Anda di halaman 1dari 6

WAJAH UNIVERSITAS ISLAM

Fakta sejarah membuktikan bahwa hampir semua peradaban besar dunia


memiliki universitas, meski tidak menggunakan sebutan universitas. Di zaman
Yunani Kuno teradapat Akademi Plato, di Cina terdapat Universitas Sang Hsiang,
yang kemudian menjadi universitas Taixue dan Gouzijian (254 M), di Persia ada
Akademi Gundhishapur dan Harran, di India terdapat Universitas Nalanda dan
Ratnagiri (abad ke-5 M), di Syria terdapat Edessa dan monastri-monastri. 1
Di zaman klasik di Vietnam terdapat Universitas Quoc Tu Giam (Universitas
Nasional). Universitas tertua dan pertama di Eropa adalah Mag-Naura yang berdiri
tahun 849 M di Konstantinopel, sekarang Istambul Turki, disusul oleh Universitas
Preslav dan Ohrid (abad ke-9) di Bulgaria. Universitas Bologna di Itali (tahun 1088),
Universitas Paris, Perancis yang kemudian digabung dengan Sorbonne (tahun 1150).
Sebelum Bologna berdiri, di Baghdad telah ada Universitas Nizhamiyyah (beridiri
tahun 1067), dan seabad kemudian yaitu tahun 1167 Universitas Oxford di Inggris
baru berdiri. Sejak berdirinya Universitas Oxford, Universitas-Universitas di Inggris
terus berdiri hampir tiap abad. Universitas Cambridge (1209), universitas St.
Andrews (1413), Universitas Glasgow (1451), Universitas Abeeden (1459),
Universitas Dublin (1592).2
Dalam perjalanan sejarah peradaban Islam institusi pendidikan pertama
adalah masjid. Dari serambi masjid yang disebut al-suffah. Di zaman dinasti
Umayyah masjid menjadi pusat pengkajian, disamping lembaga-lembaga
pendidikan tradisional lainnya. Pada abad ke-9 di Fez, Maroko terdapat Universitas
al-Qarawiyyin (University of al-Karaouine) berdiri pada tahun 895 M. Universitas ini
oleh The Guinnes Book of World Records dianggap sebagai universitas tertua di
dunia. Padahal sebelum itu telah berdiri Universitas Magnaura di Konstantinopel. 3
Prototipe awal bagi lembaga pendidikan tinggi dalam islam adalah Madrasah
Nizhamiyah. Ia juga dianggap sebagai tonggak baru dalam penyelenggaraan
pendidikan islam, dan merupakan karakteristik tradisi pendidikan islam sebagai
suatu lembaga pendidikan resmi dengan sistem asrama. Pemerintah atau penguasa
ikut terlibat didalam menentukan tujuan, kurikulum, tenaga pengajar, pendanaan,
sarana fisik dan lain-lain.Kendati madrasah nizhamiyah mampu melestarikan tradisi
keilmuan dan menyebarkan ajaran islam dalam persi tertentu. Tetapi keterkaitan
dengan standarisasi dan pelestarian ajaran kurang mampu menunjang
1 Hamid Fahmi Zarkasyi, Peran Sentral Universitas Islam, Jurnal Islamia (Vol. III, No.
3, 2008), hlm. 6
2 Hamid Fahmi Zarkasyi, Peran Sentral Universitas Islam, hlm. 6-7
3 Hamid Fahmi Zarkasyi, Peran Sentral Universitas Islam, hlm. 7

pengembangan ilmu dan penelitian yang inovatif. Selain itu dikenal pula Madrasah
di Mekah dan Madinah. Diantaranya madrasah Abu Hanifah, Maliki, madrasah
ursufiyah, madrasah muzhafariah, sedangkan madrasah megah yang dijumpai di
Mekah adalah madrasah Qoiit bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.
Pada masa Abbasiyah dikenal beberapa tempat yang juga menjadi institusi
pendidikan islam. Suffah yang dipakai di zaman Nabi menyediakan pemondokan
bagi pendatang baru dan yang tergolong miskin diajari membaca dan menghafal alquran secara benar dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari Nabi.
Dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran
dasar-dasar menghitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu filsafat. Kuttab
atau maktab. Philip K. Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan dikuttab ini
berorientasi kepada al-quran sebagai suatu text book, hal ini mencakup pengajaran
membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa arab. Sejarah Nabi hadits,
khususnya yang berkaitan dengan Nabi SAW. Bahkan dalam perkembangan kuttab
dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan non agama
(secular learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religious learning).
Halaqah, Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan
karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan
di halaqah ini tidak khusus untuk megajarkan atau mendiskusikan ilmu agama,
tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat 4. George Makdisi dalam The
Rise of College, Institution of Learning in Islam dan The West menggambarkan
keberadaan halaqah tersebut,
The Jami as an institution of learning had halaqas, study-circles, in which the
various Islamic Science were thaught. The halqa was common to all jamis.
The Jamis of Damascus and Cairo differed, howefer, from those in Baghdad,
in that had Zawiyas, reffered to also as madrasas, where law was thaught
according to one of the four Sunni Madhabs. The Umaiyad Mosque of
Damascus, called also al-Jami al-Mamur, and the Cairene al-Jami al-Atiq,
had each aight zawiyas for this purposes.5
Sistem tesebut masih berlangsung hingga sekarang di berbagai Universitas
Islam. Salah satuny di Universitas al-Azhar, Mesir. Menurut catatan sejarah,
peletakan batu pertama Masjid al-Azhar dilakukan pada hari sabtu tanggal 27
Jumadil Ula, tahun 359 Hijriyyah tepatnya pada tahun 970 Masehi dan selesai pada
tanggal 14 Ramadhan 359 Hijriyyah. Majis al-Azhar kemudian diresmikan dan
dipakai untuk shalat pertama kalinya pada tanggal 7 ramadhan 361 H atau tanggal
22 Juni 972 M. Sejak saat itu, masjid al-azhar resmi menjadi pusat kegiatan
keilmuwan dan kajian keislaman. Kira-kira delapan tahun pascapembangunan
4 Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafika Persada, 2004), hlm. 3242

5 George Makdisi, The Rise of College, Institution of Learning in Islam dan The West,
UK: Edinburgh University Press, 1981, hlm. 13

Masjid, menteri al-Faraj Yaqub Ibn Kallas mengusulkan pada Khalifah al-Aziz Billah
al-Fatimi (975-996 M) untuk memperluas al-Azhar. Sejak saat itu para Khalifah dari
dinasti Fathimiyyah menarik para pelajar dari berbagai penjuru negeri. Perhatian
Dinasti Fathimiyyah terhadap ilmu pengetahuan umum memang demikian besar,
terutama matematika, kedokteran, astronomi, dan geografi, yang dikembangkan
sejak tahun 359 H. Sistem halaqah yang diterapkan terdiri dari empat macam.
Pertama halaqah kajian al-Quran dan ilmu tafsir yang dibuka untuk umum. Kedua
halaqah biasa yang dimana para murid melingkari sang Syaikh yang duduk di atas
kursi saat memberikan materi. Ketiga, halaqah para ulama dan cendekiawan yang
berkumpul untuk mendiskusikan berbagai persoalan keagamaan secara akdemis
seputar tema fiqh, tafsir, hadits, dan lainnya. Keempat, halaqah untuk para wanita,
dimana mereka mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pengajaran agama
yang layak.6
Selain aitu ada istilah Majlis. Pada perkembangan berikutnya disaat dunia
pendidikan islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi dimana aktivitas
pengajaran atau berlangsung. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam
islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sebagai majlis
banyak ragamnya, menurut Muniruddin Ahmad ada 7 (tujuh) macam majlis, yaitu
Majlis al-hadits, Majlis al-tadris, Majlis al-manazharah, Majlis muzakarah, Majlis alsyuara, Majlis al-adab, Majlis al-fatwa dan al-nazar.
Institusi pendidikan yang tak kalah berperan adalah Masjid, Khan, Ribarth, dan
Rumah Ulama. Kurikulum pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan
pemerintah untuk memperoleh pejabat-penjabat pemerintah, seperti, qodhi, khotib
dan iman masjid. Khan. biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang
dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko,
seperti, khan al-Narsi yang berlokasi di alun-alun karkh di Baghdad. Ribarth, adalah
tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan
mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah. Rumah Ulama, Rumah
sebenarnya bukan tempat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun
para ulama dizaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas
untuk kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan. Selain itu,
terdapat juga Toko-toko buku dan perpustakaan.
Pada Masa Andalusia, kita bisa melihat wajah institusi pendidikan islam lewat
penuturan Ibnu Haukal, di satu kota saja dari kota-kota Sicilia ada 300 kuttab
bahkan ada beberapa kuttab yang luas sehingga satu kuttab bisa menampung
ratusan bahkan ribuan siswa. Dalam sejarah disebutkan bahwa Abul Qasim al Balkhi
memiliki sebuah kuttab yang ditempati oleh 3000 siswa. Kuttab Abul asim ini laus
sekali sehingga untuk menginspeksi siswa-siswanya dan mengawasi keadaan
mereka perlu dengan perlu dengan menunggang keledai karena bila dengan
berjalan akan memakan waktu lama.7
6 Yusuf Burhannuddin, Napak Tilas Universitas al-Azhar, Jurnal Islamia, (Vol. III, No.
3, 2008), hlm. 14-15

Pelajaran di madrasah ini ada dua bagian. Pertama, bagian intern untuk siswasiswa asing dan siswa-siswa yang kondisi materialnya (nafkah orang tuanya) paspasan. Kedua, bagian ektern untuk siswa-siswa yang ingin pulang sore hari ke
rumah keluarga mereka. Bagian intern juga gratis. Di situ siswa disediakan makan,
tempat tidur, belajar dan ibadah. Dengan begitu setiap madrasah mempunyai
masjid, ruang belajar, kamar tidur siswa, perpustakaan, dapur dan kamar mandi.
Sebagian madrasah mempunyai lapangan-lapangan olahraga di udara bebas dan
nyaman. Sampai sekarang pun kita masih mempunyai model-model madrasah
semacam ini yang memenuhi dunia Islam seluruhnya. 8
Diantara madrasah dunia yang paling indah bentuknya adalah madrasah
Nuruddin Rahimahullah. Madrasah ini adalah salah satu istana yang elok. Di situ air
tertuang dalam pancuran di tengah sungai yang besar, kemudian mengalir di
sebuah saluran panjang hingga jatuh di kolom besar di tengah gedung itu sehingga
pandangan mata takjub oleh pemandangan yang indah itu. 9
An Nuaimi, ulama abad ke-10 Hijriah menyebutkan sebuah bukti tentang nama
sekolah-sekolah Damaskus dan wakaf-wakafnya. Dari Nuaimi kita dapat mengetahui
bahwa di Damaskus saja ada 7 sekolah Ilmu Al Qur`an, 16 sekolah Hadits, 3 sekolah
Qur`an dan Hadits, 63 sekolah fiqh Syafi`i, 52 sekolah fiqh Hanafi, 4 sekolah fiqh
Maliki, dan 11 sekolah fiqh Hanbali. Selain itu ada sekolah-sekolah kedokteran,
asrama, langgar dan masjid. Semua menjadi tempat menuntut ilmu. 10
Di kota-kota Kordoba (abad ke-9), Seville (abad ke-11), Malaga dan Granad
(abad ke-14) ternyata didirikan universitas-universitas dengan berbagai fakultas.
Universitas Kordova misalnya memiliki fakultas Teologi, Astronomi, matematika,
kedokteran dan Hukum. Universitas Granada mempunyai Fakultas Teologi, Ilmu
Hukum, Kedokteran, Kimia, Filsafat dan Astronomi. Dalam catatan sejarawan Muslim
al-Maqarri di Kordova saja teradapat 73 Perpustakaan, di samping toko-toko Buku
dan Masjid.11
Universitas Islam dan Eropa
Di Eropa, tidak semua universitas berasal usul dari sekolah Gereja, kecuali
Paris dan Oxford. Yang menjelma menjadi Universitas adalah sekolah-sekolah yang
memang telah ada sebelumnya. Itulah mungkin sebabnya mengapa gereja tidak
7 Mustafa as-Sibai, Peradaban Islam, Tanpa Tahun, hlm. 132
8 Mustafa as-Sibai, Peradaban Islam, Tanpa Tahun, hlm. 124
9 Mustafa as-Sibai, Peradaban Islam, Tanpa Tahun, hlm. 125
10Mustafa as-Sibai, Peradaban Islam, Tanpa Tahun, hlm. 133
11 Hamid Fahmi Zarkasyi, Peran Sentral Universitas Islam, hlm. 7

berperan dominan dalam mewarnai kurikulum Universitas. Materi teologi Kristen


juga tidak menjadi syarat masuk Universitas dan tidak diajarkan di fakultas apa pun.
Syarat masuk universitas hanyalah menyelesaikan tingkat trivium yang terdiri dari
pendahuluan ilmu bahasa (grammar), retorika, dialektika, dan logika. Kemudian
tingkat Quadrivium yang terdiri dari Aritmatika, geometri, musik dan Astronomi.
Dalam Islam, bahkan hampir semua Universitas berasal dari Masjid. Contohnya
Universitas al-Azhar yang awalnya kegiatan utamanya adalah ritual peribadatan dan
kajian ilmu-ilmu agama, menjelma menjadi Universitas. Matakuliah Tauhid, Fiqh,
Tafsir, Hadith masih terus dipertahankan, disamping matakuliah kedokteran, filsafat
dan logika. 12
Di Eropa abad pertengahan Universitas memang sangat menekankan
perubahan yang signifikan. Perubahan itu dipengaruhi oleh ide-ide humanisme,
pencerahan (enlightment), reformasi dan revolusi Industri. Akibatnya, universitas
dibubarkan dan diganti menjadi lembaga-lembaga profesional. Misi dan orientasi
universitas yang awalnya pengkajian ilmu untuk ilmu mengarah kepada ilmu-ilmu
praktis dan karir yang berguna untuk pelayanan Publik. Bahkan penemuan Dunia
Baru tahun 1492 telah menjadikan HAM dan hukum internasional mata kuliah baru.
Pada tahun 1930-an Universitas-universitas di Eropa mendirikan institut-institut di
bidang Militer, teknik, politeknik, bisnis, kedokteran, kedokteran hewan, pertanian,
pendidikan, politik dan musik. Mulai abad ke-19 dan 20 Universitas-universitas yang
berorientasi ke sains dan teknologi itu juga tidak lagi menjadi Elitis. Di sisi lain,
agama mulai diterima sebagai bahan kajian, tapi hanya sebatas bahan kajian (ilmu),
bukan ajaran pembentuk moralitas dan karakter mahasiswa. 13
Hutchins yang bisa dianggap mewakili pemikiran Barat Sekuler, dalam Higher
Learning menyatakan bahwa Perguruan Tinggi tidak perlu bertujuan membentuk
moral dan karakter, cukup menekankan pada pengembangan intelektualitas.
Sejalan dengan Hutchin, Cardinal newman dalam bukunya On The Scope and
Natural of University Education, ia menegaskan bahwa tujuan pendidikan
universitas adalah intelektual dan penyebaran ilmu pengetahuan, dan bukan
pendidikan moral. Bagi mereka, Pengajaran moral di Universitas tidak ada
gunanya.14
Kini, ilmu-ilmu yang dikuasai umat islam tidak lagi terkait secara konseptual
dengan konsep-konsep islam. Akibatnya, universitas Islam kini seperti kehilangan
peran sentralnya dalam membangun peradaban Islam. Dulu, di Spanyol dan
Baghdad universitas merupakan ajang pertemuan para cendekiawan, tempat
pembacaan puisi-puisi baru, penyampaian pidato ilmiyah dari karya-karya baru
serta diskusi-diskusi publik dalam masalah-masalah umat. Sentaralitas peran
12 Hamid Fahmi Zarkasyi, Peran Sentral Universitas Islam, hlm. 7-8
13 Hamid Fahmi Zarkasyi, Peran Sentral Universitas Islam, hlm. 8
14 Hamid Fahmi Zarkasyi, Peran Sentral Universitas Islam, hlm. 8

universitas di masa itu dapat diketahui dari slogan Univesitas Granada: Dunia
hanya terdiri dari empat unsur: Pengetahuan orang bijak, Keadilan Penguasa, doa
Orang Saleh dan Keberanian Kesatria. Singkatnya, Universitas di zaman itu mampu
mencetak alim, shalih, adil, dan mujahid. Pada masa Harun al-Rasyid (170-193 H)
sering diadakan perlombaan antar ahli-ahli syair, perdebatan antar fuqaha, dan
diskusi di atara para sarjana berbagai macam ilmu pengetahuan, juga diadakan
sayembara di antara ahli kesenian dan pujangga 15.
Tradisi ilmu seperti itulah yang diusahakan oleh al-Attas dalam membangun
(Institute of Islamic Thought and Civilization) ISTAC. Ia berusaha mengembalikan
budaya ilmu islam yang sesuai dengan konsep-konsep wahyu dalam pendidikan
tinggi. Universitas yang sangat berbeda dengan konsep pendidikan di Barat. Salah
satu ciri budaya Ilmu di ISTAC adalah penanaman sikap hormat pada ilmuwan dan
penuntut ilmu. Segala keperluan mereka untuk meneliti dan menyalurkan penelitian
mereka, dibantu sebaik mungkin. Beban kuliah mereka dari lahirnya nampak ringan
tetapi mereka diminta meneliti dan menulis di berbagai jurnal dan seminar
internasional. Prosedur dipermudah agar mereka bisa mengajar dan menulis
dengan baik. Mahasiswa miskin, baik dari dalam maupun dari luar negeri, akan
diusahakan untuk dibantu dengan berbagai cara asalkan mereka menunjukkan
keberhasilan secara ilmiah dan ketinggian adab serta kesungguhan bekerja di
berbagai bagian ISTAC. Mahasiswa yang kurang ajar, yang kurang santun atau
taasshub kepada suatu pegangan, akan diberi teguran untuk berubah. Jika tidak
mereka akan dipecat walaupun cerdas dari segi ilmiah. 16
Demikianlah secara ringkas gambaran Universitas dalam Islam. Sehingga
semakin nampak bagaimana konsep epistemologi keilmuwan islam diterapkan.
Sehingga dunia islam hari ini masih membutuhkan lahirnya Universitas-Universitas
yang mengembangkan keilmuwan berbasis epistemologi Islam. Konsep Ilmu yang
lahir dan berada dalam kerangka Wahyu. Sehingga para sarjana yang lahir adalah
sarjana-sarjana yang menguasai ilmunya, namun tidak meninggalkan agamanya.
Intelektual-intelektual yang cerdas dalam bidang kajiannya, namun punya spirit
keimaman dan keberislaman dalam memperjuangkan islam. Universitas yang
melahirkan pejuang-pejuang Intelektual!. (Wallohu alam)

15 Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-8, 2006, hlm.
96
16 Wan Mohd. Nor Wan Daud, ISTAC; Bangunan Budaya Ilmu, Jurnal Islamia, (Vol. III,
No. 3, 2008), hlm. 46-47

Anda mungkin juga menyukai