yang paling mempengaruhi pencampuran bahasa asing dengan bahasa Indonesia. Tidak
hanya dalam pemakaian dalam pengucapan tapi juga dalam media layanan-layanan
umum seperti pada spanduk, baliho, nama warung atau toko sering didapati bahasa
indonesia yang menyimpang atau tidak sesuai dengan EYD. Seperti pada spanduk
berikut
Dalam satu contoh gambar diatas, spanduk tertulis JUWAL MATERIYAL apabila
kita berpedoman pada EYD bahasa Indonesia jelas ini sudah salah kaprah, seharusnya
tertulis JUAL MATERIAL pada tulisan tersebut seharusnya tidak ada imbuhan W
dan Y.
Berbeda lagi dengan nama warung diatas yang sebenarnya hanya TAHU
SUMEDANG tetapi untuk menarik pelanggan ditulis dengan TAHOO
SUMEDANG Penggunaan kosakata nonbaku dalam warung ini memiliki tujuan
tertentu. Kosakata, seperti banget, dapet, cuma, seiprit, nelpon dalam papan iklan dan
spanduk bertujuan membentuk pengingat dalam benak konsumen. Dengan demikian,
penggunaan kosakata asing dan nonbaku pada papan iklan dan spanduk itu lebih
komunikatif. Hal inilah yang dimaksudkan oleh para responden.
Kenyataan ini lah yang menyudutkan penggunaan bahasa Indonesia. Kalau
bahasa Indonesia tidak segera diatur penggunaannya, bahasa Indonesia tidak akan
mampu menunjukkan eksistensinya, baik di negara sendiri (nasional) maupun
internasional.
Hal itu mengimplisitkan bahwa bahasa pada media layanan umum sebaiknya
menggunakan bahasa baku. Penggunaan kosakata bahasa nonbaku atau bahasa asing
dalam iklan sebaiknya dikurangi atau bahkan diubah dalam bahasa Indonesia.
Kosakata bahasa daerah dan bahasa asing dapat saja digunakan jika memang sangat
diperlukan jika tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia dengan catatan
penulisannya harus sesuai dengan kaidah Ejaan yang Disempurnakan. Apabila tetap
menggunakan bahasa yang salah dan tidak baku dikhawatirkan kemurnian bahasa