Anda di halaman 1dari 12

HIPERTENSI

PENGERTIAN
Hipertensi adalah keadaan di mana tekanan darah (TD) sama atau melebihi
140 mmHg sistolik dan /atau sama atau lebih dari 90 mmHg diastolik pada seseorang yang
tidak sedang minum obat antihipertensi.
Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan Joint National Committe VII (2007)
Klasifikasi
TD sistolik (mmHg)
TD diastolik (mmHg)
Normal
< 120
Dan
< 80
Pre-hipertensi
120 139
Atau
80 89
Hipertensi stage 1
140 159
Atau
90 99
Hipertensi stage 2
160
Atau
100
Hipertensi sistolik terisolasi
140
Dan
< 90
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Penilaian Awal Klinis Hipertensi
Penilaian awal klinis hipertensi sebaiknya meliputi tiga hal yaitu klasifikasi
hipertensi, menilai risiko kardiovaskular pasien, dan mendeteksi etiologi sekunder
hipertensi yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Penilaian awal tersebut diperoleh
dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah rutin, spesimen urine pagi, dan EKG
12-lead saat istirahat. Pada pasien tertentu, pemantauan TD berjalan dapat memberikan
informasi tambahan mengenai beban sistem kardiovaskuler berdasarkan urutan waktu.
Indikasi Pemantauan TD Berjalan (ambulatory blood pressure monitoring)
1. Kecurigaan hipertensi white coat
2. Kecurigaan white coat aggravation pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol
secara medis
3. Kecurigaan hipertensi nokturnal atau hipertensi terselubung (masked hypertension)
4. Hipertensi pada kehamilan
5. Kecurigaan hipertensi ortostatik atau kegagalan otonom
Anamnesis
1. Durasi hipertensi
2. Riwayat terapi hipertensi sebelumnya dan efek sampingnya bila ada
3. Riwayat hipertensi dan kardiovaskular pada keluarga
4. Kebiasaan makan dan psikososial
5. Faktor risiko lainnya : kebiasaan merokok, perubahan berat badan, dislipidemia,
diabetes, inaktivitas fisik
6. Bukti hipertensi sekunder (tabel 2) : riwayat penyakit ginjal, perubahan penampilan,
kelemahan otot (palpitasi, keringat berlebih, tremor), tidur tidak teratur, mengorok,
somnolen di siang hari, gejala hipo atau hipertiroidisme, riwayat konsumsi obat yang
dapat menaikkan tekanan darah
7. Bukti kerusakan organ target : riwayat TIA, stroke, buta sementara, penglihatan kabur
tiba-tiba, angina, infark miokard, gagal jantung, disfungsi seksual

Tabel 2. Etiologi Sekunder Hipertensi


Renal
Renovaskular
Adrenal

Koarktaksio aorta
Obstructive sleep apnea
Preeklampsia / eklampsia
Neurogenik
Kelainan endokrin lainnya
Obat-obatan

Hipertensi bentuk
Mendelian

Berikan subjudul pada tabel


Penyakit parenkim, kista renalis (termasuk penyakit ginjal
polikistik, tumor renal, uropati obstruktif
Arterioskelaris, displasia fibromuskular
Aldosteronisme primer, sindrom cushing, defisiensi
17a-hydroxlase, defisiensi 1 1 - hydroxylase, defisiensi
11-hydroxyteroid dehydrogenase (licorice),
pheochromacytoma

Psikogenik, sindrom diensefalik, disotonomia familat,


polineuritis, peningkatan TIK akut
Hipotiroidisme, hipertiroidisme, hiperkalsemia,
akromegali
Estrogen dosis tinggi, steroid, dekongestan, penekan nafsu
makan, siklosporin, antidepresan trisiklik, kokain,
NSAID, eritropetin
Jarang

Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran tinggi dan berat badan, tanda-tanda vital
2. Metode auskultasi pengukuran TD
Semua instrumen yang dipakai harus dikalibrasi secara rutin untuk memastikan
keakuratan hasil
Posisi pasien duduk di atas kursi dengan kaki menempel di lantai dan telah
beristirahat selama 5 menit dengan suhu ruangan yang nyaman
Dengan sfigmomanometer, oklusi arteri brakialis dengan pemasangan cuff di
lengan atas dan diinflasi sampai di atas TD sistolik. Saat deflasi perlahan-lahan
suara pulsasi aliran darah dapat dideteksi dengan auskultasi dengan stetoskop tipe
bell / genta di atas arteri tepat di bawah cuff.
Klasifikasi berdasarkan hasil rata-rata pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali tiap kunjungan pada 2 kali kunjungan atau lebih dengan
menggunakan cuff
Tekanan sistolik = suara fase 1 dan tekanan diastolik = suara fase 5
Pengukuran pertama harus di kedua sisi lengan untuk menghindarkan kelainan
pembuluh darah perifer
Pengukuran tekanan darah pada waktu berdiri diindikasikan pada pasien dengan
risiko hipotensi postural (lanjut usia, pasien DM, dll)
Tabel 3. Rekomendasi follow-up pengukuran ID pada dewasa tanpa kerusakan
organ target
TD inisial (mmHg)
Rekomendasi follow up
Normal
Periksa ulang dalam 2 tahun
Pre-hipertensi
Periksa ulang dalam 1 tahun
Hipertensi stage 1
Konfirmasi dalam 2 bulan
Hipertensi stage 2
Evaluasi dan rujuk ke pelayanan kesehatan dalam
waktu 1 bulan apabila TD lebih tinggi (misal
> 180/10 mmHg), evaluasi dan terapi segera atau
dalam waktu 1 minggu tergantung kondisi klinis dan

komplikasi

3.
4.
5.
6.
7.

Palpasi leher apabila terdapat pembesaran kelenjar tiroid


Palpasi pulsasi arteri femoralis, pedis
Auskultasi bruit karotis, bruit abdomen
Funduskopi
Evaluasi gagal jantung dan pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis, tes fungsi ginjal, ekskresi albumin, serum BUN, kreatinin, gula darah,
elektrolit, profil lipid, foto toraks, EKG.
DIAGNOSIS BANDING
Peningkatan tekanan darah akibat white coat hypertension, rasa nyeri, peningkatan
tekanan intraserebral, ensefalitis, akibat obat, dan lain-lain.
TATALAKSANA
1. Modifikasi gaya hidup (Tabel 4)
2. Pemberian -blocker paad pasien unstable angina / non-ST elevated myocardial infark
(NSTEMI) atau STEMI harus memperhatikan kondisi hemodinamik pasien. -blocker
hanya diberikan pada kondisi hemodinamik stabil.
3. Pemberian angiotensin convertin enzyme inhibitor (ACE-1) atau angiotensin receptor
blocker (ARB) pada pasien NSTEMI atau STEMI apabila hipertensi persisten, terdapat
infark miokard anterior, disfungsi ventrikel kiri, gagal jantung atau pasien menderita
diabetes dan penyakit ginjal kronik.
4. Pemberian antagonis aldosteron pada pasien disfungsi ventrikel kiri bila terjadi gagal
jantung berat (misal gagal jantung New York Heart Association /NYHA kelas III-IV
atau fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40 % dan klinis terdapat gagal jantung)
5. Kondisi khusus lain :
a. Obesitas dan sindrom metabolik
Terdapat 3 atau lebih keadaan berikut : lingkar pinggang laki-laki > 102 cm atau
perempuan > 89 cm, toleransi glukosa terganggu dengan gula darah puasa 110
mg/dl, tekanan darah minimal 130/85 mmHg, trigliserida tinggi 150 mg/dl,
kolesterol HDL rendah < 40 mg/dl pada laki-laki atau < 50 mg/dl pada perempuan)
a modifikasi gaya hidup yang intensif dengan pilihan terapi utama golongan ACE1. Pilihan lain adalah ARB, CCB.
b. Hipertrofi ventrikel kiri
Tata laksana agresif termasuk penurunan berat badan dan restriksi garam
Pilihan terapi : dengan semua kelas antihipertensi
Kontraindikasi : vasodilator langsung
c. Penyakit arteri perifer : semua kelas anti hipertensi, tatalaksana faktor risiko lain,
dan pemberian aspirin
d. Lanjut usia ( 65 tahun)
Identifikasi etiologi lain yang bersifat ireversibel
Evaluasi kerusakan organ target
Evaluasi penyakit komorbid lain yang mempengaruhi prognosis
Identifikasi hambatan dalam pengobatan
Terapi farmakologis : diuretik thiazid (inisial), CCB
e. Kehamilan
Pilihan terapi : metildopa, -blocker, dan vasodilator
Kontraindikasi : ACE-1 dan ARB

Tabel 4. Modifikasi Gaya Hidup pada Penderita Hipertensi


Turunkan berat badan
Target indeks massa tubuh (IMT)
< 25 kg/m2
Diet rendah garam
< 6 g NaCl/hari
Adaptasi menu diet DASH (Dietary
Perbanyak buah, sayur, produk susu
Approaches to Stop Hypertension)
rendah lemak jenuh
Mmenghentikan konsumsi alkohol
Bagi peminum alkohol
Aktivitas fisik
Aerobik rutin, seperti jalan cepat selama
30 menit / hari

KOMPLIKASI
Hipertrofi ventrikel kiri, protinuria dan gangguan fungsi ginjal, aterosklerosis
pembuluh darah, retinopati, stroke atau TIA, infark miokard, angina pektoris, gagal
jantung.
PROGNOSIS
Hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dapat dikontrol dengan terapi yang
sesuai. Terapi kombinasi obat dan modifikasi gaya hidup umumnya dapat mengontrol
tekanan darah agar tidak merusak organ target. Oleh karena itu, obat antihipertensi harus
terus diminum untuk mengontrol tekanan darah dan mencegah komplikasi. Studi

menunjukkan kontrol tekanan darah pada hipertensi menurunkan insidens stroke sebesar
35-44 % tetapi sampai saat ini belum jelas apakah golongan obat antihipertensi tertentu
memiliki perlindungan khusus terhadap stroke. Satu studi menunjukkan efek ARB
(antagonis reseptor AII) dibandingkan dengan penghambat ACE menurunkan risiko infark
miokard, stroke, dan kematian 13 % lebih banyak, termasuk 25 % penurunan risiko stroke
baik fatal maupun non fatal.
Tabel 5. Obat Anti Hipertensi Oral
Kelas
Diuretik

-blocker
Calcium channel blocker (CCB)

Angiotensin converting enzyme


inhibitor (ACE-1)
Angiotensin receptor blocker (ARB)
a-blocker

Nama Obat
Hidroklrotiazid
Furosemid
Spironolakton
Bisoprolol
Propanolol
Amlodipin
Nifedipin
Ditiazem
Captopril
Lisinopril
Valsartan
Klonidin

Dosis (mg/hari)
12,5 50
20 80
25 50
2,5 10
40 160
2,5-10
30-60
120-540
25-100
10-40
80-320
0,1-0,8

Tabel 6. Petunjuk pemilihan obat dengan indikasi khusus


Indikasi khusus
Diuretik
Gagal jantung
Pasca infark
Miokard
Risiko tinggi
peny. Koroner
DM
Penyakit ginjal
kronik
Pencegahan
stroke berulang

Penyekat
reseptor b

Obat-obat yang direkomendasi


Penghambat
Antagonis
Penghambat
ACE
reseptor AII
Kalsium

UNIT YANG MENANGANI


Bagian Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT

HCU, Bagian Ilmu Kesehatan Mata, Bagian Neurologi

Antagonis
Aldosteron

GAGAL JANTUNG
PENGERTIAN
Merupakan sindrom klinis yang terjadi karena abnormalitas struktur dan/atau fungsi
jantung yang diturunkan atau didapat sehingga mengganggu kemampuan pompa jantung.
Ada beberapa istilah gagal jantung.
Berdasarkan onset terjadinya :
- Gagal jantung akut : adalah suatu kondisi curah jantung yang menurun secara tibatiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai edema perifet,
disebabkan sindrom koroner akut, hipertensi berat, regurgitasi katup akut.
- Gagal jantung kronik / kongestif : adalah suatu kondisi patofisiologis terdapat
kegagalan jantung memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan, terjadi
sejak lama.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa sehingga
curah jantung menurun dan menyebabkan keluhan hipoperfusi. Gagal jantung diastolik
yaitu gangguan relaksasi dan gangguan pengisian ventrikel atau disebut juga gagal
jantung dengan fraksi ejeksi > 50 %.
Gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri. Gagal jantung kiri disebabkan kelemahan
ventrikel kiri, sehingga meningkatkan tekanan vena pulmonalis dan paru, sedangkan
gagal jantung kanan terjadi akibat kelebihan melemahnya ventrikel kanan seperti pada
hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi
kongesti vena sistemik.
Low output dan high output heart failure (secara klinis tidak dapat dibedakan)
- Low output heart failure adalah gagal jantung yang disertai disebabkan oleh
hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katup dan perikardium
- High output heart failure adalah gagal jantung yang disertai penurunan resistensi
vaskular sistemik seperti pada hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-V,
beri-beri, dan penyakit Paget.
Berdasarkan klasifikasi NYHA :
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung berdasarkan NYHA
Kapasitas fungsional
Klinis
Class I
Pasien dengan penyakit jantung tanpa keterbatasan aktivitas.
Aktivitas biasa tidak menyebabkan fatigue, dyspnea, atau
nyeri angina
Class II
Penderita penyakit jantung dengan keterbatasan ringan pada
aktivitas fisik. Aktivitas biasa menyebabkan fatigue,
dyspnea, atau nyeri angina : yang hilang dengan istirahat
Class III
Penderita penyakit jantung dengan keterbatasan pada
aktivitas fisik. Sedikit aktivitas menyebabkan fatigue,
dyspnea, palpitasi, atau nyeri angina, yang hilang dengan
istirahat
Class IV
Penderita penyakit jantung dengan ketidakmampuan
melakukan aktivitas fisik. Keluhan gagal jantung atau
sindroma angina mungkin masih dirasakan meskipun saat
istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, rasa tidak nyaman
bertambah

Tabel 2. Penyebab Gagal Jantung Akut


Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada
Sindrom koroner akut : infark miokard/angina pectoris tidak stabil dengan iskemia
yang bertambah luas dan disfungsi iskemik
Komplikasi kronik infark miokard akut
Infark ventrikel kanan
Krisis hipertensi
Aritmia akut : takikardia ventrikular, fibrilasi ventricular, fibrilasi atrial atau fluter
atrial, trakikardia, supraventikular lain
Refurgitasi valvular / endokarditis / ruptur karda tendinae, perburukan regurgitasi katup
yang sudah ada
Stenosis katop aorta berat
Miokarditis berat akut
Tamponade jantung
Diseksi aorta
Kardiomiopati pasca melahirkan
Faktor predisposisi non kardiovaskular : pelaksanaan terhadap pengobatan kurang
Overload volume
Infeksi
Severe brain insult
Penurunan fungsi ginjal
Asma
Penyalahgunaan obat
Penggunaan alkohol
Feokromositoma
Klasifikasi Gagal Jantung Akut
1. Klasifikasi berdasarkan Framingham
a. Kriteria Major :
Paraxysmal nocturnal dyspnea
Distensi vena leher
Ronki paru
Kardiomegali
Edema paru akut
Gallop S3
Peninggian tekanan vena jugularis
Refluks hepatojugular
b. Kriteria minor :
Edema ekstremitas
Batuk malam hari
Dispnea deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
Takikardia (> 120 kali/menit)
2. Klasifikasi berdasarkan dominasi jantung yang kiri atau kanan yaitu :
a. Forward acute heart failure
b. Left heart backward failure : yang dominan gagal jantung kiri

c. Right heart backward failure : berhubungan dengan disfungsi paru dan jantung
sebelah kanan
PENDEKTAN DIAGNOSIS
Anamnesis
Fatigue, dyspnea, shortness of breath. Keluhan dapat berupa keluhan saluran
pencernaan seperti anoreksia, nausea, dan rasa penuh. Jika berat dapat terjadi konfusi,
disorientasi, gangguan pola tidur dan mood.
Pemeriksaan Fisik
Posisi pasien dapat tidur terlentang atau duduk jika sesak. Tekanan darah dapat
normal atau meningkat pada tahap awal, selanjutnya akan menurun karena disfungsi
ventrikel kiri. Penilaian perfusi perifer, suhu kulit, peninggian tekanan pengisian vena,
adanya murmur sistolik, murmur diastolik, dan irama gallop perlu dideteksi dalam
auskultasi jantung. Kongesti paru ditandai dengan ronki basah pada kedua basal paru.
Penilaian vena jugular dapat normal saat istirahat tetapi dapat meningkat dengan adanya
tekanan pada abdomen (abdominojugular reflux positif). Pada abdomen adanya
hepatomegali merupakan tanda penting pada gagal jantung, asites, ikterus karena fungsi
hepar yang terganggu. Edema ekstremitas yang umumnya simetris dapat ditemukan.
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium : DPL, elektrolit, urea, kreatinin, gula darah, albumin, enzim hati
Elektrokardiografi
Foto toraks
Jika perlu, Analisa gas darah (rujuk pemeriksaan ke fasilitas yang lebih lengkap)
DIAGNOSIS BANDING
Acute respiratory distress syndrome, gagal ginjal.
TATA LAKSANA
Gagal jantung akut
Oksigen
Ventilasi non invasif (dengan PEEP / positive end-expiratory pressure)
- Indikasi : Edema paru kardiogenik, gagal jantung akut hipertensif
- Kontraindikasi : pasien tidak kooperatif, diperkirakan perlu segera pemakaian
intubasi endotrakial karena hipoksia yang progresif
- Penyakit obstruksi saluran napas berat lebih hati-hati dalam pemberian
Morfin : jika pasien gelisah atau ada nyeri dada. Dosis 2,5 5 mg IU bolus intravena
(iv)
Diuretika loop
Vasodilator (tabel 5)
- Diberikan jika tidak ada tanda-tanda hipotensi yang simptomatik, tekanan sistolik
< 90 mm Hg atau penyakit valvuler yang serius
- Nitrat / nitroprusside iv bila tekanan darah > 110 mmHg
Obat-obat inotropik (tabel 6)
- Indikasi : tekanan sistolik rendah, cardiac index rendah dengan adanya tanda-tanda
hipoperfusi atau kongesti
- Dobutamin
- Dopamin

Tabel 4. Jenis Diuretika pada Gagal Jantung Akut


Retensi air
Jenis diuretik
Dosis harian
(mg)
Sedang
Furosemid
20-40

Keterangan
Oral / iv sesuai klinis
Monitor kalium,
natrium, kreatinin,
tekanan darah

Berat

Furosemid
Furosemide infus

40-100
5-40 mg/jam

Dosis iv ditingkatkan
Lebih baik daripada
bolus dosis tinggi

Refraktor terhadap
diuretika

Tambah HCT atau

50-100

Kombinasi lebih baik


daripada loop diuretika
dosis tinggi

Spironolaktan

25-50

Terutama bila fungsi


renal baik dan kalium
normal atau rendah

Acetazolamid
Tambah dopamin
atau dobutamin

0,5

iv
Pertimbangkan
ultrafiltrasi dan HD
apabila ada gangguan
renal dan hiponafremia

Dengan Alkalosis
Refraktor terhadap
diuretika dan HCT

Tabel 5. Jenis vasodilator pada gagal jantung akut


Indikasi
Vasodilator
Dosis
Kongesti paru atau
Nitrogliserin
Mulai 10-20 g/menit
edema dengan TD >
ditingkatkan sampai 200
90 mm Hg
g/menit. Maksimal 40400 g/menit
Isosarbide
dinitrate

Mulai dengan 1 mg/jam


dinaikkan sampai
10 mg/jam

Tabel 6. Jenis Inotropik pada Gagal Jantung Akut


Jenis inotropik
Bolus
Dobutamin
Tidak
Dopamin

Tidak

Keterangan
Hipertensi, sakit
kepala

Hipotensi, sakit
kepala

Kecepatan infus
2-20g/kg/menit (+)
< 3g/kg/menit : efek renal (+)
3-5 g/kg/menit : inotropik (+)
> 5 g/kg/menit : (+), vasopresor a+

Jenis inotropik

Bolus

Kecepatan infus

Norepinephrine
Epinefrin

Tidak
1 mg dapat diberikan selama
resusitasi intravena, diulang
setiap 3-5 menit

0,05-5g/kg/menit

GAGAL JANTUNG KRONIK


Non Farmakologis
a. Diet (hindarkan obesitas, rendah garam : 2 g pada gagal jantung ringan dan 1 g pada
gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat dan 15 liter pada
gagal jantung ringan.
b. Hentikan rokok
c. Hentikan alkohol pada kardiomiopati. Batasi 20-30 g/hari pada yang lainnya
d. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau sepeda
statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80 % denyut jantung maksimal
pada gagal jantung ringan dan sedang)
e. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut.
Farmakologis
a. Diuretik. Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan paling sedikit
diuretik regular dosis rendah tujuan untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan
menghilangkan edema. Permulaan dapat digunakan loop diuretic atau tiazid. Bila
respons tidak cukup baik dosis diuretik dapat dinaikkan, berikan diuretik intravena,
atau kombinasi loop diuretik dan tiazid. Diuretik hemat kalium, spironolakton, dengan
dosis 25-50 mg/hari dapat mengnurangi mortalitas pada pasien dengan gagal jantung
sedang sampai berat (klas fungsional IV) yang disebabkan gagal jantung sistolik.
b. Penghambat ACE bermanfaat untuk menekan aktivasi neurohormonal, dan pada gagal
jantung yang disebabkan disfungsi sistolik ventrikel kiri. Pemberian dimulai dengan
dosis rendah, dititrasi selama beberapa minggu sampai dosis yang efektif.
c. Penyekat Beta bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian mulai dosis kecil,
kemudian dititrasi selama beberapa minggu dengan kontrol ketat sindrom gagal
jantung. Biasanya diberikan bila keadaan sudah stabil. Pada gagal jantung klas
fungsional II dan III. Penyekat Beta yang digunakan carvedilol, bisoprolol atau
metoprolo. Biasa digunakan bersama-sama dengan penghambat ACE dan diuretik.
d. Angiotensin II antagonis reseptor dapat digunakan bila ada kontraindikasi penggunaan
penghambat ACE.
e. Kombinasi hidralazin dengan isosorbide dinitrat memberi hasil yang baik pada pasien
yang intoleran dengan penghambat ACE dapat dipertimbangkan.
f. Digoksin diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi sistolik
ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial, digunakan bersama-sama
diuretik, penghambat ACE, penyekat beta. Dosis : 0,125 qd dengan dosis maksimal
0,735 qd.
g. Antikoagulan dan antiplatelet. Aspirin diindikasikan untuk pencegahan emboli serebral
pada penderita dengan fibrilasi atrial dengan fungsi ventrikel yang buruk. Antikoagulan
perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun dengan riwayat emboli, trombosis
dan transient ischemic attacks, trombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel.
h. Antiaritmia tidak direkomendasikan untuk pasien yang asimptomatik atas aritmia
ventrikel yang tidak menetap. Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia
yang mengancam nyawa. Aritmia kelas III terutama amiodaron dapat digunakan untuk
terapi aritmia atrial dan tidak digunakan untuk mencegah kematian mendadak.

i. Antagonis kalsium dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk mengoabti


angina atau hipertensi pada gagal jantung.
Tabel 7. Jenis Diuretik pada Gagal Jantung Kongestif
Frekuensi
Jenis diuretika
Dosis inisiasi (mg)
pemberian
Furosemid
20-40
1-2 kali sehari
Hidroklorotiazid
25 qd
1-2 kali sehari
Spironolakton
1,5 50 qd
1 kali sehari

Dosis maksimum
(mg/hari)
500
100
100-200

Tabel 8. Jenis Obat yang Digunakan pada Gagal Jantung Kooperatif


Dosis pemeliharaan
Jenis Obat
Dosis inisiasi (mg)
(mg)
Obat ACE inhibitor
Captopril
6,25
25-50 tid
Lisinopril
2,5-5
5-20 perhari
Ramipril
1,25-2,5
2,5 5 bid
Obat ARB inhibitor

Valsartan
Candesartan
Irbesartan

40 bid
4 qd
75 qd

80-320
4-32
150-300

Obat penyekat

Bisaprolol

1,25 qd

2-10 qd

KOMPLIKASI
Syok kardiogenik, infeksi paru, gangguan keseimbangan elektrolit
PROGNOSIS
Angka kematian dalam 1 tahun setelah terdiagnosis mencapai 30-40 % sedangkan
angka dalam 5 tahun 60-70 %. Kematian disebabkan karena perburuhan klinis mendadak
yang kemungkinan disebabkan karena arimia ventrikel. Berdasarkan klasifikasi, NYHA
kelas IV mempunyai angka kematian 30-70 %, sedangkan NYHA kelas II 50-10 %.
UNIT YANG MENANGANI
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
UNIT TERKAIT
HCU

Anda mungkin juga menyukai