Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

I.

Identitas Pasien
Nama

: Ny. R

Usia

: 39 tahun

Alamat

: Jalan Cikendung No 10 RT 05 RW 01

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

No RM

: 771044

Masuk RS

: 7 Agutus 2015

Identitas Suami Pasien

II.

Nama

: Tn. S

Usia

: 42 tahun

Alamat

: Jalan Cikendung No 10 RT 05 RW 01

Agama

: Islam

Pendidikan

: STM

Pekerjaan

: Karyawan

Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 7 Agustus 2015 pada pukul
8.00 WIB.
Keluhan Utama :
Tekanan darah tinggi yaitu 180/110 mmHg pada saat pasca persalinan
Keluhan Tambahan :
Riwayat Kehamilan Sekarang :
Pasien datang ke bangsal Cempaka 1, RS Polri dalam keadaan partus kala III
pada tanggal 7 Agustus 2015 pukul 01.30. Bayi perempuan telah dilahirkan spontan
di brankar tanpa bantuan persalinan saat dalam perjalan dari IGD menuju ke Cempaka
1 dengan berat badan lahir 3400 gram, panjang berat lahir 49 cm, dan Apgar Score

8/9. Sekitar 15 menit kemudian, plasenta lahir spontan dengan berat 650 gram.
Setelah proses persalinan kala III selesai dilakukan observasi pada pasien. Didapatkan
tekanan darah pasien 180/110 mmHg, keadaan umum baik, pendarahan + 150cc, dan
kontraksi uterus baik.
Awalnya pasien mengetahui dirinya hamil karena mengalami terlambat
menstruasi sekitar 2 minggu. Hari pertama haid terakhir pasien adalah 15 November
2014, dan setelah lewat tanggal tersebut pasien tidak pernah menstruasi kembali. Lalu
pasien melakukan tes kehamilan menggunakan test pack dan hasilnya positif. Pasien
mulai melakukan kontrol kehamilan di bidan yang berada dalam puskesmas setempat
mulai dari kehamilan 10 minggu. Berhubung pasien tidak membawa buku antenatal
care, pasien tidak mengingat sama sekali hasil USG, tetapi menurut ingatan pasien
beliau tidak pernah mengalami keluhan atau penyulit kehamilan selama proses
kehamilan sampai dengan kurang lebih usia kehamilan 6 bulan. Pada saat kunjungan
rutin antenatal care sekitar usia kehamilan 24-25 minggu didapatkan tekanan darah
pasien yaitu 210/120 mmHg. Lalu pada kunjungan berikutnya pasien diminta
melakukan tes urin dan diperoleh protein + sehingga pasien disarankan untuk dirawat
agar dapat diobservasi perkembangan selanjutnya, tapi masien menolak Setelah itu
pasien tidak teratur kontrol akibat keterbatasan biaya dan alasan pindah rumah. Pasien
mengatakan dirinya pada awalnya rutin mengkonsumsi obat darah tinggi 2 kali sehari,
dan vitamin, namun pasien tidak mengingat nama obat tersebut. Akan tetapi mulai
dari usia kehamilan sekitar 8 bulan pasien mengaku tidak teratur mengkonsumsi obat
karena menurut pasien tidak ada gunanya. Pasien tidak pernah mengukur tekanan
darah lagi setelah itu.
Selama kehamilan pasien menyangkal adanya tekanan darah tinggi sebelum
masa kehamilan. Pasien juga menyangkal adanya demam, nyeri kepala hebat, mual
dan muntah, nyeri ulu hati, nyeri perut, penglihatan kabur, sesak nafas, maupun
kejang. Saat kehamilan gangguan BAB dan BAK disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengaku tidak mengkonsumsi jamu-jamuan maupun obat-obatan yang tidak
dianjurkan oleh dokter selama masa kehamilan.
Riwayat Obstetri :
Status obstetri P6A0
1. Laki-laki, BBL 2700 gr, Th 1992, persalinan spontan, cukup bulan
2. Laki-laki, BBL 3400 gr, Th 1995, persalinan spontan, cukup bulan
3. Perempuan, BBL 3700 gr, Th 2001, persalinan spontan, cukup bulan

4. Perempuan, BBL 3700 gr, Th 2005, persalinan spontan, cukup bulan


5. Perempuan, BBL 3500 gr, Th 2008, persalinan spontan, cukup bulan
6. Perempuan, BBL 3400 gr, Th 2015, persalinan spontan, cukup bulan
Riwayat Menstruasi :

Menarche
: 14 tahun
Siklus
: 28 hari, teratur
Lama
: 7 hari
Dismenorrhea : disangkal
HPHT
: 15 November 2014
Taksiran persalinan menurut HPHT : 8 Agustus 2015
Riwayat Seksual dan Marital :

Jumlah pasangan seksual


Usia pernikahan
Dispaeruni

:1
: 24 tahun
: disangkal

Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak menggunakan KB
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat alergi disangkal
Riwayat hipertensi sebelum dan saat kehamilan disangkal
Riwayat diabetes mellitus disangkal
Riwayat asma disangkal
Riwayat kejang pada kehamilan disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat penyakit paru disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat alergi disangkal
Riwayat hipertensi pada ayah pasien
Riwayat diabetes mellitus pada ibu pasien
Riwayat asma disangkal
Riwayat kejang pada kehamilan disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit paru disangkal


Riwayat Kebiasaan :
Riwayat kebiasaan merokok disangkal
Riwayat mengkonsumsi alkohol disangkal
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan terlarang disangkal
Riwayat Operasi :
Riwayat operasi disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan :
Pasien adalah ibu rumah tangga, tinggal bersama suami. Status ekonomi menengah
bawah.
III.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum

: tampak tenang

Kesadaran

: compos mentis

Tinggi badan

: 155

BB sebelum hamil

: 46 kg

BB saat ini

: 57 kg

Keadaan gizi

: Baik

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 190/110 mmHg

Nadi

: 100x/menit

Laju Nafas

: 22x/menit

Suhu

: 36,40C

Status Generalis

Kepala

: Deformitas (-)

Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Hidung

: Septum nasi di tengah, sekret -/-

Telinga: Meatus akustikus eksterna +/+, sekret -/-

Mulut

: Mukosa bibir merah muda, mukosa oral basah

Leher

: Trakea simetris di tengah, tidak teraba pembesaran KGB,


tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid

Toraks
Pulmo
:
I : Gerak napas simetris saat statis dan dinamis
P : Fremitus hemitoraks kanan=kiri
P : Sonor simetris pada kedua lapangan paru
A : Bunyi nafas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/ Cor
I
P
P
A

:
: Ictus cordis tidak terlihat
: Ictus cordis tidak teraba
: Batas jantung normal
: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Mammae
:
Bentuk
: simetris
Perabaan
: Kencang
Massa
: tidak ada
Puting Susu
: Retraksi -/ Pengeluaran cairan/susu : tidak ada
Hiperpigmentasi areola : +/+

Abdomen

Inspeksi : Tampak cembung, linea nigra (+), striae gravidarum (+)


Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), defans muskular (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi: Bising usus (+), 3-4x/menit

Punggung

Inspeksi : Deformitas (-), alignment tulang baik, lesi kulit (-)


Palpasi : Fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-), nyeri ketok
kostovertebral (-)

Ekstremitas

: Edema -/-, akral hangat, CRT < 2 detik

Genitalia eksterna

: tidak tampak kelainan

Kulit

: turgor baik, ptechiae (-)

IV.

Status Obstetri

Pemeriksaan Luar

Inspeksi

: tampak cembung, linea nigra (+)


striae gravidarum (+)

V.

Palpasi

TFU

: 1 jari bawah pusar

Kontraksi uterus : Baik

Auskultasi
Perineal

: Bising usus (+), 3-4x/menit


: laserasi (-)

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 7 Agustus 2015 pukul 03.48
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
KIMIA KLINIK
SGOT/AST
SGPT/ALT
Ureum
Creatinine
Elektrolit
Natrium
Kalium
Chlorida
URINE
Warna
Kejernihan
Reaksi/pH
Berat Jenis
Protein
Bilirubin
Glukosa
Keton
Darah/Hb
Nitrit
Urobilinogen
Leukosit
Sedimen
Leukosit
Eritrosit

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

11,2
23.300
33
250.000

12-14
5.000-10.000

g/dl
u/l
%
/ul

26,6
13,4
12
0,6

<31
<31
10-50
0,5-1,3

U/L
U/L
mg/dl
mg/dl

141
2,9
108

135-145
3,8-5,0
98-106

mmol/l
mmol/l
mmol/l

Kuning
Keruh
6,0
1.030
++
+++
0,1
-

5-8,5
1.000-1.030
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0,1-1,0
Negatif

2-4
1-3

/LPB
/LPB

Sel Epitel
Silinder
Kristal
Lain-lain
VI.

+
Ca Oxalat ++
Bakteri +

/LPK

Resume
Ny. R, 39 tahun, G5P6A0 hamil 39 minggu, datang ke bangsal Cempaka 1, RS Polri
pada tanggal 7 Agustus 2015 dalam keadaan partus kala III, pada pukul 1.30 telah
lahir bayi perempuan dengan berat badan lahir 3400 gram, panjang berat lahir 49 cm,
dan Apgar Score 8/9 secara spontan di brankar tanpa bantuan persalinan saat dalam
perjalan dari IGD menuju ke Cempaka I. Sekitar 15 menit kemudia, plasenta lahir
spontan dengan berat 650 gram. Dilanjutkan pemantauan persalinan kala IV
didapatkan tekanan darah 190/110, nadi 100, suhu 36,4oC, tinggi fundus uteri 1 jari
bawah pusar, kontraksi uterus baik, pendarahan 150cc. Menurut pasien, tekanan darah
tinggi telah dialami sejak usia kehamilan 24-25 minggu. Selama kehamilan pasien
menyangkal adanya tekanan darah tinggi sebelum masa kehamilan. Pasien juga
menyangkal adanya demam, nyeri kepala hebat, mual dan muntah, nyeri ulu hati,
nyeri perut, penglihatan kabur, sesak nafas, maupun kejang. Saat kehamilan gangguan
BAB dan BAK disangkal oleh pasien. Pasien juga mengaku tidak mengkonsumsi
jamu-jamuan maupun obat-obatan yang tidak dianjurkan oleh dokter selama masa
kehamilan. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus dalam
keluarga. Pada pemeriksaan penunjang hematologi didapatkan hemoglobin11.2 g/dl,
leukosit 23300 u/l, npemeriksaan urine didapatkan protein ++.

VII.

Diagnosis
Diagnosis Masuk
Ibu

: G6P5A0 Hamil 39 minggu PK III dengan preeklasmpsia berat tanpa


impending eclampsia

Diagnosis Post Partum


Ibu

: P6A0 post partum spontan dengan dengan preeklasmpsia berat tanpa


impending eclampsia

VIII.

Tatalaksana
Diagnostik
Observasi tanda-tanda vital ibu

Observasi pendarahan
Observasi gejala-gejala impending eclampsia
Memasang folley catheter untuk memantau jumlah urin
Melakukan pemeriksaan darah lengkap (H2TL, kolesterol total,

SGOT/SGPT, ureum, kreatinin, asam urat)


Konsultasi departemen kardiologi dan mata
Rencana Terapi
Methyldopa 3x250mg
Nifedipin 3x5mg
Clindamycin 2x300mg
Asam mefenamat 3x500mg
Hemobion 1x1 tab
Ceftriaxone extra 1x2gr
Dosis awal -> 4gr MgSO4 40% (10cc) larutkan dengan 10 ml akuades
dalam 20 menit perlahan IV
Dosis maintanance -> 6 gr MgSO4 40% (15cc) dalam 500 ml RL
secara IV 28 tpm selama 6 jam

Rencana Edukasi
Memberikan penjelasan tentang keadaan pasien saat ini kepada
keluarga

IX.

Prognosis
Ibu

Quo ad vitam

: Dubia ad bonam

Quo ad fungtionam

: Dubia

Qua ad sanationam

: Dubia

Bayi

X.

Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad fungtionam

: Bonam

Follow Up
Tanggal 7 Agustus 2015
S

:-

: TD 150/100mmHg, nadi 88x/menit, suhu 36oC, pernafasan 20

Status generalis
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Paru

: Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Ektremitas

: Akral hangat

Hasil Pemeriksaan Hematologi pukul 11.42 WIB

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

: 10,0 g/dl
: 22.000 u/l
: 29 %
: 214.000/Ul

: P6A0, post partum spontan dengan dengan preeklasmpsia berat


tanpa impending eclampsia

Methyldopa 3x250mg
Nifedipin 3x5mg
Clindamycin 2x300mg
Asam mefenamat 3x500mg
Hemobion 1x1 tab
Ceftriaxone extra 1x2gr
Dosis awal -> 4gr MgSO4 40% (10cc) larutkan dengan 10 ml akuades

dalam 20 menit perlahan IV


Dosis maintanance -> 6 gr MgSO4 40% (15cc) dalam 500 ml RL
secara IV 28 tpm selama 6 jam
Tanggal 8 Agustus 2015
S

:-

: TD 150/100mmHg, nadi 90x/menit, suhu 36oC, pernafasan 21

Status generalis
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Paru

: Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Ektremitas

: Akral hangat

Hasil Pemeriksaan Hematologi pukul 7.38 WIB

Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit

: 8,8 g/dl
: 14.700 u/l
: 25 %
: 211.000/Ul

: P6A0, NH1, post partum spontan dengan dengan preeklasmpsia berat


tanpa impending eclampsia

Methyldopa 3x250mg
Nifedipin 3x5mg
Clindamycin 2x300mg
Asam mefenamat 3x500mg
Hemobion 1x1 tab

Tanggal 9 Agustus 2015


S

:-

: TD 140/90mmHg, nadi 90x/menit, suhu 36,6oC, pernafasan 20

Status generalis
Mata

: Konjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-

Paru

: Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-)

Ektremitas

: Akral hangat

: P6A0, NH2, post partum spontan dengan dengan preeklasmpsia berat


tanpa impending eclampsia

Methyldopa 3x250mg
Nifedipin 3x5mg
Clindamycin 2x300mg
Asam mefenamat 3x500mg

Hemobion 1x1 tab

PEMBAHASAN
Pada kasus ini Ny. R 39 tahun, G6P5A0, hamil 39 minggu dengan
preeklampsia berat tanpa impending eclampsia. Diagnosis ditegakan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dalam anamnesis, didapatkan bahwa pasien memiliki tekanan darah tinggi
saat usia kehamilan 25 minggu dan tidak memiliki riwayat darah tinggi sebelumnya,
namun tidak diperoleh keluhan lain seperti demam, nyeri kepala hebat, mual, dan
muntah, nyeri ulu hati, nyeri perut, penglihatan kabur, sesak nafas, maupun kejang.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, diperoleh tekanan darah yang tinggi hingga
190/110 mmHg.
Pada pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan urine

: protein ++

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Eklampsia adalah bentuk kelanjutan dari preeclampsia yang disertai dengan
keadaan kejang tonik-klonik (grand mal) yang disusul dengan koma. Kejang di sini
bukan akibat kelainan neurologis (saraf) dan dapat muncul sebelum, selama, dan
setelah kehamilan. Namun kejang yang timbul lebih dari 48 jam postpartum, terutama
pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari post partum.
Sedangkan yang dimaksud dengan preeclampsia adalah hipertensi disertai proteinuria
dan edema (penimbunan cairan dalam cairan tubuh sehingga ada pembengkakan pada
tungkaidan kaki) akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan.Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit
trofoblastik (kelainan plasenta). Fatal coma tanpa kejang juga bisa diartikan sebagai
eclampsia. Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi
(didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap 140/90 mmHg pada
wanita yang sebelumnya normotensif), onset baru proteinuria (didefinisikan sebagai
protein urine > 300 mg/24 jam atau +1 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus
urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Pada beberapa konsensus terakhir
dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis.
Eklampsia adalah suatu keadaan yang dapat dicegah, dan angka kejadiannya
menurun diAmerika Serikat karena sebagian besar wanita hamil sudah mendapat
asuhanprenatal yangmemadai. Eclampsia umumnya terjadi kehamilan trisemester
terakhir dan angka kejadiannyameningkat pada tahap ini. Oleh sebab itu pemeriksaan
yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan untuk memastikan bahwa apakah
sebelumnya pasien memang dalam keadaan preeklamsia dan untuk menyingkirkan
penyebab lain kejang yang dialaminya.
B. Klasifikasi
Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan Preeklampsia
Berat berdasarkan Klasifikasi menurut American College of Obstetricians and
Gynecologists, yaitu:
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan dengan
riwayat tekanan darah normal.

Proteinuria kuantitatif 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+ atau 2+


pada urine kateter atau midstream.

2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.

Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.

Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di


epigastrium.

Terdapat edema paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)

Gangguan fungsi hati.

Pertumbuhan janin terhambat.

Sindrom HELLP.

C. Diagnosis
Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-muntah. Gejalagejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat dan merupakan
petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia). Tekanan darah pun
akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah meningkat.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30mmHg dan
diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat 140/90mmHg pada preeklampsia
ringan dan 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu kita juga akan
menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan kesadaran, hipertensi
ensefalopati, hiperefleksia,sampai tanda-tanda pendarahan otak.
Penemuan Laboratorium
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita
preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia
ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu 300 mg perliter dalam 24 jam atau secara

kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada


preeklampsia berat kadanya mencapai 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara
kualitatif +3.
Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi benang
fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat diatas 6
mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada preeklampsia
berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien
preeklampsia biasanya dalam batas normal.
Tanda dan Gejala
Tekanan darah diastolik merupakan indikator dalam penanganan hipertensi
dalamkehamilan, oleh karena tekanan diastolik mengukur tahanan perifer dan tidak
tergantungpada keadaan emosional pasien.
Hipertensi dalam kehamilan dan preeklampsia ringan sering ditemukan tanpa
gejala,kecuali peningkatan tekanan darah.Prognosis menjadi lebih buruk dengan
terdapatnya proteinuria. Edema tidak lagi menjadi suatu tanda yang sahih untuk
preeklampsia.
Preeklampsia berat didiagnosis pada kasus dengan salah satu gejala berikut:
-

Tekanan darah diastolik > 110 mmHg

Proteinuria 2+

Oliguria < 400 ml per 24 jam

Edema paru: nafas pendek, sianosis dan adanya ronkhi

Nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan perut

Gangguan penglihatan: skotoma atau penglihatan yang berkabut

Nyeri kepala hebat yang tidak berkurang dengan pemberian analgetika biasa

Hiperrefleksia

Mata: spasme arteriolar, edema, ablasio retina

Koagulasi: koagulasi intravaskuler disseminata, sindrom HELLP

Pertumbuhan janin terhambat

Otak: edema serebri

Jantung: gagal jantung

D. Tatalaksana
Tujuan

utama

penanganan

preeklampsia

adalah

mencegah

terjadinya

preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta mencegah
gangguan fungsi organ vital.(8)
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada
ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga
bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan
volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah dan kejadian
edema.Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli
dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi
natrium,

menurunkan

reaktivitas

kardiovaskuler,

sehingga

mengurangi

vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah


rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam
rahim.(2,8)
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi
ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda, berarti
fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang
mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan
janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila komsumsi garam
hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi cairan yang banyak,
berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat
diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan pemeriksaan laboratorium HB,
hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal.Apabila preeklampsia
tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka dalam hal ini
pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.(2,8)
Rawat inap

Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di


rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion.
Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan
bagian mata, jantung dan lain lain.
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu
sampai 37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah
mencapai normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai
terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan
pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila
perlu memperpendek kala II.
2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat untuk
mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut sudah diatasi,
tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan.
Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada
neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi plasenta
baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress baik pada
saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.
Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan.Pemeriksaan sangat teliti
diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa : nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan. Selain itu perlu
dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan
darah, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan USG dan NST.
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap penyakitnya, yaitu
pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap terhadap kehamilannya ialah

manajemen agresif, kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan


hemodinamika sudah stabil.
Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat
inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting
pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia
dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan
oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang
sangat menentukan terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia,
vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu monitoring input
cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan (melalui urin) menjadi
sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah
cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda
edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat
berupa a) 5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam
atau b) infuse dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer
laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.
Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
Pemberian obat antikejang(8)
MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan 897
penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular. Transmisi
neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian magnesium
sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran rangsangan tidak
terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan ion magnesium). Kadar
kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat.

Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang
pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
-

Loading dose : initial dose 4 gram MgSO 4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit

Maintenance dose :Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau
diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im
tiap 4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4


-

Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas
10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit

Refleks patella (+) kuat

Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4


-

Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl

Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl

Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl

Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl


Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah 24

jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian magnesium


sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 % dari
pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin
sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium
diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50
mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat. Pengalaman
pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemida.
Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hipovolemia,

memperburuk

perfusi

uteroplasenta,

meningkatkan

hemokonsentrasi,

memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat janin.


Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut
off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan
cut off yang dipakai adalah 160/110 mmhg dan MAP 126 mmHg.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi
ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan diastolik 110 mmHg.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan
sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis
antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus
dihindari secara mutlak yakni pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
-

Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg


dalam 24 jam

Antihipertensi lini kedua


-

Sodium nitroprussida : 0,25g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25g iv/kg/5


menit.

Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.

Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah
jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non kardiogenik (akibat
kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi
buruk bila edema paru disertai oligouria.

Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita usia kehamilan 2434minggu yang berisiko melahirkan prematur, termasuk pasien dengan PEB.
Preeklampsia

sendiri

merupakan

penyebab

15%

dari

seluruh

kelahiran

prematur.Adapendapat bahwa janin penderita preeklampsia berada dalam keadaan


stres sehinggamengalami percepatan pematangan paru. Akan tetapi menurut Schiff
dkk, tidak terjadi percepatan pematangan paru pada penderita preeklampsia.
Steroid harus diberikan paling tidak 24jam sebelum terjadi kelahiran agar terlihat
manfaatnya terhadap pematangan paru janin.Pemberian steroid setelah lahir tidak
bermanfaat karena kerusakan telah terjadi sebelum steroid bekerja. National Institutes
of Health (NIH) merekomendasikan:
1. Semua wanita hamil dengan kehamilan antara 2434 minggu yang dalam
persalinan prematur mengancam merupakan kandidat untuk pemberian
kortikosteroid antenatal dosis tunggal.
2. Kortikosteroid yang dianjurkan adalah betametason 12 mg sebanyak dua
dosisdengan selang waktu 24 jam atau deksametason 6 mg sebanyak 4
dosisintramuskular dengan interval 12 jam.
3. Keuntungan optimal dicapai 24 jam setelah dosis inisial dan berlangsung
selama tujuh hari.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada
sindrom HELLP.
Sikap terhadap kehamilannya
Berdasar

William

obstetrics,

ditinjau

dari

umur

kehamilan

dan

perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap


terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.
Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu
tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada

pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap


kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila
setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan
bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.
Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini,
yaitu:
Ibu
1. Umur kehamilan 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat

Persalinan

Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan

padaeklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul


Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam

(padaeklampsia), lakukan bedah Caesar.


Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
o Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi
anestesi spinal).
o Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia
dan spinaluntuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi

terlalu tinggi.
Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin
2-5 IU dalam 500 ml Dekstrose 10 tetes/menit atau dengan cara pemberian
prostaglandin /misoprostol

Sehingga beberapa ahli berpendapat untuk terminasi kehamilan setelah usia


kehamilanmencapai 34 minggu. Terminasi kehamilan adalah terapi definitif yang
terbaik untuk ibu untuk mencegah progresifitas PEB.
Perawatan post partum

Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang


terakhir
Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
Lakukan pemantauan jumlah urin

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG. Obstetri William Edisi 21. Jakarta : EGC. 2005
2. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan BBLR.
Sumatera Utara. FK USU. 2009
3. Hartuti Agustina, dkk. Referat Preeklampsia. Purwokerto. Universitas Jendral
Sudirman. 2011
4. Simona

Gabriella

R. Tugas

Obstetri

dan Ginekologi,

Patofisiologi

Preeklampsia. Maluku. Universitas Pattimura. 2009


5. Anonim. Hipertensi Dalam Kehamilan. (Cited at may, 17 2012)(update on
2005). Available From http://www.scribd.com
6. American College Obstreticians and Gynecologyst. Hypertension in
Pregnancy. 2013

Anda mungkin juga menyukai