Anda di halaman 1dari 33

PENDAHULUAN

Diare atau penyakit diare berasal dari kata diarrola (bahasa Yunani) yang
berarti mengalir terus, merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen. Hipokrates memberikan definisi diare sebagai suatu keadaan
abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja.
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak
di dunia yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta
merupakan 1/5 dari seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga
di Indonesia menunjukkan penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5%
(1986) menjadi 13,95% (1995). Penurunan angka kematian akibat diare juga
didapatkan pada kelompok balita berdasarkan survey serupa, yaitu 40% (1972),
menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001). Tetapi, penurunan angka mortalitas akibat
diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada
sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan
oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus
umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatkan
adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor
kesehatan oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di
rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di
pelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10
penyakit terbanyak dipopulasi.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan

berkurangnya kemampuan menyerap sari makanan, sehingga apabila episodnya


berkepanjangan akan berdampak terhadap pertumbuhan dan kesehatan anak.1

PEMBAHASAN
Diare Akut
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan
bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.1
Diare akut secara umum diartikan sebagai penurunan dalam konsistensi
feses (lunak atau cair) dan/atau peningkatan frekuensi buang air besar (biasanya 3
kali dalam 24 jam), dengan atau tanpa demam atau muntah, tetapi perubahan pada
konsistensi feses dibanding dengan konsistensi feses sebelumnya lebih indikatif
pada diare, dibanding jumlah feses, terutama pada usia awal bulan. Diare akut
biasanya terjadi <7 hari dan >14 hari.6
2.2 Epidemiologi
Rotavirus adalah penyebab tersering dari diare, tetapi norovirus menjadi
penyebab utama pada negara yang tinggi cakupan vaksin rotavirus. Penyebab
yang paling umum dari bakteri adalah campylobacter atau salmonella, tergantung
pada negara. Infeksi usus adalah penyebab utama dari infeksi nosokomial.6
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan

tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi
di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan
oleh diare sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare
masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24% untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.1
2.3 Cara penelularan dan faktor resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4F = fingers, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang

membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar
dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah
tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1
biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia<
Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di
Amerika Tengah dan terakhir di Afrika tengah dan Asia selatan. Pada akhir tahun
1992, dikenal dtrain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia
dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1

2.4 Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kumankuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada
kasus yang datang darana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat.
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 2 jenis mikroorganisme

yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama
timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe
dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan

non inflammatory diare melalui produksi

enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammtory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut

yang dapat menyebabkan diare pada

manusia adalah sebagai berikut:


Bakteri :
1. Aeromonas
2. Bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostiridium perfringens
5. Clostiridium defficile
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas shigeloides
8. Salmonella
9. Shigella
10. Staphylococcus aureus
11. Vibrio cholera
12. Vibrio parahaemolyticus
13. Yersinia enterocolitica
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Virus :
Astovirus
Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Enteric adenovirus
Coronavirus
Rotavirus
Norwalk virus
Herpes simplex virus*
Cytomegalovirus*

Parasit :
1. Balantidium coli
2. Blastocystis homonis
3. Cryptosporidium parvum
4. Entamoeba histolytica
5. Giardia lamblia

6. Isospora belli
7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichuria
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada
anak-anak, yaitu: Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan
sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukka berbagai
tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahanperubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala
klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak
terkena

walaupun

biasanya

digunakan

istilah

gastroenteritis,

walaupun

pengosongan lambung tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.


Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang
villus di usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu.
Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk
kuboid yang belum matag sehingga fungsinya belum baik. villus mengalami atrofi
dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik. selanjutnya, cairan
dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan
yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik
dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang
terdiferensiasi, yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida
dan fungsi penyerapan seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut
bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel
yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan
merupaka pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi virus
selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio
penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat
kompleks, terutama laktosa.

Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun


penderita terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan
kerentanan bayi (dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai
morbiditas berat dan mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan
sejumlah faktor termasuk penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas
spesifik, dan penurunan mekanisme pertahanan hospes nonspesifik seperti asam
lambung dan mukus. Enteritis virus sangat memperbesar permeabilitas usus
terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan menaikkan risiko alergi
makanan.
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan
Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak
berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama.
Bedanya bakteri ini dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga dapat
menyebabkan reaksi sistemik. Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut
sarat otak sehingga menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat
menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri.
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare

pada anak antara lain:


Kesulitan makan
Defek Anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mirovilli
Stricture
Malabsorpsi
Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan
Logam Berat

Mushrooms
Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zolliger Ellison
Lain-lain :
Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Gangguan motilitas usus
Pellagra
2.5 Patogenesis
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi

atau sekresi. Terdapat beberapa pembagian diare antara lain :


1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya, yaitu :
Gangguan absorbsi
Gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare, yaitu :
Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang
saling tumpang tindih. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang
berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi
akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorpsi menurun atau sekresi yang
bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorpsi di
kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan
gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.

Gangguan absorpsi atau diare osmotik


Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab, seperti :
a. Mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. Defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisiensi pada anak yang
lebih besar

Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus

bagian

proksimal

tersebut

bersifat

hipertonis

dan

menyebabkan

hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah
maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke
arah lumen jejunum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini
akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose,
maltose di segmen illeum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga
terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang
sama.

Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen
usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel
tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat
toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorpsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu
(bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak
susunan anatomi mukosa.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan
maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe
berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai
panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga
menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan
malabsorbsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi

10

sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar;


laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotalitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare.
Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan
kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga
menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi
nutrisi laktose.

Gangguan sekresi atau diare sekretorik


a. Hiperplasia kripta
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat
menyebabkan sekresi intestinal dan diare. Pada umumnya penyakit ini
menyebabkan atrofi villi.
b. Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri
dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihydroxy, serta asam lemak rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran
protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl - di
kripta keluar. Di sisi lain terjadi peingkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke
dalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaKATPase. Beberapa diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler,
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel
mukosa. Beberapa obat menyebabkan sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi
seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat menyebabkan kelainan sekresi
seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak.
c. Blood-Borne Secretagogues
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya
disebabkan enterotoksin E coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang,
di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan
disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang

11

menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat
disebabkan neopplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida
panreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia
achlorhydria (WDHA)). Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua
kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan
kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan

normal.
Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi,

dekonjugasi

garam

empedu

dan

malabsorbsi.

Diare

akibat

hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada aksus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.

Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi

tight

junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan
anatomis dan fungsi absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
Peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight
junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton

12

dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau
salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chlorida yang
akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. Difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan
degradasi proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi
protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein
cytoskeleton.

Diare terkait imunologi


Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I,
III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi
tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe
I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE
yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan
basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik,
sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi komplek antigen-antibodi dalam jaringan
atau pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan
kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel
mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon
imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan
sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi
pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN- oleh Th1. Sitokin tersebut
akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa
berkurang akibat kerusakan jaringan, merngsang sekresi klorida diikuti oleh
natrium dan air.1,2
2.6 Gejala
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainnya bila terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik.

13

Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah
bila ada muntah dan kehilangan air juga meninngkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.
Bila terjadi panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah
serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian
atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporodium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery
diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena
pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.1-3
Tabel 1. Manifestasi immun mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait

14

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien anak dengan
diare akut berupa pemeriksaan tinja tidak rutin, kecuali ada tanda intoleransi laktosa
dan kecurigaan amubiasis. Pada pemeriksaan tinja ada beberapa hal yang dapat
dinilai, secara makroskopis dapat menilai konsistensi, warna, lendir, darah, bau
pada tinja. Lalu secara mikroskopis dapat menilai leukosit, eritrosit, parasit, serta
bakteri pada tinja pasien. Setelah itu dapat juga menilai pH, linitest, dan eletrolit
seperti Na, K, HCO3 yang terdapat pada tinja. Namun Biakan dan uji sensitivitas
tidak dilakukan pada diare akut. Selain pemeriksaan tinja pada kasus diare akut,
dapat juga dilakukan pemeriksaan analisa gas darah dan elektrolit bila secara klinis
dicurigai adanya gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.10
2.8 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir, dan darah. Bila
disertai muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang, atau
tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan
selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti batuk, pilek,
otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare, seperti
memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obatobatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernafasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tandatanda utama dehidrasi: kesadara, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tandatanda tambahan lainnya, seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong
atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah kering
atau basah.

15

Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan
subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria
MMWR, dan lainnya.
Tabel 2 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO

16

1995
Tabel 3 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995

Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO
1995
Tabel 4 Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengakaan-Maurice King
(1974)

Sumber: Sunoto 1991

17

Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan table,
kemudian dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12
adalah berat.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan darah
lengkap, kultur urin, dan tinha pada sepsis atu infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare akut:

Darah

: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,


kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika

Urin

Tinja
-

: urin lengkap, kultur, dan tes kepekaan terhadap antibiotika

Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita


dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal. Tinja yang
mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi E. histolytica darah sering
terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah
pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Crytosporidium, dan Strongyloides.

18

19

Tabel 5 Tes laboratorium tinja yang digunakan untuk mendeteksi enteropatogen

Sumber : Supraoto
-

Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat

memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya


proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon
terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada
pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang
memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC,
C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas

20

atau P. shigelloides. Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit


PMN,

kecuali

pada

S.

typhii

leukosit

mononuklear. Tidak

semua

penderitakolitis terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan


E. hystolitica pada umumnya leukosit pada tinja minimal. Parasit yang
menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi leukosit dalam jumlah
banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau
parait kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi,
kultur tinja negative untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada
pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis, dan strongylodiasis di
mana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum
bagian atas mungkin diperlukan. Karena organism ini hidup di saluran cerna
bagian atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan tinja. Biopsi
duodenum adalah metoda yang spesifik dan sensitive untuk diagnosis
giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica
dapat didiagnosis dengan cara pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit
biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista
amuba. Pemeriksaan serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista
sering terjadi intermitten. Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi
tipe dan konsentrasi antibody juga tersedia. Serologis test untuk amuba hamper
selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic
Uremic Syndrome (HUS), diare dengan tinja berdarah, bila terdapat leukosit
pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti Y. enterocolitica, V. cholera, V.
Parahaemolyticus,
Camphylobacter

Aeromonas,
membutuhkan

C.

difficile,

prosedur

E.

coli

laboratorium

0157:H7
khusus

dan
untuk

identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai
sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk

diagnosis

antimicrobial

kolitis.

Proctosigmoidoscopy

mungkin

membantu dalam menegakkan diagnosis pada penderita dengan symptom

21

colitis berat atau penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium terapi.
2.9 Penatalaksaan
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai
diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam
penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga
menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan
menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:
1.

Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru

2.

Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3.

ASI dan makanan tetap diteruskan

4.

Antibiotik selektif

5.

Nasihat kepada orang tua


Rehidrasi dengan oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
Oralit formula lama dikembangkan dari kejadian luar biasa diare di Asia Selatan
yang terutama disebabkan karena disentri, yang menyebabkan berkurangnya lebih
banyak elektrolit tubuh, terutama natrium. Sedangkan diare yang lebih banyak
terjadi akhir-akhir ini dengan tingkat sanitasi yang lebih banyak terjadi akhir-akhir
ini dengan tingkat sanitasi yang lebih baik adalah disebakan oleh karena virus.
Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada
disentri. Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan
tingkat osmolaritas yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati
22

osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia.


Oralit
Oralit baru ini adalah oralit dengan osmolaritas yang rendah. Keamanan oralit ini
sama dengan oralit yang selama ini digunakan, namun efektivitasnya lebih baik
daripada oralit formula lama. Oralit baru dengan low osmolaritas ini juga
menurunkan

kebutuhan

suplementasi

intravena

dan

mampu

mengurangi

pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
Ketentuan pemberian oralit formula baru
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk
persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan:
-

Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB

Untuk anak 2 tahun atau lebih: berikan 100-200ml tiap BAB

d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari
segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan,
perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu
makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan mediator

23

potensial pertahanan tubuh terhadap infeksi.


Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut didasarkan
pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna
dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc
pada diare dapat meningkatkan absorpsi air dan elektrolit oleh usus halus,
meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border
apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan pathogen
dari usus.
Dosis zinc untuk anak-anak :
-

Anak di bawah umur 6 bulan : 10mg (12 tablet) per hari

Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari


Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah

sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matangm
ASIm atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau
dilarutkan dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya
perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhdao antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotic yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh

24

bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan
permeabilitas membran terhadap antibiotic.
Nasihat pada ibu atau pengasuh: kembali segera jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera
diberi cairan rumah tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula
garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah
oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau
untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12
tahun adalah 200- 300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian
cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga
ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan
sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buahbuahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlaly
banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah
hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi
ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harud dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit
yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui,
meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan

25

dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1 tahun adalah 300ml, 15 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400ml.
Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya
diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda
dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan bolume di atas kelopak nata menjadi bengkak, pemberian
oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila
oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi. Apabila oleh karena sesuatu
hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-oral, oralit dapat diberikan
melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam.
Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan
dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara
seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh
dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien
yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan
infuse terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian
cairan intravena ( 5ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya
dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian
tersebut dilakukan untuk member tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak
dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi
parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam
berikutnya 70cc/kgBB. Di atas 1 tahun 12 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 212
jam berikutnya 70cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik,
tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih
26

besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan
diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
Tabel 6 Antibiotika pada diare

Sumber : WHO 2006


Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diantaranya membutuhkan pengobatan khusus.
Gangguan Elektrolit
-

Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan

27

pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium


secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline 5 % dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairang menggunakan
berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa kembali
natrium pasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline 5 % dextrose,
perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500ml cairan
infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai
diberikan. Lanjutkan pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare
berhenti.
-

Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya

mengandung sedikit garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130 mol/L).
Hipontremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hamper semua anak
dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan
koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar
Natrium koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan
dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16
jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L.
-

Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan

pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam 5-10 menut
dengan monitor detak jantung.Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K : jika kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan per oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3

28

dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 +
2mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang
kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
-

Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral


Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu misalnya

pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang
menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi
glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan
intravena.
-

Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi

kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat


disebabkan oleh karena hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang
gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya melebihi
400C, hipernatremi atau hiponatremi.
3.0 Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare
Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekaloral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif, meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI

29

c. Penggunaan air bersih yang cukup


d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air
besar dan sebelum makan
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak

30

PENUTUP

Diare masih merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan


mortalitas anak di negara yangsedang berkembang termasuk di Indonesia. Diare
didefinisikan sebagai peningkatan dari frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi
lebih lunak sehingga dianggap abnormal oleh ibunya. Secara garis besar, diare
dibagi menjadi diare akut dan diare kronis atau persisten.
Diare akut merupakan masalah yang sering terjadi baik di negara
berkembang maupun negara maju. Sebagian besar disebabkan oleh rotavirus
sehingga bersifat self-limiting dan hanya perlu diperhatikan keseimbangan cairan
dan elektrolit. Bila ada tanda dan gejala diare akut karena infeksi bakteri dapat
diberikan terapi antimikrobial secara empirik, yang kemudian dapat dilanjutkan
dengan terapi spesifik sesuai dengan hasil kultur. Pengobatan simtomatik dapat
diberikan karena efektif dan cukup aman bila diberikan sesuai dengan aturan.
Prognosis diare akut infeksi bakteri baik, dengan morbiditas dan mortalitas yang
minimal. Pencegahannya dapat dilakukan dengan higiene dan sanitasi yang baik.

31

DAFTAR PUSTAKA

1. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Edisi 1 Cetakan Ketiga. 2012. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. h.87-133.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi Keenam. 2014. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. h. 481-6.
3. Behrman R, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak, Ed 15, Vol 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. h. 929-35.
4. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit.2009. h.131-156
5. Farthing M.,Salam M.,Lindberg G, et al. 2012. Acute diarrhea in adults and
children : a global perspective. World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines
6. Guarino A., Ashkenazi S., Gendrel D., et al. 2014. Naples.. European Society for
Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition / European Society for
Pediatric Infectious Diseases Evidence-Based Guidelines for the Management of
Acute Gastroenteritis ini Children in Eurpoe : Update 2014
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.Panduan sosialisasi tatalaksana diare
balita
8. Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
9. Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
10. Dit. jen PPM,PLP Dep. Kes. RI. PMPD. Buku Ajar Diare.1996

32

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.....................................................................................................1
PEMBAHASAN.......................................................................................................3
Diare Akut.................................................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi....................................................................................................3
2.3 Cara penelularan dan faktor resiko.............................................................4
2.4 Etiologi.............................................................................................................6
2.5 Patogenesis....................................................................................................10
2.6 Gejala.............................................................................................................15
2.7 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................17
2.8 Diagnosis........................................................................................................17
2.9 Penatalaksaan...............................................................................................23
3.0 Pencegahan....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................33

33

Anda mungkin juga menyukai