LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. DS
Umur : 25 tahun
Alamat : Jakarta
Agama : Islam
Suku : Betawi
Golongan darah :A
No. RM : 910054
B. Identitas Suami
Nama : Tn. A
Alamat : Jakarta
Pekerjaan : Polri
Pangkat : Briptu
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Betawu
Golongan darah :O
II. DATA DASAR
a. Anamnesis
Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 12 November 2017 pukul 15.45 WIB
Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD karena keluar air-air jernih encer dari vagina sejak
pukul 13.00 WIB.
Riwayat Menstruasi
- Menarche : 13 tahun
- Siklus haid : 28 hari / teratur
- Lama haid : 7 hari
- Jumlah darah haid : 2-3 kali ganti pembalut
- HPHT : 13 Februari 2017
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali pada usia 24 tahun dan pernikahan sudah
berlangsung selama 1,5 tahun.
Riwayat Obstetrik
Pasien hamil anak pertama
Riwayat Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 12 November 2017 jam 15.45 WIB.
BB : 68 kg
TB : 160 cm
Keadaan umum: Baik
Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
Tanda Vital
TD : 120/70 mmHg
Nadi : 82 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5ºC
Status Generalisata
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor,
refleks cahaya langsung +/+
Hidung : deviasi septum nasalis -, pernafasan cuping hidung –
Telinga : gangguan pendengaran –
Mulut : sianosis -, pucat –
Leher : deviasi trakea -, pembesaran KGB –, pembesaran tiroid -
Thorax :
- Jantung : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
Abdomen:
Status Obstetrik
Inspeksi : perut membuncit asimteris, striae gravidarum +,
linea nigra +
Palpasi
- Leopold I : tinggi fundus uteri 30 cm
- Leopold II : teraba lengkung kontinyu pada perut kiri ibu (puki)
- Leopold III : bagian terbawah janin teraba bulat dan keras (kepala)
- Leopold IV : bagian terbawah janin teraba 5/5 belum masuk PAP
Pemeriksaan Dalam
- portio tebal lunak,arah tengah, pembukaan 3 cm, selaput ketuban+,
dan kepala di Hodge 1.
- Inspekulo : lendir darah +, Lakmus -
Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium
Pengambilan sampel darah di IGD 14.35
Hematologi Kimia Klinik
Hb 9,2 gr/dl SGOT 14,7 u/L
Leukosit 9.400 u/L SGPT 7,9 u/L
Hematokrit 29 % Ureum 13 mg/dl
Trombosit 387.000 /ul Creatinine 0,6 mg/dl
Masa pendarahan 3 menit GDS 72 mg/dl
Masa pembekuan 12 menit Natrium 134 mmol/l
Kalium 4,6 mmol/l
Chlorida 104 mmol/l
III. DIAGNOSIS
Ibu : G1P0A0 Hamil 39 minggu dengan PK I fase laten dan anemia
Janin: Janin tunggal hidup intrauterine, presentasi kepala
V. URAIAN MASALAH
Persalinan kala I disebut juga persalinan dalam stadium pendataran dan dilatasi
serviks. Kala I terbagi menjadi dua fase yaitu fase laten yang ditandai dengan
pembukaan servik 1-3 cm dan fase aktif yang ditandai dengan pembukaan serviks 4-
10 cm (Prawirohardjo, 2016)
Anemia kehamilan adalah kondisi ibu hamil dengan kadar hemoglobin dibawah
11 gr/dl pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr/dl pada trimester 2 (Wiknjosastro,
2009). Pada saat trimester kedua kebutuhan zat pembentuk darah terutama besi
meningkat tajam hingga dua kali lipat dibandingkan saat tidak hamil. Keadaan ini
disebabkan oleh volume darah ibu yang meningkat karena kebutuhan janin akan
oksigen dan zat gizi yang dibawa oleh sel darah merah (Soebroto, 2009).
anemia dapat menyebabkan persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim dalam
berkontraksi (inersia uteri) dan juga perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya
kontraksi otot rahim (Wiknjosastro, 2007).
VI. PENATALAKSANAAN
Rencana Diagnosis
- Pemeriksaan USG untuk mengevaluasi keadaan janin dan jumlah cairan amnion
- Pemeriksaan CTG untuk mengevaluasi kesejahteraan janin dan kontraksi uterus
- Pemeriksaan dalam untuk mengevaluasi kemajuan persalinan
Rencana Monitoring
- Observasi keluhan pasien
- Observasi tanda vital pasien dan DJJ
- Observasi kemajuan persalinan
- Observasi kontraksi uterus
Rencana Terapi
- IVFD RL 500cc 20 tpm
- Observasi kemajuan persalinan
- Melakukan augmentasi apabila terjadi inersia uteri
Rencana Edukasi
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa untuk saat ini pasien
di observasi kemajuan persalinannya.
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa adanya anemia pada
pasien bisa menyebabkan persalinan yang lama akibat kelelahan otot rahim
dalam berkontraksi atau perdarahan pasca melahirkan karena tidak adanya
kontraksi otot rahim.
- Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga bahwa pada persalinan anak
pertama sering kali terjadi kemacetan persalinan akibat ketidaks
VII. PROGNOSIS
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad Fungsionam : dubia ad bonam
Ad Sanationam : dubia ad bonam
VIII. CATATAN KEMAJUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis – premature rupture of the membrane PROM ) adalah
pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD
ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu
1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-
tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut
KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis.
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the onset of
labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan persalinan
pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998) mengatakan bahwa KPD adalah
pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada
multipara kurang dari 5 cm. Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah
spontan 1 jam atau lebih sebelum dimulainya persalinan. Sedangkan menurut Yulaikah (2009)
ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi
kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini merupakan penyebab
persalinan premature dengan segala komplikasinya
Ada juga yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan
belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 – 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang
masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya gangguan
keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda – tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian
ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Epidemiologi
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada kehamilan
midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 – 3 %, dan kurang dari 1 %. Secara umum
insidensi KPD terjadi sekitar 7 – 12 % (Chan, 2006). Insidensi KPD kira – kira 12 % dari semua
kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut Rahmawati 2011 insidensi KPD adalah sekitar
6 – 9 % dari semua kehamilan.
Etiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh.
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi amnion
primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan amnion
disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian dengan korion yang
akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion. Cairan amnion , normalnya
berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang khas agak amis dan manis. Cairan ini
mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025
menjadi 1,010. Asal dari cairan amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan
penelitian lebih lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara teori lain
menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih kurang
500 ml
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus janin dan
cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion melekat erat pada korion
(sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini menutupi permukaan fetal pada plasenta
sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak
lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan korion merupakan membran eksternal berwarna putih
dan terbentuk dari vili – vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini
berlanjut dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.
Gambar 2.1. Gambar skematik struktur selaput ketuban saat aterm.
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar 1000 –
1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2
% garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo,
verniks kaseosa, dan sel – sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar dan kemungkinan infeksi
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril sehingga
melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir
Patogenesis
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang dihambat oleh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu persalinan, terdapat
keseimbangan antara MMP dan inhibitor of matrix metalloprotease (TIMPs) yang mengarah
pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membrane janin. Aktivitas proteolitik
ini meningkat menjelang persalinan.
MMP adalah kumpulan proteinase yang terlibat dalam remodeling tissue dan degenerasi
kolagen. MMP – 2, MMP – 3, dan MMP – 9 ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada
kehamilan dengan ketuban pecah dini. Aktivasi protease ini diregulasi oleh TIMPs. TIMPs ini
pula rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban pecah dini. Peningkatan enzim
protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa enzim ini mempengaruhi kekuatan
membran fetal.
Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat ditelusuri metode skrining klasik, yaitu temperatur
rektal ibu dimana dikatakan positif jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan denyut jantung
ibu lebih dari 100x/menit, peningkatan leukosit dan cairan vaginal berbau.
Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti urin dan
vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari vaginanya atau
mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah, dan
jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam seperti
vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari vagina perlu
diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks. Dilihat
juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang khas juga
harus diperhatikan.
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk memudahkan
melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus
akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. pH cairan ketuban sekiar 7,1-7.3 Sekret
vagina ibu memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan
warna. Kertas nitrazin ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan
darah, semen atau vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan
dilihat dengan mikroskop. Gambaran “ferning”
menandakan cairan amnion
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion atau anhidramnion).
Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat membantu diagnosis tetapi bukan
untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index
(AFI), presentasi janin, berat janin, dan usia janin.
Penatalaksanaan
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan
kurang dari 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika usia
kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif berikan
dexametason, observasi tanda – tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada
usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan induksi setelah 24 jam. Jika
usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai
tanda – tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda – tanda infeksi intrauterin). Pada usia
kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk kematangan paru janin, dan bila
memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomietin tiap minggu. Dosis betametason
12mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4
kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila tanda – tanda
infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor pelvik < 5, lakukan
pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan seksio sesarea. Bila skor
pelviks > 5 lakukan induksi persalinan
Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung
umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu terjadi
korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis.Umumnya terjadi
korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering
daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat
sebanding dengan lamanya periode laten.
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi
asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan oligohidramnion,
semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
kelainan disebabkan oelh kompresi muka dan anggota badan janin serta hipoplasi pulmonary.
Pencegahan
Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan usaha
untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup selama hamil, anjurkan
pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.
Prognosis
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Factor resiko / penyebab
Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan, lebih sedikit bayi
yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir antara 34 dan 37 minggu
mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran premature.
Tidak banyak terjadi perubahan pada kadar hormon estrogen dan progesteron
menjelang partus. Meski didapat peningkatan kerja hormon estrogen dan insufisiensi efek
progesteron, hal ini lebih disebabkan perubahan pada reseptor hormon. Menjelang partus,
PRA (progesteron reseptor A) yang bekerja menginhibisi efek progesteron, jumlahnya
meningkat sedang PRB (progesteron receptor B) yang kerjanya berkebalikan dengan PRA
malah menurun. Hal inilah yang menyebabkan fungsi utama progesteron untuk menjaga
kehamilan jadi berkurang.
Hal ini juga didukung dengan peningkatan reseptor estrogen α (ERA). ERA selama
kehamilan dihambat kerjanya oleh progesteron, sehingga peningkatan jumlah reseptor ini
akan membantu peningkatan aktifitas estrogen. Dimana estrogen sangat berperan untuk
merangsang kontraksi uterus. Efek estrogen yang berperan menunjang kontraksi adalah
efeknya dalam aktivasi formasi gap-junction, meningkatkan reseptor oxytocin dan COX-2
serta meningkatkan sintesis prostaglandin.
2. Perubahan Anatomi
Perubahan anatomi yang penting terjadi menjelang persalinan adalah pada jalan lahir
dan jaringan lunak rongga panggul. Dibawah pengaruh estrogen jaringan otot dan ligamen
berelaksasi sehingga memudahkan akomodasi dari panggul ketika bayi melewati rongga
panggul. Pada uterus, miometrium membesar dan menjelang persalinan akan mulai muncul
HIS (kontraksi uterus). Setiap selesai kontraksi HIS, miometrium akan memendek. Hal ini
akan menyebabkan tarikan pada SBR (ismus) yang memiliki jaringan otot yang lebih
sedikit, dan selanjutnya akan menyebabkan tarikan pada serviks sehingga serviks akan
mulai menipis dan berdilatasi.
3. Perubahan Fisiologis
Menjelang persalinan akan dimulai suatu kontraksi uterus yang disebut HIS
persalinan. Selain itu, karena pengaruh estrogen dan prostaglandin serviks akan menjadi
makin lunak hipermukus dan hipervaskularisasi. Hal ini akan menyebabkan sekresi lendir
oleh kelenjar yang nantinya akan memberikan tampakan bloody show (mukus bercampur
darah) yang merupakan salah satu tanda in partu. Apabila pembukaan sudah lengkap, ibu
akan mulai memiliki refleks meneran yang nantinya dapat membantu kelahiran bayi.
Perubahan-perubahan diatas adalah perubahan yang terjadi pada ibu dalam rangka
persiapan diri untuk proses persalinan/kelahiran bayi. Adapun dalam proses
kelahiran/partus, ada beberapa aspek yang berpengaruh, yaitu power, passage, passenger
dan provider. Power adalah segala tenaga yang mendorong bayi keluar melalui jalan lahir.
Terdiri atas tegangan kontraksi HIS dan tenaga meneran dari ibu. Passage adalah jalan lahir,
termasuk didalamnya perubahan anatomi pada jalan lahir menjelang persalinan. Passenger
adalah bayi itu sendiri. Sedang provider lebih terkait dalam manajemen persalinan.
Power
HIS adalah kontraksi uterus yang datang secara teratur menjelang persalinan.
Adapun HIS yang sempurna memiliki sifat kejang otot paling tinggi terdapat di fundus uteri,
dan puncak kontraksi terjadi simultan disemua bagian uterus. Selain itu, diikuti relaksasi
yang tidak sempurna. Artinya, meskipun otot relaksasi, tapi tidak pernah kehilangan tonus
ototnya. Sehingga tegangan ruang amnion tetap dipertahankan sebesar 6-12 mmHg. Pada
tiap akhir kontraksi, akan terjadi retraksi fisiologis pada otot-otot uterus. Retraksi ini
menyebabkan terikan pada serviks yang menyebabkan serviks semakin menipis dan
berdilatasi seiring pemendekan otot-otot uterus.
Adapun HIS umumnya dimulai pada bagian uterus dekat muara tuba falopii. Tapi,
sebenarnya kontraksi HIS tidak memiliki struktur anatomi tertentu dimana ia disinkronisasi.
Kontraksi menyebar dari sel-kesel melalui area dengan resistensi lebih rendah. Area dengan
resistensi lebih rendah ini dikaitkan dengan adanya gap-junction yang meningkat menjelang
aterm akibat pengaruh estrogen yang meningkat dan menurunnya progesteron. Gap-junstion
ini diduga terdapat lebih banyak pada muara tuba faloppii, sehingga seolah-olah terdapat
pacemaker yang memulai kontraksi uterus pada bagian ini.
Mekanisme terjadinya HIS sangat dipengaruhi oxytocin dan PG. Kedua senyawa ini
akan terikat pada reseptornya di miometrium yang selanjutnya kan mengaktifasi
phosfolipase C. Phosfolipase C akan menghidrolisis lipid membran (phosphatidylinositol
4,5-biphosphate) menjadi diacylglycerol dan inositol triphosphate. Selanjutnya, inositol
triphosphate akan menginduksi pelepasan dari kalsium dari retikulum sarkoplasma.
Sehingga terjadi peningkatan kalsium intraselular yang nantinya akan merangsang dari
kontraksi myofibril.
Selain HIS, tenaga lain yang berperan dalam persalinan adalah tenaga meneran ibu
yang membantu memperkuat dorongan. Serta tegangan dari cairan amnion. Tegangan cairan
amnion tidak pernah menjadi nol. Bahkan ketika relaksasi otot-otot uterus diantara kontraksi
HIS, tonus otot tetap dipertahankan rendah. Hal ini menyebabkan tegangan cairan amnion
tetap dipertahankan sebesar 6-12 mmHg. Seperti sifat sebuah cairan, ia akan menekan
kesegala arah. Demikian pula halnya dengan cairan amnion. Karena dinding uterus tidak
sama komposisi dan ketebalannya, sehingga pada arah SBR dan serviks, tegangan cairan
amnion ini menyebabkan terdorongnya serviks dan membantu penipisan dan dilatasi serviks
serta penurunan bagian terbawah janin ke rongga panggul.
Passage terkait dengan anatomi jalan lahir. Terutama yang berperan dalam
menentukan dapat tidaknya kelahiran pervaginam adalah anatomi dari pelvic minor. Yang
perlu diperhatikan dalam anatomi pelvis adalah bidang-bidang khusus yang membentuk
struktur pelvic. Ukuran bidang pelvis sangat mempengaruhi dapat tidaknya kelahiran
pervaginam terkait dengan ukuran pelvic dibanding ukuran bayi.
1. PAP (pelvic inlet) dibatasi oleh promontorium vertebra, alla sacrum, linea terminalis, ramus
horizontal os. Pubis dan simfisis pubis. Ukuran diameter bidang PAP yang tidak sesuai/lebih
kecil dari normal dapat menyebabkan tidak dapat menyebabkan abnormalitas dalam
presentasi janin. Adapun bidang PAP memiliki beberapa diameter yaitu konjugata vera (true
conjugate) yang menghubungkan promontorium dengan bagian atas simfisis, konjugata
obstetrika (obstetric konjugate) yang menghubungkan promontorium dengan bagian tengah
simfisis, dan diameter transversal yang menghubungkan dua sisi linea terminalis.
2. Midpelvic adalah ruang/bidang setinggi spina isciadika dan merupakan bidang tersempit
dari panggul. Hal ini dikarenakan adanya spina isciadika yang menonjol kerongga panggul.
Adapun ukuran diameter yang penting adalah diameter AP, bispinosus dan posterior sagital.
3. Pelvic outlet merupakan bidang terbawah rongga panggul yang dibatasi/ dibentuk oleh
ujung terbawah sacrum, sisi ligamentum sacrosciatic, dan ischial tuberosities.
Adapun secara umum, bentuk dari pelvic minor dibagi atas empat tipe utama tiap
tipe berbeda-beda dalam hal prognosisnya dalam persalinan.
Gambar 2.6. Diameter dalam bidang pelvic
Passenger
Passenger terkait dengan ukuran dan posisi janin menjelang kelahiran. Adapun untuk
ukuran, yang penting diperhatikan adalah ukuran kepala janin yang memang merupakan
bagian tubuh terbesar janin. Adapun bagian dan ukuran kepala janin yang penting adalah
diameter suboksipito-bregmatikus (9,5 cm), sumento-bregmatikus (9,5), oksipito-mentalis
(13,5) dan oksipito-frontalis (11,5).
Selain ukuran diameter kepala, anatomi janin juga digambarkan dalam 5 kategori
yaitu letak, posisi, habitus, presentasi, dan variasi.
o Letak, menggambarkan axis janin terhadap axis ibu. Dapat longitudinal, horizontal atau
obliq. Letak normal ketika mulai memasuki PAP adalah longitudinal
o Presentasi, menggambarkan bagian janin yang menempati posisi terbawah (pertama masuk
pelvis). Dapat presentasi kepala, bokong atau melintang. Presentasi normal adalah pesentasi
kepala belakang/UUK.
o Habitus/sikap, berupa gerakan/ posisi tubuh janin dan letak/posisi ekstremitas. Normal
kepala janin fleksi, tangan terlipat kedada, kaki fleksi pada lutut dan pangkal paha.
o Posisi, menggambarkan bagian tertentu dalam presentasi apakah berada di dekstra atau
sinistra. Normal UUK bisa berada dibagian dekatra maupun sinistra
o Variasi, terkait dengan posisi dan presentasi janin. Ada beberapa variasi dalam posisi, yaitu
posisi kanan dapat posterior, anterior atau transversal.
Semua hal diatas, power, passage dan passenger sangat penting artinya dalam
kelahiran pervaginam. Ketidaknormalan atau ketidaksesuaian salah satu komponen dapat
menyebabkan gangguan dan komplikasi dalam persalinan.
Gambar 2.9. Pendataran dan pembukaan serviks pada primigravida dan multipara
PEMBAHASAN
Pasien datang ke IGD dengan keluhan keluar air-air jernih encer dari vagina sejak 2 jam
SMRS. Pasien mengeluh mulas hilang timbul. Keadaan pasien tersebut dicurigai sebagai tanda
dari terjadinya Ketuban Pecah Dini. Ketuban Pecah Dini adalah keadaan dimana ketuban pecah
sebelum terjadinya inpartu. Pasien datang ke VK 03.10 WIB dan dilakukan anamnesis
didapatkan keluhan pasien keluar air jernih encer dari vagina. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
tidak ada nyeri tekan, tinggi fundus uteri 32 cm, punggung janin di kiri perut ibu, presentasi
terbawah janin kepala sudah masuk PAP, teraba 4/5 bagian. Dilakukan pemeriksaan dalam dan
didapatkan porsio tebal kaku, pembukaan 1 cm, kepala hodge 1, selaput ketuban -. Dilakukan tes
lakmus hasilnya positif yaitu adanya perubahan warna kertas lakmus dari merah menjadi biru.
Ketuban Pecah Dini pada kehamilan dapat merupakan suatu tanda persalinan dan dapat
juga mengakibatkan infeksi. Infeksi yang terjadi pada pasien dengan ketuban pecah dini dapat
berupa infeksi intrauterine dan infeksi intrapartum. Dalam menangani kasus ini, yang dilakukan
adalah mengevaluasi ada tidaknya tanda – tanda infeksi. Tanda – tanda infeksi antara lain ibu
mengeluhkan demam dengan suhu lebih dari 38 C, takikardia pada ibu dan janin, ketuban keruh
dan berbau, adanya peningkatan leukosit atau leukositosis serta leukosit esterase positif. Pada
pasien ini didapatkan suhu tubuh ibu dalam batas normal, nadi ibu 84x/menit, ketuban jernih
encer dan tidak berbau, tidak adanya peningkatan leukosit. Pasien diberikan anrtibiotik Injeksi
Ceftriaxone setelah 2 jam setelah KPD.
Penatalaksaan pada pasien dengan KPD dapat dilakukan dengan dua cara yakni
penanganan konservatif dan penanganan aktif. Penanganan konservatif dilakukan pada pasien
dengan usia kehamilan <32 minggu – 37 minggu. Sedangkan pada pasien dengan kehamilan >37
minggu dilakukan dengan penanganan aktif. Pada pasien dilakukan penanganan dengan cara
aktif. Pada penanganan aktif yang diperhatikan adalah ada tidaknya tanda – tanda infeksi dan
terminasi kehamilan.
Pemberian antibiotik pada pasien KPD juga termasuk dalam hal yang harus diperhatikan.
Pada pasien KPD tanpa adanya tanda – tanda infeksi, dan sudah inpartu pemberian antibiotic
dilakukan setelah 12 jam terjadinya KPD, namun bila tidak didapatkan kemajuan persalinan
antibiotic dapat diberikan kurang dari 12 jam setelah terjadi KPD. Pada pasien KPD dengan
tanda – tanda infeksi diberikan antibiotic segera setelah diketahui terjadinya infeksi.
Saat datang di VK, pasien sedang dalam PK 1 fase laten dan diobservasi ketat tanda
persalinan. Tanda persalinan itu adalah adanya his adekuat, terjadi pembukaan dan pendataran
servix, adanya lendir dan darah dari jalan lahir dan penurunan bagian terbawah janin. Kemudian
pasien dipasang CTG dan hasilnya reaktif. Anak pertama dan kedua pasien lahir secara
pervaginam. Dilakukan observasi persalinan pervaginam pada pasien dan tidak ada kemajuan
persalinan, sehingga dilakukan SC.
TEORI KASUS
Pemeriksaan Cairan amnion di konfirmasikan dengan Dilakukan tes Nitrazin
penunjang menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus (Kertas lakmus) di IGD
akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. pH pada pasien dan hasilnya
cairan ketuban sekiar 7,1-7.3 Sekret vagina ibu kertas lakmus berubah
memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini warna dari merah menjadi
tidak terjadi perubahan warna. biru.
Pada pasien KPD tanpa adanya tanda – tanda Tidak ada tanda-tanda
infeksi, dan sudah inpartu pemberian antibiotic infeksi pada pasien.
dilakukan setelah 12 jam terjadinya KPD Diberikan antibiotik inj.
Ceftriaxone 2 x 1 gr 2 jam
setelah KPD.
BAB 1V
KESIMPULAN
Penanganan yang dilakukan pada pasien ini kurang sesuai dengan teori. Teori
menyebutkan bila usia kehamilan > 37 minggu maka dilakukan penanganan aktif untuk terminasi
kehamilan yaitu dilakukan induksi dengan oksitosin, bila gagal maka dapat dilakukan seksio
sesarea. Pada pasien ini dilakukan observasi kemajuan persalinan 5 jam setelah KPD, jika bayi
belum lahir maka dilakukan SC. Setelah 5 jam KPD, bayi belum lahir juga sehingga dilakukan
SC. Pada pasien tidak dilakukan augmentasi menggunakan oksitosin. Diberikan antibiotik inj.
Ceftriaxon 2x1 gr 2 jam setelah KPD, sementara teori menyebutkan pada pasien KPD tanpa
adanya tanda – tanda infeksi, dan sudah inpartu pemberian antibiotic dilakukan setelah 12 jam
terjadinya KPD.
DAFTAR PUSTAKA
Gabbe, S.G., Niebyl, J.R., Simpson, J.L. 2002. Obstetrics Normal and Problem
Pregnancies, ed.4, Churchill Livingstone, New York.
Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Abdul B. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Soewarto S. 2016. Ketuban Pecah Dini dalam Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. Cetakan
Kelima. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. hal 677-82.