BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru. Pneumonia pada anak dibedakan menjadi: a. Pneumonia
lobaris, b. Pneumonia interstisial (bronkiolitis), c. Bronkopneumonia. (Bennete
MJ, 2013).
Pneumonia adalah salah satu penyakit yang menyerang saluran nafas
bagian bawah yang terbanyak kasusnya didapatkan di praktek-praktek dokter atau
rumah sakit dan sering menyebabkan kematian terbesar bagi penyakit saluran
nafas bawah yang menyerang anak-anak dan balita hampir di seluruh dunia.
Diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh
karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian
anak (Bennete MJ, 2013).
Pneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai negara
terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Insidens pneumonia pada
anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/ 100 anak/ tahun, sedangkan di
Negara berkembang 10-20 kasus/ 100 anak/ tahun. Pneumonia menyebabkan
lebih dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang (Pudjiadi
AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk., 2009).
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia
lobularis
yaitu
suatu
terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga
sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak dan orang
dewasa.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk memahami definisi, etiologi,
klasifikasi, diagnosis, diagnosis banding bronkopneumoni.
1.3 Manfaat Penulisan
Penulisan referat ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
penyakit bronkopneumoni.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Bronkopneumonia
adalah
peradangan
pada
parenkim
paru yang
melibatkan bronkus atau bronkiolus yang berupa distribusi berbentuk bercakbercak (patchy distribution) (Bennete MJ, 2013). Pneumonia merupakan penyakit
peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan
sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Bradley JS,
Byington CL, Shah SS, et.al., 2011).
2.2 Epidemiologi
Angka kejadian pneumonia di Amerika dan Eropa yang merupakan negara
maju masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak pada
umur kurang dari 5 tahun, 16-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-12
kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja (Setyoningrum RA, Landia S,
Makmuri MS, 2006).
Jumlah kasus pneumonia di RSU Dr. Soetomo Surabaya, meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2003 dirawat sebanyak 190 pasien. Tahun 2004
dirawat sebanyak 231 pasien, dengan jumlah terbanyak pada anak usia kurang
dari 1 tahun (69%). Tahun 2005, anak berumur kurang dari 5 tahun yang dirawat
sebanyak 547 kasus dengan jumlah terbanyak pada umur 1-12 bulan sebanyak
337 orang (Setyoningrum RA, Landia S, Makmuri MS, 2006).
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering
didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak.
Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya umur
anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus
pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga
berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas
tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak di
bawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang (Setyoningrum RA, Landia
S, Makmuri MS, 2006).
Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%.
Di negara dengan 4 musim, banyak terdapat pada musim dingin sampai awal
musim semi, sedangkan di negara tropis pada musim hujan (Setyoningrum RA,
Landia S, Makmuri MS, 2006).
2.3 Etiologi
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan
tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen penyebab
pneumonia pada anak bervariasi tergantung usia, status imunologis, status
lingkungan, kondisi lingkungan, status imunisasi, faktor pejamu.
Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia
anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi pengobatan.
Berikut daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan usia yang bersumber
dari data di negara maju: (Setyoningrum RA, Landia S, Makmuri MS, 2006).
Tabel 2.1 Etiologi Pneumonia berdasarkan Umur
Umur
Lahir 20 hari
3 minggu 3 bulan
4 bulan 5 tahun
5 tahun - remaja
Etiologi tersering
Bakteri: E. Colli,
Sreptococcus grup B,
Listeria monocytogenes
Bakteri: Clamydia
trachomatis, Streptococcus
pneumoniae
Etiologi terjarang
Bakteri: Bakteri anaerob,
Streptococcus grup D,
Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumoniae
Ureaplasma urealyticum
Virus: CMV, HSV
Bakteri: Bordetella
pertusis, Haemophilus
influenza grup B,
Moraxella catharalis,
Staphylococcus aureus,
Ureaplasma urealyticum
Virus: CMV
Bakteri: Haemophilus
influenza grup B,
Moraxella catharalis,
Staphylococcus aureus,
Neisseria meningitidis
Bakteri: Haemophilus
influenza grup B,
Legionella sp.,
Staphylococcus aureus
Virus: Adenovirus, Epstein
barr virus, influenza virus,
parainfluenza virus,
rhinovirus, Respiratory
syncytial virus, Varicella
zoster virus
(Pneumococcus,
Staphylococcus),
basil
gram
negatif
kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi
awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular.
Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila
proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel
inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan
obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan
adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon
inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang interstisial yang
terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan
terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik.
Infiltrasi ke interstisial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada
anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena rusaknya
barier mukosa (Setyoningrum RA, Landia S, Makmuri MS, 2006).
Pneumonia bakterial terjadi oleh karena inhalasi atau aspirasi patogen,
kadang-kadang terjadi melalui penyebaran hematogen. Terjadi tidaknya proses
pneumonia tergantung dari interaksi antara bakteri dan ketahanan sistem imunitas
penjamu. Ketika bakteri dapat mencapai alveoli maka beberapa mekanisme
pertahanan tubuh akan dikerahkan. Saat terjadi kontak antara bakteri dengan
dinding alveoli maka akan ditangkap oleh lapisan cairan epitelial yang
mengandung opsonin dan tergantung respon imunologis penjamu akan terbentuk
antibodi imunoglobulin G spesifik. Dari proses ini akan terjadi fagositosis oleh
makrofag alveolar (sel alveolar tipe II), sebagian kecil kuman akan dilisis melalui
perantaraan komplemen. Mekanisme seperti ini terutama penting pada infeksi
oleh karena bakteri yang tidak berkapsul seperti Streptococcus pneumoniae.
Ketika mekanisme ini tidak tidak dapat merusak bakteri dalam alveolar, leukosit
pula, dimana faktor virulensi tersebut mempunyai satu atau lebih kemampuan
dalam melindungi kuman dari pertahanan tubuh penjamu, melokalisir infeksi,
menyebabkan kerusakan jaringan yang lokal dan bertindak sebagai toksin yang
mempengaruhi jaringan yang tidak terinfeksi. Beberapa strain Staphylococcus
aureus menghasilkan kapsul polisakarida atau slime layer yang akan berinteraksi
dengan
opsonofagositosis.
Penyakit
yang
serius
sering
disebabkan
10
terjadinya hipoksia. Pada keadaan yang berat dapat terjadi gagal nafas
(Setyoningrum RA, Landia S, Makmuri MS, 2006).
2.6 Stadium
1. Stadium kongesti (4-12 jam pertama)
Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat
jernih, bakteri dalam jumlah banyak,beberapa netrofil dan makrofag.
2. Stadium hepatisasi merah (48 jam berikutnya)
Labus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung
udara, warna menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam
alveolus didapatkan fibrin, leukosit, neutrofil, eksudat dan banyak sekali
eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat pendek.
3. Stadium hepatisasi kelabu (3-8 hari)
Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu.
Permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibrin. Alveolus terisi fibrin
dan leukosit, tempat terjadi fagositosis pneumococcus. Kapiler tidak lagi
kongestif
4. Stadium resolusi (7-12 hari)
Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit
mengalami nekrosis dan degenerasi lemak. Fibrin diresorbsi dan
menghilang, secara patologi anatomi bronkopneumonia berbeda dari
pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak-bercak dengan
distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotik urutan stadium
khas ini tidak terlihat (Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et.al., 2011).
2.7 Manifestasi klinis
Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab,
usia pasien, status imunologis, pasien dan beratnya penyakit. Manifestasi klinis
bisa berat, yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak terlihat jelas seperti
pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan menjadi gejala
umum infeksi (nonspesifik), gejala pulmonal, pleural, dan ekstrapulmonar. Gejala
11
12
bakterial awitannya cepat, batuk produktif, pasien tampak toksik, lekositosis dan
perubahan nyata pada pemeriksaan radiologis (Setyoningrum RA, Landia S,
Makmuri MS, 2006).
2.8 Penegakan diagnosis
1. Anamnesis
Hal-hal yang dapat ditanyakan selama anamnesis meliputi:
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat, umur
orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua.
b. Keluhan utama: sebagian besar penderita bronkopneumonia dibawa karena
c.
d.
e.
f.
g.
h.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
sesak nafas
Riwayat perjalanan penyakit: demam, batuk dan pilek, sesak nafas
Riwayat penyakit sebelumnya
Riwayat imunisasi
Riwayat makanan: ASI/ PASI
Riwayat kontak dengan orang lain yang menderita penyakit tertentu
Riwayat berobat
Pemeriksaan fisik
Pada inspeksi dapat dijumpai keadaan sebagai berikut:
Gelisah
Malaise
Merintih
Batuk
Sesak nafas
Nafas cuping hidung
Retraksi dada suprasternal, intercostal ataupun subcostal
Sianosis
Sedangkan pada perkusi palpasi auskultasi dijumpai ronkhi basah
halus nyaring tersebar, pekak tidak ada. Hasil pemeriksaan fisik tergantung
pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi thoraks sering tidak
dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar
ronkhi basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumoni menjadi satu (konfluens) mungkin
pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada
auskultasi terdengar mengeras (Said M, 2008).
Prediktor paling kuat adanya pneumonia adalah demam, sianosis dan
lebih dari satu gejala respiratori sebagai berikut: takipnea, batuk, napas
13
cuping hidung, retraksi, ronki dan suara napas melemah (Raharjoe NN,
Supriyatno B, Setyono DB, 2010)
Menurut Pelayanan Kesehatan Medis Rumah Sakit WHO, pneumonia
dapat dibagi menjadi pneumonia ringan dan berat :
semuanya
Kejang, letargi, atau tidak sadar
Sianosis
Distress napas berat
(World Health Organization, 2009)
3. Pemeriksaan penunjang
a. Darah perifer lengkap
14
dengan
predominan
PMN.Leukopenia
15
16
17
Pneumonia lobaris
Biasanya pada anak yang lebih besar disertai badan menggigil dan kejang
pada bayi kecil. Suhu naik cepat sampai 39-40 oC dan biasanya tipe
kontinua. Terdapat sesak nafas, nafas cuping hidung, sianosis sekitar
hidung/mulut dan nyeri dada.Pada foto rontgen terlihat adanya konsolidasi
18
Pada TB, terdapat kontak dengan pasien TB dewasa, uji tuberkulin positif (
>10mm atau pada keadaan imunosupresi >5mm), demam 2 minggu atau
lebih, batuk 3 minggu atau lebih, pertumbuhan buruk/kurus atau berat
19
Dugaan
kuman
penyebab
Enterobacteriace
(Esherichia colli),
Klebsiella,
Enterobacter
Streptococcus
pneumoniae
Sreptococcus grup
B
Staphylococcus
aureus
Clamydia
trachomatis
Pilihan antibiotik
Rawat inap
Rawat jalan
- Kloksasilin
iv
dan aninoglikosida
(gentamisin,
netromisin,
amikasin)
iv/im
atau
- Ampisilin iv dan
aminoglikosida
atau
- Sefalosporin gen
3 iv (cefotaxim,
ceftriaxon,
ceftazidim,
cefuroksim) atau
20
3 bulan 5 tahun
Streptococcus
pneumoniae
Staphylococcus
aureus
Haemophyllus
influenzae
>5 tahun
Streptococcus
pneumoniae
Mycoplasma
pneumoniae
Clamydia
pneumoniae
- Meropenem
iv
dan aminoglikosida
iv/im
- ampisilin iv dan
kloramfenikol iv
atau
- ampisilin
dan
kloksasilin iv atau
- sefalosporin
generasi 3 iv
(cefotaxim,
ceftriaxon,
ceftazidim,
cefuroksim) atau
- meropenem
iv
dan
aminoglikosida
iv/im
- ampisilin iv atau
- eritromisin
po
atau
- klaritromisin po
atau
- azitromisin
po
atau kotrimokasol
po
atau
sefalosporin gen
3 iv
- amoksisilin atau
- kloksasilin atau
- amoksisilin asam
klavulanik atau
- eritromisin atau
- klaritromisin atau
- azitromisin atau
- sefalosporin oral
(sefixim,
sefaklor)
- amoksisilin atau
- eritromisin
po
atau
- klaritromisin po
atau
- azitromisin
po
atau
- kotrimoksasol po
atau
- sefalosporin oral
(sefixim,
sefaklor)
2.11Komplikasi
Bila bronkopneumonia tidak ditangani secara tepat, maka komplikasinya
adalah sebagai berikut:
1. Otitis media akut (OMA): terjadi bila tidak diobati, maka sputum yang
berlebihan akan masuk ke dalam tuba eustachius, sehingga menghalangi
masuknya udara ke telinga tengah dan mengakibatkan hampa udara, kemudian
gendang telinga akan tertarik ke dalam dan timbul efusi.
2. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru
3. Efusi pleura
4. Emfisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura
5. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak
21
6. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
7. Endokarditis bakterial yaitu peradangan pada katup endokardial.
2.12Prognosis
Sembuh total bila didiagnosis dini dan ditangani secara adekuat. Mortalitas
lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi protein
dan datang terlambat untuk pengobatan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: An. TA
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur
: 8 bulan
Anak ke
:2
Alamat
: Gempol, RT 01/RW.II Ds. Ngebrak, Gampengrejo, Kediri
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
MRS
: 26 7 2015
Nama Ayah
Usia
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
: Tn. AR
: 32 th
: Islam
: SMP
: Karyawan swasta
Nama Ibu
Usia
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
: Ny. RC
: 34 th
: Islam
: SMP
: Wiraswasta
3.2
3.2.1
3.2.2
22
+
+/+/+
+/+/+
-
Hepatitis I/II/III
+/+/+
Riwayat Tumbuh kembang
BB: 9 Kg
PB: 58 cm
Usia: 8 bulan
23
Z score :
BB/U : - 2 SD s/d + 2 SD = Normal
BB/PB : > + 2 SD = Gemuk
PB/U : - 3 SD s/d - 2 SD = Pendek
BMI/U : - 2 SD s/d + 2 SD = Normal
Motorik Kasar:
Duduk, mengambil mainan dengan merangkak, belajar berjalan
Motorik Halus :
Memegang benda
Mencoret-coret di kertas
Verbal : Tertawa
Sosial
: Tersenyum, melambaikan tangan dan berkata daaa daag
3.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Vital Sign
: Tampak sesak
: Composmentis
: Nadi : 100 x/menit
Suhu : 38,2 C
RR : 64 x/menit
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
+/+
Pembesaran : normal
Auskultasi
: S1S2 tunggal, bising (-)
Meteorismus : (-)
Cairan bebas : (-)
Hepar
: Tidak teraba,
Lien
: Tidak teraba
Bising usus : BU normal
Akral hangat, kering, merah.
Pitting edem (-), CRT < 2 detik
3.4
Laboratorium
a. Darah Lengkap
Parameter
WBC (leukosit)
RBC (eritrosit)
HB (Hemoglobin)
HCT (Hematokrit)
PLT (Platelet)
Nilai
11,15 x 10/ ul
4,26 x 106 /ul
10,9 gr/dl
32,5 %
298 x 10 / ul
Nilai Rujukan
4,0 - 10,0
3,80 - 6,00
11,0 - 16,5
35 - 50
150 - 450
24
MCV
MCH
MCHC
RDW-SD
RDW-CV
PDW
MPV
NEUT #
NEUT %
LYMPH #
LYMPH %
MONO #
MONO %
EO #
EO %
BASO #
BASO %
76,3 fL
25,8 pg
33,5 gr/dl
40,6 fL
15,0 %
10,1 fL
9,7 fL
3,51 x 10/ ul
31,5 %
6,67 x 10/ ul
59,8 %
0,95 x 10/ ul
8,5 %
0,00 x x 10/ ul
0,0 %
0,02 x 10/ ul
0,2%
81,0 - 99,0
27,0 - 31,0
33,0 - 37,0
35 - 47
11,5 - 14,5
9,0 13,0
7,2 11,1
1,5 7
40 - 74
1 3,7
19 48
0,16 1
39
0 0,8
07
0 0,2
01
3.5
Radiologi
Hasil Pemeriksaan Radiologi:
Cor
: besar cor normal
Pulmo :
- corakan bronkovaskular di suprahiler, perihiler, dan paracardial dextra dan
sinistra meningkat
- Susp. Pembesaran lymphonodi pulmo dextra dan sinistra
- Sinus costophrenicus lancip, diafragma licin
- CTR < 0,5
Kesan: Bronkopneumonia dextra dan sinistra e.c KP primer
3.6
Problem List
1.
2.
3.
4.
Batuk produktif
Dyspnea
Riwayat imunisasi tidak adekuat
Febris
3.7
Diagnosis Kerja
Bronkopneumoni
3.8
Differential Diagnosis
Bronkiolitis
TB Paru
3.9
3.9.1
Planning
Diagnosis
DL
HDT
Kultur
25
3.9.2
PCR
Terapi
Infus N4 12 tpm
O2 kanul 2-3 lpm
Eritromisin syrup 4 x cth (180 - 225 mg/hari dibagi dalam 4 dosis)
3.9.3
3.9.4
selama 14 hari
Monitoring
Monitoring keluhan pasien (batuk, sesak, pilek)
Vital Sign (TD, N, RR, suhu)
Edukasi
Menjelaskan penyakit yang diderita pasien
Menjelaskan pemeriksaan yang akan dilakukan
Menjelaskan penatalaksaan yang akan dilakukan, cara penggunaan obat,
28/7/15
29/7/15
30/7/15
31/10/15
Suhu
38,2
37,3
37,0
36,6
36,5
Nadi
(x/mnt)
RR (x/mnt)
110
102
110
110
108
64
46
40
35
32
+/+
+/+
- /-
-/-
-/-
+/ +
+/+
+/+
+/+
+/+
Sesak
+++
++
++
Batuk
+++
+++
+++
++++
+++
Pilek
Retraksi
interostae
Rhonki
Suara nafas
Terapi
Infu
s N4 12 tpm
Inj.
Pycin 3x250
mg
Inj.
Gentamicin
2x 20 mg
Neb
uli zer :
Ventolin
1/3 + PZ
2x1/hari
Infu
s N4 12 tpm
Inj.
Pycin 3x250
mg
Inj.
Gentamicin
2x 20 mg
Neb
uli zer :
Ventolin
1/3 + PZ
2x1/hari
Infu
Infu
Infu
s N4 12 tpm s N4 12 tpm s N4 12 tpm
Inj.
Neb
Neb
Pycin 3x250 uli zer :
uli zer :
mg
Ventolin
Ventolin 1/3
1/3 + PZ
+ PZ
Inj.
2x1/hari
2x1/hari
Gentamicin
2x 20 mg
Neb
uli zer :
Ventolin
1/3 + PZ
2x1/hari
26
Ora
l:
Sanmol 3 cth
PB 3x1
Zamel 1x0,8
cc
Ottopan
4x0,9 cc
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, seorang anak laki-laki berusia 4 tahun datang ke IGD RSUD
Gambiran. Dari data anamnesis (aloanamnesis dengan ibu pasien) didapatkan
keluhan
Sesak,
batuk,
pilek,sejakpagiini
Sesaksejaktadimalamsudahke
UGD
RSUD
(17/2/2015)
gambiran,
badanpanas.
sesakmembaik,
kemudianpasienpulang,
namundemikiansaatberadadirumahsesakpasienmunculkembalidanbertambahparah,
sehinggakembalilagike
UGD
hariini
(17/2/2015).
Batukpilek
27
SpO2.
Untuk
mengatasi
batuk
diberikan
ambroxol sirup sebanyak sendok teh. Dan untuk mengatasi infeksinya diberikan
ceftriaxone dengan dosis 100mg/kgbb/hari dibagi menjadi 2 dosis dan
paracetamol diberikan dengan dosis 125 mg, tab jika pasien panas
Dari hasil follow up, pada hari ke 4 pasien MRS keluhan
sesaksudahmenghilangdanbatuk sudah berkurang. Dari temuan ini dapat
28
disimpulkan bahwa kondisi pasien semakin membaik dan dapat dilanjutkan rawat
jalan di rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Bennete MJ, 2013, Pediatric Pneumonia, http://www.emedicine.medscape
.com/article/967822-overview. diakses tanggal 5 Agustus 2015 jam 20.45.
23
Bradley JS, Byington CL, Shah SS, et.al., 2011, The Management of CommunityAcquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age:
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society
and the Infectious Diseases Society of America, Clin Infect Dis, 53 (7):
617-630.
Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, dkk., 2009, Panduan Pelayanan Medis
Ilmu Kesehatan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, Penerbit
IDAI, p.250-254.
Raharjoe NN, Supriyatno B, Setyono DB, 2010, Buku Ajar Respirologi Anak. 1st
ed, Badan Penerbit IDAI, Jakarta, Hal. 350-365.
Rudan I, Boschi-Pinto C, Biloglav Z, et.al., 2008, Epidemiology and Etiology of
Childhood Pneumonia. Bulletin of World Health Organization Vol.86.p.
321-416.
Setyoningrum RA, Landia S, Makmuri MS, 2006, Pneumonia, Naskah Lengkap
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak XXXVI Kapita Selekta Ilmu
Kesehatan Anak VI, Divisi Respirologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
Unair RSU Dr. Soetomo, Surabaya.
World Health Organization, 2009, Pneumonia, dalam: Buku Saku Pelayanan
Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman bagi Rumah Sakit Rujukan
Tingkat Pertama di Kabupaten atau Kota, Badan Penerbit WHO
bekerjasama dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta,
hal. 86-93.
Behman, Richard E, dkk., 2000, Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Cetakan I, Jakarta,
EGC, p. 883-889.
29