Anda di halaman 1dari 24

KARDIOMIOPATI PERIPARTUM

LAPORAN KASUS
I.

IDENTITAS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Lengkap: Ny. JBS
Umur: 34 tahun
Status Perkawinan: Kawin
Alamat: kav. Sei Lekop
Jenis Kelamin: Perempuan
Suku Bangsa: Batak
Agama: Islam
Tanggal Masuk RS: 16/12/2015
Tanggal Keluar RS: 21/12/2015
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Os datang dengan rujukan Charis Medical dengan keluhan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang melalui Instalasi Gawat Darurat RS. Embung Fatimah
G2P1A0 dengan keluarnya lender-lendir dan darah, pasien mengatakan
merasakan sesak semenjak 1 bulan terakhir dan juga pasien mengatakan
pernah di USG oleh dr. G SpOG dan dinyatakan posisi bayinya dengan
posisi letak lintang. Sebelum pasien masuk ke IGD RS Embung Fatimah
pasien mengatakan sudah akan di operasi oleh dr. R SpOG dan sudah di
bius, tetapi pasien merasa sesak kemudian di rujuk ke RS Embung fatimah

IV.

HPHT

: 18 Maret 2015

TTP

: 25 Desember 2015

UK

: 36-37 minggu

BJ

: 3400 gr

DJJ

: (+)

RIWAYAT OBSTETRI
GPA

G2P1A0

Riwayat penyakit sebelumnya


Riwayat KB
Riwayat kehamilan sekarang

V.

:
:

Tidak ada
Tidak pernah

Pemeriksaan antenatal

3 kali di Sp.OG

Makanan

Biasa

Obat-obatan

Asam folat & multivitamin

STATUS PRAESENS
Status generalis
Status vitalis

VI.

: Baik/ Gizi cukup/ Sadar

Tekanan darah

: 140/110 mmHg

Nadi

: 95 x/mnt

Pernapasan

: 32 x/mnt

Suhu

: 36,7OC

STATUS REGIONAL
Kepala

: Mesosefal, konjungtiva anemis (-), sklera

Leher
Paru

ikterus (-), sianosis (-), edema wajah (-)


: Massa tumor (-), pembesaran kelenjar (-)
:

Inspeksi

: Simetris kanan dan kiri

Palpasi

: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Perkusi

: Sonor, kanan = kiri, batas paru hepar ICS VI


kanan depan

Auskultasi

: Bunyi pernapasan bronkovesikuler


Bunyi tambahan Ronkhi +/+, Wheezing -/-

Jantung

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba

Perkusi

: Pekak, batas jantung kesan melebar (2 jari


LMC sinistra

Auskultasi
Abdomen
Inspeksi

: BJ I/II murni, regular


: Datar, ikut gerak napas

Palpasi

: Massa tumor (-), nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi
Ekstremitas
VII.

: Peristaltik (+) kesan normal


: Edema (+) pretibial dan dorsum pedis

STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar :
TFU

: 33 cm

Situs anak

: Memanjang

Punggung

: Kiri

Bagian terendah

: Kepala

Perlimaan

: 5/5

His

: (-)

DJJ

: 150 x/mnt

Janin kesan

: Tunggal

Gerakan janin

: (+) dirasakan ibu

TBJ
Pemeriksaan Dalam Vagina

: 36 x 90 = 3240 gram
: 1 cm, pres. Kep, floating, ketuban
utuh

VIII.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
CTG
HASIL LAB

NST Reaktif

Darah Lengkap :
HB

Lekosit

: 20.100 3500 10.000 /ui

Hematokrit
Trombosit

8.8
:

11.0 16.0 g/dl

26

36 50 %

329

150 500 103/ul

Urin Rutin :
Proteinuri

NEGATIF

BJ

1,003 1,030

1,015

4.5 7.0

PH

IX.

++

DIAGNOSIS KERJA

G1P0A0 gravid 40 minggu 4 hari belum inpartu + Preeklamsia Berat + Susp. CHF
NYHA IV

XI.

RESUME
Ibu masuk rumah sakit rujukan RSIA Pertiwi dengan D/ : G1P0A0 gravid

40 minggu 4 hari + PEB + Susp. NYHA. Ibu mengeluh sesak sesak sejak usia
kehamilan 6 bulan dan memberat sejak 3 hari terakhir. Sesak tidak terus menerus,
dipengaruhi oleh aktivitas. Ibu merasa lebih nyaman pada posisi duduk. Nyeri

dada (-). Riwayat sesak sebelumnya (-). Riwayat berobat ke dokter penyakit
jantung (-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga (-). Nyeri perut
tembus ke belakang (-). Riwayat pelepasan lendir darah (-), riwayat pelepasan air
ketuban (-). Riwayat ANC 4x di Sp.OG, suntik TT 2 kali. Riwayat tekanan
darah tinggi (-), baru diketahui sejak masuk RS. Riwayat penyakit gula (-), riw.
penyakit asma (+) sejak kecil.
Pemeriksaan fisis TD 160/110 mmHg, nadi 100 x/mnt, pernapasan 32
x/mnt, suhu 36,7OC. Pada pemeriksaan obstetrik didapatkan : TFU 33 cm, situs
anak memanjang, punggung kiri, bagian terendah kepala, perlimaan 5/5, his tidak
ada, DJJ 150 x/mnt, janin kesan tunggal, gerakan janin (+) dirasakan ibu, TBJ
33x90=2970 gr, pemeriksaan dalam tidak dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, tes fungsi hati dan tes fungsi
ginjal dalam batas normal. Kadar asam urat sedikit meningkat (6,7 mg/dL)serta
kadar albumin serum menurun (2,9 gr/dL). Proteinuri didapatkan +4. Berdasarkan
pemeriksaan USG obstetri didapatkan gravid tunggal hidup, letak kepala,
punggung kiri, plasenta di korpus anterior, cairan amnion cukup (AFI=7,3 cm),
biometri janin ~ uk 40 minggu dan hasil KTG : NST reaktif.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
yang telah dilakukan maka pasien ini didiagnosis dengan G1P0A0 gravid 40
minggu 4 hari belum inpartu + Preeklamsia Berat + Susp. CHF NYHA IV. Setelah
melakukan penanganan awal, maka dilaporkan ke konsulen jaga. Konsulen jaga
mengadviskan penanganan sesuai protap PEB, konsul bagian Kardiologi dan
rencana terminasi kehamilan bila ada jawaban konsul kardiologi.
Bagian kardiologi mendiagnosis pasien ini dengan CHF NYHA IV e.c.
Susp Peripartum Cardiomiopati dan di berikan terapi : Lasix 2 amp/ 12 jam/ iv
(jika TDS 100 mmHg & tidak ada kontra indikasi). BerdasarkanGoldmans
Cardiac Risk Index maka pasien ini termasuk dlm criteria Low Risk. Usul Bagian
Kardiologi : Ekokardiografi postpartum (bila kondisi pasien memungkinkan).
Setelah dillaporkan ke konsulen jaga maka diadviskan untuk dilakukan cito SC.
Setelah dilakukan informed consent untuk tidak hamil lagi dan menerima
kontrasepsi Kontap karena kehamilan berikutnya akan meningkatkan mortalitas

ibu tetapi pasien menolak untuk dilakukan tubektomi, pasien memilih kontrasepsi
injeksi hormonal 12 minggu.
Pada perawatan selanjutnya keadaan pasien membaik. Hasil pemeriksaan
Ekokardiografi, kesan : MR ringan & LVH. Pada post-op hari ke-5 pasien
dipulangkan dan dianjurkan untuk melakukan kontrol di Bagian Kardiologi untuk
penanganan penyakit jantung selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
PENDAHULUAN
Kardiomiopati peripartum (PPCM) adalah bentuk kegagalan jantung
yang terjadi pada wanita hamil terutama dalam beberapa bulan terakhir kehamilan
atau puerperium dini. Demakis dkk pada tahun 1971, pertama kali mendefinisikan
PPCM dengan tiga kriteria diagnostik yaitu :

Perkembangan

gagal

jantung terjadi dalam

terakhirkehamilan atau enam bulan pascapersalinan.

Penyebab gagal jantung tidak dapat diidentifikasi.

waktu

satu

bulan

Tidak ditemukan penyakit jantung sebelum bulan terakhir kehamilan.(1-7)


Batas waktu yang ketat digunakan dalam kriteria diagnostik dimaksudkan untuk
menyingkirkan penyebab bawaan dan didapat dari kegagalan jantung yang
biasanya muncul pada trimester ke dua. Komite lokakarya tentangPPCM
merekomendasikan dimasukkannya gambaran echocardiographic disfungsi
ventrikel kiri untuk
lebih menegaskan PPCM. Tambahan kriteriadiagnostik Echocardiographic yang
menunjukkan disfungsi ventrikel kiriteria tersebut yatiu:

Fraksi ejeksi <45%

Left ventricular fractional memendek <30%

Left

ventricular

end-diastolic

dimension > 2,7 cm/m2 luas permukaan

tubuh(1,3,4)
INSIDENS
Insiden PPCM bervariasi di
jantung dalam

seluruh

dunia. Laporan pertama penyakit gagal

kehamilan dibuat pada

Ritchie, dan seringdigambarkan


1930. Insidens lebih

tinggiyang

tahun

1849 oleh

sebagai kardiomiopati pada


dilaporkan terjadi

di

tahun

Afrika

Selatan

(1: 1.000 kelahiran hidup). (1-6)


Insidens yang lebih tinggi di negara berkembang mungkindisebabkan
oleh variasi

budaya lokal, faktor ekologi, pengaruh

diagnostik dan

pola pelaporan

yang

lingkungan,kriteria

digunakan. Diagnosa hanya

didasarkan pada gambaran klinis juga

telah menyebabkan

insidens. Secara

laporan

keseluruhan,

tingginya

terbaru dari

angka
berbagai

bagian Duniamenunjukkan kejadian dari 1 di 1.485 sampai 4.000 kelahiran hidup


dancenderung untuk meningkat.(1-3)
FAKTOR RESIKO
Faktor

risiko penyebab PPCM yang umum

multiparitas,

kehamilan mutipel,

ras

kulit

dilaporkan
hitam,

adalah
obesitas,

usia tua,
malnutrisi

hipertensi dalam kehamilan, preeklamsia, pemeriksaan antenatal yang kurang,


penyalahgunaan alkohol, kokain dan tembakau, dan kondisi sosial ekonomi yang

rendah. PPCM telah dilaporkan sebagian besar pada wanita lebih dari 30 tahun,
tetapi dapat terjadi pada berbagai kelompok umur. Meskipun PPCM telah
dilaporkan pada primigravida, ditemukan terjadi lebih sering dengan multiparitas.
Di Amerika Serikat sebagian besar penderita adalah dari golongan Afrika
Amerika, meskipun, golongan Asia (Korea, Jepang, Cina dan India), dan hispanik
juga pernah dilaporkan. Kehamilan kembar tampaknya mempunyai risiko lebih
tinggi terkena PPCM. (1,4-6)
Preeklamsia dan hipertensi telah dikaitkan dengan sejumlah besar kasus
PPCM. Banyak penulis bahkan melaporkan sebagai bentuk gagal jantung
hipertensi. Namun, preeklamsia sendiri jarang menyebabkan gagal jantung pada
wanita sehat. Tidak adanya perubahan vaskular dan hilangnya hipertensi dan
preeklamsia sebelum timbulnya gagal jantung menunjukkan hanya hipertensi
yang mungkin terkait dan memperburuk PPCM, dan bukan merupakan penyebab.
(1,3,4,6)

Malnutrisi, status sosial ekonomi rendah, dan pemeriksaan antenatalyang


kurang juga disebutkan sebagai faktor risiko dalam laporan sebelumnya, tetapi
korelasi faktor-faktor ini belum ditemukan dalam studi lebih lanjut. Ada juga
laporan tentang faktor resiko yang langka seperti penyalahgunaan kokain, alkohol
dan tembakau.(1,5-7)

ETIOLOGI
Penyebab

pasti PPCM

tidak

diketahui.

Beberapa

hipotesis penyebab

PPCM seperti miokarditis, virus, faktor autoimun, sitokin inflamasi, respon


hemodinamik

abnormal

terhadap

perubahan

fisiologis

pada

kehamilan,penggunaan tokolitik berkepanjangan dan defisiensi selenium.


a.

Miokarditis
Miokarditis didefinisikan sebagai infiltrasi inflamasi perivaskular limfosit dan
makrofag yang menyebabkan nekrosis miosit dengan atau tanpa fibrosis.
EMB dipandu Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada daerah kontras yang

lebih tinggi dapat meningkatkan bukti terjadinyamiokarditis akut pada tahap awal
penyakit. Eosinofil

dikenal

memilikisifat kollagenolitik dan

kardiotoksik

ditemukan dalam jumlah yangsignifikan pada


penderita PPCM. Hal tersebut menyiratkan peran eosinofil dalam perkembangan
miokarditis di PPCM.(1-5,7)
b.

Sitokin inflamasi
Silwa dkk, dalam sebuah studi yang besar, menemukan konsentrasi tinggi sitokin
inflamasi seperti faktor nekrosis tumor (TNF ), protein C-reaktif (CRP),
Interleukin-6 (IL-6) dan Fas/Apo-1 (sebuah penanda apoptosis) pada pasien
PPCM. Kadar CRP berkorelasi terbalik dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF)
dalam studi mereka. Konsentrasi TNF yang tinggi dapat menyebabkan
remodeling

ventrikel lebih

lanjutmelalui

reseptor

jantung

spesifik, yang

menyebabkan disfungsi ventrikel.Ditemukan kadar sinyal transduser dan aktivator


transkripsi-3 yang lebih tinggi terhadap miokardium pada tikus hamil mati yang
menunjukkan terjadinya gagal jantung dan apoptosis. Temuan dari studi lain
menunjukkan

bahwa

apoptosis

miokard

mungkin merupakan penyebabterjadinya PPCM. Penelitian yang lebih besar


menargetkan

sitokin

ini

perlu dikembangkan untuk

mengetahui peran

mereka terhadap terjadinya PPCM.(1-3,7)


c.

Infeksi Virus
Infeksi virus juga terlibat sebagai penyebab miokarditis. Penurunan kekebalan
selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi virus. Bultmann dkk, menemukan
materi genomik virus dalam spesimen biopsi pasien PPCM. Polymerase chain
reaction (PCR) dan ekstraksi bahan genom dari EMB dipandu kontras
MRI sangat membantu dalammendeteksi genom virus. Pada saat yang sama, ada
beberapa laporantidak menunjukkan adanya prevalensi infeksi virus pada pasien
PPCM, dan berpendapat bahwa kardiomiopati virus tidak perlu dimasukkan dalam
kriteria penyebab PPCM. Pentingnya dilakukan

penelitian lanjutyang lebih

spesifik untuk membangun hubungan miokarditis virus dan PPCM.(1,2,4,5,7)

d.

Faktor autoimun
Telah dihipotesiskan bahwa sel-sel janin dari haplotype ayah masuk ke dalam
sirkulasi

ibu berkaitan

dengan

penurunan kekebalan akibatkehamilan,

dan

mungkin tetap beredar untuk waktu yang lama tanpa penolakan. Sel-sel
tersebut dianggap sebagai antigen asing setelah normalisasi kekebalan ibu pasca
persalinan dan dapat memicu respon imun. Autoantibodi dapat dibentuk terhadap
plasenta, rahim atau janin pada ibu hamil. Autoantibodi ini mungkin silang
bereaksi dengan miokardium dan dapat menyebabkan kardiomiopati. (1-5)
e.

Respon hemodinamik abnormal terhadap perubahan fisiologis pada


kehamilan
Volume darah dan cardiac output (CO) meningkat, sedangkan resistensi pembuluh
darah sistemik (SVR) menurun selama kehamilan. Dilatasi ventrikel kiri dapat
terjadi sebagai respons terhadap peningkatanbeban. Pengurangan fungsi ventrikel
kiri pada kehamilan lanjut dan awalmasa nifas secara khas terlihat. Di duga bahwa
PPCM mungkinmerupakan eksaserbasi fenomena yang normal tersebut.(1-5)

f.

Defisiensi Selenium
Cenac dkk, menemukan konsentrasi selenium yang rendah pada pasien PPCM,
yang mungkin hanya suatu kebetulan daripada menjadipenyebab. Levander
menyatakan bahwa defisiensi selenium menyebabkan peningkatan kerentanan
terhadap infeksi virus, yang pada gilirannya menyebabkan kardiomiopati.(1,2)

g.

Faktor lain
Beberapa faktor

yang kurang penting yang

dapat berkontribusi bagi

pengembangan PPCM adalah :

Terapi tokolitik berkepanjangan


Namun, pengobatan ini mungkin memperberat penyakit jantung yang sudah ada
daripada memainkan peran etiologi.(1-5)

Hormon

Relaksin, hormon utama ovarium, dapat menyebabkan dilatasi jantung yang


berlebihan menyebabkan kardiomiopati. Meskipun sebelumnya terlibat, namun
pada laporan berikutnya estrogen, progesteron atau prolaktin tidak mendukung
peran apapun dalametiologi PPCM.(1,2)
GAMBARAN KLINIS
Gejala
Dispnea saat aktivitas, ortopnea, batuk, dan dispnea paroksismal nokturnal
biasanya terlihat pada pasien dengan PPCM dan sering mirip dengan
gejala kegagalan ventrikel kiri (LVF). Terjadi pembentukan trombus jantung dan
mungkin muncul gejala emboli seperti nyeri dada, hemoptisis dan hemiplegia.
Meskipun sangat jarang, emboli koroner tunggal ataumultiple (dan infark
miokard) sering terjadi pada pasien dengan PPCM. Gejala nonspesifik seperti
palpitasi, kelelahan, malaise, dan nyeri abdomenditemukan pada 50% kasus.(1-3,5-7)
Kebanyakan pasien PPCM berada pada kelas NYHA III atau IV, tetapi
penggunaan

klasifikasi

mencerminkan beratnya

NYHA

mungkin

tidak

secara

akurat

penyakit karena gambaran normal ditemukan pada

kehamilan lanjut.(1,2)

Tanda
Tekanan darah mungkin normal, tinggi atau rendah. Takikardia, irama
Gallop, vena leher membesar dan edema pedis biasanya ditemukan. Secara
klinis, jantung bisa normal atau mungkin ada regurgitasi mitral danatau trikuspid
dengan krepitasi paru dan hepatomegali. Pasien bahkan mungkin datang
dengan kejang yang berhubungan dengan edema serebridan herniasi serebelum.(1,2)
PEMERIKSAAN
Setiap pasien harus memiliki elektrokardiogram (EKG), foto thorax (CXR), dan
Doppler echocardiografi untuk diagnosis.(1-5)
1.

EKG

EKG biasanya menunjukkan takikardia sinus, meskipun mungkin ada fitur


flutter/fibrilasi atrium, hipertrofi atrium dan ventrikel kiri (LVH), deviasi aksis
kiri, kelainan ST-T non-spesifik, low voltage complex, aritmia, gelombang
Q pada lead anteroseptal dan abnormalitas konduksi sepert perpanjangan interval
PR, QRS dan bundle branch blocks. Dilaporkan juga terjadinya supraventricular /
ventrikel takikardia, denyut prematur dan gambaran infark miokard. Dalam
banyak kasus,EKG bahkan mungkin normal.
2.

Foto thoraks
Mungkin ada bukti kardiomegali, LVH, edema paru, kongesti vena paru dan efusi
pleura bilateral pada foto thoraks, atau mungkin normal.

3.

Ekokardiografi Doppler
Ekokardiografi Doppler adalah alat diagnostik yang paling penting untuk menilai
keparahan dan prognosis pasien PPCM. Gambaran umumekokardiografi meliputi
peningkatan left ventricular end diastolic diameter (LVEDD), penurunan left
ventricular fractional (LVFS) dan LVEF. Dilatasi dari semua ruang jantung,
regurgitasi mitral, trikuspid, paru dan aorta, pergerakan abnormal difus dinding
dan

efusi

perikardium ringan juga

dilaporkan. Murmur

regurgitasi

mungkinmerupakan konsekuensi dari dilatasi jantung. Pasien dengan miokarditis


memiliki disfungsi sistolik yang lebih berat dari mereka yang tidak miokarditis.
Peningkatan tekanan arteri paru (PAP) dan hipertensi arteri paru (PAH) juga
terlihat di sebagian besar kasus. Kadang-kadang, disfungsi ventrikel kanan dan
pembesaran atrium kiri mungkin jugaditemukan. MRI adalah alat yang lebih
sensitif

dari

ekokardiografi untuk

trombus. Pemeriksaan ekokardiografi telah

digunakan

mendiagnosa
untuk menentukan

prognosis PPCM, tapi dobutamin stress echocardiography, memiliki kemampuan


untuk menunjukkan cadangan kontraktil, mungkin alat yang lebih baik.
4.

Biopsi Endomiokardial (EMB)


Peran EMB pada

pasien

PPCM masih kontroversial.

Sensitivitas

diagnostik EMB dilaporkan sekitar 50%, sedangkan spesifisitas sangat tinggi


(99%). EMB memiliki hasil negatif palsu yang tinggi dan dapat bervariasi dengan
waktu dilakukan biopsi. EMB yang dilakukan padaawal dari proses penyakit

memberikan hasil positif yang lebih baik. EMB dipandu kontras MRI dapat
memberikan

hasil

yang

lebih

positif.

EMB mempunyai beberapa

risiko

prosedural, dan oleh karena itu hanya dipertimbangkan jika pasien tidak membaik
setelah dua minggu manajemen konvensional atau ada kecurigaan klinis
kuat adanyamiokarditis.
5.

Kateterisasi jantung
Kateterisasi

jantung

digunakan

kiri,melakukan EMB

dan

untuk

angiografi

evaluasi

fungsi

ventrikel

koroner. Kateterisai

akan

menunjukkanpeningkatan tekanan pengisian jantung dan penurunan CO dan PAH,


tetapi indikasinya terbatas pada gagal jantung berat, perburukan gejala penyakit
jantung dan penyakit jantung iskemik (IHD). Angiografi koroner harus selalu
dipertimbangkan pada pasien dengan gambaran klinis dan EKG dari IHD,
sindrom koroner akut, hiperlipidemia, riwayat merokok dan diabetes mellitus.

6.

Investigasi lain yang lebih sering digunakan


Polymerase chain reaction (PCR)
Digunakan untuk deteksi patologi virus pada pasien PPCM yang tidak membaik

dengan pengobatan konvensional.


Compliment fixation tests
Untuk

mendeteksi

infeksi

oleh

mikroorganisme. Kultur

darah untuk

menyingkirkan penyebab infeksi.


Radionuklida ventrikulografi
Metode ini telah digunakan untuk menilai fungsi jantung, namun memiliki
kelemahan karena paparan

radiasi

dan

digantikan

dengan

ekokardiografi.

Radionuklida ventrikulografi mungkin lebih unggul dalam mendeteksi kelainan

gerakan dinding regional pada pasien IHD.


Immunofluoresensi dan pewarnaan imunohistokimia
Pewarnaan spesimen EMB digunakan untuk mendeteksi autoantibodi terhadap

miokardium.
Estimasi enzim jantung
Enzim

jantung dan angiografi

normal pada PPCM.

koroner

ditemukan

dalam

batas

Hematologi rutin , biokimia dan tes serologi


Untuk menyingkirkan penyakit jantung umum lainnya. PeningkatanCRP dan
sitokin menunjukkan kardiomiopati inflamasi. Namun, efektivitas tes tersebut
harus dinilai kasus per kasus.
DIAGNOSIS
Diagnosis PPCM didasarkan

pada pengecualian penyebab

umumkegagalan jantung seperti


jantungiskemik

infeksi, toksin dan metabolik, penyakit

atau katup. Diagnosis

banyakkesamaan gejala

dini PPCM mungkin

sulit karena

klinis dengan kehamilan lanjut. Harus diingat bahwa

komplikasi kehamilan tua (seperti

anemia, toksemia dan

emboli cairan

ketuban) memiliki manifestasi yang sama. Presentasi paling umum PPCM adalah
dalam periode

postpartum ketika

sebagian dari gejala inimenghilang. Ekokardiografi dan

evaluasi laboratorium

lain akanmemperkuat diagnosis


klinis. Diagnosis diferensial PPCM termasukaccelerated
hypentension, preeklamsia, IDCM, emboli paru, anemia dantirotoksikosis.(1-7)
KOMPLIKASI (1,5)
1.

Tromboemboli
Thrombus sering

kali terbentuk pada

telah dilaporkan tingkat kematian

pasien

dengan LVEF <35% dan

akibat tromboemboli 30

50%. Embolisistemik yang

mengarah

kepada Transient Ischemic Attack (TIA),hemiplegia, emboli paru, infark


miokard akut (AMI), oklusi arterimesenterika yang memberikan
gejala akut abdomen, infark ginjal yangmengakibatkan pielonefritis dan
infark limpa. Tromboemboli perifermenyebabkan iskemia tungkai dan gangren.
2.

Aritmia
Aritmia seperti sinus takikardia, takikardi atrium dan ventrikel, fibrilasidan flutter
atrium, denyut ventrikel prematur, atrium dan ventrikel ekstra
Parkinson-White Syndrome dapat terjadi

pada PPCM.Dapat

sistol dan Wolfepula

terjadi

takikardia ventrikel yang menyebabkan henti jantung.Meningkatnya


penggunaan implan

cardioverter

defibrillator otomatis(AICD) pada

pasien PPCM menurunkan risiko tinggi aritmia yang mengancam jiwa.


3.

Kegagalan organ
Gagal hati

akut dan

koma hepatik yang

jantungkongesti pada pasien PPCM. Dapat

timbul akibat gagal

pula

terjadi

bakteremia

dankegagalan multiorgan termasuk hati, jantung dan ginjal.


4.

Komplikasi obstetrik & perinatal


Pada PPCM,,
- 50%), bayi

insidens aborsi meningkat (4 kecil

untuk masa

kehamilan dan bayi berat

pertumbuhan janin terlambat dan kematian


kasus didapatkan

25%), partus

lahir

rendah,

janin intrauterin. Dalambeberapa

anomali kongenital janin (4

jantung kongestif dihubungkan

prematur (11

- 6%). Gagal

dengan tingkat kematian

bayi yang lebih

tinggi (10%).
PENATALAKSANAAN (1-7)
Penanganan medis

PPCM

mirip penanganan

pada

penyakit gagal

jantung.Pengobatan utama adalah pembatasan cairan dan garam, digoksin,


diuretik,

vasodilator

dan

antikoagulan. Kehamilan

dan

menyusui

harus

selalumenjadi pertimbangan sebelum memilih obat.


A.

TINDAKAN NON-FARMAKOLOGIS
Bed rest total selama 6 - 12 bulan, seperti yang telah dianjurkan sebelumnya,
terkait dengan kejadian rendah kardiomegali, tetapi hasil yang sama dapat dicapai
tanpa

istirahat

di

tempat

tidur

berkepanjangan. Bed

rest

total mungkin merupakan predisposisiterjadinya trombosis vena dalam (deep vein


thrombosis) dan

selanjutnya meningkatkan

risiko

emboli

paru.

Setelah

gejala klinismembaik dengan manajemen medis, olahraga sederhana sebenarnya


dapat meningkatkan perbaikan otot serta tonus arteri. Asupan cairandan garam
dan cairan harus dibatasi masing-masing 2 - 4 gram / hari dan 2 L / hari, dan juga
penting dalam perbaikan gejala.
B.

MANAJEMEN FARMAKOLOGI

Digoksin
Digoksin

bermanfaat sebagai ionotropik,

dan mengurangi gejalasimptomatik. Digoksin dalam dosis rendah aman selama


kehamilan

dan

menyusui

inflamasi) dan kadardigoksin

(dosis

tinggi akan meningkatkan

serum

harus

dimonitor,

sitokin

terutama bila

dikombinasi dengan diuretik.Pengobatan digoksin selama 6 - 12 bulan dapat


mengurangi risiko kekambuhan dari PPCM.

Diuretik
Diuretik aman pada kehamilan dan menyusui. Diuretik diindikasikan untuk
mengurangi preload dan mengurangi gejala. Namun, harus hati-hatiterhadap
dehidrasi iatrogenik yang menyebabkan hipoperfusi rahim danmengakibatkan
gawat janin. Loop diuretik biasa digunakan di rumah sakit, tapi thiazides dapat
digunakan pada kasus-kasus

ringan. Dapat

terjadi

alkalosis

metabolik akibat dehidrasi yang dipicu oleh diuretik. Penambahan acetazolamide


akan mengurangi alkalosis

dengan menghilangkanbikarbonat.

Spironolactone,

karena sifat antagonisme aldosteronnya, telahterbukti dapat mengurangi gejala,


frekuensi perawatan

di rumah

jantung berat bila dikombinasi

sakit

dan

dengan

kematian

pada

manajemen

pasien

standar.

gagal
Namun,

spironolactone mungkin tidak aman pada kehamilan dan sebaiknya dihindari pada
periode antepartum.

Vasodilator
Vasodilator

sangat

penting

dalam penanganan gagal

jantung karena efekmenurunkan preload dan afterload. Vasodilator meningkatkan


CO

dankeberhasilan

pengobatan gagal

jantung. Angiotensin Converting EnzymeInhibitor


I) atau Angiotensin Reseptor Blocker

II

(ARB) sekarang

(ACEdianggap

sebagai

manajemen utama dan telah terbukti menurunkan angka kematian pasien gagal
jantung secara signifikan. ACE-I dan ARB dikontraindikasikan pada kehamilan
karena teratogenisitas, tapi harusdipertimbangkan setelah melahirkan, dan bahkan
dapat diberikan padakehamilan lanjut ketika obat lainnya tidak efektif. ACE-I
diekskresikanmelalui ASI sehingga ASI harus dihentikan pada pasien yang

membutuhkan ACE-I. Infus nitrogliserin dan natrium nitroprusside (SNP)


mungkin diperlukan dalam kondisi yang parah. Karena toksisitas sianida yang
tinggi, SNP mungkin bukan pilihan yang baik pada periode antepartum.

Calcium channel blocker


Awalnya, penggunaan calcium channel blockers (CCB) pada gagal jantung tidak
dapat diterima karena efek kontraktil negatif dan potensirisiko hipoperfusi rahim.
Amlodipine sekarang telah terbuktimeningkatkan tingkat kelangsungan hidup
pada pasien kardiomiopati non-iskemik. Pada pengujian Prospective Randomized
Amlodipine Survival Evaluation (PRAISE), amlodipine dapat menurunkan
kadarIL-6 dan menunjukkan
Levosimendan,

peran
sebuah

potensial

dalam

pengelolaan

sensitizer

PPCM.
kalsium

memiliki efek vasodilatasidan meningkatkan kontraktilitas jantung pada pasien


gagal jantung.Akhir-akhir ini, Levosimendan telah digunakan pada pasien
PPCMdan berhasil menurunkan
Pressure (PCWP)

peningkatan Pulmonary

dan selanjutnya

Capillary

meningkatkan CO. Karena

Wedge

kurangnya

laporan tentang keamanannya, levosimendan sebaiknyadihindari pada pasien


menyusui.

Beta blocker
Beta bloker tidak dikontraindikasikan pada kehamilan, tetapi penggunaannya
dikaitkan dengan berat badan lahir rendah. Beta blockers dengan sifat
tambahan blok alpha (seperti carvedilol) juga mengurangi afterload. Carvedilol
telah digunakan dengan aman pada kehamilan dan PPCM. Beta blockers dan
ACE-I mungkin mempunyaiperan tambahan dalam penekanan respon imun, dan
juga mencegah remodeling ventrikel dan mengurangi ukuran ventrikel. Obat
dapatdikurangi secara bertahap selam 6 - 12 bulan bila secara klinis fungsi
ventrikel dan ekokardiografi kembali normal. Jika ada bukti disfungsi jantung
terus-menerus yang terkait dengan hipertensi atau diabetes, obat harus dilanjutkan
untuk waktu yang lama.

Agen antiaritmia

Agen

antiaritmia kadang

mungkin

diperlukan

untuk

mengobatikeluhan simptomatik. Tidak ada agen antiaritmia yang benar-benar


aman pada kehamilan. Quinidine dan Procainamide merupakan pengobatan
lini pertama karena profil keamanan yang lebih tinggi dan pengobatan
harus dilakukan di rumah sakit. Digoksin dapat dipertimbangkan untuk aritmia
atrium, dan adenosin juga dapat digunakan dalam keadaan darurat. Amiodarone
dapat menyebabkan hipotiroidisme, retardasi pertumbuhan dan kematian
perinatal, sehingga harus dihindari pada trimester pertama dan diberikan hanya
pada aritmia berat yang mengancam kehidupan.

Terapi antikoagulan
Terapi antikoagulan diberikan pada pasien dengan LVEF <35% dan pasien
terbaring di tempat tidur dengan atrial fibrilasi, trombus,obesitas dan riwayat
tromboemboli. Keadaan hiperkoagulasi yang biasa terjadi pada kehamilan dan
stasis darah karena disfungsi ventrikel membuat pasien PPCM lebih rentan
terhadap pembentukan trombus dan komplikasinya. Situasi ini dapat bertahan
selama enam minggu masa nifas, sehingga diperlukan penggunaan heparin dalam
antepartum dan heparin atau warfarin dalam periode postpartum. Warfarin
merupakan

kontraindikasi

pada

kehamilan karena efek

teratogenik,

tetapi baik heparin maupun warfarin aman digunakan selama menyusui.

Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dengan azathioprine dan prednisolon telah diteliti pada
pasien PPCM dengan miocarditis-positif. Melvin dkk,pertama mencatat perbaikan
dramatis dalam tiga pasien dengan terapi imunosupresif. Dalam studi lain, 9 dari
10 pasien menunjukkan perbaikan PCWP dan Left Ventricular Stroke Work
Index (LVSWI)dengan

terapi

prednisolon.

Namun, Pengujian Pengobatan

Miokarditis gagal untuk menunjukkan keuntungan dari terapi imunosupresif pada


pasien PPCM. Saat ini, tampaknya tidak ada indikasi rutin terapi imunosupresif,
tetapi

dapat

dipertimbangkan bila

tidak berespon setelah 2 minggu pengobatantandar.

Terapi imunoglobulin

hasil biopsi

terbukti

Imunoglobulin intravena (IVIG) telah terbukti meningkatkan perbaikandisfungsi


ventrikel akibat PPCM. Mengingat

bukti-bukti

meningkatnya

autoimunitas pada PPCM, mungkin bijaksana untuk mempertimbangkan IVIG


pada pasien PPCM yang tidak berespon terhadap pengobatan konvensional.

Interferon
Interferon telah digunakan bila hasil biopsi membuktikan miokarditis virus.
Interferon

hanya

memperbaiki parameter

echocardiografi,

namun

tidak

menghasilkan banyak manfaat terhadap gejala simtomatik pasien PPCM.

Immunomodulasi
Pentoxifylline, agen imunomodulasi dikenal untuk mengurangi produksi TNFa,
CRP dan Fas/Apo-1, telah terbukti dalam penelitian dapat memperbaiki kelas
NYHA, LVEF dan hasil akhir pengobatan pada pasien PPCM bila dikombinasikan
dengan pengobatan konvensional. Namun, dibutuhkan lebih banyak bukti sebelum
pentoxifylline dapat direkomendasikan.

C.

MANAJEMEN OPERASI
Transplantasi jantung hanya diperuntukkan bagi mereka yang resisten
terhadap semua manajemen medis, tetapi tingkat penolakan lebih besar karena
tingginya titer antibodi yang beredar. Pasien dengan usia muda, kerusakan endorgan minimal dan PPCM onset dini memiliki hasil yang lebih menguntungkan.

D.

MANAJEMEN OBSTETRIK
PPCM selama periode antepartum memerlukan pemantauan janin dan
ibu yang intensif. Suatu pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter
kebidanan, ahli jantung, anestesi dan perinatologist mungkin diperlukan untuk
memberikan perawatan yang optimal kepada pasien PPCM.Analgesia regional
akan mengurangi stres jantung akibat nyeri persalinan, sedangkan aplikasi forsep
outlet atau alat vakum dapat meminimalkan stres jantung pada kala 2 persalinan.
Operasi caesar meningkatkan risiko kehilangan darah, endometriosis dan emboli
paru,

dan

paling

baik

dilakukan

untuk

indikasi

obstetri

serta

dalam kondisi dekompensasi berat. Setelahpersalinan, pasien perlu pemantauan di

Unit

Perawatan

Intensif

(ICU)

untuk

deteksi

dini

dan

pengelolaan autotransfusi uterus yang menginduksi edema paru.


Dokter kebidanan harus memberikan konseling tentang menyusui dan
kehamilan berikutnya sebelum pasien dipulangkan. Tidak ada kontrasepsi yang
benar-benar ideal untuk wanita dengan penyakit jantung, karena resiko terjadinya
komplikasi seperti thrombosis dan infeksi. Jenis-jenis kontrasepsi :

Barier/ kondom
Kurang ideal karena angka kegagalan cukup tinggi 12 %

Pil oral ontrasepsi


Angka keberhasilan sangat tinggi tetapi karena ada resiko tromboemboli maka
pemakaiannya harus dihindari pada kelainan jantung seperti mitral stenosis,
riwayat tromboemboli, atrial fibrilasi, katup jantung prostetik, kardiomiopati, dan
sindroma Eisenmenger

Kontrasepsi bebas estrogen


Walaupun efektifitasnya lebih rendah tapi terbukti aman untuk wanita dengan
penyakit jantung

IUD
Pemakaian harus hati-hati karena adanya resiko infeksi dan reflex vagal yang
dapat menimbulkan bradikardia pada saat pemasangan. Selain itu pada pasien
yang memakai antikoagulan ada resiko perdarahan menstruasi yang banyak

Tubektomi atau vasektomi


Dianjurkan pada pasien yang sudah tidak mengingkan anak (8)
PROGNOSIS
Prognosis dilaporkan PPCM bervariasi, tetapi dengan manajemen yang
canggih seperti sekarang ini maka prognosisnya menggembirakan.
Pemulihan dari PPCM
Pemulihan klinis terdiri dari perbaikan gejala dan penghentianpengobatan
gagal jantung. Pemulihan disfungsi ventrikel telah didefinisikan sebagai :

1.

LVEF 50% atau perbaikan > 20%

2.

LVFS 30%

Meskipun

sebagian

besar

pemulihan

terjadi

dalam

bulan

pertama,tapi dapat pula sampai 6 - 12 bulan. Tingkat kelangsungan hidup 5


tahun94% pada pasien dengan pemulihan komplit fungsi ventrikel.(1,9,10)
Kriteria Prognosis Buruk
Umumnya pasien dengan usia dan paritas yang lebih tinggi, kehamilan
kembar, ras kulit hitam, onset lambat gejala (> 2 minggu pasca persailnan),
trombus intrakardiak, defek konduksi jantung, disfungsi ventrikelpersisten enam
bulan

setelah

melahirkan,

penyakit

medis sebelumnya dan

keterlambatan

dalam penangan medis awal memiliki prognosis buruk. LVEF (<45%) pada dua
bulan

setelah

diagnosis

juga

memiliki

prognosis

buruk.Akhir-

akhir ini, kadar antibodi anti-klamidia, TNF dan IgG kelas 3 yangtinggi telah
dikaitkan dengan prognosis buruk. Dibandingkan dengan postpartum, terjadinya
PPCM antepartum dikaitkan dengan prognosis buruk.(1)
Mortalitas
Angka kematian hingga sekitar 50% dan sekitar setengahnyameninggal
dalam bulan pertama sejak munculnya gejala dan mayoritas dalam tiga bulan
pertama

dari

periode

postpartum.

kematian adalah tromboemboli,

serta

gagal

aritmia. Pengetahuan yang lebih

baik

tentang

Penyebab
jantung

tertinggi

kongestif berat dan

patofisiologi,

pendekatan

multimodal dan strategi manajemen invasif dan intensif dapat menurunkan tingkat
mortalitas.(1,10)
RISIKO KEKAMBUHAN DALAM KEHAMILAN BERIKUTNYA
Kebanyakan laporan menggambarkan kekambuhan PPCM pada kehamilan
berikutnya. Belum jelas

apakah

ini

disebabkan

eksaserbasi darikegagalan jantung subklinis sebelumnya atau reaktivasi dari


proses penyakit yang sama. Resiko tertinggi kekambuhan tetap pada pasien
dengan disfungsi jantung persisten dan risiko terendah pada mereka yang fungsi
jantung telah normal, sebagaimana dibuktikan dengan dobutamin stress test. (1)
Multiparitas meningkatkan risiko kerusakan jantung yang ireversibel pada
kehamilan berikutnya. Kekambuhan gagal jantung berkisar antara 21-80% pada

kehamilan berikutnya. Kekambuhan PPCM juga dapat terjadipada pasien yang


ukuran dan fungsi ventrikel yang telah kembali normal.Oleh karena itu,
kriteria yang digunakan untuk mendeteksi pemulihan fungsi ventrikel berdasarkan
ekokardiografi istirahat pada pasien PPCM harus direvisi, dan dobutamin stress
test mungkin memainkan peran penting.(1,10,11)

DAFTAR PUSTAKA

1.

Bhakta P, Biswas BK and Banerjee B. Peripartum Cardiomyopathy : Review of


the Literature. Yonsei Med J. Vol 48, No. 4. 2007; 731-747.

2.

Colombo BM and Ferrero S. Peripartum Cardiomyopathy. Orphanet


encyclopedia. 2004. Available at : www.orpha.net/data/patho/GB/uk-Peripartumcardiomyopathy.pdf

3.

Pearson GD et all. Peripartum Cardiomyopathy : National Heart, Lung, and


Blood Institute and Office of Rare Diseases (National Institutes of Health)
Workshop Recommendations and Review. JAMA, March 1, 2000Vol 283, No.
9. Available at : www.jama.ama-assn.org

4.

Lok SI et all. Peripartum cardiomyopathy: the need for a national database. Neth
Heart J (2011) 19:126133. Available at : www.springerlink.com

5.

Ramaraj R and Sorrel VL. Peripartum cardiomyopathy: Causes, diagnosis, and


treatment. Cleveland clinic journal of medicine volume 76, number 5 may 2009;
289-296.

6.

Wells GL and Twomley KM. Peripartum Cardiomyopathy: A Current


Review.Journal of Pregnancy. Volume 2010, Article ID 149127, 5 pages.

7.

Cunningham C, Rivera J and Spence D. Severe Preeclampsia, Pulmonary


Edema, and Peripartum Cardiomyopathy in a Primigravida Patient. AANA
Journal.

Vol

79,

No.3.

California,

2011.

Available

at : www.aana.com/aanajournalonline.aspx
8.

Soewarto S. Tata Laksana Kehamilan pada Penyakit Jantung. Himpunan


Kedokteran Fetomaternal POGI. Jakarta. 2007; 21-23.

9.

Fett JD, Christine LG, Carrway RD and Murphy JG. Five-Year Prospective
Study of the Incidence and Prognosis of Peripartum Cardiomyopathy at a Single
Institution. Mayo Clinis Proc. December 2005;80(12):1602-1606. Available
at :www.mayoclinicproceedings.com

10.

Elkayam U et all. Maternal and fetal outcomes of subsequent pregnancies in


women with peripartum cardiomyopathy. N Engl J Med, Vol. 344, No. 21. 2001;
1567-1571. Available at : www.nejm.org

11.

Elkayam

Characteristics

et

all.
and

Pregnancy-Associated
a

Comparison

Cardiomyopathy

Between

Early

:
and

Clinical
Late

Presentation.Circulation.
at : http://www.circulationaha.org

2005;111:2050-2055. Available

Anda mungkin juga menyukai