Anda di halaman 1dari 7

I.

II.
III.
IV.
V.
VI.

N
J
K
K
K
K

VII. Perhitungan Bahan


1. Perdosis
a. Itraconazole
b. Gelatin Solution

: 100 mg
:

c. Talk

d. Mg. Stearat

e. Mentol

f. Brilliant Blue

g. Sukrosa

: 2000 (100 + 5 + 5 + 0,22 + 4)


= 2000 210,22
= 1782 mg

2. Perbets
a. Itraconazole
b. Gelatin Solution
c. Talk
d. Mg. Stearat
e. Mentol
f. Brilliant Blue
g. Sukrosa

: 100 mg x 50
: 100 mg x 50
: 5 mg x 50
: 5 mg x 50
: 0,22 mg x 50
: 4 mg x 50
: 1782 mg x 50

=5g
=5g
= 250 mg
= 250 mg
= 11 mg
= 200 mg
= 89,49 g

VIII. Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan.
2. Ditimbang itraconazole 5 g; gelatin 5 g; talk 0,25 g; magnesium stearat
3.
4.

0,25 g; mentol 11 mg dan sukrosa 89,49 g.


Ditimbang mentol pada gelas arloji sebanyak 11 mg.
Dimasukkan Itraconazole dan sukrosa ke dalam lumpang, lalu dicampur

5.

hingga homogen.
Digerus mentol yang telah dilarutkan dengan alkohol secukupnya,
kemudian ditambahkan gelatin dan brilliant blue secukupnya lalu

6.

dicampur hingga homogen.


Dimasukkan campuran mentol, gelatin dan brilliant blue yang tadi ke
dalam campuran itraconazole dan sukrosa, diaduk hingga homogen dan
terbentuk granul.

7.
8.
9.

Diayak granul yang telah terbentuk pada ayakan nomor 16.


Dikeringkan pada oven.
Diayak kembali granul yang telah dikeringkan menggunakan ayakan

nomor 18.
10. Dimasukkan magnesium stearat dan talk.
11. Dicetak tablet dengan mesin pencetak tablet.

IX.

Hasil dan Pembahasan


Itraconazole adalah obat spektrum luas dalam hal antimikotik yang
merupakan pengobatan dari invasi fungsi pada kandidiasis dan aspergillus.
Kandidiasis disebarkan oleh Candida albicans. Adapun dosisnya yakni 200
mg sehari pada dosis kandidiasis. Adapun efek sampingnya adalah edema
paru pada penggunaan jangka panjang pada jangka waktu 14 21 hari
(Dipiro. 2009 : 1996).
Adapun cara kerja dari formula ini yakni ada dua jenis yang dipakai
adalah cetak tablet secara langsung da nada dua base-nya yakni metode
hand-rolled lozenges dan base PEG. Metode kerjanya dengan granulasi
basah. Pada penelitian dibedakan berdasarkan konsentrasi pengikatnya
yakni meggunakan acasia, gelatin, tragakan da nada juga yang dibedakan
berdasarkan base PEG-nya yakni PEG 400 dan 4000, acasia dan xanthan
gum.
Pada percobaan kali ini juga dilakukan beberapa evaluasi pada talet.
Diantaranya yaitu :
a. Variasi Berat / Keseragaman Bobot

Pada evaluasi ini ditimbang 50 tablet hisap satu persatu lalu dirataratakan bobotnya kemudian dilihat hasil penimbangannya. Dimana kita
ketahui, dalam evaluasi tablet variasi berat tablet memiliki syarat
berdasarkan Farmakope jika tidak ada lebih dua tablet mempunyai
penyimpangan yang lebih besar dari kolom A dan tidak ada satu
tabletpun yang mempunyai penyimpangan lebih besar dari kolom B.
Bobot Tablet
< 25 mg
26 mg 150 mg
151 mg 300 mg
>300 mg

Penyimpangan
A
15%
10%
7,5%
5%

B
30%
20%
15%
10%

b. Kekerasan Tablet
Ditentukan dengan alat Monsanto hardness tester (kg/cm2). Tujuan
dievaluasikan yakni untuk mendapatkan tablet dengan kekerasan tertentu
yaitu dengan mengatur tekanan dari mesin. Kekerasan tablet berkaitan
juga dengan waktu hancur dan kerapuhan.
c. Perbandingan Tebal dan Diameter
Antara tebal dan diameter tablet perlu diperhatikan untuk pengonsumsian
dan penyatuan tabet. Alat yang digunakan sekrup gauge dalam satuan
mm. Dimana ada kaitan dengan penampilan yang menarik sebagai bobot
hasil sesuai dengan jumlah bahan obat yg dikandungnya. Selain itu, pada
Farmakope Indonesia menyatakan bahwa kecuali dinyatakan lain, garis

tengah tablet tidak lebih dari 1 kali tebal tablet.


d. Friability (Uji Kerapuhan)
Dideteksi dengan menggunakan Rache Fibrilator yang berputar selama
25 putaran per menit. 6 tablet diletakkan dan dijalankan selama 100 kali.

Kemudian dihitung persentase kerapuhannya. Pengujian ini bertujuan


untuk menentukan kemampuan dan daya tahan tablet terhadap
goncangan dan gesekan selama proses pengepakan hingga transportasi
sampai ke konsumen.
e. Waktu Hancur
Waktu hancur tablet hisap di USP dengan dilihat dari hancurya dalam
pencernaan dan tercantum pada pH 6,8 dengan buffer fosfat mengandung
SLS pada suhu 37oC sebanyal 2%.
f. Uji Disolusi In Vitro
Pada uji disolusi dilakukan secara invitro dengan metode dayung pada
100 rpm dan 37oC + 0,5oC, pH 6,8; buffer containing 2% Sodium Lauryl
Sulfat. Diambil 5 ml di labu ukur dan diukur atau dianalisis di
spektrofotometri UV-VIS sebelumnya disimpan 60 menit. Dimana
panjang gelombangnya 262 mm. Tujuan uji ini untuk meramalkan
ketersediaan obat dalam tubuh. Prinsip penentuan disolusi bahan aktif
sediaan yaitu dengan menentukan jumlah bahan aktif terlarut pada setiap
selang waktu tertentu.
g. Kompatibilitas Obat
Sampel berada pada range 400-4000 cm-1. Dengan adanya gas helium
yang meningkat menandakan peningkatan kerapuhan dari lapisan. Tujuan
ini untuk melihat kompaktibilitas dari kandungan tablet.

h. Aktivitas Antimikroba
Teknik yang digunakan yaitu dnegan metode copand plate. Larutan obat
murni diekstraksi dnegan methanol. Diletakkan biakan bakteri Candida
albicans dan diinkubasi 48 jam pada suhu 25oC. Diuji sebanyak 3 kali.
i. Uji Stabilitas

Pada uji stabilitas formula 2 pada suhu 40oC + 2oC, 75 = 5% yang


bertahan hingga 3 bulan.
Adapun hasil yang diperoleh yakni diantara F1, F2, F3, F4, F5 dan
F6 yang memiliki spesifikasi yang paling baik adalah formula 2 (F2).
Dimana kekerasannya 5,5 kg/cm2 13,5 kg/cm2, kerapuhannya < 1 %,
kisaran konten obat sekitar 91% - 97,01%, wkatu hancurnya 35-46 menit.
Dan uji disolusi secara in vitro yang paling optimal adalah F2 yang
memperlihatkan presentasi / kadar pelepasan obatnya 89,60% - 40,45%
pada 60 menit.
Waktu hancur obat berakaitan dengan ketersediaan biologis obat
kecuali dinyatakan lain bahwa tablet tak bersalut waktu hancurnya tidak >15
menit dan tablet bersalut gula 60 menit. Tujuan mengetahui waktu hancur
untuk mengetahui bioavailabilitas obat atau sediaan.

DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta : UI-Press
Ansel, Howard. 2011. Pharmaceutical Dosage and Drug Delivery System. USA :
The Mc Graw-Hill Company
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Depkes RI
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes RI
Dirjen POM. 2014. Farmakope Indonesia Edisi V. Jakarta : Depkes RI
Hadisoewigyo. 2013. Sediaan Solida. Surabaya : Pustaka Pelajar
Lachman, Leon. 2008. Teori dan Praktik Farmasi Industri. Jakarta : UI Press
Rowe, Raymond. 2009. Handbiik of Pharmaceutical Excipient 6th Edition. USA :
The Mc Graw-Hill Company

Siregar, Charles. 2010. Sediaan Tablet dan Teknologi Sediaan Farmasi. Jakarta :
EGC
Sweetman, Sean. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. USA : RPS
Publishing
Voight, Rudolf. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : UGM
Press
Prathima, Srinivas, dkk. 2014. Formulation, Evaluation and Characterization of
Itraconazole Lozenges. India : Journal of Pharmacy and Biological Science
Volume 9

Anda mungkin juga menyukai