BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Infeksi saluran kemih adalah infeksi akibat berkembang biaknya mikroorganisme di
dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak memiliki bakteri, virus
ataupun mikroorganisme lainnya.4 Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit
infeksi yang sering ditemukan dalam masyarakat walaupun perkembangan teknologi dan
pengobatan di bidang kesehatan seperti penggunaan antiboitk sudah cukup maju dan beredar
luas di masyarakat.1
Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri Escherichia
coli yang melakukan invasi secara asending ke saluran kemih dan menimbulkan reaksi
peradangan. Kejadian infeksi saluran kemih dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia,
jenis kelamin, kelainan pada saluran kemih, kateterisasi, penyakit diabetes, kehamilan, dan
lain-lain. 1,2,3,4. Ilmu kesehatan modern saat ini telah memudahkan diagnosis dan terapi infeksi
saluran kemih sehingga dengan deteksi dini faktor predisposisi dan pengobatan yang adekuat
dengan antibiotik yang sesuai maka pasien dapat sembuh sempurna tanpa komplikasi4.
Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua perempuan
dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Infeksi saluran kemih tipe sederhana jarang
dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik walau sering mengalami ISK berulang.
Berdasarkan survei di rumah sakit Amerika Serikat tahun 2002, kematian yang timbul dari
infeksi saluran kemih diperkirakan lebi dari 13.000 (2,3 % angka kematian). Sementara itu,
kurang dari 5 % kasus bakteriuria berkembang menjadi bakterimia. Infeksi saluran kemih
yang berkaitan dengan kateter adalah penyebab utama infeksi sekunder aliran darah
nosokomial. Sekitar 17 % infeksi bakterimia nosokomial bersumber dari infeksi saluran
kemih dengan angka kematian sekitar 10 %.
Lebih kurang 35% kaum wanita selama hidupnya pernah menderita infeksi saluran
kemih akut dan umur tersering adalah di kelompok umur antara 20 sampai 50 tahun. Angka
kejadian bakteriuri pada wanita meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan aktifitas
seksual. Prevalensi selama periode sekolah (school girls) 1% meningkat menjadi 5% selama
periode aktif seksual. Ini dibuktikan dengan banyaknya temuan yang menunjukkan kelompok
wanita yang tidak menikah angka kejadian ISK lebih rendah dibandingkan dengan kelompok
2
yang sudah menikah . Menurut Journal of Oxford prevalensi infeksi saluran kemih meningkat
dari 0,47% pada tahun 2000 menjadi 1,7% pada tahun 2003.4
Insiden ISK ini pada bayi dan anak sekolah berkisar 1-2%, pada wanita muda yang
tidak hamil 4-7 %. Wanita lebih sering menderita ISK dibanding pria, kira-kira 50 % dari
wanita pernah menderita ISK selama hidupnya. Bahkan wanita dapat mngalami ISK berulang
sehingga dapat mengganggu kehidupan sosialnya.
Peneliti epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih
merupakan faktor resiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status saluran kemih
pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi
bakteri sering mengalami kambuh bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran
kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Zat makanan
dari bakteri akan meningkat dari normal, diikuti refluks mikroorganisme dari kandung kemih
ke ginjal. Endotoksin dapat mengambat peristaltik ureter.
Kateter urin adalah selang yang bisa dimasukkan ke dalam kandung kemih untuk
mengalirkan urin. Kateter ini biasanya dimasukkan melalui uretra ke dalam kandung kemih,
namun metode lain yang disebut pendekatan supra pubik dapat digunakan. Katerisasi
kandung kemih di lakukan dengan memasukkan selang plastik atau karet melalui uretra k
dalam kandung kemih. Kateter memungkinkan mengalirnya urin yang berkelanjutan pada
klien yang tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami obstruksi.
Kateter juga menjadi alat untuk mengkaji keluaran urin per jam pada klien yang status
hemodinamiknya tidak stabil. Karena katerisasi kandung kemih membawa resiko ISK dan
trauma pada uretra, maka untuk mengumpulkan spesimen maupun menangani inkontinuitas
lebih dipilih tindakan yang lain.
Berdasarkan survey awal yang dilakukan di bagian rekam medik RSU. Haji terdapat
325 kasus infeksi saluran kemih yang terjadi dari bulan januari sampai oktober tahun 2015.
Dari 325 kasus 64 diantaranya di sebabkan karena penggunaan kateter. Berdasarkan data
yang di peroleh peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai hubungan
penggunaan kateter dengan infeksi saluran kemih di RSU. Haji.
3
Apakah ada hubungan penggunaan kateter dengan infeksi saluran kemih di RSU. Haji
tahun 2015?
1.3 Hipotesa
Terdapat hubungan antara penggunaan kateter dengan infeksi saluran kemih di RSU.
Haji tahun 2015.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan penggunaan kateter dengan infeksi saluran kemih di
RSU. Haji tahun 2015.
1.4.2
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah :
a. Untuk mengetahui umur yang paling banyak mengalami infeksi saluran kmih
akibat penggunaan kateter di RSU. Haji tahun 2015.
b. Untuk mengetahui jenis kelamin yang paling banyak mengalami infeksi saluran
kmih akibat penggunaan kateter di RSU. Haji tahun 2015.
4
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan
penggunaan kateter dengan kejadian infeksi saluran kemih.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Sistem urinarius terdiri dari 2 ginjal (ren), 2 ureter, vesika urinaria dan uretra. System
urinarius berfungsi sebagai system ekskresi dari cairan tubuh. Ginjal berfungsi untuk
membentuk atau menghasilkan urin dan saluran kemih lainnya berfungsi untuk
mengekskresikan atau mengeliminasi urin. Sel-sel tubuh memproduksi zat-zat sisa seperti
urea, kreatinin dan ammonia yang harus diekskresikan dari tubuh sebelum terakumulasi dan
menyebabkan toksik bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berfungsi untuk regulasi volume darah
tubuh, regulasi elekterolit yang terkandung dalam darah, regulasi keseimbangan asam basa,
dan regulasi seluruh cairan jaringan tubuh. Saluran kemih bagian atas adalah ginjal,
sedangkan ureter, kandung kemih (vesika urinaria) dan uretra merupakan saluran kemih
bagian bawah.
terdapat bagian lebih gelap, yaitu medulla renal. Ujung ureter yang berpangkal di ginjal,
6
berbentuk corong lebar disebut pelvis renal. Pelvis renal bercabang dua atau tiga, disebut
kaliks mayor yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor. Dari kaliks
minor, urin masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renal kemudian ke ureter, sampai akhirnya
ditampung di dalam kandung kemih.
Ureter terdiri dari dua saluran pipa yang masing-masing menyambung dari
ginjal ke kandung kemih
penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan sebagian terletak
dalam rongga pelvis.
Kandung kemih adalah kantong yang terbentuk dari otot tempat urin mengalir dari
ureter. Dinding kandung kemih terdiri dari lapisan sebelah luar (peritonium).
Definisi
2.3
Epidemilogi
Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit yang paling sering ditemukan di praktik
umum. Kejadian ISK dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti usia, gender, prevalensi
bakteriuria, dan faktor predisposisi yang mengakibatkan perubahan struktur saluran kemih
termasuk ginjal. ISK cenderung terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. ISK berulang
pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai factor predisposisi1.
Menurut penelitian, hampir 25-35% perempuan dewasa pernah mengalami ISK
selama hidupnya. Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering ditemukan pada
perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (School girls) 1% meningkat menjadi 5 %
selama periode aktif secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%
pada laki-laki dan perempuan jika disertai faktor predisposisi1.
Di Amerika Serikat, terdapat >7 juta kunjungan pasien dengan ISK di tempat praktik
umum. Sebagian besar kasus ISK terjadi pada perempuan muda yang masih aktif secara
seksual dan jarang pada laki-laki <50 tahun5. Insiden ISK pada laki-laki yang belum
disirkumsisi lebih tinggi (1,12%) dibandingkan pada laki-laki yang sudah disirkumsisi
(0,11%)3.
Tabel 2.1 Epidemiologi infeksi saluran kemih berdasarkan umur dan jenis kelamin
Etiologi
Eschericia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan ISK
simtomatik maupun asimtomatik
Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% ISK anak
laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp dan Stafilokokus dengan koagulase negatif
Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca
kateterisasi
Gambar. 4 gambaran bakteri E.coli, berbentuk basil dan adanya fimbrae atau pili
Sumber: http://www.kidneyatlas.org/book2/adk2_07.pdf
Tabel 2.2 Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih
10
Patogenesis
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik tergantung dari
patogenitas bakteri sebagai agent, status pasien sebagai host dan cara bakteri masuk ke
saluran kemih (bacterial entry) 1,3.
2.5.1
uropathogen.1,3,7,8.
Strain bakteri E. coli hidup atau berkoloni di usus besar atau kolon manusia. Beberapa
strain bakteri E. coli dapat berkoloni di daerah periuretra dan masuk ke vesika urinaria. Strain
E. coli yang masuk ke saluran kemih dan tidak memberikan gejala klinis memiliki strain yang
sama dengan strain E. coli pada usus (fecal E.coli), sedangkan strain E. coli yang masuk ke
saluran kemih manusia dan mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis adalah beberapa
strain bakteri E. coli yang bersifat uropatogenik dan berbeda dari sebagian besar E.coli di
usus manusia (fecal E.coli). Strain bakteri E.coli ini merupakan uropatogenik E.coli (UPEC)
yang memiliki faktor virulensi8.
Penelitian intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai
virulence determinalis1.
11
Alur
Adhesi
Pembentuk jaringan ikat (scarring)
Resistensi terhadap pertahanan tubuh
Perlengketan (attachment)
Resistensi terhadap fagositosis
Kelasi besi
Antibiotika resisten
Kemungkinan perlengketan
Hemolysin
Sumber: Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, hal.1010
Bakteri patogen dari urin dapat menyebabkan manifestasi klinis bergantung pada
perlengketan mukosa oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi faktor virulensi1.
12
kemih), maka proses selanjutnya dilakukan oleh faktor virulensi lainnya. Sebagian besar
uropatogenik E.coli (UPEC) menghasilkan hemolysin yang befungsi untuk menginisiasi
invasi UPEC pada jaringan dan mengaktivasi ion besi bagi kuman patogen (sekuestrasi besi).
Keberadaan kaspsul K antigen dan O antigen pada bakteri yang menginvasi jaringan saluran
kemih melindungi bakteri dari proses fagositosis oleh neutrofil. Keadaan ini mengakibatkan
UPEC dapat lolos dari berbagai mekanisme pertahanan tubuh host. Beberapa penelitian
terakhir juga mengatakan bahwa banyak bakteri seperti E.coli memiliki kemampuan untuk
menginvasi sel host sebagai patogen oportunistik intraseluler1,3,4.
Sifat patogenitas lain dari strain E.coli yaitu toksin, dikenal beberapa toksin seperti haemolysin, cytotoxic necrotizing factor-1 (CNF-1) dan iron uptake system (aerobactin dan
enterobactin). Hampr 95% sifat -haemolysin ini terikat pada kromosom dan berhubungan
dengan phatogenicity island (PAIS) dan hanya 5 % terikat pada gen plasmid4.
13
Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung dari
respon faktor luar. Konsep variasi MO ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi
yang bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu ketahanan hidup
bakteri berbeda dalam vesika urinaria dan ginjal1.
2.5.2
Menurut penelitian, status saluran kemih merupakan faktor risiko pencetus ISK. faktor
bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri
pada saluran kemih. Kolonisasi bakteri sering mengalami kambuh (eksaserbasi) bila sudah
terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis
ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal
dan sangat peka terhadap infeksi1.
Selain itu urin juga memiliki karakter spesifik (osmolalitas urin, konsentrasi urin,
konsentrasi asam organik dan pH) yang dapat menghambat pertumbuhan dan kolonisasi
bakteri pada mukosa saluran kemih. Menurut penelitian urin juga mengandung faktor
penghambat perlekatan bakteri yakni Tamm-Horsfall glycoprotein, dikatakan bahwa
bakteriuria dan tingkat inflamasi di saluran kemih meningkat pada defisit THG. THG
membantu mengeliminasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan berperan sebagai salah satu
mekanisme pertahanan tubuh3.
Retensi urin, stasis, dan refluks urin ke saluran cerna bagian atas juga dapat
meningkatkan pertumbuhan bakteri dan infeksi. Selain itu, abnormalitas anatomi dan
fungsional saluran kemih yang dapat menganggu aliran urin dapat meningkatkan kerentanan
host terhadap ISK1,3. Keberadaan benda asing seperti adanya batu, kateter, stent
membantu bakteri untuk bersembunyi dari mekanisme pertahanan host3,9
Tabel 2.4 Faktor predisposisi (pencetus) ISK
Faktor predisposisi (pencetus) ISK
Litiasis
Nekrosis papilar
Nefropati analgesik
dapat
14
Penyakit Sickle-cell
Senggama
Kateterisasi
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V, 2009, halaman 1009
Status Imunologi Pasien
Lapisan epitel pada dinding saluran kemih mengandung membran yang melindungi jaringan
dari infeksi dan berkapasitas untuk mengenali bakteri dan mengaktivasi mekanisme
pertahanan tubuh. Sel uroepithelial mengekspresikan toll-like receptors (TLRs) yang dapat
mengikat komponen spesifik dari bakteri sehingga menghasilkan mediator inflamasi. Respon
tubuh dengan mengsekresikan kemotraktan seperti interleukin-8 untuk merekrut neutrofil ke
area jaringan yang terinvasi. Selain itu, ginjal juga memproduksi antibodi untuk opsonisasi
dan fagositosis bakteri serta untuk mencegah perlekatan bakteri. Mekanisme imunitas seluler
dan humoral ini berperan dalam pencegahan ISK, oleh karena itu imunitas host berperan
penting dalam kejadian ISK3,4
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status secretor
mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga meningkat terkait
dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan
fenotipe golongan darah lewis1.
2.5.3
Terdapat beberapa rute masuk bakteri ke saluran kemih. Pada umumnya, bakteri di area
periuretra naik atau secara ascending masuk ke saluran genitourinaria dan menyebabkan
ISK1,2,3 Sebagian besar kasus pielonefritis disebabkan oleh naiknya bakteri dari kandung
kemih, melalui ureter dan masuk ke parenkim ginjal. Kejadian ISK oleh karena invasi MO
secara ascending juga dipermudah oleh refluks vesikoureter. Pendeknya uretra wanita
dikombinasikan dengan kedekatannya dengan ruang depan vagina dan rektum merupakan
predisposisi yang menyebabkan perempuan lebih sering terkena ISK dibandingkan laki-laki3,4
Penyebaran secara hematogen umumnya jarang, namun dapat terjadi pada pasien
dengan immunocompromised dan neonatus. Staphylococcus aureus, Spesies Candida, dan
15
Mycobacterium tuberculosis adalah kuman patogen yang melakukan perjalanan melalui darah
untuk menginfeksi saluran kemih2,3,4,9.
Penyebaran limfatogenous melalui dubur, limfatik usus, dan periuterine juga dapat
menyebabkan invasi MO ke saluran kemih dan mengakibatkan ISK. Selain itu, invasi
langsung bakteri dari organ yang berdekatan ke dalam saluran kemih seperti pada abses
intraperitoneal, atau fistula vesicointestinal atau vesikovaginal dapat menyebabkan ISK3.
2.6
Klasifikasi
16
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ISK (simtomatologi ISK) dibagi menjagi gejala-gejala lokal,
sistemik dan perubahan urinalisis. Dalam praktik sehari-hari gejala cardinal seperti disuria,
polakisuria, dan urgensi sering ditemukan pada hampr 90% pasien rawat jalan dengan ISK
akut4.
Tabel 2.5 Simtomatologi ISK
Lokal
Disuria
Polakisuria
Stranguria
Tenesmus
Nokturia
Enuresis nocturnal
Prostatismus
Inkontinesia
Nyeri uretra
Nyeri kandung kemih
Sistemik
Panas
badan
menggigil
Perubahan urinalisis
Hematuria
Piuria
Chylusuria
Pneumaturia
sampai
17
Nyeri kolik
Nyeri ginjal
Sumber: Nefrologi Klinik Edisi III, 2006, hal. 37
Manifestasi klinik pada infeksi saluran kemih atas dan infeksi saluran kemih bawah
pada pasien dewasa dapat dilihat pada gambar berikut:
18
nyeri pinggang (flank pain), panas menggigil, mual, dan muntah. Pada ISKA akut (PNA akut)
tipe complicated seperti obastruksi, refluks vesiko ureter, sisa urin banyak sering disertai
komplikasi bakteriemia dan syok, kesadaran menurun, gelisah, hipotensi hiperventilasi oleh
karena alkalosis respiratorik kadang-kadang asidosis metabolik4.
Pada pielonefritis kronik (PNK), manifestasi kliniknya bervariasi dari keluhankeluhan ringan atau tanpa keluhan dan ditemukan kebetulan pada pemeriksaan urin rutin.
Presentasi klinik PNK dapat berupa proteinuria asimtomatik, infeksi eksaserbasi akut,
hipertensi, dan gagal ginjal kronik (GGK)4.
Manifestasi klinik pada sistitis akut dapat berupa keluhan-keluhan klasik seperti
polakisuria, nokturia, disuria, nyeri suprapubik, stranguria dan tidak jarang dengan hematuria.
Keluhan sistemik seperti panas menggigil jarang ditemukan, kecuali bila disertai penyulit
PNA. Pada wanita, keluhan biasanya terjadi 36-48 jam setelah melakukan senggama,
dinamakan honeymoon cystitis. Pada laki-laki, prostatitis yang terselubung setelah senggama
atau minum alkohol dapat menyebabkan sistitis sekunder1,4.
Pada sistitis kronik, biasanya tanpa keluhan atau keluhan ringan karena rangsangan
yang berulang-ulang dan menetap. Pada pemeriksaan fisik mungkin ditemukan nyeri tekan di
daerah pinggang, atau teraba suatu massa tumor dari hidronefrosis dan distensi vesika
urinaria4.
Manifestasi klinis sindrom uretra akut (SUA) sulit dibedakan dengan sistitis.
Gejalanya sangat miskin, biasanya hanya disuri dan sering kencing1.
2.8
2.8.1
19
dengan piuria mempunyai bakteriuria dengan CFU per ml >10 5. Analisa ini menunjukkan
bahwa piuria mempunyai nilai lemah untuk prediksi ISK.
Tes dipstick pada piuria untuk deteksi sel darah putih. Sensitivitas 100% untuk >50
leukosit per HPF, 90% untuk 21-50 leukosit, 60% untuk 12-20 leukosit, 44 % untuk 6-12
leukosit. Selain itu pada pemeriksaan urin yang tidak disentrifuge dapat dilakukan
pemeriksaan mikroskopik secara langsung untuk melihat bakteri gram negatif dan gram
positif. Sensitivitas sebesar 85 % dan spesifisitas sebesar 60 % untuk 1 PMN atau
mikroorganisme per HPF. Namun pemeriksaan ini juga dapat mendapatkan hasil positif palsu
sebesar 10%10.
2.8.2
Uji Biokimia4
Uji biokimia didasari oleh pemakaian glukosa dan reduksi nitrat menjadi nitrit dari
bakteriuria terutama golongan Enterobacteriaceae. Uji biokimia ini hanya sebagai uji saring
(skrinning) karena tidak sensitif, tidak spesifik dan tidak dapat menentukan tipe bakteriuria.
2.8.3
Mikrobiologi4
Pemeriksaan mikrobiologi yaitu dengan Colony Forming Unit (CFU) ml urin.
Indikasi CFU per ml antara lain pasien-pasien dengan gejala ISK, tindak lanjut selama
pemberian antimikroba untuk ISK, pasca kateterisasi, uji saring bakteriuria asimtomatik
selama kehamilan, dan instrumentasi. Bahan contoh urin harus dibiakan lurang dari 2 jam
pada suhu kamar atau disimpan pada lemari pendingin. Bahan contoh urin dapat berupa urin
tengah kencing (UTK), aspirasi suprapubik selektif.
Interpretasi sesuai dengan kriteria bakteriura patogen yakni CFU per ml >105 (2x)
berturut-turut dari UTK, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai lekositouria > 10 per ml
tanpa putar, CFU per ml >105 (1x) dari UTK disertai gejala klinis ISK, atau CFU per ml >10 5
dari aspirasi supra pubik. Menurut kriteria Kunin yakni CFU per ml >10 5 (3x) berturut-turut
dari UTK..
2.8.4
yang biasa digunakan adalah USG, foto polos abdomen, pielografi intravena, micturating
cystogram dan isotop scanning. Investigasi lanjutan tidak boleh rutin tetapi harus sesuai
indikasi antara lain ISK kambuh, pasien laki-laki, gejala urologik (kolik ginjal, piuria,
hematuria), hematuria persisten, mikroorganisme jarang (Pseudomonas spp dan Proteus spp),
serta ISK berulang dengan interval 6 minggu.
2.9
Terapi
20
2.9.1
memelihara status hidrasi dan terapi antibiotik parenteral minimal 48 jam. Indikasi rawat
inap pada PNA antara lain kegagalan dalam mempertahankan hidrasi normal atau toleransi
terhadap antibiotik oral, pasien sakit berat, kegagalan terapi antibiotik saat rawat jalan,
diperlukan investigasi lanjutan, faktor predisposisi ISK berkomplikasi, serta komorbiditas
seperti kehamilan, diabetes mellitus dan usia lanjut.
The Infectious Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternative
terapi antibiotic IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam, sebelum adanya hasil kepekaan
biakan yakni fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin
spektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida.
2.9.2
Prinsip manajemen ISKB adalah dengan meningkatkan intake cairan, pemberian antibiotik
yang adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkanisasi urin dengan natrium
bikarbonat 16-20 gram per hari1,4
Pada sistitis akut, antibiotika pilihan pertama antara lain nitrofurantoin, ampisilin,
penisilin G, asam nalidiksik dan tetrasiklin. Golongan sulfonamid cukup efektif tetapi tidak
ekspansif. Pada sistitis kronik dapat diberikan nitrofurantoin dan sulfonamid sebagai
pengobatan permulaan sebelum diketahui hasil bakteriogram4.
2.10
Komplikasi1
Komplikasi ISK bergantung dari tipe yaitu ISK tipe sederhana (uncomplicated) dan ISK tipe
berkomplikasi (complicated).
2.10.1 ISK sederhana (uncomplicated)
ISK akut tipe sederhana yaitu non-obstruksi dan bukan pada perempuan hamil pada
umumnya merupakan penyakit ringan (self limited disease) dan tidak menyebablan akibat
lanjut jangka lama.
2.10.2 ISK tipe berkomplikasi (complicated)
ISK tipe berkomplikasi biasanya terjadi pada perempuan hamil dan pasien dengan diabetes
mellitus. Selain itu basiluria asimtomatik (BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti
penurun laju filtrasi glomerulus (LFG).
Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida dan
infeksi gram negatif lainnya dapat dijumpai pada pasien DM. Pielonefritis emfisematosa
disebabkan oleh MO pembentuk gas seperti E.coli, Candida spp, dan klostridium tidak
21
jarang dijumpai pada pasien DM. Pembentukan gas sangant intensif pada parenkim ginjal dan
jaringan nekrosis disertai hematom yang luas. Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok
septik dan nefropati akut vasomotor.
Abses perinefritik merupakan komplikasi ISK pada pasien DM (47%), nefrolitiasis
(41%), dan obstruksi ureter (20%).
Tabel 2.6 Morbiditas ISK selama kehamilan
Kondisi
BAS tidak diobati
Risiko Potensial
Pielonefritis
Bayi prematur
Anemia
Pregnancy-induced hypertension
Fetal death
Sumber: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, 2009, hal. 1012
2.11
Prognosis4
Prognosis pasien dengan pielonefritis akut, pada umumnya baik dengan penyembuhan
100% secara klinik maupun bakteriologi bila terapi antibiotika yang diberikan sesuai. Bila
terdapat faktor predisposisi yang tidak diketahui atau sulit dikoreksi maka 40% pasien PNA
dapat menjadi kronik atau PNK. Pada pasien Pielonefritis kronik (PNK) yang didiagnosis
terlambat dan kedua ginjal telah mengisut, pengobatan konservatif hanya semata-mata untuk
mempertahankan faal jaringan ginjal yang masih utuh. Dialisis dan transplantasi dapat
merupakan pilihan utama.
Prognosis sistitis akut pada umumnya baik dan dapat sembuh sempurna, kecuali bila
terdapat faktor-faktor predisposisi yang lolos dari pengamatan. Bila terdapat infeksi yang
sering kambuh, harus dicari faktor-faktor predisposisi. Prognosis sistitis kronik baik bila
diberikan antibiotik yang intensif dan tepat serta faktor predisposisi mudah dikenal dan
diberantas.
22
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independent
Variabel Dependen
Penggunaan Kateter
Definisi Opersional
Variabel
Defenisi
Alat Ukur
Infeksi
Penderita
Saluran
infeksi saluran
Kemih
kemih
Hasil Ukur
Skala
Pengukuran
Nominal
Rekam Medik
akibat
penggunaan
kateter
Lama
Umur
responden sejak
lahir
hingga
penelitian
Jenis
berlangsung
Jenis kelamin Pengambilan Data
Kelamin
yang tercantum
a.
b.
c.
d.
e.
21-30
31-40
41-50
51-60
>60
interval
a. Laki-laki
Nominal
b. Perempuan
dalam
keterangan
kelahiran
3.3
Hipotesis
Ho= Tidak terdapat hubungan penggunaan kateter dengan infeksi saluran kemih di
RSU. Haji tahun 2015.
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan studi analitik dengan rancangan kasus kontrol (case
control).
4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
4.2.1
Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November sampai bulan Desember
2015.
4.2.2
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSU. Haji Medan.
4.3
Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini dibagi atas populasi kasus yaitu seluruh
pasien yang menderita infeksi saluran kemih dari bulan januari sampai dengan
bulan oktober 2015 di RSU. Haji Medan yaitu 325 orang dan populasi kontrol
yaitu seluruh pasien yang tidak menderita infeksi saluran kemih dari bulan
januari sampai dengan bulan oktober tahun 2015.
4.3.2
Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian ini adalah pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi.
Kriteria inklusi :
1. Pasien yang menderita infeksi saluran kemih
2. Pasien yang menggunakan kateter
3. Bersedia menjadi responden
24
Kriteria eksklusi :
1. Pasien yang tidak bersedia menjadi responden
2. Pasien yang memiliki riwayat infeksi saluran kemih.
Sampel ditentukan dengan cara simple random sampling dimana jumlah sample
ditentukan dengan rumus:
n =
n = Jumlah sampel
d = Derajat kesalahan yang diinginkan (0,1)
N = Jumlah Populasi (KK)
Sumber : Metodologi Penelitian Kesehatan, Dr. Sukidjo Notoadmodjo (2010).
n = 325/1 + 325 (0,1)2
= 325/4,25
= 76,47
Jadi, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 76,47 dibulatkan
menjadi 76 sampel.
4.4
dari rekam medik pasien yang menderita infeksi saluran kemih dari bulan januari sampai
dengan oktober tahun 2015.
4.5 Alat Pengumpulan
Analisa data dilakukan secara manual dan selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel
dengan tahapan sebagai berikut:
4.5.1
Analisis Univariat
25
Analisis ini dilakukan pada tiap variabel dari hasil penelitian. Analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan presentasi dari tiap variabel.
4.5.2
Analisis Bivariat
Dalam analisis ini dilakukan pengujian statistik yaitu chi-square dengan
Penyakit
Kasus
Kontrol
Positif
Negatif
Total
A
C
a+c
b
d
b+d
Total
a+b
c+d
a+b+c+d