Diare atau penyakit diare berasal dari kata diarrola (bahasa Yunani) yang
berarti mengalir terus, merupakan suatu keadaan abnormal dari pengeluaran tinja
yang terlalu frekuen. Hipokrates memberikan definisi diare sebagai suatu keadaan
abnormal dari frekuensi dan kepadatan tinja.
Diare merupakan salah satu penyebab utama mortalitas dan morbiditas anak
di dunia yang menyebakan 1,6 -2,5 juta kematian pada anak tiap tahunnya, serta
merupakan 1/5 dari seluruh penyebab kematian. Survei Kesehatan Rumah Tangga
di Indonesia menunjukkan penurunan angka kematian bayi akibat diare dari 15,5%
(1986) menjadi 13,95% (1995). Penurunan angka kematian akibat diare juga
didapatkan pada kelompok balita berdasarkan survey serupa, yaitu 40% (1972),
menjadi 16% (1986) dan 7,5% (2001). Tetapi, penurunan angka mortalitas akibat
diare tidak sebanding dengan penurunan angka morbiditasnya.
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak di negara berkembang. Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak. Pada
sebagian besar kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan
oleh virus, bakteri atau parasit, akan tetapi berbagai penyakit lain juga dapat
menyebabkan diare akut, termasuk sindroma malabsorpsi. Diare karena virus
umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatkan
adalah mencegah terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan
menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa.
Di Indonesia penyakit diare menjadi beban ekonomi yang tinggi disektor
kesehatan oleh karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di
rumah sakit ditempati oleh bayi dan anak dengan penyakit diare selain itu juga di
pelayanan kesehatan primer, diare masih menempati urutan kedua dalam urutan 10
penyakit terbanyak dipopulasi.
Diare juga erat hubungannya dengan kejadian kurang gizi. Setiap episode
diare dapat menyebabkan kekurangan gizi oleh karena adanya anoreksia dan
PEMBAHASAN
Diare Akut
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3-4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan
bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang-kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.1
Diare akut secara umum diartikan sebagai penurunan dalam konsistensi
feses (lunak atau cair) dan/atau peningkatan frekuensi buang air besar (biasanya 3
kali dalam 24 jam), dengan atau tanpa demam atau muntah, tetapi perubahan pada
konsistensi feses dibanding dengan konsistensi feses sebelumnya lebih indikatif
pada diare, dibanding jumlah feses, terutama pada usia awal bulan. Diare akut
biasanya terjadi <7 hari dan >14 hari.6
2.2 Epidemiologi
Rotavirus adalah penyebab tersering dari diare, tetapi norovirus menjadi
penyebab utama pada negara yang tinggi cakupan vaksin rotavirus. Penyebab
yang paling umum dari bakteri adalah campylobacter atau salmonella, tergantung
pada negara. Infeksi usus adalah penyebab utama dari infeksi nosokomial.6
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan
tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak
meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi
di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan
oleh diare sedangkan di Indonesia hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare
masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding
pneumonia 24% untuk golongan 1-4 tahun penyebab kematian karena diare 25,2%
dibanding pneumonia 15,5%.1
2.3 Cara penelularan dan faktor resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4F = fingers, flies, fluid, field).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain:
tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik.
Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain: gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang
membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar
dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah
tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1
biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia<
Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar di
Amerika Tengah dan terakhir di Afrika tengah dan Asia selatan. Pada akhir tahun
1992, dikenal dtrain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia
dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.1
2.4 Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kumankuman patogen telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80% pada
kasus yang datang darana kesehatan dan sekitar 50% kasus ringan di masyarakat.
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 2 jenis mikroorganisme
yang dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama
timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe
dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory.
Enteropatogen menimbulkan
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh
parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammtory diare
biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut
Virus :
Astovirus
Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Enteric adenovirus
Coronavirus
Rotavirus
Norwalk virus
Herpes simplex virus*
Cytomegalovirus*
Parasit :
1. Balantidium coli
2. Blastocystis homonis
3. Cryptosporidium parvum
4. Entamoeba histolytica
5. Giardia lamblia
6. Isospora belli
7. Strongyloides stercoralis
8. Trichuris trichuria
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada
anak-anak, yaitu: Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium.
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang
menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan
sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukka berbagai
tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahanperubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala
klinis dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak
terkena
walaupun
biasanya
digunakan
istilah
gastroenteritis,
walaupun
Mushrooms
Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zolliger Ellison
Lain-lain :
Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Gangguan motilitas usus
Pellagra
2.5 Patogenesis
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi
Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus
halus
bagian
proksimal
tersebut
bersifat
hipertonis
dan
menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah
maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke
arah lumen jejunum, sehingga air akan banyak terkumpul air dalam lumen usus. Na
akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan
intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini
akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh
karena ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose, laktose,
maltose di segmen illeum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga
terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak yang
sama.
Malabsorpsi umum
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam
amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen
usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel
tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat
toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang menyebabkan
malabsorpsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikroorganisme tertentu
(bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak
susunan anatomi mukosa.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan
maldigesti, malabsorbsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe
berbeda dengan malabsorbsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai
panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga
menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan
malabsorbsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi
10
11
menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik berat
disebabkan neopplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida
panreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia
achlorhydria (WDHA)). Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua
kelainan mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan
kripta serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan
normal.
Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi,
dekonjugasi
garam
empedu
dan
malabsorbsi.
Diare
akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada aksus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.
Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa
keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air, elektrolit,
mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk
dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare
lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi
tight
junction, menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade
inflamasi. Efek infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan
anatomis dan fungsi absorbsi yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein.
Peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight
junction oleh toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton
12
dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa pada kedua komponen tersebut atau
salah satu komponen saja sehingga akan menyebabkan hipersekresi chlorida yang
akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. Difficile akan menginduksi
kerusakan cytoskeleton maupun protein, Bacteroides fragilis menyebabkan
degradasi proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi
protein tight junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein
cytoskeleton.
13
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah
ion natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah
bila ada muntah dan kehilangan air juga meninngkat bila ada panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps
kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi
menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik
(hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.
Bila terjadi panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah
serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar.
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah
mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian
atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporodium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery
diare, menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena
pasien immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang
adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.1-3
Tabel 1. Manifestasi immun mediated ekstraintestinal dan enteropatogen terkait
14
15
Pernafasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolic. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare dan
subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King, kriteria
MMWR, dan lainnya.
Tabel 2 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO
16
1995
Tabel 3 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995
Sumber: adaptasi dari Dugaan C, Santosham M, Glaso RI, MMWR 1992 dan WHO
1995
Tabel 4 Penentuan derajat dehidrasi menurut system pengakaan-Maurice King
(1974)
17
Hasil yang didapat pada penderita diberi angka 0, 1, atau 2 sesuai dengan table,
kemudian dijumlahkan. Bilai nilai 0-2 maka ringan, 3-6 maka sedang dan 7-12
adalah berat.
3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya
tidak diperlukan hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut
atau pada penderita dengan dehidrasi berat, contohnya pemeriksaan darah
lengkap, kultur urin, dan tinha pada sepsis atu infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan diare akut:
Darah
Urin
Tinja
-
Pemeriksaan makroskopik
18
19
Sumber : Supraoto
-
Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat
20
kecuali
pada
S.
typhii
leukosit
mononuklear. Tidak
semua
Aeromonas,
membutuhkan
C.
difficile,
prosedur
E.
coli
laboratorium
0157:H7
khusus
dan
untuk
identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu dicurigai
sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna
untuk
diagnosis
antimicrobial
kolitis.
Proctosigmoidoscopy
mungkin
21
colitis berat atau penyebab inflammatory enteritis syndrome tidak jelas setelah
dilakukan pemeriksaan laboratorium terapi.
2.9 Penatalaksaan
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai
diterapkan di rumah sakit- rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi dalam
penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare juga
menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan
menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:
1.
2.
3.
4.
Antibiotik selektif
5.
kebutuhan
suplementasi
intravena
dan
mampu
mengurangi
pengeluaran tinja hingga 20% serta mengurangi kejadian muntah hingga 30%.
Selain itu, oralit baru ini juga telah direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak.
Ketentuan pemberian oralit formula baru
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang untuk
persediaan 24 jam
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan:
-
Untuk anak berumur < 2 tahun: berikan 50-100 ml tiap kali BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, maka sisa
larutan harus dibuang.
Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Zinc termasuk mikronutrien yang mutlak dibutuhkan untuk
memelihara kehidupan yang optimal. Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari
segi fisiologis, zinc berperan untuk pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan,
perkembangan seksual, kekebalan seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu
makan. Zinc juga berperan dalam system kekebalan tubuh dan meripakan mediator
23
sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matangm
ASIm atau oralit, Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau
dilarutkan dalam air matang atau oralit.
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang. Adanya
perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.
Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotic yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotic yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhdao antibiotic, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multiple ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotic yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh
24
bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan
permeabilitas membran terhadap antibiotic.
Nasihat pada ibu atau pengasuh: kembali segera jika demam, tinja berdarah,
berulang, makan atau minum sedikit, sangat halus, diare makin sering, atau belum
membaik dalam 3 hari.
1. Pengobatan diare tanpa dehidrasi
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera
diberi cairan rumah tangga untuk mencegah dehidrasi, seperti air tajin, larutan gula
garam, kuah sayur-sayuran, dan sebagainya. Pengobatan dapat dilaukan di rumah
oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang diberikan adalah 10ml/kgBB atau
untuk anak usia < 1 tahun adalah 50-100ml, 1-5 tahun adalah 100-200ml, 5-12
tahun adalah 200- 300ml dan dewasa adalah 300-400ml setiap BAB.
Untuk anak di bawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1-2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari cangkir atau gelas
dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10 menit
kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian
cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare berhenti. Selain cairan rumah tangga
ASI dan makanan yang biasa dimakan tetap harus diberikan. Makanan diberikan
sedikit-sedikit tetapi sering (lebih kurang 6 kali sehari) serta rendah serat. Buahbuahan diberikan terutama pisang. Makanan yang merangsang (pedas, asam, terlaly
banyak lemak) jangan diberikan dulu karena dapat menyebabkan diare bertambah
hebat dan keadaan anak bertambah berat serta jatuh dalam keadaan dehidrasi
ringan-sedang, obati dengan cara pengobatan dehidrasi ringan-sedang.
2. Pengobatan diare dehidrasi ringan-sedang
TRO (Terapi Rehidrasi Oral)
Penderita diare dengan dehidrasi ringan-sedang harud dirawat di sarana
kesehatan dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit
yang diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB. Bila berat badannya tidak diketahui,
meskipun cara ini kurang tepat, perkiraan kekurangan cairan dapat ditentukan
25
dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur < 1 tahun adalah 300ml, 15 tahun adalah 600ml, > 5 tahun adalah 1200 ml dan dewasa adalah 2400ml.
Rentang nilai volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya
diberikan ditentukan dengan menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda
dehidrasi.
Bila penderita masih haus dan masih ingin minum harus diberi lagi.
Sebaliknya bila dengan bolume di atas kelopak nata menjadi bengkak, pemberian
oralit harus dihentikan sementara dan diberikan minum air putih atau air tawar. Bila
oedem kelopak mata sudah hilang dapat diberikan lagi. Apabila oleh karena sesuatu
hal pemberian oralit tidak dapat diberikan secara per-oral, oralit dapat diberikan
melalui nasogastrik dengan volume yang sama dengan kecepatan 20ml/kgBB/jam.
Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik, tetap atau
memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi pengobatan
dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara
seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi. Bila memburuk dan penderita jatuh
dalam keadaan dehidrasi berat, penderita tetap dirawat di sarana kesehatan dan
pengobatan yang terbaik adalah pemberian cairan parenteral.
3. Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP (Terapi Rehidrasi Parenteral)
Penderita diare dehidrasi berat harus dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit.
Pengobatan yang terbaik adalah dengan terapi rehidrasi parenteral. Pasien
yang masih dapat minum meskipun hanya sedikit harus diberi oralit sampai cairan
infuse terpasang. Di samping itu, semua anak harus diberi oralit selama pemberian
cairan intravena ( 5ml/kgBB/jam), apabila dapat minum dengan baik, biasanya
dalam 3-4jam (untuk bayi) atau 1-2jam (untuk anak yang lebih besar). Pemberian
tersebut dilakukan untuk member tambahan basa dan kalium yang mungkin tidak
dapat disuplai dengan cukup dengan pemberian cairan intravena. Untuk rehidrasi
parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis 100ml/kgBB. Cara
pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 5 jam
berikutnya 70cc/kgBB. Di atas 1 tahun 12 jam pertama 30cc/kgBB dilanjutkan 212
jam berikutnya 70cc/kgBB. Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik,
tetesan IV dapat dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih
26
besar, lakukan evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yang sesuai yaitu pengobatan
diare dengan dehidrasi ringan sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi.
Tabel 6 Antibiotika pada diare
Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
27
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hipontremia (Na < 130 mol/L).
Hipontremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hamper semua anak
dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan
koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar
Natrium koreksi (mEq/L) = 125-kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan
dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16
jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L.
-
Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB iv pelan-pelan dalam 5-10 menut
dengan monitor detak jantung.Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K : jika kalium 2,5 3,5 mEq/L diberikan per oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3
28
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 +
2mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5 kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB).
Hipokalemi dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan
fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang
kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
-
pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah yang
menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi
glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan
intravena.
-
Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi
29
30
PENUTUP
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. Buku Ajar
Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1. Edisi 1 Cetakan Ketiga. 2012. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI. h.87-133.
2. Marcdante KJ, Kliegman RM, Jenson HB, Behrman RE. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. Edisi Keenam. 2014. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. h. 481-6.
3. Behrman R, Kliegman R, Arvin AM. Nelson ilmu kesehatan anak, Ed 15, Vol 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. h. 929-35.
4. World Health Organization. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah
sakit.2009. h.131-156
5. Farthing M.,Salam M.,Lindberg G, et al. 2012. Acute diarrhea in adults and
children : a global perspective. World Gastroenterology Organisation Global
Guidelines
6. Guarino A., Ashkenazi S., Gendrel D., et al. 2014. Naples.. European Society for
Pediatric Gastroenterology, Hepatology, and Nutrition / European Society for
Pediatric Infectious Diseases Evidence-Based Guidelines for the Management of
Acute Gastroenteritis ini Children in Eurpoe : Update 2014
7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2011.Panduan sosialisasi tatalaksana diare
balita
8. Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
9. Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
10. Dit. jen PPM,PLP Dep. Kes. RI. PMPD. Buku Ajar Diare.1996
32
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
PEMBAHASAN.......................................................................................................3
Diare Akut.................................................................................................................3
2.1 Definisi.............................................................................................................3
2.2 Epidemiologi....................................................................................................3
2.3 Cara penelularan dan faktor resiko.............................................................4
2.4 Etiologi.............................................................................................................6
2.5 Patogenesis....................................................................................................10
2.6 Gejala.............................................................................................................15
2.7 Pemeriksaan Penunjang...............................................................................17
2.8 Diagnosis........................................................................................................17
2.9 Penatalaksaan...............................................................................................23
3.0 Pencegahan....................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................33
33