Anda di halaman 1dari 15

Artikel Penelitian

Ultrasonografi Doppler Transkranial dalam Memprediksi Kejadian-


Kejadian pada Kardiovaskuler setelah TIA

Abstrak
Latar Belakang: Pasien-pasien dengan serangan iskemik sementara (Transient
ischemic attack / TIA) berada pada resiko yang tinggi pada pembuluh darahnya.
Kami menilai kegunaan ultrasonografi Doppler ekstrakranial (Extracranial
Doppler / ECD) dan transkranial (Transcranial Doppler / TCD) dan
ultrasonografi duplex dalam memprediksi keluaran klinis yang terjadi setelah
TIA.
Metode: 176 pasien-pasien TIA yang dirawat di Unit Stroke direkrut dalam
penelitian ini. Pada semua pasien dilakukan pencitraan berbobot difusi (diffusion-
weighted imaging), ECD dan TCD standar. Kejadian-kejadian vaskular baru
tercatat pada pertengahan tindak lanjut (followup) dari 27 bulan.
Hasil: 22 (13,8%) pasien mengalami stroke iskemik atau TIA, 5 (3.1%)
mengalami infark miokard atau sindrom koroner akut, dan 5 (3.1%) mengalami
revaskularisasi arteri. ECD menunjukkan adanya stenosis atau oklusi ekstrakranial
≥ 50% pada 34 (19,3%) pasien, TCD menunjukkan adanya stenosis intrakranial
pada 15 (9,2%) pasien dan adanya pola aliran kolateral akibat stenosis
ekstrakranial pada 5 (3.1%) kasus. Analisis multivariat mengidentifikasi hasil
temuan-temuan abnormal dari ECD dan TCD ini sebagai prediktor baru terhadap
kejadian iskemik serebral (ECD: rasio hazard (HR) 4,30, 95% interval
kepercayaan (Confidence Interval / CI) 1,75-10,57, P 0,01 =; TCD: HR 4,73, 95%
CI 1,86 hingga 12,04, P = 0,01). Temuan-temuan abnormal TCD juga
memprediksi kejadian-kejadian iskemik pada kardiovaskuler (HR 18,51, 95% CI
3,49 hingga 98,24, P = 0,001).
Kesimpulan: Pasien-pasien TIA dengan hasil temuan-temuan TCD yang
abnormal berada pada risiko yang tinggi untuk berkembangnya penyakit serebral
dan jantung iskemik di kemudian hari.
Latar belakang
Setelah serangan iskemik sementara (TIA), selanjutnya pasien-pasien ini berisiko
tinggi untuk berkembangnya kejadian-kejadian pada pembuluh darah. Risiko
untuk timbulnya stroke di 90 hari pertama setelah TIA adalah sebesar 4% sampai
20%, dengan setengah dari kejadian-kejadian tersebut timbul dalam 2 hari
pertama [1-6]. Akibatnya, risiko dini untuk terkena stroke setelah TIA sebanding
dengan atau bahkan lebih tinggi dari risiko jangka pendek untuk terkena infark
miokard (MI) dan komplikasi-komplikasi kardiovaskular utama lainnya pada
pasien dengan nyeri dada [7]. Beberapa karakteristik klinis seperti usia lanjut [2,8-
10], diabetes mellitus [2,9], hipertensi [9,10], kelemahan [2,9,10], gangguan
berbicara [2,9,10], durasi gejala yang berkepanjangan [2,8-10], bukti iskemia akut
pada pencitraan otak [3,6,11,12], penyakit oklusif pembuluh darah besar di
ekstrakranial atau intrakranial [3,6,13-15], dan kardioembolisme [14], telah
dilaporkan terkait secara independen dengan insidensi timbulnya stroke dini
setelah kejadian TIA. Baru-baru ini telah divalidasi suatu sistem penilaian baru
untuk menilai risiko jangka pendek terkena stroke setelah TIA (skor ABCD2)
yang berdasarkan pada 5 faktor klinis [9,16,17]. Daya prediktif dari model
ABCD2 ini nampaknya sebagian dapat dijelaskan melalui identifikasi pada
pasien-pasien yang cenderung telah mengalami TIA yang sebenarnya [18].
Risiko terkena stroke tertinggi terjadi di tahun pertama setelah TIA, yaitu berkisar
dari 7% sampai 21% [1,5,8,19,20], dan kemudian menurun setiap tahunnya
sebesar 2% sampai 6% selama 4 sampai 5 tahun pertama [19-21], sedangkan
risiko untuk kejadian-kejadian koroner setelah TIA tetap stabil setiap tahunnya
yakni sekitar 2% hingga 3% dalam beberapa tahun [19,20]. Dalam tindak lanjut
jangka panjang, penyakit jantung menjadi penyebab kematian utama setelah TIA
[22]. Risiko untuk kejadian-kejadian vaskular selama 10 tahun pada pasien TIA
dilaporkan sebesar 36% dan risiko untuk kematian selama 10 tahun sebesar 34%
[23]. Beberapa penelitian telah menunjukkan prevalensi yang tinggi untuk
terjadinya penyakit jantung koroner asimptomatik (coronary artery disease /
CAD) pada pasien-pasien dengan TIA dan stroke iskemik ringan (ischemic stroke
/ IS), yakni berkisar antara 28% hingga 41% [24-26]. Namun demikian, uji-uji
skrining rutin untuk CAD pada semua pasien dengan penyakit serebrovaskular
mungkin tidak efektif dalam hal biaya. Tenaga-tenaga kesehatan profesional saat
ini didorong untuk mengoptimalkan evaluasi risiko timbulnya penyakit koroner
pada pasien dengan TIA dan IS berdasarkan profil risiko kardiovaskular secara
individual dan berdasarkan pada prevalensi penyakit arteri karotis [27].
Dalam penelitian ini, kami bertujuan untuk menilai kegunaan Ultrasonografi
Doppler ekstrakranial (ECD) dan transkranial (TCD) dan ultrasonografi duplex
untuk memprediksi terjadinya kejadian-kejadian serebrovaskular dan
kardiovaskular setelah TIA.

Metode
Kami mengidentifikasi 262 pasien dengan kemungkinan TIA serebral dalam 72
jam pertama setelah onset gejala, yang berkunjung secara berturut-turut ke Unit
Stroke dari Departemen Neurologi, Universitas Teknik Munich antara Mei 2000
sampai Juli 2004. Diagnosis dibuat oleh neurolog-neurolog yang hadir sebelum
dilakukan pemilihan pasien. TIA didefinisikan sebagai defisit neurologis fokal
akut sementara yang disebabkan oleh penyakit pembuluh darah, yang kembali
membaik dengan sempurna dalam waktu 24 jam [28]. Pasien dengan amaurosis
fugax tidak dimasukkan dalam penelitian ini, karena data menunjukkan adanya
perbedaan secara patogenik dan prognostik antara sindroma iskemia mata
sementara dan sindrom iskemik otak sementara [29,30].
Untuk memenuhi persyaratan, pasien-pasien ini harus menjalani pencitraan
resonansi magnetik (magnetic resonance imaging / MRI) otak, termasuk di
dalamnya pencitraan berbobot difusi (diffusion-weighted imaging / DWI) secara
sekuensial selama 5 hari setelah timbulnya gejala, yang menjadi kasus di 225
pasien. 49 pasien kemudian dikeluarkan karena alasan berikut: tidak bisa
menyingkirkan diagnosis diferensial yang dinilai oleh neurolog yang hadir, 41
kasus (8 kasus migrain; 7 kasus epilepsi; 5 kasus gangguan fungsional; 4 kasus
pusing perifer, 4 kasus sinkop; 4 pasien krisis hipertensi, lainnya 9 kasus); 7 kasus
merupakan kegawatan yang membutuhan penatalaksanaan aktif, 1 kasus
merupakan pasien bersama dalam percobaan farmasi;. Informed consent diperoleh
dari setiap pasien.
Pemeriksaan kunjungan rutin meliputi evaluasi riwayat medis, pemeriksaan fisik,
analisis darah termasuk lipid dan metabolisme glukosa, pemeriksaan
elektrokardiogram dalam keadaan istirahat dan dalam 24 jam, pengukuran tekanan
darah selama 24 jam, echocardiography transthoracic, ECD, TCD, dan MRI
serebral termasuk DWI secara sekuensial. Durasi timbulnya gejala dicatat secara
sistematis.
Data klinis dasar berikut dikumpulkan: umur, jenis kelamin, durasi timbulnya
gejala, adanya faktor risiko klasik untuk timbulnya penyakit pembuluh darah, dan
riwayat medis CAD, gagal jantung, dan penyakit arteri perifer (peripheral artery
disease / PAD) (file tambahan 1). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah
sistolik ≥ 140 mmHg, tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau sedang dalam
penggunaan obat antihipertensi, diabetes mellitus didefinisikan sebagai glukosa
darah puasa ≥ 126 mg / dL atau sedang dalam penggunaan obat-obat antidiabetes,
dan hiperkolesterolemia didefinisikan sebagai kolesterol total ≥ 240 mg / dL atau
sedang dalam penggunaan obat-obat penurun lipid. Penyalahgunaan nikotin
didefinisikan sebagai kebiasaan merokok biasa atau mempunyai riwayat
kebiasaan merokok. Fibrilasi Atrium didefinisikan sebagai adanya catatan
pemeriksaan elektrokardiografi berupa fibrilasi atrium intermiten atau persisten.
TIA dikelompokkan berdasarkan wilayah yang diperdarahi oleh pembuluh darah
karotis atau vertebrobasilar oleh neurolog-neurolog berpengalaman berdasarkan
gejala-gejala klinis yang timbul dan MRI.
ECD dan TCD dilakukan dalam waktu paling lama 3 hari setelah kunjungan
menggunakan multi-range doppler (DWL Multi-DOP; Compumedics Germany
GmbH) dan perangkat duplex ultrasound (Siemens Sonoline Elegra; Siemens
AG).
Hasil-hasil temuan ECD diklasifikasikan sebagai berikut: normal (1), jika tidak
ada bukti adanya plak baik dalam arteri karotis interna servikal (cervical internal
carotid / cICA) maupun arteri vertebralis servikalis (cervical vertebral arteries /
cVA); aterosklerosis tanpa stenosis (2) jika cICA atau cVA menunjukkan terdapat
setidaknya satu plak dengan stenosis <50% dari pembuluh darah yang sesuai;
stenosis (3) jika cICA atau cVA menunjukkan setidaknya terdapat satu stenosis ≥
50% atau terdapat sebuah oklusi. Klasifikasi ECD ini tidak membedakan antara
penyakit pembuluh darah yang simptomatik dan yang asimptomatik.
Hasil temuan TCD diklasifikasikan sebagai berikut: normal (1), jika TCD tidak
mendeteksi temuan-temuan patologis atau hanya ada perbedaan minor sisi ke sisi
antara arteri karotis interna distal (dICA), arteri cerebri media (MCA), arteri
cerebri posterior (PCA), atau arteri vertebrobasilar (VBA); pola aliran kolateral
reaktif (2), jika TCD menunjukkan adanya aliran darah kolateral melalui Circulus
Willisi sekunder terhadap lesi di ekstrakranial; stenosis (3), jika dICA, MCA,
PCA, atau VBA menunjukkan terdapat setidaknya satu stenosis intrakranial atau
adanya sebuah oklusi. Diagnosis stenosis intracranial berdasarkan TCD
didefinisikan sebagai peningkatan kecepatan aliran puncak (≥ 155 cm/detik untuk
dICA dan MCA; ≥ 100 cm/detik untuk PCA dan VBA) dengan perbedaan sisi ke
sisi > 20% dan adanya pola aliran yang terganggu [31, 32]. Tanda pada PCA
diidentifikasi melalui adanya angulasi posterior dari probe selama insonasi
transtemporal menggunakan insonation depth dengan kedalaman 60 sampai 70
mm. Untuk identifikasi VBA, kami menerapkan kedalaman insonasi 6079 mm
(arteri vertebralis intrakranial) dan 80.110 mm (arteri basilaris) selama insonasi
suboccipital. Klasifikasi TCD tidak membedakan antara penyakit pembuluh darah
yang simptomatik dan yang asimptomatik.
MRI serebral dilakukan dalam waktu paling lama 5 hari setelah onset gejala pada
semua pasien. Tidak ada pasien yang mengalami kejadian-kejadian
serebrovaskuler selama tindak lanjut sebelum dilakukan MRI.
Semua scan MRI diperoleh menggunakan pemindai (scanner) 1,5-Tesla
(Magnetom Symphony, Siemens AG). Protokol pencitraan termasuk T1-weighted
aksial (TR / TE 654/14 ms), T2-weighted (TR / TE 3305/132 ms), dan DWI
sekuensial (TR / TE 4006/83 ms, potongan (slice) tebal 4 sampai 6 mm, gap antar
slice 1,5 mm, pixel matriks 128 × 128, lapang pandang 220 × 220 mm, ukuran
pixel 1,72 × 1,72 mm, kekuatan gradien 30 mT/m, b-values = 0, 500, 1000
s/mm2), dan pada kasus yang meragukan ditambahkan DWI sagital atau coronal
sekuensial. Pemetaan ADC dibangun dengan persegi-persegi terkecil secara linier
yang disesuaikan pixel demi pixel setelah merata-rata nilai DWI yang bergantung
arah (direction-dependent DWI).
Scan DWI dianggap positif untuk iskemia jika terdeteksi adanya hiperintensitas
pada scan isotropik b = 1000 dan hipointensitas yang sesuai pada peta ADC.
Pada pertengahan tindak lanjut dari 27 bulan (paling sedikit 4 bulan, paling lama
64 bulan) semua 176 pasien dihubungi melalui telepon atau surat oleh neurolog
berpengalaman yang tidak mengetahui hasil ultrasonografi pasien-pasien ini.
Sebuah wawancara yang semi terstruktur dilakukan untuk menilai adanya
kejadian-kejadian baru iskemia pembuluh darah serebral atau kejadian-kejadian
pembuluh darah lainnya. Jika wawancara ini tidak cukup memberikan data atau
terdapat indikasi untuk tindak lanjut, pendataan dilengkapi dengan menghubungi
keluarga, dokter yang merawat dan / atau rumah sakit. Poin utama kami yang
menarik adalah kejadian-kejadian iskemia serebral (stroke iskemik atau TIA),
kejadian-kejadian iskemia kardiovaskuler (MI atau sindrom koroner akut (ACS),
prosedur-prosedur pembedahan atau revaskularisasi endovascular pada CAD atau
PAD), dan kematian oleh penyebab pembuluh darah atau oleh penyebab yang
tidak diketahui. Kejadian-kejadian vaskular lain dan kematian dengan penyebab
nonvascular juga telah dilaporkan. Jika seorang pasien melaporkan gejala yang
mungkin sesuai dengan hasil tindak lanjut namun tidak mencari bantuan medis
atau memiliki diagnosis diferensial yang sulit disingkirkan seperti yang telah
dilaporkan oleh dokter-dokter yang ada, informasi ini dicatat namun tidak
dianggap sebagai suatu hasil kejadian.
Semua analisa dilakukan dengan SPSS statistical package version 15.0. Analisis
regresi univariat Cox digunakan untuk mendeteksi variabel-variabel yang
berhubungan dengan terjadinya titik-titik akhir (endpoint). Analisis Cox
proportional hazards multivariate yang disesuaikan dengan usia dan jenis
kelamin diterapkan untuk mengidentifikasi prediktor-prediktor independen dari
kejadian-kejadian iskemik otak, kejadian iskemik kardiovaskuler, dan gabungan
titik akhir dari kejadian-kejadian iskemik otak, kejadian iskemik jantung, dan
kematian oleh penyebab vaskular atau oleh penyebab yang tidak diketahui. P
<0,05 dianggap signifikan. Nilai-nilai persentase bersifat relatif terhadap subset
yang ada dan catatan data yang lengkap.
Protokol penelitian disetujui oleh komite etik setempat.

Hasil
Sebanyak 176 pasien TIA ras Caucasia dilibatkan dalam penelitian ini. Tabel 1
menunjukkan karakteristik dasar populasi penelitian. Riwayat medis
mengungkapkan adanya riwayat IS, TIA, atau amaurosis fugax pada 40 (23,1%)
pasien. 9 (5,1%) pasien dilaporkan memiliki riwayat TIA selama sebulan terakhir
sebelum kunjungan berobat.
Durasi timbulnya gejala rata-rata adalah 4,7 ± 7,1 jam, dengan 65 (37,6%) pasien
mengalami gejala yang berlangsung <1 jam. TIA mengenai wilayah yang
diperdarahi arteri karotis pada 125 (71,0%) pasien dan mengenai wilayah
vertebrobasilar pada 42 (23,9%) pasien; 9 kasus lainnya (5,1%) tidak dapat
diklasifikasikan baik berdasarkan gejala maupun MRI. DWI memperlihatkan
perubahan intensitas sinyal yang mencurigai adanya iskemia serebral pada 49
(28,3%) pasien.

Tabel 1: Karakteristik dasar populasi penelitian (n = 176)


Usia (y)* 63.3 ± 14,5
Jenis kelamin, perempuan (n) 67 (38.1%)
Hipertensi (n) 127 (72.2%)
Diabetes mellitus (n) 28 (15.9%)
Hiperkolesterolemia (n) 84 (48.6%)
Indeks massa tubuh* 25.8 ± 3.9
Penyalahgunaan Nikotin (n) 80 (45.5%)
Fibrilasi atrium (n) 24 (13.6%)
Penyakit arteri koroner (n) 35 (19.9%)
Gagal jantung (n) 11 (6.4%)
Penyakit arteri perifer (n) 13 (7.4%)
Abnormalitas DWI (n) 49 (28.3%)
Durasi (h)* 4.7 ± 7.1
Durasi ≥ 1 jam dan/atau 123 (72.4%)
abnormalitas DWI (n)
TIA Vertebrobasilar (n) 42 (23.9%)
ECD: stenooklusi (n) 34 (19.3%)
TCD: abnormal (n) 20 (12.3%)
*Mean ± standar deviasi.

ECD mendeteksi adanya plak tanpa stenosis pada 84 (47,7%) pasien dan adanya
stenosis ≥ 50% atau oklusi pada 34 (19,3%) pasien. 24 (13,6%) pasien
menunjukkan stenosis pada cICA, 3 (1,7%) pasien dengan oklusi pada cICA, 4
(2.3%) pasien dengan stenosis pada cVA, 2 (1,1%) pasien dengan oklusi pada
cVA, dan 1 (0.6 %) pasien dengan stenosis atau oklusi baik pada cICA maupun
cVA. 6 (3,4%) pasien mengalami stenosis derajat berat pada cICA yakni dengan
derajat stenosis ≥ 80%. 5 dari pasien ini kemudian menjalani endarterektomi dan 1
pasien lainnya menjalani angioplasti didukung stent (stent-supported angioplasty).
TCD mendeteksi adanya stenosis intrakranial pada 15 (9,2%) pasien dan adanya
aliran darah kolateral reaktif yang disebabkan oleh stenosis pada cICA pada 5
(3.1%) pasien. 9 (5,1%) pasien menunjukkan adanya stenosis pada dICA atau
MCA, 1 (0.6%) pasien dengan oklusi pada dICA atau MCA, 3 (1,7%) pasien
dengan stenosis pada PCA, 1 (0,6%) pasien dengan stenosis pada VBA, dan 1
(0,6%) pasien dengan stenosis baik pada cICA atau MCA dan PCA. Pada 13
(7,4%) pasien, TCD tidak dapat diterapkan karena tidak cukupnya celah-celah
tulang temporal.
2 lesi yang terjadi bersamaan baik pada cICA dengan dICA ipsilateral atau dengan
MCA terdeteksi pada 3 (1,8%) pasien.

Tindak lanjut titik-titik akhir


Data tindak lanjut tersedia dari 173 (98,3%) pasien. 9 (5,7%) pasien mengalami IS
dan 14 (8,8%) mengalami TIA; pada 9 (5,7%) pasien melaporkan adanya gejala-
gejala yang kemungkinan sesuai dengan iskemia cerebri namun tidak mencari
pengobatan medis atau memperoleh diferensial diagnosis yang sulit disingkirkan
seperti yang telah dilaporkan oleh dokter. Pada 7 dari 14 pasien TIA dengan
tindak lanjut, dilakukan pemeriksaan MRI baru, dan didapatkan adanya lesi
iskemik akut pada 1 pasien.
3 (1,8%) pasien mengalami MI dan 2 (1,2%) pasien mengalami ACS selama masa
tindak lanjut, 4 (2,4%) pasien menjalani revaskularisasi pembedahan atau
revaskularisasi endovascular pada CAD, dan 1 (0,6%) pasien menjalani operasi
bypass pada PAD. Selain itu, 4 (2,4%) pasien mengalami serangan angina
pektoris untuk pertama kalinya, dan 10 (6,0%) pasien mengalami kejadian-
kejadian vaskular lain (4 kasus cardiac synchope, 2 kasus implantasi alat pacu
jantung; 1 kasus operasi katup aorta; 1 kasus sindroma Wolff -Parkinson-White; 1
kasus deep vein thrombosis; 1 kasus emboli paru). 15 (8,5%) pasien meninggal
karena alasan berikut: 3 ( 1,7%) kasus karena gagal jantung, 3 (1,7%) kasus oleh
karena keganasan, 2 (1,1%) kasus oleh karena pneumonia, 7 (4,0%) kasus dengan
penyebab yang tidak diketahui.
Gambar 1 menunjukkan tingkat risiko kejadian-kejadian iskemik otak baru dan
kejadian-kejadian iskemik kardiovaskuler berdasarkan hasil temuan-temuan ECD
dan TCD.

Gambar 1 Tingkat risiko kejadian-kejadian vaskuler baru berdasarkan hasil


temuan-temuan ECD dan TCD.

Prediktor-prediktor terhadap kejadian-kejadian iskemik serebral baru


Dalam analisis univariat (Tabel 2), deteksi adanya stenosis oleh ECD (hazard ratio
(HR) 4,39, 95% CI 1,93 sampai 9,99, P <0,01), bukti adanya pola aliran kolateral
reaktif atau stenosis intracranial oleh TCD (HR 4,99, 95% CI 1,97 sampai 12,62,
P <0,01), dan PAD (HR 7,64, 95% CI 2,96 sampai 19,71, P <0,01) terkait secara
bermakna dengan tindak lanjut IS atau TIA. Sebuah tren yang tidak mencapai
signifikansi juga ditemukan pada parameter durasi gejala yang memanjang (HR
1,04, 95% CI 1,00 sampai 1,10, P = 0.07), usia lanjut (HR 1,03, 95% CI 0,99
sampai 1,06, P = 0,11), dan gagal jantung (HR 3,39, 95% CI 1,00 sampai 11,55, P
= 0,05). Bukti adanya iskemia akut pada DWI tidak berpengaruh nyata pada
penelitian kami. Analysis cox proportional hazards multivariate (Tabel 3)
mengkonfirmasi adanya temuan-temuan ECD dan TCD yang patologis (ECD: HR
4,30, 95% CI 1,75 sampai 10,57, P = 0,01; TCD: HR 4,73, 95% CI 1,86 sampai
12,04, P = 0,01) yang dapat menjadi prediktor adanya kejadian-kejadian iskemik
serebral baru.

Tabel 2: Analisis univariat dari variabel-variabel yang kemungkinan


berhubungan dengan kejadian-kejadian vaskuler baru

* Analisis statistik tidak memungkinkan karena jumlah pasien yang sedikit.


SD: Standar deviasi. HR: Hazard ratio. CI: Confidence interval (interval kepercayaan).

Prediktor-prediktor kejadian-kejadian iskemik kardiovaskuler baru


Deteksi adanya stenosis ekstrakranial melalui ECD (HR 3,73, 95% CI 1,05
sampai 13,31, P = 0,04), bukti adanya pola aliran kolateral reaktif atau adanya
stenosis intracranial melalui TCD (HR 9,62, 95% CI 2,46 sampai 37,68, P <0,01),
dan diabetes mellitus (HR 5,00, 95% CI 1,40 sampai 17,86, P = 0,01) dikaitkan
secara bermakna dengan terjadinya MI, ACS, atau prosedur-prosedur
revaskularisasi dalam analisis univariat (Tabel 2).
Namun, walaupun hasil temuan-temuan abnormal dari TCD (HR 18,51, 95% CI
3,49 sampai 98,24, P = 0,001) terbukti memprediksi kejadian iskemik
kardiovaskuler dalam analisis multivariat (Tabel 3), hasil temuan-temuan
patologis dari ECD (HR 2,93, 95% CI 0,77 sampai 11,17, P = 0.116) gagal
mencapai signifikansi dalam analisis multivariat.

Tabel 3: Prediktor-prediktor terhadap kejadian-kejadian vaskuler dalam


analisis multivariat*

* Analisis Cox proportional hazards multivariate diatur berdasarkan usia dan jenis kelamin.
HR: Hazard ratio. CI: Confidence interval.

Prediktor-prediktor dari titik akhir gabungan kejadian-kejadian iskemik


otak, kejadian iskemik jantung, dan kematian oleh penyebab vaskular atau
oleh penyebab yang tidak diketahui
Dalam analisis univariat, deteksi adanya stenosis ekstrakranial melalui ECD (HR
4,18, 95% CI 2,04 sampai 8,59, P <0,01), bukti adanya pola aliran kolateral
reaktif atau adanya stenosis intracranial melalui TCD (HR 5,13, 95% CI 2,26
sampai 11,67, P <0,01), usia lanjut (HR 1,04, 95% CI 1,01 sampai 1,07, P <0,01),
PAD (HR 7,42, 95% CI 3,25 sampai 16,94, P <0,01), dan gagal jantung (HR 3,97,
95% CI 1,51 sampai 10,45, P <0,01) secara bermakna dikaitkan dengan titik akhir
gabungan dari IS atau TIA, MI atau ACS, dan kematian oleh penyebab vaskuler
atau oleh penyebab yang tidak diketahui. Baik hasil temuan-temuan patologis dari
ECD maupun dari TCD (ECD: HR 3,46, 95% CI 1,56 sampai 7,66, P = 0,02;
TCD: HR 4,97, 95% CI 2,16-11,47, P <0,001) terbukti menjadi prediktor dari titik
akhir gabungan dalam analisis multivariat (Tabel 3).

Diskusi
Penelitian ini menunjukkan bahwa pasien-pasien TIA yang dengan ultrasonografi
terbukti terdapat penyakit stenooklusif ekstrakranial atau intrakranial yang
beresiko tinggi untuk mengalami kejadian-kejadian iskemik otak yang lebih jauh
selama tindak lanjut jangka menengah hingga jangka panjang. Setelah tindak
lanjut pertengahan dari 27 bulan, hampir 40% pasien-pasien dengan penyakit
stenooklusif yang diketahui melalui ECD ataupun dari hasil temuan-temuan
patologis melalui TCD, mengalami IS atau TIA baru. Beberapa penelitian telah
melaporkan adanya peningkatan insidensi stroke setelah TIA akibat aterosklerosis
arteri besar atau akibat kardioemboli dibandingkan dengan subtipe-subtipe
lainnya, tetapi sepanjang pengetahuan kami hanya dalam tindak lanjut selama
jangka pendek dan menengah [3,13-15]. Purroy et al., dalam konteks ini, telah
menunjukkan risiko untuk terjadinya stroke setelah TIA dalam kurun waktu 3
bulan akibat aterosklerosis arteri besar adalah sebesar 20% [14]. Data ini
menunjukkan bahwa deteksi penyakit stenooklusif melalui ECD atau TCD tidak
hanya terkait dengan risiko yang lebih tinggi dalam jangka pendek untuk
terjadinya stroke setelah TIA namun tetap menjadi prediktor adanya iskemia
serebral berulang selama tindak lanjut menengah hingga jangka panjang.
Sementara beberapa penelitian sebelumnya menemukan hubungan yang signifikan
antara durasi gejala yang berkepanjangan dengan kejadian-kejadian iskemik otak
berulang selama tindak lanjut jangka pendek dan menengah setelah TIA [2,8-
10,13], namun hanya ada sebuah tren yang tidak mencapai signifikansi dalam
penelitian ini. Kami juga tidak bisa menunjukkan bahwa pasien-pasien TIA
dengan iskemia akut pada DWI berada pada risiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya iskemik serebral lebih lanjut selama tindak lanjut jangka pendek dan
jangka panjang. Bagaimanapun, karena terbatasnya jumlah pasien, temuan-
temuan ini mungkin hanya dijelaskan secara kebetulan.
Sebagai hasil tambahan dari penelitian ini, alokasi TIA vertebrobasilar tampaknya
dikaitkan dengan tingkat kekambuhan iskemia otak yang lebih rendah. Hasil
temuan ini sesuai dengan sebuah tinjauan sistematis oleh Flossmann dkk baru-
baru ini, yang mencatat kejadian stroke lebih rendah pada pasien dengan TIA
vertebrobasilar atau stroke ringan ketika data dibatasi untuk penelitian berbasis
rumah sakit (OR 0,68, 95% CI 0,6 sampai 0,8)., tetapi kejadian stroke lebih tinggi
ketika data dibatasi untuk penelitian berbasis populasi (OR 1.48,95% CI 1,1
sampai 2,0) [33].
Temuan utama kedua dari penelitian ini adalah bahwa deteksi pola aliran kolateral
reaktif atau stenosis intrakranial melalui TCD memprediksi adanya kejadian-
kejadian iskemik kardiovaskuler baru pada tindak lanjut jangka menengah dan
jangka panjang setelah TIA. 5 dari 18 (27,8%) pasien dengan hasil temuan-
temuan TCD yang abnormal, dan hanya 4 dari 134 (3%) pasien yang tanpa hasil
temuan yang abnormal, telah mengalami suatu perkembangan kejadian-kejadian
iskemik kardiovaskular lebih lanjut. Hubungan antara temuan TCD dan prognosis
kardiovaskular adalah penting mengingat penyakit jantung menjadi penyebab
utama kematian pada tindak lanjut jangka panjang setelah TIA [22].
Sebuah prevalensi tinggi dari CAD asimptomatik pada pasien dengan penyakit
serebrovaskular telah banyak diketahui [27]. Chimowitz et al. Mencatat adanya
hasil abnormal dari uji stres jantung pada 50% penderita TIA atau stroke dengan
penyakit oklusi arteri besar [34], dengan angka kejadiannya menjadi 25% pada
stenosis yang terbatas pada arteri intrakranial, 50% pada stenosis yang terbatas
pada karotis ekstrakranial, dan bahkan 83% pada karotis ekstrakranial yg terjadi
bersamaan dengan stenosis arteri intrakranial [34]. Dalam penelitian lain,
aterosklerosis intrakranial yang simptomatik dikaitkan dengan risiko terjadinya
CAD tersembunyi, yakni sebesar 52% [35]. Meskipun korelasi yang kuat antara
luasnya aterosklerosis karotis ekstrakranial dan koroner pada ras Kaukasia telah
dapat dipahami dengan baik [36] dan pedoman-pedoman yang ada telah
merekomendasikan adanya evaluasi risiko koroner pada pasien TIA berdasarkan
profil risiko kardiovaskular secara individual dan berdasarkan prevalensi penyakit
arteri karotis [27 ], namun hubungan antara aterosklerosis intrakranial dan CAD
belum cukup dievaluasi dalam kelompok etnis ini. Di Asia, dimana orang-
orangnya lebih sering menderita aterosklerosis intrakranial dibanding pada ras
Kaukasia, korelasi antara aterosklerosis karotis ekstrakranial dan koroner
tampaknya lebih kuat dibandingkan dengan aterosklerosis antara arteri
intrakranial dan koroner [37].
Meskipun temuan patologis TCD terbukti menjadi prediktor baru terhadap
kejadian iskemik kardiovaskuler pada penelitian ini, deteksi penyakit stenooklusif
oleh ECD gagal secara signifikan dalam analisis multivariat. Namun, oleh karena
definisi kami tentang penyakit stenooklusif dalam ECD termasuk lesi pada cICA
maupun cVA, hasilnya tidak bisa disamakan dengan nilai prognostik dari penyakit
karotis ekstrakranial yang mungkin lebih tinggi. Selain itu, definisi dari temuan-
temuan patologis dari TCD mengacu pada dua kelainan dalam penelitian ini, baik
itu aliran darah kolateral reaktif yang sekunder terhadap lesi ekstrakranial maupun
penyakit stenooklusif intrakranial, sehingga mungkin mencirikan pasien-pasien
TIA yang berada pada risiko tertinggi untuk terjadinya aterosklerosis generalisata
dan kejadian-kejadian iskemik kardiovaskuler sebagai akibatnya. TCD telah
diakui sebagai alat diagnostik yang akurat, aman, dan efektif dalam hal biaya
untuk mendeteksi penyakit stenoklusif intrakranial [38,39], dan dapat diakses
secara luas di banyak negara. Hasil penelitian ini mendukung penggunaan TCD
secara rutin pada pasien TIA selain penggunaan ECD. Selain itu, uji skrining rutin
untuk CAD dan terapi pencegahan secara agresif harus dipertimbangkan pada
pasien TIA dengan hasil temuan-temuan TCD yang patologis.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Dibutuhkan kelompok pasien yang
lebih besar untuk meningkatkan daya statistik penelitian dan memungkinkan
analisis lebih lanjut pada kelompok-kelompok di bawahnya. Selain itu, tindak
lanjut dilakukan hanya melalui wawancara telepon atau surat. Meskipun dokter
yang merawat dan/atau rumah sakit telah dihubungi untuk melengkapi data,
kejadian-kejadian vaskular dini dan minor mungkin telah terlewatkan oleh karena
keterbatasan kemampuan pasien untuk mengingat gejala mereka selama periode
tindak lanjut penuh. Kelemahan lebih lanjut dari penelitian ini adalah kurangnya
validasi angiografik dari hasil temuan-temuan ECD dan TCD. Namun, baik ECD
maupun TCD telah terbukti menjadi alat diagnostik yang akurat untuk mendeteksi
penyakit stenooklusif ekstrakranial dan intracranial [38-40]. Dan pada akhirnya,
klasifikasi ECD dan TCD tidak bisa membedakan antara penyakit pembuluh
darah yang simptomatik dan yang asimptomatik pada penelitian ini.

Kesimpulan
Penelitian ini menegaskan tingginya resiko timbulnya kejadian-kejadian iskemik
serebral lebih lanjut pada pasien TIA yang sudah terbukti secara ultrasonografi
terdapat penyakit stenooklusif ekstrakranial atau intrakranial selama tindak lanjut
jangka menengah hingga jangka panjang. Oleh karena hasil temuan-temuan
patologis dari TCD dapat memprediksi timbulnya kejadian-kejadian iskemik
kardiovaskuler baru, uji skrining rutin untuk CAD dan terapi pencegahan secara
agresif harus dipertimbangkan pada kelompok pasien-pasien TIA. ECD dan TCD
merupakan prosedur diagnostik yang penting pada pasien-pasien dengan TIA.

Anda mungkin juga menyukai