Tanda Tangan
NIM
....................
: 112014102
....................
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap
: Ny. N
Umur
: 23 tahun
Agama
: Islam
Status Perkawinan
: Menikah
Pendidikan
: D3
Pekerjaan
G 1 P0A0
Alamat
Nama Suami
: Tn. A
Agama Suami
Umur Suami
: 26 tahun
Alamat
: Islam
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, tanggal: 30 Desember 2015, Jam: 07.15
I. Keluhan Utama
OS dengan usia kehamilan 36 minggu mengeluh pusing yang memberat disertai
muntah sejak 2 jam SMRS
: 14 th
: Teratur, kurang lebih 28 hari/bulan
: 5-7 hari
: 16 april 2015
: 23 januari 2016
: 36 minggu 3 hari
Jenis
persalinan
Penyulit
Penolong
Jenis
kelamin
BB/TB
lahir
Umur
sekarang
Hamil ini
B. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
Tensi
: 200/130 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu
: 36,5 C
Tinggi Badan
: 157 cm
Berat Badan
: 92 kg
Kepala
: normocephal, rambut hitam, bersih, distribusi merata
Wajah
: pucat (-), sianosis (-), odema (-)
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sclera I kterik -/-, edema palpebra Telinga
: normotia
Hidung
: septum deviasi (-)
Mulut
: bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan
: faring hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang
Leher
: KGB tidak teraba membesar
Thoraks
: Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-), ronkhi
(-), wheezing (-)
Abdomen
: lihat status obstetrik
Anogenital
: lihat status obstetrik
Ekstremitas
: akral hangat, edema (+/+), deformitas (-)
Pertumbuhan rambut : Merata
Status Obstetrikus
a. Pemeriksaan Luar
Wajah
: Chloasma gravidarum (-)
Payudara
: Pembesaran payudara (+), pengeluaran ASI(-), hiperpigmentasi
areola mammae (+), Putting susu menonjol (+)
Abdomen
:
Inspeksi : Membuncit, linea nigrae (+), striae gravidarum
Leopold I
Vagina Toucher :
Portio teraba lunak dan tebal
Pembukaan : belum ada
Kulit ketuban : belum ada; Lendir : belum ada; Darah : belum ada
Bagian terendah : Tidak teraba
Turunnya bagian terendah : belum ada
Tidak ada bagian kecil janin yang menumbung keluar
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Dilakukan pemeriksaan laboratorium pada tanggal 30 Desember 2015, pukul 03.00 wib
Hematologi
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Cloting time
Bleeding time
11.7 g %
12.000 mm3
36 %
248.000
837 menit
215
12-16
5000-10000
37-47
150.000 - 400.000
6-10
1-3
Kimia Darah
SGOT
SGPT
Ureum
Kreatinin
20 u/l
15 u/l
13 mg/dl
0,7 mg/dl
<31
<32
15-40
0,6-1,2
Urinalisis
Protein Urin
+++
Negative
Cardiotocography ( CTG )
Hasil pemeriksaan kardiotokografi pada Ibu didapatkan hasil reaktif.
E. RINGKASAN (RESUME)
Ibu G1P0A0, usia kehamilan 36 minggu 3 hari mengeluh pusing sejak satu minggu
yang lalu dan dirasakan semakin memberat 2 jam SMRS yang disertai muntah berupa air.
Pemeriksaan proteinuria pada kehamilan 34-35 minggu didapatakan positif 2. OS
memeriksakan kandungan ke bidan 1 hari yang lalu dan di dapatkan tekanan darah 190/120
mmHg, berat badan 92 kg, DJJ 125 x per menit, palpasi TFU 38 cm serta HIS negatif .
Pemeriksaan tanda-tanda vital OS didapatkan tekanan darah 200/130 mmHg, suhu, frekuensi
nadi serta frekuensi napas dalam batas normal. Pemeriksaan DJJ didapatkan dalam batas
normal. Pemeriksaan darah yang di dapatkan masih dalam batas normal. Pemeriksaan faal
hati dan faal ginjal dalam batas normal. Pemeriksaan urin didapatkan protein positif 3. CTG
dengan hasil reaktif.
Diagnosis kerja dan dasar diagnosis
1. Diagnosis kerja Ibu : G1P0A0, usia kehamilan 36 minggu 3 hari dengan Preeklamsia
Berat
2. Diagnosa janin : Janin dengan presentasi kepala, punggung kiri
3. Dasar diagnosis: pada anamnesis, OS mengatakan bahwa ia merasa pusing sejak usia
kehamilan memasuki 35 minggu, kemudian pusing bertambah hebat disertai muntah 2
jam SMRS. Protein urin di dapatkan positif dua pada usia kehamilan 35 minggu
disertai kaki bengkak. Pada pemeriksaan yang dilakukan di RS. Simpangan depok
didapatkan adanya tekanan darah 200/120 mmHg serta proteinuria positif 3.
Rencana pengelolaan:
Pada pasien didapatkan usia kehamilan baru masuk 36 minggu lebih 3 hari sehingga
penatalaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
- O2 2L
- Infus RL 20 tetes per menit
- Pasang kateter untuk memonitoring cairan output
- MgSO4 20% 2 gr di bolus i.v pelan-pelan dalam 15 menit.
- Maintenance dose 15 cc MgSO4 40 % 6 gr drip dalam infus RL 500cc
- Dexametasone 2 x 12 mg, iv
- Nifedipin 1 tab 10 mg p.o
Observasi 1 jam : Tekanan darah : 180/100 mmHg
DJJ ulang
: 150 x/menit
Prognosis
Ibu
: dubia ad bonam
Janin
: dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal 30 Desember 2015, jam 13.00
S:
O:
A:
P:
1, 3
Kaki membengkak
seringkali dialami wanita hamil, terutama pada akhir trimester ketiga hingga menjelang
kelahiran. Pembengkakan di kaki ini, dianggap normal, jika tidak diikuti dengan kenaikan
tekanan darah. Kumpulan gejala ini berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. 1
Klasifikasi
American Congress of Obstetricians and Gynecologist (ACOG) pada tahun 2013
mengklasifikasikan hipertensi dalam kehamilan menjadi: 4, 5
a. Preeklamsia dan eklamsia
Eklamsia adalah timbulnya kejang grand-mal pada perempuan dengan preeklamsia.
Eklamsia dapat terjadi sebelum, selama atau setelah kehamilan. Preeklamsia sekarang
diklasifikasikan menjadi:
a. Preeklamsia tanpa tanda bahaya, serta;
b. Preeklamsia dengan tanda bahaya, apabila ditemukan salah satu dari gejala /
tanda berikut ini:
i. Tekanan darah sistol 160 mmHg atau Tekanan darah diastol 110
mmHg pada dua pengukuran dengan selang 4 jam saat pasien berada
dalam tirah baring
ii. Proteinuria berat ( 5 g/hr atau tes urin dipstik positif 2)
iii. Trombosit < 100.000/L
iv. Gangguan
fungsi
hati
yang
ditandai
dengan
meningkatnya
transaminase dua kali dari nilai normal, nyeri perut kuadran kanan atas
persisten yang berat atau nyeri epigastrium yang tidak membaik
v.
vi.
vii.
viii.
b. Hipertensi kronis
Hipertensi yang sudah ada sebelum kehamilan
c.
d. Hipertensi gestasional
Peningkatan tekanan darah setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu tanpa adanya
proteinuria atau kelainan sistemilk lainnya.
Faktor Risiko
Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila dibanding dengan
multigravida. Faktor faktor resiko preeklamsia adalah: 1, 3
1. Nullipara
2. Riwayat preeklamsia pada kehamilan sebelumnya
3. Kehamilan multifetus
4. Obesitas
5. Riwayat keluarga preeklamsia eklamsia
6. Diabetes mellitus gestasional
7. Usia kehamilan ibu tua (lebih dari 40 tahun)
8. Riwayat trombofilia
9. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal kronik
Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari gambaran klinik dan pemeriksaan
laboratorium. Dari hasil diagnosis, maka preeklampsia dapat diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu; 1, 3 - 4
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/ 90 mmHg setelah 20 minggu kehamilan dengan riwayat
tekanan darah normal.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr perliter atau kualitatif 1+ atau 2+ pada urine kateter
atau midstream.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg atau
lebih. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah
Epidemiologi
Hipertensi termasuk preeklamsia, mempengaruhi 10% dari kehamilan diseluruh
dunia. Kondisi ini juga merupakan penyumbang mortalitas serta mobiditas maternal dan
perinatal terbesar. Preeklamsia diperkirakan sebagai penyebab kematian 50.000 - 60.000 ibu
hamil setiap tahunnya. Selain itu, hipertensi dalam kehamilan merupakan kontributor utama
prematuritas. Preeklamsia diketahui merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan
metabolik pada perempuan. Insiden eklamsia adalah 1-3 dari 1000 pasien preeklamsia. 2
Frekuensi preeklamsia untuk tiap negara berbeda-beda karena banyak faktor yang
mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan
lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian preeklamsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika
Serikat dilaporkan bahwa kejadian preeklamsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu
23,6 kasus per 1.000 kelahiran. Pada primigravida frekuensi preeklamsia lebih tinggi bila
dibandingkan dengan multigravida, terutama primigravida muda mendapatkan angka
kejadian preeklamsia dan eklamsia di RSU Tarakan Kalimantan Timur sebesar 74 kasus
(5,1%) dari 1431 persalinan selama periode 1 Januari 2000 sampai 31 Desember 2000,
dengan preeklamsia sebesar 61 kasus (4,2%) dan eklamsia 13 kasus (0,9%). Dari kasus ini
10
terutama dijumpai pada usia 20-24 tahun dengan primigravida (17,5%). Diabetes melitus,
mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun dan obesitas
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya preeklamsia. Di samping itu, preeklamsia
juga dipengaruhi oleh paritas, didapatkan angka kejadian dari 30 sampel pasien preeklamsia
di RSU Dr. Hasan Sadikin Bandung paling banyak terjadi pada ibu dengan paritas 1-3 yaitu
sebanyak 19 kasus dan juga paling banyak terjadi pada usia kehamilan diatas 37 minggu yaitu
sebanyak 18 kasus. Wanita dengan kehamilan kembar bila dibandingkan dengan kehamilan
tunggal, maka memperlihatkan insiden hipertensi gestasional (13 % : 6 %) dan preeklamsia
(13 % : 5 %) yang secara bermakna lebih tinggi. Selain itu, wanita dengan kehamilan kembar
memperlihatkan prognosis neonatus yang lebih buruk daripada wanita dengan kehamilan
tunggal. 2
Etiologi
Preeklamsia merupakan suatu sindrom sistemik dalam kehamilan yang bermula dari
plasenta. Preeklamsia dipikirkan sebagai akibat dari invasi sitotrofoblas plasenta yang
inadekuat diikuti dengan disfungsi endotel maternal yang meluas. Selain itu, berbagai faktor
seperti sistem renin-aldosteron-angiotensin, stres oksidatif berlebihan, inflamasi, maladaptasi
sistem imun dan genetik diduga berperan dalam patogenesis preeklamsia.
Normalnya, sitotrofoblas ekstravili dari janin menginvasi lapisan endotel arteri spiralis ibu.
Arteri spiralis akan diubah dari pembuluh darah yang kecil dengan resistensi tinggi menjadi
lebar sehingga perfusi plasenta untuk nutrisi janin akan cukup. Pada preeklamsia,
transformasi ini tidak terjadi dengan sempurna. Invasi sitotrofoblas ke arteri spiralis terbatas
hanya sampai pada desidua superfisialis sehingga segmen arteri pada miometrium tetap
sempit.
Sitotrofoblas juga tidak mengalami pseudovaskulogenesis karena normalnya terjadi
perubahan fenotip epitel menjadi seperti sel endotel yang memiliki permukaan adhesi. Hal
tersebut menyebabkan buruknya daya invasi ke arteri spiralis yang berada di myometrium.
Defek awal inilah yang menyebabkan iskemia plasenta.
Plasenta yang abnormal diperkirakan menyebabkan lepasnya berbagai faktor yang masuk ke
sirkulasi maternal sehingga menyebabkan berbagai tand a dan gejala klinis preeklamsia.
Semua gejala klinis preeklamsia disebabkan oleh endoteliosis glomerulus, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan respon inflamasi sistemik yang menyebabkan jejas atau
hipoperfusi pada organ. Manifestasi klinis biasanya terjadi setelah usia kehamilan lebih dari
20 minggu. 1, 3
11
Patofisiologi
Preeklamsia termasuk dalam hipertensi dalam kehamilan. Patofisiologi dari hipertensi
dalam kehamilan tidak dapat dijelaskan dalam satu teori saja. Teori-teori yang sekarang
banyak dianut adalah : 1, 2
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim, dan plasenta mendapat aliran darah dari cabangcabang arteri uterina dan erteria ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi cabang arteria radialis. Arteria
radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteria spiralis.
Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi dilatasi arteria spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami
distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
daerah utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
remodeling arteri spiralis.
Pada hipertensi dalam kehamilan, tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada laisan otot
arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku
dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan
vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan
remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah
hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan perubahanperubahan yang dapat menjelaskan patogenesis hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada
preeklamsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat
meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, dengan akibat plasenta mengalami iskemia.
Plasenta yang bebas mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau sering
disebut radikal bebas.
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau molekul yang
mempunyai elektron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang dihasilkan
12
plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran
sel endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia adalah suatu proses
normal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya radikal
hidroksil dalam darah iungkin dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dialam
darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilah disebut toksemia.
Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang mengandung banyak asam lemak
tidak jenuh menjadi peroksia lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga
akan merusak nukleus dan protein sel endotel. Dalam kondisi normal, produksi oksidan
(radikal bebas) dalam tubuh selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
Pada hipertensi dalam kehamilan, telah terbukti bahwa kadar okasidan, khususnya
peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan menurun, sehingga terjadi dominasi
kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi.
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksis ini akan beredar di seluruh tubuh dalam
aliran darah dan akan merusak membran sel endotel.
Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil,
yang akan berubah menjadi peroksida lemak.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel
yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel.
Keadaan ini disebut disfungsi endotel. Pada disfungsi endotel, terjadi gangguan metabolisme
prostaglandin, kerusakan agregasi sel trombosit yang mengakibatkan vasokonstriksi,
peningkatan permeabilitas kapiler, peningkatan produksi bahan vasopresor seperti endotelin,
dan peningkatan faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Dugaan bahwa faktor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam
kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :
Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan
jika diibandingkan dengan multigravida. Ibu multipara yang kemudian menikah lagi
mempunya risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan
13
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi
yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G),
yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi. Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel
natural killer (NK) ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan
desidua ibu. Jadi, HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel NK. Pada plasenta dipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah
plasenta, menghambat invasi trofopbblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting
agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi
arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, yang memudahkan terjadinya reaksi
inflamasi.
Pada awal trimester kedua kehamilan, perempuan dengan kecenderungan terjadi preeklamsia
ternyata memiliki proporsi sel Helper yang lebih rendah dibanding pada normotensif.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau
dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi.
Pada kehamilan normal, terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor
adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah.
Pada hipertensi dalam kehamilan, terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan
vasokonstriktor dan terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor. Artinya,
daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor. Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang
akan menjadi hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan dua puluh
minggu.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan
genotipe janin. telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia, 26% anak
perempuannya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu
mengalami preeklamsia.
14
15
mengakibatkan proteinuria
Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan sehingga kadang proteinuria timbul setelah
janin lahir.
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal.
Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal, akibat dari vasospasme pembuluh darah.
Dapat diatasi dengan pemberian DOPAMIN agar terjadi vasodilatasi pembuluh darah
Proteinuria
Bila timbul : 1
- Sebelum hipertensi, merupakan gejala penyakit ginjal
- Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan
- Tanpa kenaikan tekanan darah diastolik 90 mmHg, umumnya ditemukan pada ISK atau
-
anemia.
Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklampsia, tetapi proteinuria umumnya
jauh pada akhir kehamilan, sehingga sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria,
proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran proteinuria 300 mg/24 jam.
Asam Urat Serum, Kreatinin Plasma, Oliguria dan Anuria
Karena hipovolemia (turunnya aliran darah ke ginjal), sehingga sekresi asam urat menurun,
dan terjadi peningkatan asam urat serum. Hal ini terjadi juga pada kreatinin plasma yang
meningkat akibat turunnya filtrasi glomerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin dalam
ginjal. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma 1 mg/cc, dan biasanya terjadi pada PEB
dengan penyulit pada ginjal. Dalam hal ini berlaku juga bagi oliguria atau anuria yang
menggambarkan beratnya hipovolemia.1
Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklampsia kadar elektrolit
total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diaretikum banyak, restriksi konsumsi
garam, atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat antidiuretik. PEB yang mengalami
hipoksia dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam -basa. Kadar natrium dan kalium
pada PE sama dengan hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh. 1
Tekanan Osmotik Koloid/Tekanan Onkotik
Pada preeklampsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran protein dan
peningkatan permeabilitas vaskular. 1
Edema
Edema terjadi karena hipoalbuminemia, atau kerusakan sel endotel kapilar. Edema yang
patologik adalah edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata,
dan biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat. 1
16
Hepar
Dasar perubahan pada hepar adalah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila terjadi
perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar dan peningkatan
enzim hepar. Perdarahan dapat meluas hingga dibawah kapsular hepar dan disebut
subkapsular hematoma. Subkapsular hematoma menimbulkan rasa nyeri di epigastrium dan
dapat menimbulkan ruptur hepar sehingga diperlukan pembedahan. 1
17
Neurologik
- Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik edema.
- Spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus. Gangguan visus dapat
berupa : pandangan kabur, skotomata, amaurosis yaitu kebutaan tanpa jelas adanya
-
Kardiovaskular
Peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat
hipovolemia. 1
Paru-paru
Edema paru oleh karena kerusakan endotel pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya
diuresis. 1
Janin
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang disebabkan
oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel
pembuluh darah plasenta. 1
Dampaknya pada janin :
- IUGR dan Oligohidramnion
-
Kenaikan morbiditas dan mortalitas janin, secara tidak langsung akibat intrauterine
growth restriction, prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.
18
Penatalaksanaan
Pengelolaan preeklamsia mencakup pencegahan kejang, pengobatan hipertensik,
pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat dan saat yang
tepat untuk persalinan. Salah satu pertanyaan klinis terpenting untuk tatalaksana yang
berhasil adalah diketahuinya usia janin secara pasti.
Prinsip management preeklamsia : 1, 2
1.
a. untuk melindungi ibu dari efek meningkatnya tekanan darah dan mencegah
progresifitas penyakit menjadi eklamsia dengan segala komplikasinya.
b. untuk mengatasi dan menurunkan risiko janin termasuk terjadinya solusio plasenta,
pertumbuhan janin terhambat dan kematian janin intra uterus.
c. untuk melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat dalam arti sesegera
mungkin setelah matur ataupun imatur bila diketahui adanya risiko pada janin ataupun
ibu yang bila dilanjutkan akan lebih berat.
2.
Indikasi untuk merawat pasien dengan preeklamsia di rumah sakit adalah dengan : 1
Tekanan darah sistolik 140mmHg atau lebih dan/atau tekanan darah diastolik 90
3.
Analisis untuk proteinuria saat pasien masuk dan setidaknya tiap 2 hari
setelahnya
Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk dengan manset setiap 4 jam
Pengukuran kadar kreatinin dan transaminase dalam serum atau plasma, dan
hemogram yang mencakup hitung trombosit.
Evaluasi ukuran dan kesejahteraan janin serta volume cairan amnion, baik
secara klinis maupun menggunakan sonografi.
19
Tatalaksana preeklamsia yang paling utama adalah terminasi kehamilan, yakni dengan
melahirkan bayi. Namun pendekatan ini sering kurang sesuai untuk sang bayi, misalnya usia
kehamilan masih preterm. Keputusan terminasi kehamilan bergantung kepada beberapa hal,
seperti beratnya penyakit, kematangan janin, kondisi ibu dan janin serta kondisi serviks.
Pelahiran jalan adalah penyembuhan bagi preeklamsia.2
Nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri epigastrium merupakan petunjuk
bahwa akan terjadi kejang dan oliguria adalah tanda buruk lainnya. Preeklamsia berat
memerlukan anti kejang dan biasanya terapi antihipertensi diikuti kelahiran. Terapi serupa
dengan yang akan dijelaskan kemudian untuk eklamsia. Tujuan utama adalah mencegah
kejang, perdarahan intrakranial dan kerusakan serius pada organ vital lain, serta melahirkan
bayi yang sehat. 6
Namun, apabila janin dicurigai atau diketahui prematur, cenderung penundaan
persalinan dengan harapan bahwa tambahan beberapa minggu in utero akan menurunkan
risiko kematian atau morbiditas serius pada neonatus. Seperti telah dibicarakan, kebijakan
semacam ini jelas dibenarkan untuk kasus yang lebih ringan. Dilakukan penilaian
kesejahteraan janin dan fungsi plasenta, terutama apabila terdapat keenganan unutk
melahirkan janin dengan alasan prematuritas. Sebagian besar peneliti menganjurkan
pemeriksaan berkala berbagai uji yang saat ini digunakan untuk menilai kesejahteraan janin.
Pasien preeklamsia berat atau dengan tanda bahaya harus dirawat. Beberapa
tatalaksana medikamentosa yang diberikan adalah:
MgSO4 (larutan 20%) untuk pencegahan kejang, diberikan dengan dosis 4 gr IV bolus
pelan dalam 15 - 20 menit dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 2 gr/jam dalam infus
ringer laktat drip pelan selama 24 jam. Selama pemberian MgSO4 harus tersedia
antidotum yakni Ca glukonas (10 mL dalam larutan 10%) jika terjadi hipermagnesemia.
Hipermagnesemia secara klinis dapat ditandai dengan hilangnya reflex patella sampai
paralisis napas. MgSO4 harus diberikan selama 24 jam pasca melahirkan untuk pasien
dengan preeklamsia berat. MgSO4 dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24
jam persalinan, dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensi).1, 2
Cara kerja magnesium sulfat belum dapat dimengerti sepenuhnya. Salah satu
mekanisme kerjanya adalah menyebabkan vasodilatasi melalui relaksasi dari otot polos,
termasuk pembuluh darah perifer dan uterus, sehingga selain sebagai antikonvulsan,
magnesium sulfat juga berguna sebagai antihipertensi dan tokolitik. Magnesium sulfat juga
berperan dalam menghambat reseptor N-metilD-aspartat (NMDA) di otak, yang apabila
20
teraktivasi akibat asfiksia, dapat menyebabkan masuknya kalsium ke dalam neuron, yang
mengakibatkan kerusakan sel dan dapat terjadi kejang. 3
Syarat pemberian MgSO4 : 1 - 4
i.
ii.
iii.
iv.
Obat anti hipertensi diberikan bila tekanan darah sistolik lebih dari 160 mmHg
atau tekanan darah diastolik lebih dari 110 mmHg. Obat yang dipakai umumnya
Nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg per oral; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Nifedipin tidak boleh diberikan secara sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat. 1
kesejahteraan ibu dan janinnya biasanya dianjurkan pelahiran. Persalinan sebaiknya diinduksi
dengan oksitosin intravena. Banyak dokter menyarankan pematangan serviks dengan
prostaglandin atau dilator osmotik. Bila tampak bahwa induksi persalinan hampir pasti tidak
berhasil, atau upaya melakukan induksi persalinan gagal, diindikasikan sesar untuk kasuskasus yang parah. Apabila ditegakkan diagnosis preeklamsia berat, kecenderungan obstetris
adalah melahirkan janin dengan segera. lnduksi persalinan untuk menghasilkan pelahiran per
vaginam secara tradisional dianggap merupakan tindakan demi keselamatan ibu. 2
21
Aktif
(aggresive
management)
berarti
kehamilan
segera
Ibu
-
Janin
-
NST nonreaktif
Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
-
2.
22
Belum inpartu :
-
Seksio secarea :
b.
Sudah inpartu :
Kala I :
Fase laten : sectio caesaria
Fase aktif : - amniotomi
- bila sudah 6 jam amniotomi belum terjadi pembukaan lengkap,
dilakukan seksio saecarea.
Kala II :
Pada persalinan pervaginam, maka kala II diselesaikan dengan partus buatan
amniotomi dan oksitosin drip dilakukan sekurang kurangnya 30 menit setelah
pemberian pengobatan medisinal.
23
Pencegahan
American College of Obstetricians and Gynecologists maupun Kelompok Kerja
National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) menganjurkan kunjungan
antenatal yang lebih sering, bahkan jika preeklamsia hanya dicurigai. Meningkatnya tekanan
darah sistolik dan diastolik merupakan perubahan fisiologis normal atau tanda penyakit yang
sedang berkembang.2 Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya,
namun frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penerangan secukupnya dan
pelaksanaan pengawasan yang baik pada wanita hamil. Pemeriksaan antenatal yang teratur
dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini preeklamsia. Penerangan tentang manfaat
istirahat dan diet berguna dalam pencegahan.
Beberapa poin terbaru dikeluarkan oleh ACOG pada tahun 2013 mengenai pencegahan
preeklamsia: 5
Pemberian aspirin 60-80 mg/hari dimulai pada akhir teimester pertama disarankan
pada perempuan dengan riwayat eklamsia dan kelahiran preterm atau preeklamsia
pencegahan preeklamsia
Tirah baring atau pembatasan aktivitas fisik lain tidak disarankan sebagai pencegahan
preeklamsia.
24
Daftar Pustaka
1.
2.
[Online]. http://emedicine.medscape.com/article/1476919-overview.
Krisnadi SR, Mose JC, Effendi JS. Hipertensi Kehamilan.
Dalam: Pedoman diagnosis dan terapi obstetric dan ginekologi rumah sakit Dr. Hasan
5.
6.
25