Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Merujuk pada Al Quran, Islam tidak menganjurkan pada pemeluknya
untuk membentuk negara, tetapi Islam mengajarkan bagaimana membentuk
masyarakat (civil society atau ummat) dalam merumuskan tatanan masyarakat
yang ideal dan beradab. Bentuk pemerintahan dan sistem politik Islam adalah
merupakan konsekuensi sekunder dari civil society. Dalam tatanan masyarakat
sipil, hal yang paling fundamental mempengaruhi perubahan sosial adalah faktor
ekonomi. Faktor ini pula yang mempengaruhi kelahiran agama Islam dalam
masyarakat Arab, bahkan sistem politik yang lahir dalam Islam hanyalah cerminan
dari kondisi ekonomi waktu itu.
Agama dan masyarakat Arabia abad ke tujuh mencerminkan realitasrealitas kesukuan semenanjung ini. Suku-suku Badui mengikuti gaya hidup
pastoral dan nomadic dari satu wilayah ke wilayah lain untuk mencari air dan
padang rumput bagi ternak-ternak - domba dan unta mereka. Bentang daratan ini
juga ditandai dengan kota-kota dan desa-desa oasis. Diantara yang terkemuka
adalah Makkah, pusat perdagangan dan jual beli, serta Yatsrib (Madinah) sebuah
perkampungan pertanian yang penting. Sumber-sumber kehidupan utama disini
adalah penggembalaan ternak, pertanian, perdagangan dan penyerobotan.
Peperangan antar suku adalah kegiatan yang sudah berumur lama yang diatur
dengan tata-cara dan aturan main yang jelas. Misalnya, penyerobotan dianggap
illegal selama empat bulan suci untuk haji. Tujuan penyerobotan adalah untuk
merampas ternak suku-suku Badui musuhnya dengan korban minimum. Tujuan
akhirnya adalah untuk memperlemah, dan pada akhirnya untuk menyerap sukusuku mereka dengan kemerosotannya dalam status dibawah kekuasaan atau
klien.

Masyarakat kesukuan Arabia dengan Badui serta etos polities menjadi


konteks bagi lahirnya Islam. Sama pentingnya, periode ini ditandai dengan
ketegangan-ketegangan dan persoalan yang menyertai perubahan dalam sebuah
masyarakat tradisional. Sebab ini adalah periode ketika kota-kota seperti Makkah
dan madinah mengalami kemakmuran dan mengalihkan banyak orang dari
kehidupan nomadic ke kehidupan menetap. Munculnya Makkah sebagai pusat
dagang mempercepat awal orde politik, social dan ekonomi yang baru. Kekayaan
baru, munculnya oligarkhi dagang baru dalam suku Quraisy, menajamnya
pemisahan antar kelas social, melebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin
mengguncang system nilai

kesukuan Arab dan keamanan social sebagai

pandangan hidupnya. Kondisi obyektif masyarakat yang eksploitatif itulah yang


menjadi titik tumpu pergerakan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah tentang kondisi obyektif
masyarakat Arab yang mendasari kelahiran Agama dan politik Islam diatas, maka
makalah ini hanya akan dibatasi dalam membahas tentang :
1. Bagaimana bentuk politik dan pemerintahan Islam pada masa Nabi
Muhammad?

BAB II
PEMBAHASAN

A. POLITIK ISLAM ZAMAN NABI MUHAMMAD


Kebanyakan masyarakat merasa dan mengetahui bahwa hubungan antara
agama dan politik dalam Islam sudah sangat jelas. Yaitu bahwa antara keduanya
terkait erat secara tidak terpisahkan. Agama adalah wewenang pemangku syariah
yaitu nabi Muhammad melalui wahyu dari Tuhan. Sedangkan politik adalah
wewenang kemanusiaan, sepanjang menyangkut masalah teknis structural dan
procedural. Dalam hal ini peran ijtihad manusia sangat besar.
Persoalan penting antara bidang agama dan bidang politik (atau bidang
duniawi manapun) ialah bahwa dari segi etis, khususnya dari segi tujuan yang
merupakan jawaban atau pertanyaan untuk apa tidak dibenarkan terlepas dari
pertimbangan nilai-nilai keagamaan. Atas dasar adanya pertimbangan nilai-nilai
keagamaan itu diharapkan tumbuh kegiatan politik bermoral tinggi. Inilah makna
bahwa politik tidak bias dipisahkan dari agama. Tetapi dalam susunan formalnya
atau struktur praktis dan teknisnya, politik adalah wewenang manusia melalui
pemikiran rasionalnya. dalam hal inilah politik dapat dibedakan dari agama. Maka
dalam segi structural dan procedural politik itu, dunia islam sepanjang sejarahnya
mengenal berbagai variasi dari masa ke masa dan dari kawasan ke kawasan tanpa
satupun dari variasi itu dipandang secara doctrinal paling absah.

1. Bentuk Politik dan Pemerintahan di Mekah


Nabi Muhammad dilahirkan 12 Rabi`ul Awal tahun 571 masehi di kota
Makkah tepat pada tahun Gajah. Kelahiran nabi Muhammad merupakan
momentum awal, babak baru kejayaan Islam dalam konteks penyebaran agama
Islam. Tugas dan tanggung jawab nabi Muhammad sangat berat, karena pada saat

itu nabi Muhammad dihadapkan dengan zaman yang penuh kejahiliahan


(kebodohan). Penyakit jahiliah ini sudah pada tingkat kronis, keyakinan dan
kepercayaan keberadaan pada saat itu hanya menyembah berhala (patung-patung)
yang diyakini memberikan kebaikan dan kebahagiaan. Posisi perempuan saat itu
dimarjinalkan, perempaun dianggap hanya sebagai pelayan untuk pemuas nafsu
birahi, boleh dibunuh karena dianggap sebagai peyebar aib di keluarga. Maka
persoalan inilah yang harus dientaskan oleh seorang nabi Muhammad.
Dalam surat Al-Anbiya` ayat 107 mengatakan tidaklah kami mengutusmu
melainkan untuk menjadi rahmat sekalian alam. Dalam hadits disampaikan
bahwasanya ; ia di utus kemuka bumi ini untuk membenahi akhlak manusia.
Secara tegas ayat dan hadits ini mengatakan bahwa tugas nabi Muhammad adalah
merekonstruksi moralitas, akhlak dan perilaku manusia.
Untuk merevolusi persoalan tersebut nabi Muhammad mengawali
dakwahnya dengan cara sembunyi-sembunyi, diwali dengan mengajak orangorang terdekatnya untuk mengikuti ajaran Islam. Selanjutnya dakwah rasulullah
dilancarkan secara terang-terangan serta di dukung oleh orang-orang terdekatnya
yang telah mengikuti ajaran Islam.
Sebagai pembawa risalah yang rahmatan lilalamin nabi Muhammad Saw
merupakan Rasul akhir zaman dan risalahnya juga merupakan risalah yang
terakhir. Dengan risalah yang dibawa Muhammad Saw yang relatif singkat selama
23 tahun, Muhammad Saw barhasil dan sukses merekonstruksi kehidupan
masyarakat menjadi lebih baik. Keberhasilan dakwah yang dilakukan nabi
Muhammad Saw didukung oleh metode yang digunakan terutama metode dakwah
amaliyah. kefasihan lidah yang dimilikinya serta kepribadian yang kuat penuh
daya tarik dan daya pikat, penguasaan terhadap audience, juga karena sikap
mental yang membaja1.

1 (Latief Rusdi, Retorika, Komunikasi, dan Informasi 1986)

Rasulullah Saw berhasil membuat suatu revolusi kemanusiaan yang total


dan prontal, yang sekaligus membuat suatu perubahan wajah dan bentuk
kehidupan manusia di dunia ini. Perubahan tersebut adalah merombak sistim
kehidupan bangsa arab pada masa jahiliyah yang ditanda dengan berkembangnya
kemusyrikan, khurafat dan tahayyul, kemudian rasulullah Saw membangunnya
menjadi masyarakat baru yang yang melandaskan sikap, pandangan dan tatanan
kehidupan di atas landasan Tauhidiyah dan Taqwallah yang mengangkat derajat
manusia kepada kemuliaan dan peradaban.2
Aktualisasi dakwah rasullah tidak hanya berisi ketauhidan dan ketaqwaan
kepada Allah Swt. Al-Quran dan Sunnah menyimpulkan, bahwa dakwah yang
dilakukan nabi Muhammad Saw dan para sahabat, selain bersifat ritual, spiritual
dan moral, nabi Muhammad Saw dan para sahabat juga melakukan dakwah yang
bersifat politik.
Pada sepuluh sampai dua belas tahun aktivitas dakwah nabi Muhammad
Saw berisi tentang pemantapan tauhid, iman dan aqidah. Ketika nabi Muhammad
saw, dituduh oleh kaum Quraisy bahwa rasul adalah sebagai pembawa aspirasi
politik tertentu. Al-Quran memerintahkan untuk menjawab, bahwa ia hanyalah
seorang pemberi peringatan bagi seluruh manusia.
Untuk meng-Islamkan masyarakat Arab, nabi Muhammad Saw melakukan
dakwah dengan metode pendekatan politis. Pendekatan politik yang dilakukan
Nabi Muhammad Saw dalam menjalankan dakwah ternyata membawa dampak
yang sangat positif dan banyak membawa perubahan.
Politik dakwah Nabi Muhammad
Pertama, Sebelum diangkat menjadi nabi dan rasul beliau bertahanust di
Gua Hira. Ketika menuju Gua Hira yang terletak di Jabal Nur, yaitu hampir 2 mil
dari Mekah, beliau biasa membawa roti yang terbuat dari gandum dan bekal air,
23 (Noor, Dinamika, dan Akhlak Dakwah, 1981 : 72).

Gua itu merupakan gua yang sejuk panjangnya 4 hasta, lebarnya 1,75 hasta
dengan ukuran dzira al-Hadid (hasta ukuran besi)3. Beliau tinggal di dalam gua
itu pada waktu bulan Ramadhan. Disana beliau memberi makan orang-orang
miskin yang dikunjunginya, menghabiskan waktunya dalam beribadah dan
berfikir mengenai pemandangan alam disekitarnya dan kekuasaan yang
menciptakan sedemikaian sempurna dibalik itu. Beliau tidak dapat tenang melihat
kondisi kaumnya yang masih terbelenggu oleh keyakinan syirik yang usang dan
gambaran tentang dirinya yang demikian rapuh.
Beliau menjalani hidup didalam gua itu (beruzlah) selama sebulan hingga
akhirnya Allah menurunkan wahyunya, yaitu datanglah seorang mailakat kepada
beliau, dan malaikat itu adalah malaikat Jibril dengan membawa wahyu untuk
disampaikan kepada beliau dan menyuruh neliau untuk membacanya, yang
awalnya beliau tidak mampu untuk membaca, sampai tibalah akhirnya beliau
mampu mengusainya semunya.
Pasca pengangkatannya menjadi rasul, beliau langsung diperintahkan
untuk memberikan peringatan ditengah-tengah masyarakat mulai dari keluarga
terdekat dan para sahabatnya. Yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi sebagaimana
menurut firman yang diturunkan Allah kepadanya yakni dalam surat Al Mudassir:
1-7. Dakwah secara sembunyi-sembunyi ini dilakukan beliau selama 3 tahun.
Kemudian beliau diperintahkan utuk berdakwah secara terang-terangan.
Kedua, Nabi Muhammad melakukan penataan aqidah. Sejak awal, nabi
Muhammad Saw memproklamasikan La ilaha illa Allah, Muhammad
Rasulullah. Menaati Allah SWT hendaknya dengan mengikuti utusan-Nya,
disembah, diibadahi dan dipatuhi.
Ketiga, Dakwah nabi Muhammad Saw, menyerukan pengurusan
masyarakat (riayah syuun al-ummahi). Ayat-ayat Makkiyah banyak mengajari
3 Syaikh Syafuyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalanan hidup Rasul yang
agung Muhammad, Darul haq Jakarta,..hal 81

akidah seperti takdir, hidayah dan dhalalah, rezeki, tawakal kepada Allah Swt.
Ratusan ayat berbicara tentang Hari Kiamat, tentang pengaturan akhirat yang
berkaitan dengan nasehat dan bimbingan, membangkitkan rasa takut terhadap
azab Allah Swt, serta memberikan semangat untuk terus beramal demi menggapai
ridha Allah Swt. Selain itu ratusan Ayat Al-Quran dan hadits di Mekah dan
Madinah diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad Saw tentang pengaturan
masyarakat di dunia.
Keempat, Nabi Muhammad melakukan pergaulan pemikiran. Pemikiran
dan pemahaman bathil masyarakat Arab pada waktu itu dapat direformasi oleh
Nabi Muhammad Saw. Konsekwensinya, hukum-hukum dan undang-undang yang
berlaku pada waktu itu digantikan dengan pemikiran dan pemahaman agama
Islam.
Nabi Muhammad dalam Al-Quran menyerang kekufuran, syirik,
kepercayaan terhadap berhala, ketidak percayaan dengan hari berbangkit,
anggapan nabi Isa sebagai anak Tuhan, dan lain-lain dengan menggunakan senjata
yang sangat ampuh yaitu dengan menggunakan senjata hikmah, nasehat, dan
debat secara sesehat. Hal ini tertuang pada Quran : Serulah (manusia) kepada
jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.S. An-Nahl : 125).
Kelima, Para pembesar Quraisy banyak menzalimi masyarakat, kasar,
menyebarkan fitnah, dan banyak bersumpah tanpa ditepati. Rasulullah Saw,
dengan sangat tegas menantang dan melawan mereka karena kesombongan
mereka dan penentangan mereka. Rasulullah melakukan penyerangan atas
perintah dari Allah SWT. Disamping memerangi kesombongan kaum Quraisy,
Rasulullah juga menyampaikan wahyu yang berisi pembongkaran terhadap tipu
daya dan kesombongan para penguasa Quraisy.

Keenam, Nabi Muhammad Saw menentang hubungan-hubungan yang


rusak di masyarakat dan menyerukan Islam sebagai gantinya. Pada saat itu,
kecurangan dalam takaran sudah merupakan hal yang lumrah dalam jual beli.
Banyak penyimpangan-penyimpangan pada waktu itu, seperti : pembunuhan
anak-anak karena takut miskin, perzinaan merajalela, masyarakat banyak
melakukan dosa besar dan yang lain-lainnya. Pada kondisi ini Rasulullah tampil di
tengah-tengah masyarakat untuk membela kepentingan masyarakat, menentang
aturan dan sistem yang rusak, serta mendakwahkan Islam sebagai gantinya.
2. Bentuk Politik dan Pemerintahan di Madinah
Hubungan antara agama dan politik pada zaman Nabi Muhammad
terwujud dalam masyarakat Madinah. Pasca Hijrahnya dari Mekkah ke Madinah,
nabi Muhammad Saw mendirikan institusi politik berupa Negara Madinah.
Setelah itu beliau langsung mengurusi masyarakat. Dalam mengurusi masyarakat,
nabi Muhammad Saw mengawali langkahnya pertama kali adalah membangun
masyarakat. Setelah mempersaudarakan pengikut dari Mekkah (muhajirin)
dengan pengikut di Madinah (anshor), beliau membangun masyarakat atas dasar
pluralitas baik dari etnis maupun agama. Disinilah, disamping nabi Muhammad
Saw mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari, nabi juga menyusun dan
sekaligus menjadikannya sebagai landasan masyarakat madaniah pada waktu itu.
Sering dikenal namanya Konstitusi madinah atau Piagam Madinah.4
Nabi Muhammad selama sepuluh tahun di kota hijrah itu telah tampil
sebagai penerima berita suci dan seorang pemimpin masyarakat politik. Dalam
menjalankan peran sebagai seorang nabi, beliau adalah seorang yang tidak boleh
dibantah karena mengemban mandat. Sedangkan dalam menjalankan peran
sebagai kepala Negara, beliau melakukan musyawarah sesuai dengan perintah
Tuhan yang dalam musyawarah itu beliau tidak jarang mengambil pendapat orang
lain dan meninggalkan pendapatnya sendiri.
4 Syaikh Syafuyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalanan hidup Rasul yang
agung Muhammad, Darul haq Jakarta, hlm. 114

Sejarah mencatat bahwa kota hijrah nabi adalah sebuah lingkungan oase
yang subur dan dihuni oleh orang-orang pagan dari suku utama Aus dan Khazraj,
dan juga orang-orang yahudi dari suku-suku utama bani Nadzir, Bani Qoinuqo,
Bani Quraizhah. Kota ini awalnya adalah bernama Yatsrib lalu diubah oleh nabi
menjadi Madinah. Madinah yang digunakan oleh Nabi untuk menukar nama kota
hijrah beliau itu kita menangkapnya sebagai isyarat langsung bahwa ditempat baru
itu hendak mewujudkan suatu masyarakat yang teratur sebagaimana sebuah
masyarakat. Maka sebuah konsep Madinah adalah pola kehidupan social yang
sopan, yang ditegakkan atas dasar kewajiban dan kesadaran umum untuk patuh
pada peraturan atau hukum yang berlaku.
Kalau menganalisis sejarah, system pemerintahan yang dibentuk oleh nabi
Muhammad adalah bercorak system Teodemokratis, disatu sisi tatanan masyarakat
harus berdasarkan pada hukum-hukum yang mana hukum tersebut berdasarkan
pada wahyu yang diturunkan oleh Tuhan dalam menyikapi setiap peristiwa waktu
itu. Disisi lain bentuk pemerintahan dan tatanan social dirumuskan lewat proses
musyawarah yang dilakukan secara bersama suku-suku yang ada dalam
masyarakat Madinah. Bila dikontekskan dengan system pemerintahan sekarang,
bentuk struktur tatanan pemerintahan terdiri dari Eksekutiv, yudikatif dan
legislative. Eksekutiv dimana kepala pemerintahan dipegang oleh Nabi
Muhammad, begitupun dalam mahkamah konstitusi dan hukum semua ditentukan
oleh Nabi sebagai pengambil kebijakan selain dalam masalah menentukan bentuk
tatanan masyarakat yang menyangkut pluralitas warga Negara Madinah. Dalam
ranah legislativ, setiap suku yang ada di Madinah mempunyai persamaan hak
dalam menyampaikan pendapat dalam menentukan tatanan social masyarakat
seperti dalam menciptakan konstitusi Piagam Madinah.
Dalam Piagam Madinah : orang-orang yang tinggal di Madinah, baik
Muhajirin, Anshor maupun dari berbagai etnis dan agama lainnya seperti Yahudi
membuat skenario untuk hidup bersama-sama dengan damai dan sekaligus saling

melindungi dan mengamankan, saling menegakkan hak dan kewajiban, serta


merasa satu nasib dalam artian hidup dengan rukun5 .
Dalam Piagam Madinah semua golongan dan lapisan masyarakat,
sekalipun berbeda etnis maupun agama dianggap sebagai ummah wahidah
(ummat masyarakat atau ummat yang satu) sebagaimana dalam pasal duanya yang
berbunyi annahum ummatun wahidah min dun al-nas (mereka adalah ummat
yang satu, terlepas dari manusia) . Semua kelompok harus saling menjaga dan
saling membela, jika ada musuh dari luar dan mereka saling mendapat
perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Nabi Muhammad menghargai hak-hak
masyarakat secara internasional. Kelahiran piagam madinah dijadikan sebagai
rambu-rambu

peperangan

dan

kedaulatan

pemimpin.

Nabi

Muhammad

mengajarkan etika berbangsa, moralitas kepemimpinan dan moralitas sebuah


institusi, baik yang berlatar berbeda keyakinan dan kepercayaan maupun
pemerintahan.
Nabi Muhammad menyediakan kebutuhan masyarakat. Dalam mengurusi
masyarakat, nabi Muhammad Saw juga bergerak dalam peningkatan mutu dan
kualitas pendidikan, dalam memberantas kemiskinan Rasulullah menyediakan
modal dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi yang membutuhkan, Rasulullah
juga mengeluarkan kebijakan tentang pembagian saluran air bagi para petani, dan
banyak lagi yang lainnya.
Dalam membiayai pemerintahan nabi mengambil zakat (zakat fitrah dan
zakat maal) untuk umat muslim, serta mengambil Jizyah dari non muslim yang
ada dalam masyarakat Madinah6. Selain lewat militer, konsolidasi pemerintahan
yang dilakukan oleh Nabi juga menggunakan diplomasi dan lewat perkawinan
politik. Sebagai pusat pemerintahan Nabi menggunakan masjid sebagai ruang
5 (Azizy, 2004 : 154).

6 Karen Armstrong, Sejarah Islam Singkat, Yogyakarta: Elbanin Media,


2008hal 28-29.

10

publik. Pada awalnya masjid adalah bangunan yang mengekspresikan cita-cita


awal Islam. Batang- batang pohon yang menyangga atap, sebiah batu menandai
kiblat dan Nabi berdiri di salah satu tiang penyangga untuk berkhotbah. Juga
terdapat sebuah halaman tempat umat Islam bertemu dan membiocarakan semua
persoalan ummat baik dalam tataran politik, social, militer, dan agama.
Muhammad dan istri-istrinya tinggal dibilik-bilik kecil. Disekeliling halaman.
Tidak seperti gereja Kristen yang terpisah dari aktivitas keduniaan dan hanya
digunakan untuk peribadatan, tidak ada kegiatan yang dikecualikan dari masjid.
Dalam visi Al Quran tidak ada dikotomi antara yang sacral dan yang profan,
antara agama, politik, seksualitas dan ibadah. Seluruh kehidupan berpotensi
menjadi suci dan harus dibawa kepada kesucian. Tujuannya adalah tauhid
(mengesakan), integrasi seluruh kehidupan dalam satu masyarakat yang akan
memberikan perasaan dekat dengan yang satu, yaitu Tuhan.
Nabi Muhammad mempraktikkan Demokrasi dalam menjalankan roda
pemerintahannya, Sudah sering diungkapkan bahwasannya Nabi Muhammad
akan selalu berpedoman pada Al Quran dalam memutuskan sesuatu. Akan tetapi
apabila ada perkara yang belum diatur dalam Al Quran tidak jarang Nabi
mengajak Musyawarah sahabat-sahabatnya. Tentu saja kalau kita kaitkan dengan
konteks Negara modern yang jauh lebih kompleks seperti sekarang, proses
musyawarah yang dijalankan pada zaman Nabi sebenarnya secara secara
substantive tidak berbeda dengan dengan apa yang diperlihatkan dengan proses
politik sekarang, yaitu apa yang kita kenal dengan representative democracy,
karena kita juga memahami bahwa Nabi dalam melakukan musyawarah tidak
melibatkan segenap warga masyarakat yang telah memiliki political franchise,
akan tetapi musyawarah yang melibatkan para sahabat yang tentu saja sangat
berpengaruh dalam lingkungan masyarakat.7
B. Tatanan Ekonomi dalam masyarakat tauhid
7 Bernard Lewis, Islam Liberalisme Demokrasi: membangun sinergi
warisan sejarah, doktrin dan konteks global, Jakarta : Paramadina,
2002. .hal 123.

11

Islam lahir pada awal kelahirannya bukan hanya kritik terhadap relijiusitas
masyarakat arab yang menyembah berhala pada waktu itu tetapi merupakan
gerakan ekonomi. Islam dengan Al Quran sangat menentang struktur social yang
tidak adil dan menindas yang secara umum melingkupi kota makkah sebagai
tempat asal mula Islam. Bagi orang yang memperhatikan Al Quran secara teliti,
keadilan untuk golongan masyarakat lemah merupakan ajaran Islam yang sangat
pokok. Al Quran mengajarkan pada umat Islam untuk berlaku adil dan berbuat
kebaikan dan dalam Al Quran keadilan merupakan bagian integral dari ketakwaan.
Takwa dalam Islam bukan Cuma dalam tataran ritualistic namun sangat terkait
erat dengan keadilan ekonomi dan social.
Al Quran bukan saja menentang penimbunan harta (dalam arti tidak
disumbangkan untuk fakir miskin, janda-janda, dan anak yatim) namun juga
menentang kemewahan dan tindakan yang menghambur-hamburkan uang untuk
kesenangan diri sementara banyak sekali orang yang miskin dan membutuhkan.
Kedua tindakan tersebut adalah kejahatan dan merusak keseimbangan social.
Maka keadilan didalam Al Quran bukan hanya berarti norma hukum namun juga
keadilan distribusi pendapatan. Keseimbangan social hanya dapat dijaga bila
kekayaan social dimanfaatkan secara merata untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Penumpukan kekayaan dan penggunaan yang tidak sebagaimana
mestinya tidak akan dapat menjaga keseimbangan tersebut dan akan berujung
kehancuran. Jika orang mengkaji Al Quran sebagai sumber ajaran Islam. Ia akan
banyak sekali menjumpai ayat tentang konsep keadilan distributive tersebut.
Misalnya ada ayat yang berbunyi dan manusia tidak akan mendapatkan kecuali
yang diusahakan (Al Quran 23:84). Ungkapan ini adalah penentangan secara
langsung terhadap system kapitalisme karena yang menjadi pemilik sebenarnya
adalah produsen, bukan pemilik alat produksi.
Nabi sangat memperhatikan berbagai praktek dalam perdagangan dan
perniagaan.satu penolakan yang tegas adalah penolakan terhadap spekulasi.
Sebenarnya sangat banyak masalah dalam masyarakat industrial atau niaga yang
berasal dari praktek-praktek spekulasi yang membuka jalan untuk meraih

12

keuntungan dengan cepat. Semua praktek ini ditentang tegas dalam Al Quran.
Dilarang menjual buah yang belum masak dan belum dipetik karena tidak
diketahui jumlahnya, juga tidak boleh menjual bayi hewan dalam kandungan,
tidak boleh mengurangi dan melebihkan takaran dalam jual beli, inilah prinsipprinsip yang perdagangan yang diatur dalam Islam.
Konsep tauhid dalam Islam bukan hanya berimplikasi pada tataran
teologis tentang pengesaan Tuhan dengan segala tata cara ritualnya, tetapi juga
berimplikasi pada tatanan masyarakat dan secara otomatis berpengaruh pada
sistem ekonomi. Dalam Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan bersukusuku dan berbangsa-bangsa tujuannya adalah untuk saling mengenal, dan tidak
ada perbedaan stratifikasi social dalam Islam kecuali dalam hal ketakwaan. Islam
menginginkan bentuk system ekonomi sosialistis yang tidak ada kepemilikan alat
produksi mutlak oleh seseorang. Semua praktek yang mengarah pada eksploitasi
sesama manusia termasuk industry dan perniagaan yang tidak adil dianggap
sebagai riba. Dakwah Nabi pada waktu periode Makkah adalah merupakan kritik
terhadap system merkantilisme dan akumulasi kekayaan yang dilakukan oleh elitelit Quraisy sehingga mengakibatkan hancurnya kode etik kesukuan yang
berasaskan solidaritas dan egalitarianism berganti menjadi system untung rugi dan
eksploitasi. 8

8 Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta ,


2009. Hlm. 98

13

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Islam adalah agama yang natural dimana factor kelahirannya sangat
dipengaruhi oleh kondisi social ekonomi pilitik yang ada. Muhammad tidak
pernah menetapkan sistem pemerintahan dalam Islam tetapi hal itu diserahkan
pada ummat Islam itu sendiri. Disatu sisi sistem masyarakat yang hendak
dibangun oleh Islam mempunyai implikasi langsung terhadap corak politik dan
bentuk pemerintahan yang dibentuk. Di sisi lain hal yang ingin dibangun oleh
Islam adalah civil society yang mana setiap warga Negara berhak mendapat
keadilan dalam hukum, ekonomi, politik dan kesetaraan dalam hubungan social.
Di zaman nabi Muhammad sistem pemerintahan ketika merujuk pada piagam
madinah terdiri dari Eksekutif, Yudikatif, dan legislative, dimana bidang Eksekutif
dan yudikatif dipegang oleh Nabi secara langsung, sementara legislative
diserahkan pada setiap suku dengan konsep musyawarah. Sistem kesetaraan
dalam Islam berimplikasi pada sistem Ekonomi yang hendak dibangun oleh Nabi
yaitu ekonomi yang tidak ada unsure eksploitatif dan akumulatif yang nantinya
melahirkan riba. Konsep ekonomi ini adalah kritik terhadap sistem merkantilis
yang dibentuk oleh elit Quraisy Makkah. Dalam sistem ekonomi Islam setiap
manusia mendapatkan dari hasil kerjanya dan setiap Muslim harus menafkahkan
kelebihan hartanya dari kebutuhan pokoknya.

14

DAFTAR PUSTAKA

Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, Yogyakarta , 2009.


Bernard Lewis, Islam Liberalisme Demokrasi: membangun sinergi warisan
sejarah, doktrin dan konteks global, Jakarta : Paramadina, 2002.
John L. Esposito, Islam Warna Warni : Ragam Ekspresi Menuju Jalan Lurus,
Jakarta : Paramadina, 2004.
Karen Armstrong, Sejarah Islam Singkat, Yogyakarta: Elbanin Media, 2008.
Syaikh Syafuyurrahman al-Mubarakfuri, Perjalanan hidup Rasul yang agung
Muhammad, Darul haq Jakarta,..

15

Anda mungkin juga menyukai