Anda di halaman 1dari 9

BLOK DENTAL PHARMACY

DISCOVERY LEARNING
CASE STUDY 1
ANALGESIK

Dosen Pembimbing:
drg.

Disusun Oleh:

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2012

ANALGETIK
A. Definisi Analgetik
Analgetik atau obat penghalang nyeri merupakan zat yang dapat
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa mengurangi kesadaran.
Kesadaran akan rasa sakit terdiri dari dua proses, yakni:
1. Penerimaan rangsangan sakit di bagian otak besar dan reaksi-reaksi
emosional dan individu terhadap rangsangan sakit.
2. Obat analgetik mempengaruhi proses pertama dengan mempertinggi
ambang kesadaran akan perasaan sakit, sedangkan narkotik menekan
reaksi-reaksi psychis yang diakibatkan oleh rangsangan sakit (Tjay
dan Rahardjo, 2007).
B. Golongan Obat Analgetik
Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yaitu analgetik
non-opioid atau integumental analgesic dan analgetik narkotik atau analgesik
opioid.
1. Analgesik opioid
Analgesik opioid memiliki daya menghilangkan nyeri yang kuat
dengan tingkat kerja yang terletak di Sistem Saraf Pusat dan dapat
mengurangi tingkat kesadaran serta menyebabkan adiktif. Analgesik
opioid dapat dibedakan menjadi tiga golongan utama berdasarkan
sumber dan zat kimianya, yaitu.
a. Golongan opioid semi sintesis, diturunkan dari rumus molekul
morfin, contohnya heroin, kodein, nalokson dan nalorfin.
b. Golongan morfin dan alkaloid ilmiah lainnya.
c. Golongan opioid sintesis, secara kimia tidak memiliki kaitan
dengan rumus molekul opioid, tetapi memiliki efek yang sama
dengan opioid (Becker, 2010).

2. Analgesik non-opioid

Analgesik non-opioid dinamakan juga analgetika perifer, karena


tidak mempengaruhi Sistem Saraf Pusat dan tidak menurunkan
kesadaran atau mengakibatkan adiktif. Analgesik non-opioid meliputi
asetaminofen dan golongan nonsteroidal anti inflammatory drugs
(NSAIDs). Analgesik non-opioid memiliki efek samping yang lebih
rendah dibandingkan dengan analgesik opioid. Berdasarkan beberapa
penelitian NSAIDs lebih baik dibandingkan opioid apabila dosisnya
tepat (Becker, 2010).
Dosis NSAID yang diberikan untuk meredakan nyeri biasanya
lebih tinggi dibandingkan untuk anti inflamasi. Analgesik NSAID
memiliki kelompok, yaitu.
a. Salisilat, salah satu contohnya yaitu aspirin. Aspirin merupakan
penghambat prostaglandin yang mengurangi proses inflamasi.
Aspirin tidak boleh dipakai bersama-sama dengan NSAID,
karena dapat mengurangi kadar NSAID dalam darah dan
efektifitasnya.
b. Derivat asam para klorobenzoat atau indol, contohnya
indometasin dan tolmetin. Obat ini biasa dipakai untuk rematik,
gout dan osteoartritis.
c. Fanamat, contohnya meklofenamat sodium monohidrat dan
asam mefenamat.
d. Asam-asam fenilasetat, contohnya diklofenak sodium atau
voltaren .
e. Oksikam, contohnya piroksikam atau feldelene.
f. Derivat pirazolon, contohnya fenilbutazon dan aminopirin.
g. Lain-lain, contohnya ketorlak atau toradol (Kee dan Hayes,
1996).
C. Mekanisme Kerja Obat Analgetik
1.

Mekanisme kerja Analgetik Opioid

Mekanisme

kerja

utamanya

ialah

menghambat

enzim

sikloogsigenase dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan


dengan kerja analgetiknya dan efek sampingnya (Katzung, 1997).
Efek depresi SSP beberapa opioid dapat diperhebat dan
diperpanjang oleh fenotiazin, penghambat monoamine oksidase dan
antidepresi trisiklik. Mekanisme supreaditif ini tidak diketahui dengan
tepat

mungkin

menyangkut

perubahan

dalam

kecepatan

biotransformasi opioid yang berperan dalam kerja opioid. Beberapa


fenotiazin mengurangi jumlah opioid yang diperlukan untuk
menimbulkan tingkat analgesia tertentu. Tetapi efek sedasi dan depresi
napas akibat morfin akan diperberat oleh fenotiazin tertentu dan selain
itu ada efek hipotensi fenotiazin.
2. Mekanisme Kerja Obat Analgesik Non-Nakotik
Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang berperan dalam
mengatur nyeri dan temperature. AINS secara selektif dapat
mempengaruhi hipotalamus menyebabkan penurunan suhu tubuh
ketika demam. Mekanismenya kemungkinan menghambat sintesis
prostaglandin (PG) yang menstimulasi SSP. PG dapat meningkatkan
aliran darah ke perifer (vasodilatasi) dan berkeringat sehingga panas
banyak keluar dari tubuh.
Efek analgetik timbul karena mempengaruhi baik di hipotalamus
atau di tempat cedera. Respon terhadap cedera umumnya berupa
inflamasi, udem, serta pelepasan zat aktif seperti brandikinin, PG dan
histamin. PG dan brandikinin menstimulasi ujung saraf perifer dengan
membawa impuls nyeri ke SSP. AINS dapat menghambat sintesis PG
dan brandikinin sehingga menghambat terjadinya perangsangan
reseptor nyeri. Obat-obat yang banyak digunakan sebagai analgetik
dan antipiretik adalah golongan salisilat dan asetominafin (Tjay dan
Rahardjo, 2007).

D. Indikasi dan Kontra Indikasi Obat Analgetik


Dalam pengguna obat analgetik memiliki indikasi dan kontra
indikasi antara lain :
1. Analgetik Opioid
a. Morfin dan Alkaloid Opium
Indikasi

Meredakan atau menghilangkan nyeri hebat yang tidak dapat

diobati dengan dengan analgesic non-opioid


Mengurangi atau menghilangkan sesak napas akibat edema

pulmonal yang menyertai gagal jantung kiri.


Mengehentikan diare

Kontraindikasi

Orang lanjut usia dan pasien penyakit berat, emfisem,

kifoskoliosis, korpulmonarale kronik dan obesitas yang ekstrim.


b. Meperidin dan Derivat Fenilpiperidin Lain
Indikasi

Meperidin hanya digunakan untuk menimbulkan analgesia.


Meperidin digunakan juga untuk menimbulkan analgesia
obstetric dan sebagai obat praanestetik.

Kontraindikasi

Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus
dikurangi

karena terjadinya perubahan pada disposisi obat.

Selain itu dosis meperidin perlu

dikurangi

bila

diberikan

bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain


penekanSSP. Pada pasien yang sedang mendapat MAO inhibitor
pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan, gejala
eksitasi dan demam (Katzung, 1997).
2. Obat Analgetik Non-narkotik
a. Salisilat
Indikasi

Mengobati nyeri tidak spesifik misalnya sakit kepala, nyeri

sendi, nyeri haid, neuralgia dan myalgia.


Demam reumatik akut

Kontraindikasi
Pada anak dibawah 12 tahun
b. Parasetamol
Indikasi
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesic dan
antipiretik, telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai
analgesic lainnya, parasetamol

sebaiknya

tidka

terlalu lama karena kemungkinan menimbulkan

diberikan
nefropati

analgesik.
Kontraindikasi

Penggunaan semua jenis analgesic dosis besar secara menahun


terutama dalam kombinasi berpotensi menyebabkan nefropati
analgesik (Katzung, 1997).

c.

Asam mefenamat

Indikasi

Sebagai analgesic, sebagai anti-inflamasi,

Kontraindikasi

Tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak dibawah 14 tahun


dan wanita hamil dan pemberian tidak melebihi 7 hari.
Penelitian klinis menyimpulkan bahwa penggunaan selama haid

mengurangi kehilangan darah secara bermakna.


d. Ibuprofen
Indikasi

Bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak terlalu


kuat.
Kontraindikasi

Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan


menyusui

karena ibuprofen relative lebih lama dikenal dan

tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik.


E. Memilih Analgetik Yang Tepat
Prinsip

penanganan

nyeri

adalah

mengidentifikasi

dan

mengeliminasi kausa yang mendasari nyeri, misalnya tumor, infeksi, dll. Hal

ini tidak selalu dapat dilakukan dengan mudah, sehingga pemeriksaan biasa
dilakukan oleh dengan menangani keluhan atau gejala dengan tujuan
mengurangi nyeri. Meskipun nyeri tidak dapat dihilangkan, akan tetapi usaha
maksimal dapat dilakukan dengan penilaian yang teliti tanpa melupakan
evaluasi respons terapi. Oleh karena itu, setiap pilihan analgetik perlu dimulai
dari dosis kecil dan dinaikkan bertahap sesuai dengan toleransi pasien dan
sasaran terapi (Jimmy, 2015).

F. Dosis Terapeutik Obat Analgetik


Dosis terapeutik adalah dosis obat yang memiliki satuaan ukuran
aman. Obat yang memiliki indeks trapeutik tinggi lebih aman daripada obat
yang memiliki indeks terapeutik rendah. Menurut Tjay dan Rahardjo (2007),
Beberapa obat NSAID yang memilik dosis terapeutik antara lain :
a. Asam Mefenamat
Memiliki daya antiradang sedang. Dosis pada nyeri akut adalah
500 mg d.c/p.c, kemudian 3-4 dd250 mg selama maksimal 7 hari.
b. Diklofenax
Dosis oral 3 dd 25-50 mg d.c/p.c , rektal 1 dd 50-100 mg.
Merupakan NSAIDyang sering digunakan pada kasus migrain dan
encok.
c. Ibuprofen
Menurut Gunawan (2007), ibuprofen efektif antiinflamasi pada
dosis 1200-2400 mg sehari. Kadar maksimal pada plasma sekitar
1-2 jam serta waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Tetapi
ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh ibu hamil dan menyusui.
d. Ketoprofen
Dosis 2 kali sehari 100 mg sudah memberikan efek terapi.
e. Naproksen
Dosis untuk penyakit reumatik adalah2 kali 250-375 mg sehari.
Bila perlu dapat diberikan 2 kali 500 mg perhari.
f. Indometasin

Karena toksisitasnya dosis nya 2-4 kali 25 mg sehari sudah


memberi efek terapi. Untuk mengurangi gejala rematik di malam
hari doasis diberikan 50-100 mg sebelum tidur.
g. Fenoprofen
Memiliki waktu paruh 2 jam. Dosis nya ialah 600-800 mg, 4 kali
sehari.
h. Parasetamol
Memiliki dosis oral : 0.5-1 gram tiap 4-6 jam hingga maksimum 4
jam perhari. Anak 2 bulan : 60 mg pada demam pasca operasi.
3 bulan-1 tahun : 60-120 mg perhari, dosis-dosis ini boleh diulang
tiap 4-6 jam bila diperlukan (maksimum sebanyak 4 dosis dalam
waktu 24 jam).

DAFTAR PUSTAKA

Becker, D. E., 2010, Pain management: part 1: managing acute and


postoperative dental pain, Anesth Prog, American Dental
Society of Anesthesiology, 57: p 67-69.
Barus, Jimmy., 2015, Penatalaksanaan Farmakologis Nyeri pada Lanjut
Usia, Continuing Medical Education, Vol. 42 (3): 167171
Gunawan.G.Sulistia. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Katzung, B. G. 1997. Farmakologi Dasar dan Klinik, ed IV. Jakarta :
EGC.
Kee, J.L., Hayes, E.R., 1996, Farmakologi: pendekatan proses
keperawatan. Jakarta : EGC.
Tjay, Tan Hoan, Drs.,Rahardja, Kirana, Drs. 2007. Obat-obat Penting.
Jakarta : Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai