CHF
Oleh
dr. Imam Syahuri Gultom
Pembimbing
dr. Islamiyah
Borang portofolio
Topik
Tanggal (kasus)
: 9 Mei 2015
Nama peserta
Nama Pendamping
: dr. Islamiyah
Nama Wahana
Objek Presentasi
: Tinjauan Pustaka
Subjek
: Dewasa
Deskripsi
Tujuan
Bahan bahasan
: Kasus
Cara membahas
: Diskusi
LAPORAN KASUS
I.
Identitas
Nama
: Ny. Masni
Usia
: 58 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
Pekerjaan
:-
Tanggal masuk
: 9 Mei 2015
No RM
: 053005
II.
Anamnesis
1.
2.
3. Riwayat Pengobatan
Pasien sering kontrol ke rumah sakit untuk pengobatan penyakit
jantungnya, namun akhir-akhir ini pasien tidak rutin kontrol dan obat
habis.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Serupa (+), Hipertensi (+), DM (-), Asma (-)
5.
6.
Riwayat Psikososial
Pasein bekerja sehari-sehari sebagai pedagang. Pasien mengaku
tidak pernah mengontrol gizi makanan sehari-harinya.
III.
Pemeriksaan Fisik
1.
2.
Keadaan Umum
Tanda Vital
4.
Kulit
5.
Kepala/leher
Rambut
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Lidah
tidak ada.
: Bentuk simetris, tidak anemis, tremor (-), kotor (-),
Pharing
Tonsil
Vena jugularis
5.
6.
Leher
Toraks
Inspeksi
a. Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
b. Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
7.
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
8.
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Atas
massa (-)
: timpani (+)
: Bising usus normal
: Akral hangat, gerak aktif, edema (-/-), parese (-/-),
Bawah
sianosis (-/-)
: Akral hangat, gerak aktif, edema (+/+),
Tonus otot
Refleks
Laboratorium
Jenis pemeriksaan
Satuan
Nilai Normal
3 Mei 2015
Hemoglobin
gr/dl
9.5 14.0
13,8
Leukosit
ribu /u l
4.0 10.5
15,9
Eritrosit
juta /u l
3.50 5.20
4,64
Hematokrit
vol%
29 43
37,4
Trombosit
ribu /u l
150 450
302
GDS
mg/dl
<200
122
Ureum
mg/dl
15-39
35
Creatinin
mg/dl
0,6-1,5
0,97
V.
Rontgen Thorax
Rontgen : Edema paru, cardiomegali
VI.
Diagnosa
CHF dengan edema paru
HT gr II
VII.
Rencana Tatalaksana
Pemeriksaan laboratorium
-
EKG
Rencana terapi :
- Oksigen 2-3 lpm
- IVFD RL 10 tpm + drip NB 1 ampul/hari
Follow up
Tanggal 11 Mei 2004
S :
O:
A:
P:
- Injeksi antrain 3 x 1
- Injeksi ceftriaxone 2x1 gr
- Injeksi dexametason 2 x 1
- Injeksi furosemid 2 x 1
- PO. Salbutamol 3 x 1
- PO. Captopril 2 x 12,5 mg
- Nebulizer ventolin 1 ampul + Nacl 5 cc/ 8jam
Tanggal 12 Mei 2004
S :
O:
A:
P:
- PO. Salbutamol 3 x 1
- PO. Captopril 2 x 12,5 mg
- Nebulizer ventolin 1 ampul + Nacl 5 cc/ 8jam drip aminofilin KP
Tanggal 13 Mei 2004
S :
O:
A:
P:
Defenisi
Gagal jantung terjadi apabila jantung tidak mampu memompakan darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh pada tekanan pengisian yang
normal, meskipun aliran balik vena (venous return) ke jantung dalam keadaan
normal.1
B.
Etiologi
Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama untuk terjadinya gagal
jantung. Perubahan gaya hidup dengan konsumsi makanan yang mengandung lemak,
dan beberapa faktor yang mempengaruhi, sehingga angka kejadiannya semakin
meningkat.2
Hipertensi telah terbukti meningkatkan risiko terjadinya gagal jantung pada
beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertropi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan
dengan disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik, meningkatkan risiko terjadinya
infark miokard dan memudahkan untuk terjadinya aritmia. Adanya krisis hipertensi
dapat menyebabkan timbulnya gagal jantung akut.2
Kardiomiopati merupakan penyakit otot jantung yang bukan disebabkan oleh
penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit jantung kongenital, katup ataupun
penyakit perikardial. Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional:
dilatasi (kongestif), hipertropik, restriktif, dan obliterasi. Kardiomiopati peripartum
menyebabkan gagal jantung akut.2
Patofisiologi
Gagal jantung dapat dilihat sebagai suatu kelainan progresif yang dimulai
setelah adanya index event atau kejadian penentu hal ini dapat berupa kerusakan
otot jantung, yang kemudian mengakibatkan berkurangnya miosit jantung yang
berfungsi baik, atau mengganggu kemampuan miokardium untuk menghasilkan
daya. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan jantung tidak dapat berkontraksi secara
normal. Kejadian penentu yang dimaksud ini dapat memiliki onset yang tiba-tiba,
seperti misalnya pada kasus infark miokard akut (MI), atau memiliki onset yang
gradual atau insidius, seperti pada pasien dengan tekanan hemodinamik yang tinggi
(pada hipertensi) atau overload cairan (pada gagal ginjal), atau bisa pula herediter,
10
seperti misalnya pada kasus dengan kardiomiopati genetik. Pasien dengan gagal
jantung pada akhirnya memiliki satu kesamaan, yaitu penurunan kemampuan pompa
jantung, terlepas dari berbagai penyebab gagal jantung. Pada kebanyakan orang
gagal jantung bisa asimtomatik atau sedikit bergejala setelah terjadi penurunan fungsi
jantung, atau menjadi bergejala setelah disfungsi dialami dalam waktu yang lama.4
Transisi pasien dari gagal jantung asimtomatik ke gagal jantung yang
simtomatik, aktivasi berkelanjutan dari sistem sitokin dan neurohormonal akan
mengakibatkan perubahan terminal pada miokardium, hal ini dikenal dengan
remodelling ventrikel kiri.4
Mekanisme Neurohormonal5
Pengaturan mekanisme neurohormonal dapat bersifat adaptif ataupun
maladaptif. Sistem ini bersifat adaptif apabila sistem dapat memelihara tekanan
perfusi arteri selama terjadi penurunan curah jantung. Sistem ini menjadi maladaptif
apabila menimbulkan peningkatan hemodinamik melebihi batas ambang normal,
menimbulkan peningkatan kebutuhan oksigen, serta memicu timbulnya cedera sel
miokard. Adapun pengaturan neurohormonal sebagai berikut:
1.
dikenali oleh baroreseptor di sinus caroticus dan arcus aorta, kemudian dihantarkan
ke medulla melalui nervus IX dan X, yang akan mengaktivasi sistem saraf simpatis.
Aktivasi system saraf simpatis ini akan menaikkan kadar norepinefrin (NE). Hal ini
akan meningkatkan frekuensi denyut jantung, meningkatkan kontraksi jantung serta
vasokonstriksi arteri dan vena sistemik.
11
Ket
erangan: Ach:asetilkolin, SSP=Susunan Syaraf Pusat, E=epinephrine, Na =Natrium,
NE=norepinephrine.
+
12
13
Stres Oksidatif
Pada pasien gagal jantung terdapat peningkatan kadar reactive oxygen
species (ROS). Peningkatan ini dapat diakibatkan oleh rangsangan dari ketegangan
miokardium, stimulasi neurohormonal (angiotensin II, aldosteron, agonis alfa
adrenergik, endothelin-1) maupun sitokin inflamasi (tumor necrosis factor,
interleukin-1). Efek ROS ini memicu stimulasi hipertrofi miosit, proliferasi fibroblast
dan sintesis collagen. ROS juga akan mempengaruhi sirkulasi perifer dengan cara
menurunkan bioavailabilitas NO.
4.
14
15
D.
gagal jantung menurut ACC/AHA didasarkan pada progresi gagal jantung, terlepas
dari status fungsionalnya.
Tabel 1. Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural
(ACC/AHA) atau berdasarkan gejala, berdasarkan kelas
fungsionalnya (NYHA)
Tahapan Gagal Jantung berdasarkan
struktural dan kerusakan otot jantung.
Stage Memiliki
risiko
tinggi
A
mengembangkan gagal jantung.
Tidak
ditemukan
kelainan
16
Stage
B
Stage
C
Stage
D
E.
1.
Kelas
III
Diagnosis
Anamnesa
Gejala kardinal gagal jantung adalah sesak nafas, intoleransi saat aktivitas,
dan lelah. Keluhan lelah secara tradisional dianggap diakibatkan oleh rendahnya
kardiak output pada gagal jantung, abnormalitas pada otot skeletal dan komorbiditas
non-kardiak lainnya seperti anemia dapat pula memberikan kontribusi. Gagal jantung
pada tahap awal, sesak hanya dialami saat pasien beraktivitas berat, seiring dengan
semakin beratnya gagal jantung, sesak terjadi pada aktivitas yang semakin ringan dan
akhirnya dialami pada saat istirahat. Penyebab dari sesak ini kemungkinan besar
multifaktorial, mekanisme yang paling penting adalah kongesti paru, yang
diakibatkan oleh akumulasi cairan pada jaringan intertisial atau intraalveolar
alveolus. 5
Orthopnu Dan Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
17
Ortopnu didefinisikan sebagai sesak nafas yang terjadi pada saat tidur
mendatar dan biasanya merupakan menisfestasi lanjut dari gagal jantung
dibandingkan sesak saat aktivitas. Gejala ortopnu biasanya menjadi lebih ringan
dengan duduk atau dengan menggunakan bantal tambahan. Ortopnu diakibatkan oleh
redistribusi cairan dari sirkulasi splanchnic dan ekstrimitas bawah kedalam sirkulasi
sentral saat posisi tidur yang mengakibatkan meningkatnya tekanan kapiler paru.
Batuk-batuk pada malam hari adalah salah satu manisfestasi proses ini, dan
seringkali terlewatkan sebagai gejala gagal jantung. Walau orthopnea merupakan
gejala yang relatif spesifik untuk gagal jantung, keluhan ini dapat pula dialami pada
pasien paru dengan obesitas abdomen atau ascites, dan pada pasien paru dengan
mekanik kelainan paru yang memberat pada posisi tidur.5
Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) adalah episode akut sesak nafas dan
batuk yang umumnya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari
tidurnya, biasanya terjadi 1 hingga 3 jam setelah pasien tertidur. Manisfestasi PND
antara lain batuk atau mengi, umumnya diakibatkan oleh meningkatnya tekanan pada
arteri bronchialis yang mengakibatkan kompresi jalan nafas, disertai edema pada
intersitial paru yang mengakibatkan meningkatnya resistensi jalan nafas. Keluhan
orthopnea dapat berkurang dengan duduk tegak pada sisi tempat tidur dengan kaki
menggantung, pada pasien dengan keluhan PND, keluhan batuk dan mengi yang
menyertai seringkali tidak menghilang, walau sudah mengambil posisi tersebut.
Gejala PND relatif spesifik untuk gagal jantung. Cardiac Asthma (asma cardiale)
berhubungan erat dengan timbulnya PND, yang ditandai dengan timbulnya wheezing
18
sekunder akibat bronchospasme, hal ini harus dibedakan dengan asma primer dan
penyebab pulmoner wheezing lainnya.9
Edema Pulmoner Akut
Hal ini diakibatkan oleh transudasi carian kedalam rongga alveolar sebagai
akibat meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler paru secara akut sekunder akibat
menurunnya fungsi jantung atau meningkatnya volume intravaskular. Manisfestasi
edema paru dapat berupa batuk atau sesak yang progresif. Edema paru pada gagal
jantung yang berat dapat bermanifestasi sebagai sesak berat disertai dahak yang
disertai darah. Jika tidak diterapi secara cepat, edema pulmoner akut dapat
mematikan.9
Respirasi Cheyne Stokes
Dikenal pula sebagai respirasi periodik atau siklik, adalah temuan umum
pada gagal jantung yang berat, dan umumnya dihubungkan dengan kardiak output
yang rendah. Respirasi cheyne-stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitifitas
pusat respirasi terhadap kadar PCO2 arteri. Terdapat fase apnea, dimana PO2 arteri
jatuh dan PCO2 arteri meningkat. Perubahan pada gas darah arteri ini menstimulasi
pusat nafas yang terdepresi dan mengakibatkan hiperventiasi dan hipokapni, yang
diikuti kembali dengan munculnya apnea. Respirasi cheyne-stokes dapat dicermati
oleh pasien atau keluarga pasien sebagai sesak nafas berat atau periode henti nafas
sesaat.9
Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung4
Kriteria Framingham adalah kriteria epidemiologi yang telah digunakan
secara luas. Diagnosis gagal jantung mensyaratkan minimal dua kriteria mayor atau
19
satu kriteria mayor disertai dua kriteria minor. Kriteria minor dapat diterima jika
kriteria minor tersebut tidak berhubungan dengan kondisi medis yang lain seperti
hipertensi pulmonal, PPOK, sirosis hati, atau sindroma nefrotik. Kriteria mayor dan
minor dari Framingham untuk gagal jantung dapat dilihat pada table.
Tabel 2. Kriteria Framingham untuk Gagal Jantung
Kriteria Mayor:
Dispnea nokturnal paroksismal atau ortopnea
Distensi vena leher
Rales paru
Kardiomegali pada hasil rontgen
Edema paru akut
S3 gallop
Peningkatan tekanan vena pusat > 16 cmH2O pada atrium kanan
Hepatojugular reflux
Penurunan berat badan 4,5 kg dalam kurun waktu 5 hari sebagai respon
pengobatan gagal jantung
Kriteria Minor:
Edema pergelangan kaki bilateral
Batuk pada malam hari
Dyspnea on ordinary exertion
Hepatomegali
Efusi pleura
Takikardi 120x/menit
2.
Pemeriksaan Fisik
20
21
22
jantung diakibatkan
terganggunya
akibat
kongesti
23
gagal jantung karena beberapa alasan berikut : (1) untuk mendeteksi anemia, (2)
untuk mendeteksi gangguan elektrolit (hipokalemia dan/atau hiponatremia), (3)
untuk menilai fungsi ginjal dan hati, dan (4) untuk mengukur brain natriuretic
peptide (beratnya gangguan hemodinamik).4
Kandungan elektrolit biasanya normal pada gagal jantung ringan-sedang,
namun dapat menjadi abnormal pada gagal jantung berat ketika dosis obat
ditingkatkan. Kadar serum kalsium biasanya normal, tapi penggunaan diuretik
kaliuretik seperti thiazid atau loop diuretik dapat mengakibatkan hipokalemia.
Derajat hiponatremia juga merupakan penanda beratnya gagal jantung, hal ini
dikarenakan kadar natrium secara tidak langsung mencerminkan besarnya aktivasi
sistem renin angiotensin yang terjadi pada gagal jantung. Selain itu, rektriksi garam
bersamaan dengan terapi diuretik yang intensif dapat mengakibatkan hiponatremia.
Gangguan elektrolit lainnya termasuk hipofasfatemia, hipomagnesemia, dan
hiperurisemia.4
Anemia dapat memperburuk gagal jantung karena akan menyebabkan
meningkatnya kardiak output sebagai kompensasi memenuhi metabolisme jaringan,
hal ini akan meningkatkan volume overload miokard. Penelitian juga telah
menunjukkan bahwa anemia (kadar Hb <12 gr/dl) dialami pada 25% penderita gagal
jantung. 4
Pemeriksaan Biomarker BNP sangat disarankan untuk diperiksa pada semua
pasien yang dicurigai gagal jantung untuk menilai beratnya gangguan hemodinamik
dan untuk menentukan prognosis. Biomarker Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dan
BNP disekresikan sebagai respon terhadap meningkatnya tekanan pada dinding
24
jantung dan/atau neurohormon yang bersirkulasi. Karena ANP memiliki waktu paruh
yang pendek, hanya NT-ANP yang secara klinis berguna. Untuk BNP, N-Terminal
Pro-BNP dan BNP memiliki nilai klinis yang bermakna. Kadar ANP dan BNP
meningkat pada pasien dengan disfungsi sistolik, sementara disfungsi diastolik
peningkatan kadarnya lebih rendah. Pada disfungsi sistolik, kadar BNP ditunjukan
berbanding lurus dengan wall stress, ejeksi fraksi, dan klasifikasi fungsional.
Pemeriksaan BNP berbanding lurus dengan beratnya gagal jantung berdasarkan kelas
fungsionalnya.5
Fungsi ginjal memiliki peran penting pada progresi disfungsi ventrikel dan
gagal jantung. Penurunan pada fungsi renal, terutama pada glomerular filtration rate
(GFR), menurut NYHA adalah prediktor mortalitas yang lebih kuat dibandingkan
klasifikasi kelas fungsional.4
Fungsi hepar sering ditemukan abnormal pada gagal jantung sebagai akibat
hepatomegali yang menyertai. Aspartate aminotransferase (AST/SGOT) dan alanine
aminotransferase (ALT/SGPT) dapat meningkat, protrombin time (PT) dapat
memanjang, dan pada sebagian kecil kasus dapat terjadi hiperbilirubinemia.4
Urinalisis harus dilakukan pada semua pasien dengan gagal jantung untuk
mencari infeksi bakteri, mikroalbunuria dan mikrohematuri. Konsentrasi dan volume
urine harus mendapat perhatian seksama terutama pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal dan yang mendapat diuretic.4
Pemeriksaan Foto Toraks4
Cardiothoracic ratio (CTR) yang lebih dari 50%, atau ketika ukuran jantung
lebih besar dari setengah ukuran diameter dada, telah menjadi parameter penting
25
pada follow-up pasien dengan gagal jantung. Pasien dengan gagal jantung akut dapat
ditemukan memiliki gambaran hipertensi pulmonal dan/atau edema paru intersitial,
sementara pasien dengan gagal jantung kronik tidak memilikinya. Edema intersitial
dan perivaskular terjadi pada dasar paru karena tekanan hidrostatik di daerah tersebut
lebih tinggi. Temuan tersebut umumnya tidak ditemukan pada pasien gagal jantung
kronis, hal ini dikarenakan pada gagal jantung kronis telah terjadi adaptasi sehingga
meningkatkan kemampuan sistem limfatik untuk membuang kelebihan cairan
interstitial dan/atau paru. Hal ini konsisten dengan temuan tidak adanya ronkhi pada
kebanyakan pasien gagal jantung kronis, walau tekanan arteri pulmonal sudah
meningkat.
Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri,
ventrikel kanan, atria,
efusi perikard
Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertropi
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Peningkatan tekanan
pengisian ventrikel kiri
Gagal jantung dengan
peningkatan pengisian
Implikasi Klinis
Ekhokardiografi, doppler
Ekhokardiografi, doppler
Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri
Pikirkan diagnosis non
kardiak
26
Garis Kerley B
Elektrokardiogram
Pemeriksaan elektrokardiogram (ECG) harus dilakukan untuk setiap pasien
yang dicurigai gagal jantung.13 Temuan seperti gelombang Q patologis, hipertrofi
ventrikel kiri dengan strain, right bundle branch block (RBBB), left bundle branch
block (LBBB), AV blok, atau perubahan pada gelombang T dapat ditemukan.
Gangguan irama jantung seperti takiaritmia supraventrikuler (SVT) dan fibrilasi
atrial (AF) juga umum. Ekstrasistole ventrikular (VES) dapat sering terjadi dan tidak
selalu menggambarkan prognosis yang buruk, sementara takikardi ventrikular
sustained dan nonsustained dapat dianggap sebagai sesuatu yang membahayakan. 4
Echocardiography
Fitur yang paling penting pada evaluasi gagal jantung adalah penilaian Leftventricular ejection fraction (LVEF), beratnya remodelling ventrikel kiri, dan
perubahan pada fungsi diastolik. Echo dua dimensi sangat berharga dalam menilai
fungsi sistolik dan diastolik pada pasien dengan gagal jantung. Tabel 5
mendeskripsikan temuan ekokardiografi yang sering ditemukan pada gagal jantung.4
3.
27
Gambar
4.
acuan
pada
28
29
Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
30
Meningkatkan LVEF
Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis).
Inisiasi terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada
pasien yang baru saja masuk rawat karena GJA, selama pasien telah membaik
dengan terapi lainnya, tidak tergantung pada obat inotropik intravenous, dan
dapat diobservasi di rumah sakit setidaknya 24 jam setelah dimulainya terapi
BB.
31
Kontraindikasi :
Diuretik10
32
Hiperkalemia yang berat dapat terjadi jika diuretik hemat kalsium termasuk
antagonis aldosteon digunakan bersamaan dengan ACEI/ARB. Penggunaan
diuretik antagonis non-aldosteron harus dihindari. Kombinasi dari antagonis
aldosteron dan ACEI/ARB hanya boleh diberikan pada supervisi yang
cermat.
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :
33
Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan
klinis dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Jenis dan dosis pemberian
dapat dilihat pada tabel 7.
Dosis harus disesuaikan, terutama setelah berat badan kering normal telah
tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi. Upayakan untuk
mencapai hal ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah mungkin.
Tabel 6. Diuretik yang umum diberikan pada gagal jantung dan dosis
hariannya 10
34
Antagonis Aldosteron10
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
35
gejala yang persisten walau sudah diterapi dengan ACEI, BB, dan ARB atau
Aldosteron Antagonis.
Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji
klinis adalah :
Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron
tidak dapat ditoleransi.
ginjal berat (pengurangan dosis mungkin dibutuhkan). Cara pemberian hidralizin dan
ISDN pada gagal jantung :
Jika dapat ditoleransi, upayakan untuk mencapai target dosis yang digunakan
pada banyak uji klinis- yaitu hidralizine 75 mg dan ISDN 40 mg tiga kali
sehari, atau jika tidak dapat ditoleransi hingga dosis maksimal tertoleransi.
Kemungkinanan efek samping yang dapat timbul :
36
37
Menyebabkan
aktivasi
parasimpatik
sehingga
menghasilkan
Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF <
40%) yang mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB,
beta bloker dan antagonis aldosteron jika diindikasikan, yang tetap
simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.
yang
terdeteksi
pada
echocardiography
atau
bukti
adanya
38
Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis acak,
termasuk pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan dapat
mengurangi risiko stroke dengan 60-70%.
Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke dibanding terapi
antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko stroke yang lebih
tinggi, seperti yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.
Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya, kecuali pada
mereka yang memiliki katup prostetik.
Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas
warfarin dan aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa
risiko perawatan kembali secara bermakna lebih besar pada pasien yang
mendapat terapi aspirin, dibandingkan warfarin.
39
DISKUSI
40
41
Pada kasus hanya dilakukan pemeriksaan darah rutin, GDS, ureum creatinin,
dan SGOT/SGPT dan hanya didapatkan leukositosis. Anemia dapat memperburuk
gagal jantung karena akan menyebabkan meningkatnya kardiak output sebagai
kompensasi memenuhi metabolisme jaringan, hal ini akan meningkatkan volume
overload miokard. Penelitian juga telah menunjukkan bahwa anemia (kadar Hb <12
gr/dl) dialami pada 25% penderita gagal jantung. Pada pemeriksaan hati dan ginjal,
fungsi kedua organ tersebut masih dalam batas normal. Penurunan GFR pada gagal
jantung menurut NYHA merupakan predictor mortalitas yang lebih kuat.
Pemeriksaan urinalisis, elektrolit dan BNP tidak dilakukan pada kasus ini. 4
Selama perawatan, hari pertama pasien mendapat terapi O2 2-3, injeksi
Furosemid 2x1, Ranitidin 2x1, Ondancentron 3x1, Ceftriaxon 2x1, Antrain 3x1,
Dexametason 2x1. Per oral; aspilet 1x1, captopril 2 x 12,5 mg, salbutamol 3x1. Pada
hari keempat pasien pulang karena mulai membaik dan tetap control kebagian poli
jantung.
Pengobatan gagal jantung dengan farmakologis, secara garis besar bertujuan
dengan menurunkan preload, meningkatkan kontraktilitas juga menurunkan
afterload. Pada kasus, ACEI menjadi terapi utama untuk menurunkan afterload hal
ini sudah sesuai dengan pustaka bahwa ACEI harus digunakan pada semua pasien
dengan gagal jantung yang simptomatik dan LVEF < 40%. Pemberian dosis awal
harus diawali dengan dosis minimal sebelum mencapai target dosis. ARB
hanyanakan direkomendasikan sebagai terapi alternative pada pasien yang intoleran
terhadap ACEI.10 Pada kasus, pasien mendapat diuretic kuat hal ini sesuai dengan
rekomendasi pemberian diuretic pada pasien gagal jantung yang disertai gejala dan
42
PENUTUP
43
DAFTAR PUSTAKA
44