Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Hemoroid adalah salah satu penyakit yang sering dijumpai pada berbagai usia. Sulit
untuk memperoleh angka insidensi dari penyakit ini. Tapi pengalaman klinik mendukung
dugaan bahwa sangat banyak orang, baik laki-laki maupun perempuan yang menderita
hemoroid. Dikatakan bahwa baik pria maupun wanita mempunyai peluang yang sama untuk
terkena hemoroid. Semua orang diatas 30 tahun mempunyai kemungkinan 30-50% untuk
mendapat varises di tungkai, pleksus hemoroidalis maupun di tempat lain.1
Insidensi hemoroid meningkat dengan bertambahnya usia. Mungkin sekurangkurangnya 50% orang yang berusia lebih dari 50 tahun menderita hemoroid dalam berbagai
derajat.2 Namun demikian tidak berarti penyakit ini hanya diderita oleh orang tua saja.
Hemoroid dapat mengenai segala usia, bahkan kadang-kadang dapat dijumpai pada anak
kecil. Walaupun hemoroid tidak mengancam keselamatan jiwa, tetapi dapat menyebabkan
perasaan yang tidak nyaman. Hanya apabila hemoroid menyebabkan keluhan atau penyulit,
maka dilakukan tindakan.
Biasanya, kontraksi saat defekasi pada pasien dengan konstipasi dan tekanan saat
mengejan bisa menyebabkan hemoroid. Hemoroid yang simptomatik biasanya dilakukan
tatalaksana konservatif dengan peningkatan asupan serat dan air agar feses menjadi lunak.
Suppositoria hidrokortison dapat mengurangi bengkak dan pruritus. Jika terapi konservatif
tidak berhasil, tindakan bedah dan endoskopi mungkin diindikasikan.1

~1~

BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. W
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 19 thn
Status
: Belum menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswi
Alamat
: Jl. Villa Danau Indah
Masuk RS
Keluar RS
No. Rekam Medis

: 1 Juli 2014
: 4 Juli 2014
: 073946

B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS)
Keluhan Utama
: Benjolan di anus sejak 2 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli RS Bhayangkara dengan keluhan terdapat benjolan di
anus sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan di anus tersebut dirasakan semakin
mengganggu. Benjolan tidak dapat masuk sendiri setelah buang air besar selesai,
walaupun sudah dimasukan dengan bantuan jari. Buang air besar kadang berdarah
berwarna merah segar, darah tidak bercampur dengan feses, dan tidak disertai lendir.
Pasien sering merasakan sulit buang air besar, feses terasa keras sehingga pasien
harus mengedan saat buang air besar, dan terkadang disertai nyeri saat buang air
besar. Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang berserat dan suka mengkonsumsi
makanan pedas. Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
hipertensi, diabetes mellitus, dan sakit kuning disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat hemorrhoid disangkal
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat keganasan disangkal
Riwayat diabetes melitus disangkal
Riwayat sakit kuning disangkal
Riwayat Alergi Obat : disangkal
Riwayat Sosial :

~2~

Pasien mengaku jarang mengkonsumi makanan berserat, suka makanan pedas,


dan sedikit minum air putih (<8 Gelas per hari). Pasien seorang mahasiswi dan saat ini
sedang menyusun skripsi, sehingga pasien sering menghabiskan waktunya dengan
duduk lama di depan laptop. Pola defikasi rutin, 1 kali/hari (BAB posisi jongkok)
namun BAB terasa keras sehingga pasien harus mengedan untuk mengeluarkan feses.
B. PEMERIKSAAN FISIK DAN LABORATORIUM
Status Generalis
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
RR
: 24x/menit
Suhu
: 37, 5 C
Kepala
: Normocephal
: Conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Thorax
: Simetris saat statis dan dinamis
Pulmo
: Suara nafas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/Cor
: Tidak tampak iktus cordis, iktus cordis teraba
Abdomen
: I= datar
A= bising usus (+) normal
P = timpani
P = supel, defans muskuler (-), nyeri tekan (-), hepar dan lien
tidak teraba membesar
Ekstremitas

: akral hangat, edema -/-

Status Lokalis
Pemeriksaan colok dubur :
Inspeksi

: Fisure (-), Abses (-), hematom perianal (-), tampak benjolan keluar dari
anus 1 cm

Palpasi

: Tonus sphincter ani baik; ampulla recti tidak kolaps; mukosa rektum
licin; teraba massa di jam 7 dan 11; nyeri tekan (+) pada 7 dan 11; pada
sarung tangan tidak didapatkan darah, lendir (-), feses (+).

Anoskopi : Tidak dilakukan.


Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin
Waktu perdarahan
Waktu pembekuan

: 12,3 (12-14 g/dl)


: 121
: 307

C. DIAGNOSIS KERJA

~3~

Hemorrhoid interna grade IV


D. DIAGNOSIS BANDING
Penyakit divertikel kolon, Polip anal
E. PENATALAKSANAAN
Non farmakologi:
Perubahan Pola hidup :
Makan-makanan berserat setiap hari, banyak minum air putih, banyak berjalan.
Perubahan pola defekasi :
Hindari mengedan yang berlebih dan lama.
Bedah:

Hemoroidektomi stapler
Laporan Operasi (1 Juli 2014, pukul 18.00 WIB 19.00 WIB):
Posisi Litotomi
Dilakukan a dan antiseptic prosedur
Identifikasi hemoroid
Dilakukan hemoroidektomi dengan tekhnik stapler
Operasi selesai

F. HASIL FOLLOW-UP
1. Hari pertama pasien di rawat di Ruang Inap Dahlia RS Bhayangkara (2/Juli/2014):
S

: Keadaan lemas, nyeri luka bekas operasi

: KU TSR, Compos Mentis, TD: 110/80 mmHg N: 88x RR:20x S:37,7o C

: Post Hemorrhoidectomy

: RL xx gtt/menit, Cefotaxime inj 2x1, Ketorolac 3x1 amp, Metronidazole inf


3x500 mg, Asam Traneksamat 3x500 mg, Vitamin K 3x1 amp.

2. Hari kedua pasien di rawat di Ruang Inap Dahlia RS Bhayangkara (3/Juli/2014):


S

: Pasien demam dan menggigil

: KU TSR, Compos Mentis, TD: 120/70 mmHg N: 90x RR:22x S:39o C

: Post Hemorrhoidectomy

: Periksa DDR (-), RL xx gtt/menit, Cefotaxime inj 2x1, Ketorolac 3x1 amp,
Metronidazole inf 3x500 mg, Asam Traneksamat 3x500 mg, Vitamin K 3x1
amp, Paracetamol 3x500 mg

3. Hari ketiga pasien di rawat di Ruang Inap Dahlia RS Bhayangkara (4/Juli/2014):


S

: Tidak ada keluhan

: KU baik, Compos Mentis, TD: 120/80 mmHg N: 80x RR:20x S:37,5o C

~4~

: Post Hemorrhoidectomy

: Aff Infus, Ciprofloxasin 2x500 mg, Paracetamol 3x500 mg, Ranitidin 2x1,
Transamin 3x1, Laxadine 3x1 cth, Pasien boleh pulang.

G. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam

: Bonam
: Bonam

Quo ad sanactionam : Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI REKTUM DAN ANUS3


Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ektoderm,
sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rektum ini,
maka pendarahan, persarafan, serta aliran vena dan limfe berbeda, demikian pula epitel
yang menutupinya. Rektum dilapisi oleh mukosa glanduler usus, sedangkan kanalis
analis dilapisi oleh lanjutan epitel berlapis gepeng kulit luar.
Daerah batas rektum dan kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel.
Kanalis analis dan kulit luar sekitarnya kaya akan persarafan sensorik somatik dan peka
terhadap rangsangan nyeri, sedangkan muosa rektum mempunyai persarafan ototnom
dan tidak peka terhadap nyeri.
Daerah vena diatas garis anorektum mengalir melalui sistem porta, sedangkan
yang berasal dari anus dialirkan ke sistem cava melalui cabang vena iliaka. Sistem
limfe dari rektum mengalirkan isisnya melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh
hemoroidalis superior kearah kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka
interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir kearah kelenjar
inguinal.

~5~

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. sumbunya mengarah ke


ventrokranial yaitu kearah umbilicus dan membentuk sudut ke dorsal dengan rektum
dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi, sudut ini menjadi lebih besar. Batas atas
kanalis analis disebut garis anorektum, garis mukokuta, linea pektinata, dan linea
dentata. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna
rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat
membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba didalam kanalis analis
sewaktu melakukan rectal toucher, dan menunjukkan batas antara sfingter interna dan
sfingter eksterna (garis Hilton).
Cincin sfingter anus melingkari sfingter analis dan terdiri dari sfingter interna dan
sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter interna,
otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen
m.sfingter eksternus. M.sfingter internus terdiri dari serabut otot polos, sedangkan
m.sfingter eksterna terdiri dari serabut otot lurik.

Gambar 1. Anatomi Rektum dan Anal


Pendarahan Arteri 3,4
Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika inferior.
Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang yang kanan
akan bercabang kembali. Letak ketiga cabang terakhir ini mungkin dapat menjelaskan
letak hemoroid sebelah kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.
Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna,
sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis antara

~6~

arcade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang mempunyai
makna penting pada tindak bedah atau sumbatan aterosklerotik di daerah percabangan
aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid inferior dapat
menjamin pendarahan di kedua ekstremitas bawah. Pendarahan pleksus hemoroidalis
merupakan kolateral luas dan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari hemoroid
interna menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan bukan darah vena warna
kebiruan.

Gambar 2. Aliran arteri canalis analis (Schwartz, 2010)


Pendarahan Vena 3,4
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan
berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui
vena lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut
menentukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rectum dapat menyebar sebagai embolus
vena ke dalam hati, sedangkan embolus septic dapat menyebabkan pileflebitis. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam
vena iliaka interna dan sistem cava. Pembesaran vena hemoroidalis dapat menimbulkan
keluhan hemoroid.

~7~

Gambar 3. Aliran vena canalis analis (Netter, 2010)


Penyaluran Limfe3
Pembuluh limfe dari kanalis analis membentuk pleksus halus yang menyalurkan
isinya menuju ke kelnjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini cairan limfe terus
mengalir sampai ke kelanjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat
mengakibatkan limfeadenopati inguinal. Pembuluh limfe dari rectum di atas garis
anorektum berjalan seiring dengan vena hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar
limfe mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi karsinoma rectum
dan anus didasarkan pada anatomi saluran limfe ini.

~8~

Gambar 4. Aliran limfe canalis analis (Netters Anatomy, 2010)


Persarafan3
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut simpatik
berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari sistem parasakral yang terbentuk
dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga dan keempat. Unsur simpatis pleksus
ini menuju ke arah struktus genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air
mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes) berasal dari sacral kedua,
ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan erektil penis dan klitoris serta
mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran darah ke dalam jaringan ini. Oleh
karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu operasi radikal panggul seperti
ekstirpasi radikal rectum atau uterus dapat menyebabkan gangguan fungsi vesika
urinaria dan gangguan fungsi seksual.
Tunika mukosa setengah atas bagian canalis analis peka terhadap regangan dan
dipersarafi oleh serabut-serabut sensorik yang berjalan ke atas melalui plexus
hypogatricus. Setengah bagian bawah canalis analis peka terhadap nyeri, suhu, dan raba
serta dipersarafi oleh nervus rectalis inferior. Musculus sphincter ani internus involunter
dipersarafi oleh serabut simpatis dari plexus hypogastricus inferior. Musculus sphinter
ani externus volunter dipersarafi oleh n. rectalis inferior, cabang n. pudendus dan ramus
perinealis n. sacralis keempat.

~9~

Gambar 5. Innervasi trigonum analis (Netter, 2010)

B. FISIOLOGI REKTUM dan ANUS2

Fungsi utama dari rektum dan kanalis anal adalah untuk menghantarkan massa
feses yang terbentuk di tempat yang lebih tinggi dan melakukan hal tersebut dengan
cara terkontrol. Rektum dan kanalis anal tidak begitu berperan dalam proses
pencernaan, selain hanya dapat menyerap sedikit cairan. Selain itu, sel-sel Goblet
mukosa mengeluarkan mucus yang berfungsi sebagai pelicin keluarnya massa feses.
Pada hampir setiap waktu rektum tidak berisi feses. Hal ini sebagian diakibatkan
adanya otot sfingter yang tidak begitu kuat yang terdapat pada rectosigmoid junction
kira-kira 20cm dari anus. Terdapatnya lekukan tajam dari tempat ini juga memberi
tambahan penghalang masuknya feses ke rektum. Akan tetapi, bila suatu gerakan usus
mendorong feses ke arah rektum, secara normal hasrat untuk defekasi akan timbul,
yang ditimbulkan oleh reflex kontraksi dari rektum dan relaksasi dari otot sfingter.
Feses tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat
adanya kontraksi tonik otot sfingter ani interna dan eksterna.
C. HEMOROID
Hemoroid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis. Tindakan hanya dilakukan
bila hemoroid menimbulkan keluhan atau penyulit. Kata hemoroid berasal dari kata
haemorrhoides (Yunani) yang berarti aliran darah (haem=darah, rhoos=aliran) jadi

~ 10 ~

dapat diartikan sebagai darah yang mengalir keluar.5 Bantalan hemoroid adalah hal yang
normal sebagai bagian dari canalis anal. Struktur bantalan hemoroid terdiri dari
pembuluh darah, otot halus, jaringan elastin dan penyambung untuk mencegah
kerusakan dari otot sfingter. Tiga kompleks hemoroid utama adalah canalis anal
transvers lateral kiri, kanan depan, dan kanan belakang.
Halangan aliran darah disekitar canalis anal dan peregangan memicu prolaps
jaringan di canalis analis. Seiring berjalannya waktu, sistem anatomi yang menunjang
kompleks hemoroid menjadi lemah, paparan jaringan ini kemudian keluar dari canalis
anal dan menyebabkankan cedera. Hemoroid dapat menimbulkan gejala karena banyak
hal. Faktor yang memegang peranan ialah mengedan pada waktu defekasi, konstipasi
menahun, kehamilan, dan obesitas.5
Kebiasaan mengedan lama dan berlangsung kronik merupakan salah satu risiko
untuk terjadinya hemoroid. Peninggian tekanan saluran anus akan menurunkan aliran
balik vena, sehingga vena membesar dan merusak jaringan ikat penunjang. 6 Hemoroid
interna merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior (v. hemoroidalis) dan
diliputi oleh mukosa. Cabang vena yang terletak pada collum anales posisi jam 3,7, dan
11 bila dilihat saat paien dalam posisi litotomi mudah sekali menjadi varises.
Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena
sering ditemukan pada anggota keluarga yang sama. Vena rectalis superior merupakan
bagian paling bergantung pada sirkulasi portal dan tidak berkatup. Disini jaringan ikat
longgar submukosa sedikit memberi penyokong pada dinding vena. Selanjutnya aliran
balik darah vena dihambat oleh kontraksi lapisan otot dinding rectum selama defekasi.
Konstipasi kronik yang dikaitkan dengan mengedan yang lama merupakan faktor
predisposisi. Hemoroid kehamilan sering terjadi akibat penekanan vena rectalis
superior oleh uterus gravid. Hipertensi portal akibat sirosis hati juga dapat
menyebabkan hemoroid. Kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena rectalis
superior.6
Hemoroid

eksterna

adalah

pelebaran

cabang-cabang

vena

rectalis

(hemorrhoidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus. Hemoroid
ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemoroid interna yang sudah ada.
Keadaan klinik yang lebih penting adalah ruptura cabang-cabang v. rectalis inferior
sebagai akibat batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada jaringan
submukosa dekat anus. Pembengkakan kecil berwarna biru ini dinamakan hematoma
perianal.6

~ 11 ~

Kedua pleksus hemoroid, internus dan eksternus, saling berhubungan secara


longgar dan merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rectum
sebelah bawah dan anus. Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke v. hemoroid
superior dan selanjutnya ke vena porta. Pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah
ke peredaran sistemik melalui daerah perineum dan lipat paha ke daerah v. Iliaka.2
1. Tipe Hemoroid
Hemoroid dibedakan atas hemoroid interna dan eksterna.1

Gambar 6. Perbedaan hemoroid interna dan eksterna (Netter, 2010).


2. Gejala Klinis2
Banyak kasus anorektal, termasuk fissura, fistula, abses, atau iritasi dan gatal
(pruritus ani), memiliki gejala yang minimal dan akan menimbulkan ke arah diagnosa
hemoroid yang keliru. Hemoroid biasanya tidak berbahaya. Tetapi pada kenyataanya
pasien dapat megalami perdarahan yang terus menerus sehingga dapat menimbulkan
anemia bahkan kematian.

Hemoroid Eksterna2
Pada fase akut, hemoroid eksterna dapat menyebabkan nyeri, biasanya
berhubungan dengan adanya udem dan terjadi saat mobilisasi. Hal ini muncul
sebagai akibat dari trombosis dari v. hemorrhoid dan terjadinya perdarahan ke
jaringan sekitarnya. Beberapa hari setelah timbul nyeri, kulit dapat mengalami
nekrosis dan berkembang menjadi ulkus, akibatnya dapat timbul perdarahan.

~ 12 ~

Pada beberapa minggu selanjutnya area yang mengalami trombus tadi dapat
mengalami perbaikan dan meninggalkan kulit berlebih yang dikenal sebagai skin
tag. Akibatnya dapat timbul rasa mengganjal, gatal dan iritasi.

Hemoroid Interna2
Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul dan pruritus.
Trombosis atau prolapsus akut yang disertai edema atau ulserasi luar biasa nyerinya.
Hemoroid interna bersifat asimtomatik, kecuali bila prolaps dan menjadi stangulata.
Tanda satu-satunya yang disebabkan oleh hemoroid interna adalah pendarahan darah
segar tanpa nyeri per rektum selama atau setelah defekasi. Gejala yang muncul pada
hemoroid interna dapat berupa:
1. Perdarahan
Merupakan gejala yang paling sering muncul dan biasanya merupakan awal
dari penyakit ini. Perdarahan berupa darah segar dan biasanya tampak setelah
defekasi apalagi jika fesesnya keras. Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih
hebat, hal ini disebabkan karena prolaps bantalan pembuluh darah dan mengalami
kongesti oleh sphincter ani.
2. Prolaps
Dapat dilihat adanya tonjolan keluar dari anus. Tonjolan ini dapat masuk
kembali secara spontan ataupun harus dimasukan kembali oleh tangan.
3. Nyeri dan rasa tidak nyaman
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses
dll) hemoroid interna sendiri biasanya sedikit saja yang menimbulkan nyeri. Kondisi
ini dapat pula terjadi karena terjepitnya tonjolan hemoroid oleh sphincter ani
(strangulasi).
4. Keluarnya Sekret
Walaupun tidak selalu disertai keluarnya darah, sekret yang menjadi lembab
sehingga rawan untuk terjadinya infeksi akan menganggu kenyamanan penderita

~ 13 ~

Gambar 7. Derajat Hemoroid Interna


3. Diagnosa5
Anamnesis
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang
membutuhkan tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk
berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan. Pemeriksaan
umum tidak boleh diabaikan karena keadaan ini dapat disebabkan oleh penyakit lain
seperti sindrom hipertensi portal. Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi
apalagi bila terjadi trombosis. Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka
tonjolan yang ditutupi epitel penghasil musin akan dapat dilihat apabila penderita
diminta mengejan.

Inspeksi
Dilihat kulit di sekitar perineum dan dilihat secara teliti adakah jaringan/tonjolan yang
muncul. Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu keluhan di region anal
yang dapat ditegakkan dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II tidak terdapat
benjolan mukosa yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup
kulit dapat kelihatan sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, kanan
depan, kanan belakang, dan kiri lateral. Hemoroid yang kecil terletak diantara ketiga
posisi tersebut. Hemoroid derajat III dan IV yang besar akan segera dapat dikenali
dengan adanya massa yang menonjol dari lubang anus yang bagian lainnya ditutupi
kulit dan bagian dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.

Palpasi
Hemoroid interna pada stadium awalnya merupakan pelebaran vena yang lunak dan
mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi. Hanya setelah hemoroid
berlangsung beberapa lama dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa
mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba.

~ 14 ~

PEMERIKSAAN TAMBAHAN

1. Rectal toucher (RT)


Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri. Hemoroid ini
dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering prolaps,
selaput lendir akan menebal. Thrombosis dan fibrosis pada perabaan teraba padat
dengan dasar lebar.
2. Anuskopi
Diperlukan untuk menilai hemoroid interna yang tidak menonjol keluar. Anoskop
dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat kuadran. Hemoroid interna terlihat
sebagai struktur vascular yang menonjol ke dalam lumen. Jika penderita diminta
untuk mengedan sedikit, ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau
prolaps akan lebih nyata banyaknya benjolan, derajat, letak, besarnya, dan keadaan
lain seperti polip, fissura ani, dan tumor ganas harus diperhatikan.
3. Proktosigmoidoskopi
Diperlukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang
atau keganasan.
4. Diagnosa Banding2
Jika terjadi rasa nyeri akut di daerah anus, harus dipikirkan adanya fisura ani, rasa
nyeri pada hemoroid jarang terjadi kecuali sudah timbul trombosis atau prolaps. Fisura
ani dapat dilihat di daerah anterior atau posterior dan abses perianal tampak sebagai
masa lunak yang berfluktuasi. Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama
hemoroid interna juga terjadi pada karsinoma kolorektal, penyakit divertikel, polip, dan
colitis ulserativa.

5. Terapi
a. Hemoroid Eksterna
Trombosis akut pada hemoroid eksterna merupakan penyebab nyeri yang
konstan pada anus. Penderita umumnya berobat ke dokter pada fase akut (2- 3 hari
pertama). Jika keluhan belum teratasi, dapat dilakukan eksisi dengan anestesi lokal.
Kemudian dilanjutkan dengan pengobatan non operatif. Eksisi dianjurkan karena
trombosis biasanya meliputi satu pleksus pembuluh darah. Insisi mungkin tidak

~ 15 ~

sepenuhnya mengevakuasi bekuan darah dan mungkin menimbulkan pembengkakan


lebih lanjut dan perdarahan dari laserasi pembuluh darah subkutan. Insisi tampaknya
lebih sering menimbulkan skin tag daripada eksisi.4
b. Hemoroid Interna
Tabel I. Klasifikasi Hemorrhoid Interna6
Klasifikasi
Derajat 1 Tidak ada protusi dari
hemoroid, hanya perdarahan

Derajat 2 Protusi hemoroid dapat


kembali ke canal anus secara spontan

Derajat 3 Protusi hemoroid dapat


kembali ke canal anus dengan
bantuan jari

Derajat 4 Protusi hemoroid tidak


dapat kembali ke canal anus

Pilihan Terapi

Diet

Medikamentosa

Sclerotherapy

Infrared coagulation

Sclerotherapy

Infrared coagulation

Banding [recurring banding may


require Procedure for Prolapse
and Hemorrhoids (PPH)]

Banding

Hemorrhoidectomy

Prosedur untuk Prolapse and


Hemorrhoids (PPH)

Hemorrhoidectomy

Prosedur untuk Prolapse and


Hemorrhoids (PPH)

Dikutip dari : Harrison's PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE

Terapi Non Invasif6

~ 16 ~

Diperuntukan bagi penderita dengan keluhan minimal. Yang disampaikan meliputi:


a. Nasehat

Jangan mengedan terlalu lama

Mengkonsumsi makanan yang berserat tinggi

Membiasakan selalu defekasi, jangan ditunda

Minum kira-kira 8 gelas sehari

b. Obat-obatan vasostopik
Kombinasi Diosmin dan Hesperidin (ardium) yang bekerja pada vascular dan
mikro sirkulasi dikatakan dapat menurunkan desensibilitas dan stasis pada vena dan
memperbaiki permeabilitas kapiler.6 Untuk terapi hemoroid interna biasanya
diberikan dosis Diosmin 1350 mg dan Hesperidin 150 mg 2x dalam sehari selama 4
hari dilanjutkan Diosmin 900 mg dan Hesperidin 100 mg 2x sehari selama 3 hari.
Ambulatory Treatment

Skleroterapi
Adalah penyuntikan larutan kimia, misalnya Fenol 5 % dalam minyak nabati,
atau larutan quinine dan urea 5% yang disuntikan ke submukosa dalam jaringan
areolar longgar di bawah jaringan hemoroid. Sclerotheraphy dilakukan untuk
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan
parut pada hemoroid. Secara teoritis, teknik ini bekerja dengan cara mengobliterasi
pembuluh darah dan memfiksasinya ke lapisan mukosa anorektal untuk mencegah
prolaps. Terapi ini cocok untuk hemoroid interna grade I yang disertai perdarahan.
Kontraindikasi teknik ini adalah pada keadaan inflammatory bowel disease,
hipertensi portal, kondisi immunocomprommise, infeksi anorektal, atau trombosis
hemoroid yang prolaps. Komplikasi skleroterapi biasanya akibat penyuntikan
cairan yang tidak tepat atau kelebihan dosis pada satu tempat. Komplikasi yang
paling sering adalah pengelupasan mukosa, kadang bisa menimbulkan abses.5

~ 17 ~

Gambar 8. Skleroterapi (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/


fact_sheet/html/haemorrhoids.html)

Infrared Coagulation
Teknik ini dilakukan dengan cara memberikan radiasi infra merah dengan
lampu tungsten-halogen yang difokuskan ke jaringan hemoroid dari reflector plate
emas melalui tabung polymer khusus. Sinar koagulator infra merah (IRC)
menembus jaringan ke submukosa dan dirubah menjadi panas, menimbulkan
inflamasi, destruksi jaringan di daerah tersebut. Daerah yang akan dikoagulasi
diberi anestesi lokal terlebih dahulu. Komplikasi biasanya jarang terjadi, umumnya
berupa koagulasi pada daerah yang tidak tepat.5

Gambar 9. Infrared coagulation (diambil dari: www.hcd2.bupa.co.uk/


fact_sheet/html/haemorrhoids.html)

Cryotheraphy
Teknik ini didasarkan pada pembekuan dan pencairan jaringan yang secara
teori menimbulkan analgesia dan perusakan jaringan hingga terbentuk jaringan
parut.5

Rubber Band Ligation


Merupakan pilihan kebanyakan pasien dengan derajat I dan II yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan perubahan diet, tetapi dapat juga dilakukan pada
hemoroid derajat III. Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat
diatasi dengan ligasi menurut Baron ini.5

~ 18 ~

Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas hemoroid yang menonjol dijepit dan
ditarik atau dihisap ke dalam lubang ligator khusus. Rubber band didorong dan
ligator ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus hemorrhoidalis.
Nekrosis karena iskemia terjadi dalam beberapa hari. Mukosa bersama rubber
band akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan terjadi pada pangkalnya.
Komplikasi yang sering terjadi berupa edema dan trombosis.6
Untuk pasien dengan terapi laser dengan prolaps, Rubber Band Ligation
adalah cara terpilih di AS untuk terapi hemoroid internal. Dengan prosedur ini,
jaringan hemorrhoid ditarik ke dalam double-sleeved cylinder untuk menempatkan
karet disekeliling jaringan. Seiring dengan jalannya waktu, jaringan dibawahnya
akan mengecil.6

Gambar 10. Rubber Band Ligation (dari www.pph.com)


Surgical Approach5

Hemorrhoidectomy
Merupakan metoda pilihan untuk penderita derajat III dan IV atau pada
penderita yang mengalami perdarahan yang berulang yang tidak sembuh dengan
cara lain. Penderita yang mengalami hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis
dan nyeri yang hebat dapat segera ditolong dengan teknik ini. Prinsip yang harus
diperhatikan pada hemorrhoidectomy adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan
yang benar-benar berlebihan, dengan tidak mengganggu sphincter ani.
Ada 2 variasi daras tindakan bedah hemorrhoidectomy, yaitu:
1. Open hemorrhoidectomy
2. Closed hemorrhoidectomy
Perbedaannya tergantung pada apakah mukosa anorectal dan kulit perianal ditutup
atau tidak setelah jaringan hemorrhoid dieksisi dan diligasi.

~ 19 ~

Hemorrhoidectomy terbuka dipopulerkan oleh Milligan-Morgan, tahun1973. Di


Amerika, teknik tertutup yang digambarkan oleh Ferguson dan Heaton lebih dikenal
karena:

Mengambil jaringan patologis

Perbaikan jaringan cepat

Lebih nyaman

Gangguan defekasi minimal

Hemorrhoidectomy Stapler
Tindakan bedah hemoroid umumnya menyebabkan rasa sakit hebat, apabila
muko-kutan yakni bagian kulit tipis yang meliputi lubang anus terpaksa dilukai. Bagian
yang sangat sensitif Ano-Cutan, mempunyai sensor syaraf rasa raba dan rasa sakit yang
sangat rapat sebagaimana perabaan ujung jari tangan yang sangat nyeri apabila terluka.
Pada teknik operasi tanpa rasa sakit, bagian muko-kutan sengaja tidak dilukai, dan
pleksus hemoroid yang melipat keluar yang tidak mempunyai sensor rasa sakit,
dipotong dan difiksasi kembali kearah proksimal.5

Gambar 11. Stapled hemorrhodopexy (diambil dari: www.pph.com)

~ 20 ~

BAB IV
KESIMPULAN

Hemoroid adalah pelebaran pleksus hemorrhoidalis. Tindakan hanya dilakukan bila


hemoroid menimbulkan keluhan atau penyulit. Hemoroid terbagi 2, yakni hemoroid interna
dan eksterna. Hemoroid interna merupakan pelebaran cabang-cabang v. rectalis superior (v.
hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Hemoroid eksterna adalah pelebaran cabang-cabang
vena rectalis (hemorrhoidalis) inferior waktu vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus.
Hemoroid ini diliputi kulit dan sering dikaitkan dengan hemoroid interna yang sudah ada.
Penyebab hemoroid interna diduga kelemahan kongenital dinding vena karena sering
ditemukan pada anggota keluarga yang sama, konstipasi kronik yang dikaitkan dengan
mengedan yang lama merupakan faktor predisposisi, hemoroid kehamilan sering terjadi
akibat penekanan vena rectalis superior oleh uterus gravid, hipertensi portal akibat sirosis hati
juga dapat menyebabkan hemoroid, kemungkinan kanker rectum juga menghambat vena
rectalis superior. Keadaan klinik yang penting pada hemoroid eksterna adalah sebagai akibat
batuk atau mengedan, disertai adanya bekuan darah kecil pada jaringan submukosa dekat
anus.
Penatalaksaan pada hemoroid meliputi terapi non invasif seperti diet tinggi serat,
memperbanyak minum air putih, dan megurangi aktivitas duduk lama; terapi medikamentosa
seperti obat-obatan vasostopik; terapi ambulatory seperti skleroterapi, cryoterapi, rubber
band ligation, dan infrared coagulation; dan terapi bedah yakni hemoroidektomi dengan
berbagai tekhnik.

~ 21 ~

DAFTAR PUSTAKA

1. Simadibrata,M.Hemoroid. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI;
2009. hal 587-90.
2. Jong WD, Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC; 2005. hal 672-75.
3. Snell, Richard S, .2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa
Liliana Sugiharto; Ed 6. EGC : Jakarta.
4. Netter, Frank H. 2010. Netters Clinical Anatomy. 2nd edition. Saunders Elsevier:
Philadelpia
5. Charles Brunicardi. 2010. Schwartz's Principles of Surgery. 9th

Edition. The

McGraw-Hill Companies, Inc: United States of America


6. Longo, et all. 2012. Harrison's PRINCIPLES OF INTERNAL MEDICINE. 18th
Edition. McGraw-Hill Companies, Inc: United States of America.

~ 22 ~

Anda mungkin juga menyukai