PEMICU 3
MODUL SARAF DAN JIWA
Disusun Oleh
Kelompok 6
1. Ullis Marwadhani
I11111046
2. Najla
I11112001
3. Hendri Wijaya
I11112013
4. Ivo Afiani
I11112017
5. Irvinia Rahmadyah
I11112023
I11112032
7. Hayati
I11112053
8. Bimo Juliansyah
I11112062
9. Angga Dominius
I11112063
10.Ridhallah
I11112079
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Pemicu
Ny. B, 43 tahun, datang ke unit gawat darurat dengan keluhan utama susah
bernafas dan kelemahan lengan dan tungkai kedua sisi yang semakin memberat sejak
5 hari yang lalu. Lima hari yang lalu pasien mulai merasakan kesemutan di ujung jari
kaki dan tangan, yang semakin berangsur naik ke lengan dan tungkai atas. Kesemutan
ini semakin naik dan pasien mulai merasakah kelemahan sejak 4 hari yang lalu. Tiga
hari yang lalu pasien mulai mengeluh tersedak pada saat menelan air dan lengan serta
tungkai sudah tidak dapat diangkat. Pasien dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit
karena sulit bernafas.
Sejak dua minggu yang lalu pasien sering mengalami buang air besar dan perut
terasa mulas. Pasien sering merasa gelisah, selalu kuatir dan berdebar-debar sejak dua
minggu yang lalu karena menunggu pengumuman kelulusan ujian penerimaan
pegawai negeri.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tekanan darah
110/80 mmHg, frekuensi nadi 120 kali/menit, frekuensi pernapasan 12 kali/menit
dengan pola abdominal. Kekuatam motorik lengan dan tungkai 0. Refleks biseps,
triseps, patella dan Achilles tidak dapat ditimbulkan (negatif). Tidak ada refleks
patologis. Pasien merasa parestesi di ujung-ujung tangan dan kaki.
1.2.
Klarifikasi dan Definisi
a. parestesi adalah sensasi kulit abnorma,seperti rasa terbakar atau meusuk nusuk
yang terjadi tanpa stimulus dari luar
b. Kompos mentis adalah kesadaran penuh terhadap diri sendiri dan serta mampu
menerima impuls
1.3.
Kata Kunci
a. Wanita 45 tahun
b. Susah bernafas
c. kesemutan yang berangsur naik
d. kelemahan tungkai biateral
e. Reflek fisiologis dan patologis (-)
f. Tersedak
g. BAB dan mulas
1.4.
Rumusan Masalah
Wanita 43 tahun mengeluh susah bernafas dan kelemahan pada lengan
dan tungkai bilateral dan merasakan kesemutan pada jari kaki dan tangan yang
berangsur naik sejak lima hari yang lalu.
1.5.
Analisis Masalah
nyonya b,
45 tahun
kegawatdaruratan
-ABC
-Ventelasi
-iv
-monitor TD,HR
FVC<15ML/KG
2 minggu
yang lalu
BAB dan
mules
yang lalu
gelisah
dan
tertekan
infeksi
gastrointe
stinal
5 hari yang
lalu
kesemutan
di ujung kaki
dan tangan
yang
gangguan
saraf
otonom
frekuensi
nadi 120
kali/menit
4 hari yg
lalu mulai
merasa
kelemaha
n
3 hari
yang lalu
lengan
dan
tungkai
tidak bisa
di angkat
kerusakan
saraf dari
perifer ke
sentra
kekuatan
motorik lengan
dan tungkai
reflek fisiologis
dan patologis
tersedak
dan sulit
bernafas
kelemahan
otot menelan
dan
pernafasan
frekunsi
pernafasa
n 12
kali/menit
DD GBS,Myestenia
gafis,tronbosi arteri basiler
pemeriksan
diagnosis GBS
1.6.
Hipotesis
Patogene
1.7.
klarifikasi
tatalaksa
Pertanyaan Diskusi
na UMN dan jaras ascending
1.
Jelaskan anatomi LMN dan
2.
Jelaskan tentang GBS
a. Definisi
b. Etiologi
parestesi
di ujung
kaki dan
tangan
gangguan
sistem
saraf
sensorik
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
c. Epidemiologi
d. Patogenesis
e. Manifestasi Klinis
f. Diagnosis
g. Tata laksana
Jelaskan manifestasi klinis myastenia grafis
Jelaskan tentang manifestasi kinis trombosis arteri basiler
Apa penyebab pasien mengeluh tersedak dan tungkai tidak dapat di
angkat?
Mengapa pasien mengeluh susah untuk bernafas ?
Apa saja jenis jenis gangguan sensorik?
Apa saja diagnosis banding pada kasus ini?
Penanganan kegawatdaruratan pada kasus
Jelaskan tatalaksana dan prognosis pada kasus ini
Mengapa reflek fisiologis dan reflek patologinya negatif?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
penting
di
dalam
sistem
neuromuscular tubuh.
Sistem
ini
yang
ekstensi)
Lesi di atas pyramidal decussation: efek pada sisi kontralateral
Lesi di bawah pyramidal decussation: efek pada sisi ipsilateral
sensorik dengan berbagai ukuran dan fungsi dipisahkan menjadi berkas-berkas atau
traktus-traktus saraf di substansia alba. Beberapa berfungsi untuk menghubungkan
segmen-segmen medulla spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari
medulla spinalis ke pusat-pusat yang lebih tinggi, sehingga menghubungkan medulla
spinalis dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebut traktus
ascendens. 2
Pada umumnya, traktus ascendens memiliki dan terdiri dari 3 neuron, yaitu
sebagai berikut.
1.
Neuron tingkat pertama, memiliki badan sel yang terletak di dalam ganglion
radiks posterior saraf tepi. Prosesus perifer berhubungan dengan ujung reseptor
sensorik, sedangkan prosesus sentral masuk ke medulla spinalis dan bersinaps dengan
neuron tingkat dua.
2.
Neuron tingkat dua, memiliki akson yang menyilang garis tengah
(kontralateral) dan naik ke tingkat susunan saraf yang lebih tinggi, yaitu tempat
dimana akan tersebut bersinaps dengan neuron tingkat tiga.
3.
Neuron tingkat tiga, berada di thalamus dan memiliki tonjolan serabut yang
berjalan ke area sensorik korteks serebri.2
Jaras Nyeri dan Suhu: Traktus Spibotalamikus Lateralis
Reseptor nyeri dan suhu pada kulit serta jaringan lainnya adalah ujung-ujung
saraf bebas. Akson-akson dari sensorik nyeri dan suhu akan masuk ked alam medulla
spinalis dari ganglion radiks posterior langsung menuju columna grisea posterior
melalui traktus posterolateral lissauer. Sebelum masuk ke kolumna grisea posterior,
neuron tingkat pertama akan naik 1-3 levels segmen medulla spinalis melalui traktus
posterolateral lissauer tersebut. Kemudian akson bersinaps pada substansia gelatinosa
atau nucleus propius dalam kolumna grisea posterior dan menjadi neuron tingkat
kedua. Kemudian neuron tingkat kedua ini akan menyilang menuju sisi kontralateral
di substansia grisea anterior dan komisura alba melalui anterior white comissura
dalam satu segmen medulla spinalis, serta naik sebagai traktus spinotalamikus
lateral.3
GBS
Definisi
Guillain Barre Syndrome adalah kondisi inflamasi yang mengenai sistem syaraf
perifer yang bersifat akut yaitu dengan gambaran arefleksia yang total yang terjadi
dalam waktu dari 4-6 minggu semenjak terjadinya hiporefleksia dan kondisi ini
dimediasi oleh sistem imun4
Klasifikasi Guillain Barre Syndrome5
1. Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
Gangguan autoimun, antibodi dimediasi.Dipicu oleh infeksi virus atau
bakteri
Temuan elektropsikologi menunjukkan demielinasi.Demielinasi inflamasi bisa
disertai dengan kematian saraf aksonal.Remyelinisasi terjadi setelah reaksi
imun berhenti.
2. Acute motor axonal neuropathy (AMAN)
Gangguan
saraf
sensorik,sedangkan
berkurang
atau
menghilangnya
saraf
Etiologi
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti
Definite
Probable
Possible
Virus
CMV
EBV
HIV
Varicella-
Influenza
Measles
Mumps
Rubella
Hepatitis
Coxsackie
Zoster
Smallpox
Bakteri
Campylobact
er jejuni
Mycoplasma
Pneumonia
2.2.1
Typhoid
Paratyphoid
Brucellosis
Chlamydia
Legionella
Listeria
Epidemiologi
GBS tersebar diseluruh dunia terutama di negaranegara berkembang dan
merupakan penyebab tersering dari paralysis akut. Insiden banyak dijumpai pada
dewasa muda dan bisa meningkat pada kelompok umur 45-64 tahun. Lebih sering
dijumpai pada laki laki dari pada perempuan. Puncak yang agak tinggi terjadi
pada kelompok usia 16-25 tahun, tetapi mungkin juga berkembang pada setiap
golongan usia. Sekitar setengah dari korban mempunyai penyakit febris ringan 2-3
minggu sebelum awitan. Infeksi febris biasanya berasal dari pernapasan atau
gastrointestinal . 7
Angka kejadian penyakit ini berkisar 1,6 sampai 1,9/100.000 penduduk per
tahun lebih dari 50% kasus biasanya didahului dengan infeksi saluran nafas atas.
Tiga puluh persen% penderita ini membutuhkan mesin bantu pernafasan untuk
bertahan hidup, sementara 5% penderita akan meninggal, meskipun dirawat di
ruang perawatan intensif. Sejumlah 80% penderita sembuh sempurna atau hanya
menderita gejala sisa ringan, berupa kelemahan ataupun sensasi abnormal, seperti
halnya kesemutan atau baal. Lima sampai sepuluh persen mengalami masalah
sensasi dan koordinasi yang lebih serius dan permanen, sehingga menyebabkan
disabilitas berat; 10% diantaranya beresiko mengalami relaps. 7
2.2.2
Patogenesis
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
Proses demielinisasi saraf tepi pada SGB dipengaruhi oleh respon imunitas
seluler dan imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya.
Pada SGB, gangliosid merupakan target dari antibodi. Ikatan antibodi dalam
sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya kerusakan pada myelin. Alasan
mengapa komponen normal dari serabut mielin ini menjadi target dari sistem imun
belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan bakteri diduga sebagai penyebab
adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh. Hal ini didapatkan dari adanya
lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan gangliosid dari tubuh manusia.
Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang menyebabkan terjadinya diare,
mengandung protein membran yang merupakan tiruan dari gangliosid GM1. Pada
kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni, kerusakan terutama terjadi pada
degenerasi akson. Perubahan pada akson ini menyebabkan adanya cross-reacting
antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk merespon adanya epitop yang sama.
Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang menginisisasi imunitas humoral maka selT merespon dengan adanya infiltrasi limfosit ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk
makrofag di daerah kerusakan dan menyebabkan adanya proses demielinisasi dan
hambatan penghantaran impuls saraf.8.9
2.2.3
Manifestasi Klinis
Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris
secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum
tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih
distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot
pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari
kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.8,9
Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan GBS. Saraf
kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin
termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias,
Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan
wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang
terkena. Varian Miller-Fisher dari GBS adalah unik karena subtipe ini dimulai
dengan defisit saraf kranial.8,9
Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori
cenderung minimal dan variabel.7 Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati
rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering mendahului
kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses
menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau
pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal
dapat hadir.8,9
Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan GBS, 89% pasien
melaporkan nyeri yang disebabkan GBS pada beberapa waktu selama
perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung,
pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini
sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.8,9
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan
penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar,
kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah
daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada
5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien
dengan GBS adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang
terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus
dekubitus).8,9
Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan GBS. Perubahan otonom dapat
mencakup sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi
paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis. Retensi urin
karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus dapat
ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan
kegagalan pernafasan yang parah.
Pernapasan
Empat puluh persen pasien GBS cenderung memiliki kelemahan pernafasan
atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai
berikut; dispnea saat aktivitas, sesak napas, kesulitan menelan, bicara cadel.
Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada
hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit
mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein
CSS. Meningkat setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial;
jumlah sel CSS < 10 MN/mm3;Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS setelah
1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3). Gambaran
elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf
bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari
normal.8,9
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan adanya kelemahan otot yang bersifat
difus dan paralisis.
3)
Batuk yang lemah dan aspirasi mengindikasikan adanya kelemahan pada otot otot
intercostal. Tanda rangsang meningeal seperti perasat kernig dan kaku kuduk
mungkin ditemukan. Refleks patologis seperti refleks Babinsky tidak ditemukan.8,9
2.2.4
Diagnosis
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and
Gejala tambahan
1.
2.
Biasanya simetris
3.
4.
5.
6.
7.
Pemeriksaan LCS
1.
Peningkatan protein
2.
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1.
2.
3.
4.
Pemeriksaan Penunjang3,4
1.
Pemeriksaan LCS
Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan
terjadi pada minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada
akhir minggu ke tiga mulai menunjukkan adanya perbaikan.
3.
Pemeriksaan MRI
Pemeriksaan MRI akan memberikan hasil yang bermakna jika dilakukan kirakira pada hari ke-13 setelah timbulnya gejala. MRI akan memperlihatkan
gambaran cauda equina yang bertambah besar.
Diagnosis Banding3,4
1.
Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum
bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala
sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus
adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui
sistem imunitas (imunoterapi).10
1.
Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB.
Pengobatan lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu
dilakukan tindakan trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan
(ventilator) bila vital capacity turun dibawah 50%.10
2.
Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps
paru. Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi.
Segera setelah penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi
aktif dimulai untuk melatih dan meningkatkan kekuatan otot.10
3.
Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan
mempercepat kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.
a.
autoantibodi
yang
beredar.
Pemakaian
plasmaparesis
pada
SGB
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang
lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan PE adalah dalam 2
minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai
lima kali exchange.10
b.
Imunoglobulin IV
Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid
4.
5.
Modalitas sensorik normal tetapi tidak bisa mengenal benda pada perabaan
tangan (astereognosis)
Apa penyebab pasien mengeluh tersedak dan tungkai tidak dapat diangkat?
Kesulitan menelan : hal ini terjadi akibat keterlibatan nervus kranialis N.IX dan
N.X dalam proses neuropati. Otot-otot tenggorokan juga dapat melemah, dan
menekan integritas jalan napas. Sehingga dapat menyebabkan pasien tersedak oleh
sekresinya sendiri serta memiliki kesulitan menjaga jalan napasnya agar tetap
intak. Sehingga pada kasus ini perhatian medis harus segera tertuju pada patensi
jalan napas dengan pemasangan tube jalan napas yang juga berguna untuk
mencegah aspirasi dari saliva maupun isi lambung ke paru-paru. Kelemahan pada
lidah dapat terjadi akibat kerusakan pada nervus kranialis N.XII yang akhirnya
akan mempengaruhi kemampuan bicara pasien.12
2.7
2.8
2.9
Muskuloskeletal
Penatalaksanaan pada masalah kekuatan otot
Penatalaksanaan pada Luas Gerak Sendi (LGS)
Penatalaksanaan pada Panjang Otot
Kardiopulmonari
Penatalaksanaan pada Kemampuan Ekspansi Dada
Penatalaksaaan pada Pembersihan Saluran Pernafasan
Penatalaksanaan pada Gangguan Menelan
Sistem Saraf Otonomik
Terapi farmako
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendir. Pengobatan secara umum
bersifat simtomik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri,
perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala
sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan. Tujuan terapi khusus
adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat penyembuhan melalui
sistem imunitas (imunoterapi).16
Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi SGB.16
Plasmaparesis
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada SGB memperlihatkan
hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu
nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Pengobatan
dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari.
Plasmaparesis lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu
pertama).16
Pengobatan imunosupresan:
1. Imunoglobulin IV
Pengobatan
dengan
gamma
globulin
intervena
lebih
menguntungkan
secara
berkala
dan
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Wanita 45 tahun mengalami GUILLAIN-BARRE SYNDROME (GBS) tipe AMSAN
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre: Neurologi
Klinis Dasar. Cetakan ke-14. Dian Rakyat: Jakarta, 2009.
2. Gregory Budiman. Basic Neuroanatomical Pathways. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2008.
3. Snell. Neuroanatomi Klinik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2006.
4. Burns, Ted M, MD. Guillain Barre Syndrome, Semin Neurol 2008; 28(2) :
152-167
5. McKhann GM, Cornblath DR, Griffin JW, Ho TW, Li CY, Jiang Z, et al.
Acute motor axonal neuropathy: a frequent cause of acute flaccid paralysis in
China. Ann Neurol 1993;33:333-42.
6. Mardjono Mahar dan Sidharta Priguna. Sindroma Guillain-Barre: Neurologi
Klinis Dasar. Cetakan ke-15. Dian Rakyat: Jakarta, 2012.
7. Price, Sylvia A; Lorraine. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Ed 6. Jakarta : EGC
8. Ropper HA, Brown HR. Adams and Victor, Principles of Neurological 8th ed.
United States of America; 2005. p.1117-27.
9. Yuki N, Hartung HP. GuillainBarr Syndrome. N Engl J Med
2012;366:2294-304.
10. Pritchard J. GuillainBarr Syndrome. Clinical Medicine 2010, Vol 10, No 4:
399401
11. Ngoerah Gd. Ng. Gst. I, Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga
University Press. 1991. Hal: 301-305.
12. Van Doorn PA., Ruts L., Jacobs B. Clinical Features, pathogenesis, and
treatment of Guilaain Barre Syndrome. Lancet Neurol 2008; 7;939 50.
13. Sulistyoningrum E. Pemeriksaan Sensorik, Posisi, Keseimbangan Dan
Koordinasi. FK UNSOED. 2011.
14. Ropper AH. The Guillain-Barr syndrome. N Engl J Med 1992;326:1130-6.
15. Dewanto G, Suwono w, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis dan
Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.2009; p.66-7
16. Van Doom P.A. and Van der Meche. 1990. Guillain-Barre Syndrome,
optimum management. Clin. Immunother. 2(2): 89-99
17. Hughes RAC et al. Practice parameter: immunotherapy for Guillain-Barre
Syndrome:
Report
of
the
quality
standards
subcommitee
of
the