanan atas dan biasanya berbentuk poligonal. Foto polos abdomen
biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 1015% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu
yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai
massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran
udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.

25

Gambar 2.20. Bayangan batu empedu kalsium di dalam lumen kandung


empedu yang berasal dari endapan kalsium karbonat.
F. Cairan bebas intraperitoneal
Akumulasi dari cairan bebas intraperitoneal di abdomen merupakan tanda
adanya suatu ascites. Penyebab ascites antara lain : hipoproteinemia,
sirosis hepatik, CHF, pankreatitis, keganasan dengan metastase peritoneal,
limfoma, dan sumbatan vena cava inferior.

Gambar 2.21. Foto polos abdomen dengan ascites tanpa adanya massa
atau kalsifikasi
Pada foto polos abdomen dalam posisi supine akan tampak gambaran
sebagai berikut :
a) Usus akan tampak melayang di dalam cairan ascites.
b) Abdomen berbentuk bulging.

26

c) Gambaran abu-abu atau ground-glass appearance karena kontras


berkurang dan warna abu-abu yang disebabkan hamburan sinar
radiasi dari cairan di dalam abdomen.
d) Bayangan liver, garis psoas, ginjal tampak kabur karena adanya
cairan di sekitar organ tersebut.
e) Peningkatan hemidiafragma kanan dan kiri.
G. Massa jaringan lunak
Abses tampak sebagai massa jaringan lunak yang dapat mengandung gas.
Abses dapat dikelirukan dengan gambaran kolon pada foto polos. Cairan
intraperitoneum dan abses berkumpul di bagian yang paling rendah di
rongga peritoneum : ruang subfrenik, ruang subhepatik (antara lobus
kanan hati dan ginjal), dan di dalam pelvis di ekskavasio retrovesikalis
atau cavum douglas (ekskavasio retrouterina).

Gambar 2.22. Bayangan Limpa Membesar (Splenomegaly)


H. Psoas line asimetris
Bayangan garis otot psoas yang asimetris menunjukkan adanya suatu
abses iliopsoas. Abses iliopsoas biasanya berasal dari penyebaran
hematogen dari infeksi lokal pada tulang, seperti tulang-tulang columna
vertebralis, ileum, dan sendi sakroiliaka. Otot psoas kaya akan pembuluh
darah, sehingga sangat mudah terjadi infeksi akibat penyebaran hematogen
dari organ lain.
Otot psoas berawal dari prosesus transversus vertebra torakalis ke-12
sampai vertebra lumbalis kemudian meluas ke bawah dan bergabung
dengan otot iliaka pada level L5-S2, membentuk otot iliopsoas. Otot
iliopsoas berjalan melewati ligamen inguinal yang kemudian berinsersi di
trokanter minor dari tulang femur.

27

Gambar 2.23. Bayangan Garis Psoas Kanan Menghilang


I. Trauma
Selain keadaan patologis traktus gastrointestinal, foto radiografi polos
abdomen juga dapat membantu untuk kelainan lainnya seperti trauma
tumpul abdomen yang dapat mengevaluasi awal kemungkinan kontusio
ginjal atau perdarahan retroperitoneal dengan menilai kontur ginjal atau
kontur psoas yang terlihat suram atau terselubung, fluid collection pada
cavum peritoneum, free air, perubahan controur organ abdomen, fraktur
iga, spine, pelvis.

BAB III
KESIMPULAN
Foto polos abdomen berguna untuk menentukan suatu keadaan akut
abdomen dan penyakit lain di dalam abdomen, yaitu :
1. Ileus obstruktif
2. Ileus paralitik
3. Perforasi peritonitis
4. Ascites
5. Batu di traktus urinarius
6. Batu di traktus biliaris

28

7. Abses di dalam abdomen


8. Trauma tumpul abdomen

DAFTAR PUSTAKA

1. Bell, G.A 1986. Basic Radiographic Positioning and Anatomy, Bailliere


Tindall, England
2. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Malang :
Sagung Seto
3. Price, S. A. 2000. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses penyakit.
Jakarta : EGC
4. Rasad, Sjahriar. 2010. Radiologi Diagnostik Edisi kedua. Jakarta : FKUI

29

5. Sjamsuhidajat, R dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar-Ilmu Bedah. Jakarta :


EGC
6. Sudarmo, Pulunggano dan Irdam, Ade Indrawan. 2008. Pemeriksaan
Radiografi Polos Abdomen pada Kasus Gawat Darurat. Majalah
Kedokteran Indonesia Vol 58 (12) : 537-541

Anda mungkin juga menyukai