MKN Sep2005
MKN Sep2005
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktorfaktor kesehatan lingkungan
perumahan yang mempengaruhi kejadian ISPA pada balita di Perumnas Mandala. Penelitian ini bersifat
survei analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 94 balita
pada 94 rumah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 64,9 persen balita menderita ISPA. Kelembaban
ruangan, suhu ruangan, ventilasi ruangan, pemakaian obat nyamuk bakar, bahan bakar yang digunakan
untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah mempunyai pengaruh terhadap kejadian ISPA pada
balita.
Kata kunci: kesehatan lingkungan perumahan, kejadian ISPA
Abstract: The objective of this research is to find out the environmental health housing factors that
influencing the numbers of upper respiratory tract infection incidence in children under 5 years old in
Perumnas Mandala. This research was an analytic survey with cross sectional design. The sample of this
research was 94 children under 5 years old and 94 houses. Result of this study showed that upper
respiratory tract infection incidence in children under 5 years old was 64,9persen. Humanity,
temperature, room ventilation, usage of mosquito burn, usage fuel to cook and over crowd of the room
had the significant influence to the upper respiratory tract infection incidence of the children under 5
years.
Key words: environmental health housing, upper respiratory tract infection incidence
PENDAHULUAN
Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA
masih merupakan masalah di Indonesia. Hal ini
tampak dari hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1995 yang menunjukkan
bahwa proporsi kematian bayi akibat ISPA
masih 29,5 persen artinya dari 100 bayi yang
meninggal 30 diantaranya meninggal karena
ISPA. Data dari Profil Kesehatan tahun 2003 di
Kabupaten Deli Serdang menunjukkan bahwa
kasus ISPA pada balita mengalami peningkatan
yaitu pada tahun 2001 sebesar 120,5/1000 orang
naik menjadi 161,89/1000 orang pada tahun
2002. Penyakit lain pada saluran pernafasan atas
juga meningkat yaitu dari 32,7/1000 orang naik
menjadi 40,08/1000 orang.1
Menurut Laporan Bulanan Puskesmas
Kelurahan Kenangan Lama penyakit ISPA dan
penyakit lain pada saluran pernafasan bagian
atas menduduki peringkat pertama pada 10
(sepuluh) penyakit terbesar dengan rincian pada
bulan Januari 2004 kasus ISPA sebanyak 550
kasus,
pada bulan Februari kasus ISPA
230
lingkungan
perumahan
yang
meliputi:
kelembaban ruangan diukur dengan higrometer;
suhu ruangan diukur dengan thermometer;
ventilasi rumah dan ventilasi kamar tidur balita
diukur dengan membandingkan antara luas
lantai dengan luas ventilasi; data pemakaian
obat nyamuk bakar, pemakaian bahan bakar
untuk memasak dan kondisi dapur dilakukan
dengan cara observasi dan wawancara;
kepadatan
penghuni
diukur
dengan
membandingkan luas lantai dengan jumlah
penghuni dalam satu rumah.. Selanjutnya data
dianalisa dengan menggunakan uji statistik
regresi logistik.
HASIL DAN DISKUSI
Angka Kejadian ISPA Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian (tabel 1)
diperoleh data bahwa balita yang mengalami ISPA
dalam 2 minggu terakhir sebanyak 61 balita (64,9
persen) dan yang tidak mengalami ISPA sebanyak
33 balita (35,1 persen). Menurut Amin (1989)6
terjadinya ISPA diantaranya dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu kuman penyebab penyakit, daya tahan
tubuh yang menurun dan kondisi kesehatan
lingkungan perumahan yang tidak memenuhi
syarat seperti kelembaban ruangan, suhu ruangan,
ventilasi rumah, ventilasi kamar tidur balita,
pemakaian obat nyamuk bakar, pemakaian bahan
bakar untuk memasak, keberadaan perokok,
kondisi dapur dan kepadatan penghuni.
Penyakit ISPA merupakan penyakit yang
paling banyak diderita oleh anak-anak. Salah satu
penyebabnya adalah pencemaran udara dalam
ruangan.3 Selain itu penyakit ISPA sering terdapat
di pemukiman kumuh dan padat yang kondisi
lingkungannya tidak memenuhi syarat kesehatan.4
Tabel 1.
Distribusi Kejadian ISPA Pada Balita Di Perumnas Mandala Kec. Percut Sei Tuan Tahun 2004
Kejadian ISPA
Jumlah (orang)
Prosentase ( persen )
Kejadian ISPA
61
64,9
33
35,1
Jumlah
94
100
231
Karangan Asli
Tabel 2.
Distribusi Faktor-Faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan di Perumnas Mandala Kec. Percut Sei Tuan
Tahun 2004
Memenuhi Syarat
Kelembaban ruangan
22
23,4
72
76,6
Suhu ruangan
37
39,4
57
60,6
Ventilasi rumah
15
16,0
79
84,0
17
18,1
77
81,9
18
19,1
76
80,9
29
30,9
65
69,1
Keberadaan perokok
20
21,3
74
78,7
Kondisi dapur
16
17,0
78
83,0
Kepadatan penghuni
19
20,2
75
79,8
232
No Variabel
Kelembaban
ruangan
3,336
0,000
28,097
Suhu ruangan
1,496
0,035
4,463
Ventilasi rumah
2,312
0,006
10,094
Pemakaian
obat
nyamuk bakar
2,948
0,001
19,070
Bahan bakar
2,322
0,005
10,194
2,205
0,012
9,068
-19,469
0,000
0,000
yang digunakan
6
Kepadatan
penghuni
Constanta
kelembaban
udara,
selain
itu
dapat
menyebabkan terakumulasinya polutan bahan
pencemar di dalam rumah khususnya kamar
tidur
sehingga
memudahkan
terjadinya
penularan
penyakit
terutama
gangguan
7
pernafasan. Menurut Slamet (2002) ruangan
dengan ventilasi tidak baik jika dihuni seseorang
akan mengalami kenaikan kelembaban yang
disebabkan penguapan cairan tubuh dari kulit
karena uap pernafasan. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Marvin (2002) yang
menyatakan ada hubungan antara ventilasi
dengan kejadian ISPA.6
Penggunaan obat nyamuk bakar sebagai
alat untuk menghindari gigitan nyamuk dapat
menyebabkan gangguan saluran pernapasan
karena menghasilkan asap dan bau yang tidak
sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan
rumah akan merusak mekanisme pertahanan
paru-paru sehingga mem-permudah timbulnya
gangguan pernapasan.9
Gangguan pernapasan pada balita yang
tinggal pada rumah yang menggunakan bahan
bakar minyak tanah lebih tinggi dari rumah yang
menggunakan bahan bakar gas. Hal ini
dimungkinkan karena ibu balita pada saat
memasak di dapur menggendong anaknya,
sehingga asap bahan bakar tersebut terhirup oleh
balita. Pemaparan yang terjadi dalam rumah
juga tergantung pada lamanya orang berada di
dapur atau ruang lainnya yang telah terpapar
oleh bahan pencemar. Kebanyakan ibu dan
anak-anak potensial mempunyai resiko lebih
tinggi menderita gangguan pernapasan karena
lebih sering berada di dapur.5,9
Kepadatan di dalam kamar terutama
kamar balita yang tidak sesuai dengan standar
akan menimbulkan ruangan penuh sesak
sehingga oksigen berkurang dan CO2 meningkat
dalam ruangan tersebut. Kepadatan hunian dapat
mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah,
dimana semakin banyak jumlah penghuni maka
akan semakin cepat udara di dalam rumah
mengalami pencemaran. Hal ini sesuai dengan
penelitian Achmadi (1990) bahwa rumah yang
padat seringkali menimbulkan gangguan
pernafasan terutama pada anak-anak dan
pengaruh lain pada anak-anak adalah menekan
tumbuh kembang mentalnya.5
Menurut Soekidjo (1995) luas bangunan
yang tidak sebanding dengan jumlah penghuni
ini tidaklah sehat karena dapat menyebabkan
kurangnya konsumsi oksigen dan memudahkan
penularan penyakit infeksi. David Morley
(1973) menekankan bahwa yang bertanggung
233
Karangan Asli
234
DAFTAR PUSTAKA
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.
Profil Kesehatan Kabupaten Deli Serdang.
Lubuk Pakam. 2003
2. Anonimous. Laporan Bulanan Puskesmas
Kenangan Lama. 2004
3. Kusnoputranto, H. Kesehatan Lingkungan.
FKM-UI. Jakarta. 2000:47-62
4. Departemen Kesehatan RI. Program
Penyehatan
Lingkungan
Pemukiman.
Jakarta. 1994
5. Achmadi, U.F. Faktor-Faktor Penyebab
ISPA Dalam Lingkungan Rumah tangga di
Jakarta. Lembaga Penelitian UI. Jakarta.
1990
6. Umbul, C.W. Faktor Lingkungan dan
Karakteristik Santri Terhadap Kejadian
ISPA di Pondok Pesantren. Info Kesehatan
2004; VII (2); 97-102.
7. Slamet.J.S. Kesehatan Lingkungan. Gadjah
Mada Press. Yogyakarta.2002:142-164
8. Lubis, P. Perumahan Sehat. Proyek
Pengembangan
Tenaga Sanitasi Pusat.
Depkes RI. Jakarta. 1986
9. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
Program Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran
Pernafasan
Akut
Untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita.
Dirjen. PPM dan PLP. Jakarta. 1995