Perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi bergantung pada jenis latihan. Perubahan yang terjadi berupa : Perubahan kapasitas mensintesis ATP Perubahan garis tengah (ukuran serat) Olahraga daya tahan (aerobic endurance) yang teratur (lari jarak jauh, berenang) menginduksi perubahan metabolik di serat oksidatif (jumlah mitokondria meningkat) dan penambahan kapiler otot lebih efisien menggunakan oksigen mampu tahan berkepanjangan meski ukuran otot tidak berubah
Olahraga berintensitas tinggi, berdurasi
singkat, dan anaerobik secara teratur, dapat menyebabkan penambahan massa otot. Terjadi penambahan filamen aktin dan miosin pada serat-serat glikolitik-cepat (fast-glycolytic / tipe IIx) Latihan aerobik yang teratur dapat mengubah serat fast-glycolytic menjadi fast-oxydative (tipe IIx menjadi IIa). Latihan beban (anaerobik) dapat mengubah serat fast-oxydative menjadi fast-glycolytic, Namun serat lambat dan cepat tidak dapat dipertukarkan. Perubahan adaptif tersebut dapat kembali ke keadaan semula secara bertahap, apabila latihan teratur dihentikan.
Diameter serat otot berkurang : berkurangnya
miofibril, ATP,CP, cadangan glikogen, dan mioglobin. Elastisitas otot skelet berkurang : terjadi fibrosis pada otot. Penurunan toleransi terhadap olahraga : aliran darah tidak secepat usia muda, sehingga performa untuk aktivitas aerobik & anaerobik berkurang. Pada usia 80 tahun, telah terjadi kehilangan massa otot sebanyak 50% (sarcopenia) Olahraga yang teratur dapat memperbaiki sarcopenia Atherosclerosis yang timbul pada arteri-arteri distal mengakibatkan claudicatio intermittent dan dapat menyebabkan nyeri pada otot tungkai bawah.
Seberkas otot yang dirangsang berkali-kali untuk
berkontraksi, suatu saat akan memperlihatkan penurunan kekuatan kontraksi. Penurunan kapasitas kerja yang bersifat sementara akibat kerja disebut fatigue. Disebabkan oleh : Kehabisan cadangan energi dalam otot Penimbunan asam laktat Perubahan konsentrasi ion Perlambatan sintesis/ release neurotransmitter Central fatigue (psikis)
Kontraktur fisiologis adalah kegagalan otot
untuk kembali ke panjang awal setelah proses kontraksi. Dengan demikian otot tetap berkontraksi meskipun tidak ada potensial aksi baru. Hal ini terjadi pada kelelahan hebat yang mengakibatkan tidak ada energi untuk relaksasi. Spasme otot terjadi akibat adanya stimulus nyeri yang hebat disekitar otot yang mengalami spasme (misal : patah tulang, peritonitis) Muscle cramps merupakan spasme otot yang diakibatkan faktor iritan dan abnormalitas metabolik, seperti kedinginan, overexercise dan penurunan aliran darah.
Apabila sel otot distimulasi berulang
(tegangan mendekati maskimal), lebih sering & hingga menimbulkan kelelahan - terbentuk lebih banyak mitokondria - peningkatan enzim glikolitik - penambahan cadangan glikogen terbentuk banyak miofibril (filamin tipis dan tebal bertambah) setiap sel otot bertambah diameternya, meski jumlah sel otot tidak bertambah pembesaran otot dan peningkatan tension/kontraksi.
Yaitu : berkurangnya ukuran otot, tonus otot, dan
tenaga yang dihasilkan Terjadi pada otot yang jarang terstimulasi Terjadi pengurangan cadangan energi (ATP,fosfokreatin, & glikogen) dan protein. Pada awalnya bersifat reversibel, tetapi jaringan otot yang telah mati tidak dapat digantikan Pencegahan : terapi fisikal (fisioterapi) pada orang yang tidak dapat bergerak normal untuk sementara waktu. (stimulasi listrik & mekanis saraf terstimulasi mencegah atrofi otot).
Beberapa jam setelah kematian, seluruh otot
tubuh akan mengalami keadaan semacam kontraktur, disebut rigor mortis. Kekakuan otot ini terjadi karena tidak tersedianya ATP untuk perombakan ikatan silang antara aktin dan miosin. Keadaan ini berlangsung sampai terjadi denaturasi protein sebagai akibat autolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh lysosome. Autolisis terjadi 15-25 jam sesudah kematian, dan dipercepat oleh peningkatan temperatur.
Suatu kondisi melemah/hilangnya
kekuatan kontraksi otot akibat gangguan hantaran listrik pada NMJ. Umumnya diawali gangguan pada otototot kecil (kelopak mata), kemudian secara progresif menyerang otot lain. Apabila menyerang otot pernapasan dapat mengakibatkan kematian. Penatalaksanaan antara lain dengan antikolinesterase (ACE-inhibitor : neostigmine)
Berbagai teori mengenai penyebab MG:
Adanya antibodi (autoimun) yang
mengakibatkan kerusakan sel otot dan reseptor-reseptor neurotransmitter pada NMJ.
Berkurangnya jumlah asetilkolin pada
ujung saraf.
Meningkatnya jumlah asetilkolinesterase pada celah sinaps