Anda di halaman 1dari 4

PENDAHULUAN

Pigmentasi oral merupakan perubahan warna mukosa mulut dan/atau gingiva (1),
yang dapat terjadi secara eksogen yang disebabkan karena amalgam tattoo, toksisitas timbal,
obat anti-malaria dan asap rokok. Kemudian, secara endogen dan sekunder terhadap berbagai
penyakit seperti penyakit Addison dan infeksi HIV, atau genetik, yaitu dalam bentuk
pigmented mole atau pigmentasi fisiologis (1,2). Pigmentasi dapat terjadi di berbagai area
kavum oral, seperti di gingiva, palatum, mukosa labial, permukaan ventral lidah dan dasar
mulut. Namun, gingiva merupakan bagian yang paling sering terkena. Pigmentasi gingiva
terutama disebabkan karena akumulasi melanin (4). Pigmentasi fisiologis merupakan racedependent dan lebih sering pada individu berkulit gelap dibandingkan dengan individu
berkulit terang (5). Sekitar 15% dari populasi Eropa dan 80 % dari populasi Asia mengalami
pigmentasi oral (6). Prevalensi pigmentasi oral pada orang dewasa lebih tinggi dibandingkan
dengan remaja dan prevalensi pada laki-laki lebih tinggi dbandingkan dengan perempuan (3).
Prevalensi pigmentasi mukosa mulut di Iran mencapai 27,9% (7). Pigmentasi melanin dari
mukosa mulut mempengaruhi estetika terutama pada pasien dengan garis senyum tinggi dan
pigmentasi gingiva anterior (8). Gingiva anterior maksilaris terekspos selama individu
tersebut tersenyum lebar. Pigmentasi gingiva merupakan manifestasi klinis dari penyakit
sistemik atau sebagai efek samping dari pengobatan; Oleh karena itu, hal ini dapat membantu
penegakkan diagnosis banding (9). Pigmentasi fisiologis terjadi secara simetris (10).
Pigmentasi yang disebabkan karena kondisi genetik seperti sindrom Peutz-Jeghers, drug
intake, dan gangguan hormonal terjadi di beberapa tempat dan dalam bentuk yang umum (1).
Pigmentasi gingiva pada anak-anak perokok pasif sering bermanifestasi pada papilla (11).
Smokers melanosis (pigmentasi mukosa mulut) merupakan lesi yang paling umum
terjadi pada mulut perokok. Sekitar 30% dari perokok berat Kaukasia memiliki pigmentasi
melanin oral (12). Melanin di mukosa oral menempel dengan radikal bebas yang disebabkan
karena paparan asap rokok dan senyawa polisiklik yang terdiri dari nikotin dan
benzoperylene yang ditemukan dalam asap rokok. Radikal bebas pada asap rokok akan
menghasilkan stres oksidatif yang menghambat protective barrier oral. Hal ini menyebabkan
peningkatan produksi melanin oleh melanosit (3, 4). Studi epidemiologi menunjukkan bahwa
asap rokok oleh perokok pasif mengandung senyawa beracun terutama nikotin yang
berkonsentrasi lebih tinggi dibandingkan nikotin dengan jumlah yang sama pada tembakau
(13). Hubungan antara perokok pasif dengan kejadian asma (9), kanker paru-paru (14),
kematian akibat penyakit jantung (15), aborsi spontan (16), perubahan flora normal mulut dan

nasofaring, dan kejadian infeksi saluran pernapasan atas, penyakit periodontal (17),
penurunan kepadatan tulang alveolar (13), karies gigi primer dan permanen (18, 19) dan
pigmentasi gingiva pada anak-anak (9, 11) telah dibuktikan dalam literatur.
Pada tahun 2005, Hanioka et al, di Jepang untuk pertama kalinya menunjukkan bahwa
peningkatan pigmentasi melanin pada gingiva anak-anak dihubungkan dengan paparan asap
rokok di rumah (11). Sebuah studi serupa oleh Hajifattahi pada 2010 menunjukkan terjadinya
peningkatan pigmentasi gingiva pada anak-anak dari orang tua perokok dibandingkan dengan
kelompok kontrol (9).
Asap rokok dapat membahayakan kesehatan individu pada semua umur (20). Hanioka
dkk. membahas bahwa penjelasan mengenai masalah gigi dan mulut pada perokok akan dapat
meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok sebesar 10 %. Motivasi untuk berhenti
merokok akan meningkat sebesar 16,7% ketika pigmentasi gingiva melanin terjadi pada
anggota keluarganya (21). Peringatan pada bungkus rokok menampilkan tumor paru-paru
akibat merokok mempengaruhi perokok untuk berhenti merokok (22). Oleh karena itu,
pigmentasi gingiva dan efek samping estetik menyebabkan kekhawatiran pada keluarga yang
anggota keluarganya merupakan perokok. Efek berbahaya dari asap rokok pada kesehatan
perokok pasif dapat meningkatkan motivasi untuk berhenti merokok. Efek samping dari
merokok pasif pada kesehatan dan estetika dan efek asap rokok pasif pada orang dewasa
harus diselidiki juga karena dilaporkan bahwa efek asap rokok tersebut prevalensinya lebih
tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki-laki (12). Tingginya prevalensi perokok di
kalangan laki-laki Iran mendorong peneliti untuk pertama kalinya menilai hubungan
pigmentasi gingiva dengan merokok pasif pada wanita dewasa.
METODE PENELITIAN
Penelitian historical cohort ini dilakukan pada wanita yang sudah menikah yang
datang ke klinik gigi Universitas Islam Azad di Teheran. Berdasarkan hasil studi, 100 subjek
dipilih menggunakan purposive sampling. 50 subjek sebagai kelompok kasus dan 50 subyek
lainnya sebagai kelompok kontrol.
Kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain, perempuan yang telah menikah tanpa
penyakit sistemik yang menyebabkan pigmentasi kulit atau mukosa seperti penyakit Addison,
Peutz-Jeghers sindrom atau infeksi HIV, tidak mengambil obat yang menyebabkan
pigmentasi seperti minocycline, obat anti-malaria, obat hormon anti-adrenokortikotropik atau
kontrasepsi, pengangguran, tidak hamil, tidak merokok dan memiliki suami perokok berat
yang merokok minimal 10 batang per hari.

50 wanita yang tidak memiliki anggota keluarga perokok dan tidak memiliki kontak dengan
perokok lain dikelompokkan kedalam kelompok kontrol. Tingkat pendidikan terbagi menjadi
2 kelompok, yaitu high school diploma and higher dan lower than high school diploma.
Untuk penelitian lebih lanjut mengenai korelasi merokok pasif dengan pigmentasi gingiva,
maka peneliti menanyakan hal-hal berikut: (A) luas lantai rumah mereka dan (B) jumlah
rokok yang dihisap di hadapan mereka.
Untuk mengklasifikasikan warna kulit dari subyek dalam dua kelompok kasus dan
kontrol, digunakan klasifikasi Healthy Mix Foundation (Bourjois, Prancis). Warna kulit # 52
dan lebih ringan dianggap sebagai "light" dan warna kulit # 53 dan gelap diklasifikasikan
sebagai "dark" (9,24). Bagian dalam lengan bawah (25) digunakan untuk penentuan warna
kulit, karena mengingat wanita yang menggunakan pakaian tertutup, area ini kurang umum
terkena sinar matahari.
Tidak adanya makula pigmentasi didefinisikan sebagai "pattern zero", individual dan
single unit pigmentasi didefinisikan sebagai "pattern one" dan pembentukan continuous band
antara dua unit yang terpisah didefinisikan sebagai "pattern two". Hasil yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik. Kami menerapkan
model regresi logistik untuk evaluasi hubungan pigmentasi gingiva dengan merokok pasif,
tingkat pendidikan dan memiliki orang tua perokok selama masa kanak-kanak. Hasil
dinyatakan sebagai OR dengan 95% CI. Peneliti menggunakan uji chi-square untuk evaluasi
hubungan pigmentasi gingiva pada perokok pasif dengan luas lantai rumah mereka, jumlah
rokok yang dihisap setiap hari, memiliki orang tua perokok di masa kecil dan warna kulit.
Selain itu, uji chi-square digunakan untuk evaluasi perbedaan dalam pola pigmentasi
gingiva antara kelompok kasus dan kelompok kontrol. Data kemudian dianalisis dengan
menggunakan SPSS version 20.0 (SPSS Inc, Chicago, IL, USA) dan signifikansi statistik
ditentukan pada P < 0,05.
HASIL
Sebanyak 100 wanita yang telah menikah yang diperiksa terbagi menjadi dua kelompok,
yaitu kelompok kasus dan kelompok kontrol. Usia rata-rata subjek penelitian adalah
39.7+8.76 tahun pada kelompok kasus dan 39.72+9.03 tahun pada kelompok kontrol.
Karakteristik populasi penelitian pada kelompok kasus dan kontrol dapat dilihat pada Tabel 1.
Pada setiap kelompok kasus dan kontrol, didapatkan 26 (52 %) merupakan wanita kulit putih
dan 24 (48 %) merupakan wanita kulit gelap. Distribusi usia dan warna kulit sama di setiap
kelompok kasus ataupun kontrol (P=0.9).

Regresi logistik menunjukkan hubungan yang signifikan antara pigmentasi gingiva


pada wanita dan paparan asap rokok dari suami. Nilai OR kejadian pigmentasi gingiva pada
wanita yang terpapar terhadap asap rokok adalah 3 kali nilainya pada kelompok kontrol
(OR=3.0; 95 % CI [1.26 7.09]) (Tabel 2)
Tabel 1. Karakteristik populasi penelitian pada kelompok kasus dan kontrol

Tabel 2. Hubungan antara pigmentasi gingiva pada wanita dengan variabel penelitian

Pola satu (pattern one) dari pigmentasi gingiva (individual unit of pigmentation)
memiliki prevalensi tertinggi (59.2 % versus 40.8 %); sedangkan, di kelompok kontrol, pola
satu dan pola dua memiliki frekuensi yang sama. Bagaimanapun, uji chi square menunjukkan
bahwa perbedaan pola di kedua kelompok ini tidak signifikan secara statistik (P=0.3)

Anda mungkin juga menyukai