Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Banyak yang mengeluhkan bahwa perawatan gigi anak, terutama anak
balita sulit dan banyak memerlukan waktu. Keluhan ini dapat dimengerti karena
banyak orang tua yang belum sadar betul akan perlunya perawatan gigi
anak. Pada umumnya orang berangggapan bahwa gigi anak tidak perlu dirawat,
karena nantinya gigi anak diganti dengan gigi dewasa. Sebagian dokter gigi
juga enggan atau selalu mengalami kesulitan bila merawat gigi anak. Pada
kenyataanya gigi anak dijumpai di klinik sudah parah keadaanya anak
menderita sakit gigi dengan segala macam akibatnya. Sebagai tenaga dalam
bidang kesehatan, sudah sewajarnya kalau dokter gigi berperilaku yang
profesional dan etis untuk menagani juga kesehatan gigi dan mulut dengan
sebaikbaiknya (Harun, 2010).
Karies adalah penyakit/kelainan yang terjadi pada jaringan keras gigi
akibat demineralisasi jaringan keras gigi. Kondisi ini disebabkan oleh bakteri
dalam plak. Tanda awalnya berupa terjadinya perubahan warna (ada juga yang
tampak seperti "berkapur") di permukaan gigi. Semakin lama daerah ini
akan berubah warna menjadi lebh gelap (cokelat/hitam) lalu terbentuklah lubang.
Jika jaringan keras sudah rusak, struktur gigi tidak bisa lagi diregenerasi. Rasa
nyeri akan muncul apabila karies sudah mencapai saraf gigi. Penanggulangan

dini karies gigi sangat penting. Karies adalah penyebab utama kehilangan
gigi yang terlalu cepat (premature loss) gigi sulung (Fiereza, 2012).
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi, yaitu email, dentil
dan sementum,yang disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat diragukan. Tandanya adalah adanya demineralisasi
jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya.
Akibatnya terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksinya
ke jaringan periapeks yang dapat menyebabkan nyeri. Walaupun demikian,
mengigit mungkinnya remineralisasi terjadi, pada stadium yang sangat dini
penyakit ini dapat dihentikan (Edwina, 2012).
Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras, yaitu email, dentin, dan
sementum, yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu
karbohidrat yang dapat difermentasikan (Bakar, 2011).
Gigi karies, juga dikenal sebagai kerusakan gigi atau rongga, adalah infeksi,
biasanya berasal dari bakteri, yang menyebabkan demineralisasi jaringan keras
(enamel, dentil dan sementum) dan perusakan materi organik gigi dengan
produksi asam oleh hidrolisasi dari akumulasi sisa-sisa makanan pada
permukaan gigi. Jika demineralisasi melebihi air liur dan faktor remineralisasi
lain seperti kalsium dan pasta gigi fluoride, jaringan ini semakin rusak,
memproduksi gigi karies (gig berlubang, lubang pada gigi). Dua bakteri yang
paling umum bertanggun jawab untuk gigi berlubang adalah streptococcus
mutans dan lactobacillus. Jika dibiarkan tidak diobati, penyakit dapat
menyebabkan rasa sakit, kehilangan gigi dan infeksi.

Patut diketahui bahwa karies gigi terdapat terutama pada manusia dan
jarang pada hewan. Pada manusia yang hidup berkelompok secara primitif,
penyakit ini lebih sedikit dibandingkan dengan golongan yang lebih beradab.
Di Amerika Serikat, karies gigi merupakan penyakit kronis anak-anak yang
sering terjadi dan tingkatnya 5 kali lebih tinggi dari asma. Karies
merupakan penyebab patologi primer atas penanggalan gigi pada anak-anak.
Antara 29% hingga 59% orang dewasa dengan usia lebih dari lima puluh
tahun mengalami karies. Jumlah kasus karies menurun di berbagai negara
berkembang, karena adanya peningkatan kesadaran atas kesehatan gigi dan
tindakan pencegahan dengan terapi florida (Fiereza, 2012).
Pada usia 6-12 tahun diperlukan perawatan lebih intensive karena pada
usia tersebut terjadi pergantian gigi dan tumbuhnya gigi baru. Anak
memasuki usia sekolah mempunyai resiko mengalami karies makin tinggi.
Banyaknya jajanan di sekolah, dengan jenis makanan dan minuman yang
manis, sehingga mengancam kesehatan gigi anak. Ibu perlu mengawasi pola
jajan anak di sekolah. Jika memungkinkan, anak tidak dibiasakan untuk jajan
di sekolah sama sekali. Misalnya dengan membawa bekal makanan sendiri
dari rumah yang ibu persiapan. Itu akan lebih baik daripada anak terlalu
sering mengkonsumsi jajanan anak di sekolah yang lebih rentan terhadap
masalah kebersihan dan kandungan gizinya. Kalaupun anak masih ingin jajan
di sekolah, lebih baik diarahkan untuk tidak memilih makanan yang manis.
Makanan manis dengan konsistensi lengket jauh lebih berbahaya, karena lebih

sulit dibersihkan dari permukaan gigi. Makanan yang lengket akan melekat
pada permukaan gigi dan terselip didalam celah-celah gigi sehingga
merupakan makanan yang paling merugikan kesehatan gigi. Kerugian ini
terjadi akibat proses metabolisme oleh bakteri yang berlangsung lama
sehingga menurunkan pH mulut untuk waktu lama (Ramadhan, 2010).
Menurut WHO diperkirakan bahwa 90% dari anak-anak usia sekolah di
seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies.
Menurut penelitian di negara-negara Eropa, Amerika dan Asia, termasuk
Indonesia, ternyata 80-95% dari anak-anak dibawah umur 18 tahun terserang
karies gigi.
Angka kerusakan gigi di Indonesia berdasarkan survey kesehatan yang
dilakukan Departemen Kesehatan RI pada 2001 menemukan sekitar 70 persen
penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas mengalami kerusakan gigi. Pada
usia 12 tahun, jumlah kerusakan gigi mencapai 43,9 persen, usia 15 tahun
mencapai 37,4 persen, usia 18 tahun 51,1 persen, usia 35-44 mencapai 80,1
persen, dan usia 65 tahun ke atas mencapai 96,7 persen. Hal ini menunjukkkan
bahwa penyakit karies atau gigi berlubang masih menjadi masalah bagi penduduk
Indonesia, data ini tentu saja tidak bisa di anggap ringan. Hal ini karena
beberapa penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru, berat bayi lahir yang
rendah, kelahiran prematur, bisa di awali dari masalah kebersihan gigi dan
mulut (Ghofur, 2012).
Selanjutnya Hasil Surkesnas 1998 menyatakan bahwa 62,40% penduduk
merasa terganggu aktivitasnya selama 4 hari akibat dari karies gigi dan

berdasarkan SKRT 2004 prevalensi karies gigi mencapai 90,05%. Sedangkan


hasil Penelitian Direktorat Kesehatan Gigi tahun 1990, di Kalimantan Barat
99%, Kalimantan Selatan 96%, Jambi 92%, Sulawesi Selatan 87%, Maluku
77% (Agussalim, 2011).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka dalam
penelitian ini dapat dirumuskan permasalah, yaitu:
1. Bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan gigi
pada anak usia sekolah dasar di SDN Sungai Sahurai 1 Kabupaten Barito
Kuala tahun 2015?
2. Bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan pada
anak usia sekolah dasar di SDN Sungai Sahurai 1 Kabupaten Barito Kuala
tahun 2015?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan gigi dan
pola makan pada anak usia sekolah dasar di SDN Sungai Sahurai 1 Kabupaten
Barito Kuala tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan
gigi pada anak usia sekolah dasar di SDN Sungai Sahurai 1 Kabupaten
Barito Kuala tahun 2015.
b. Mengidentifikasi gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi perawatan
gigi pada anak usia sekolah dasar di SDN Sungai Sahurai 1 Kabupaten
Barito Kuala tahun 2015.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan informasi
yang bermanfaat bagi mahasiswa tetang faktor-faktor yang mempengaruhi
perawatan gigi dan pola makan anak usia sekolah dasar.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
wawasan secara praktis bagi mahasiswa khususnya terkait faktor-faktor yang
mempengaruhi perawatan gigi dan pola makan anak usia sekolah dasar.

DAFTAR PUSTAKA
Bakar, Abu. (2011). Kedokteran Gigi Klinis. Yokyakarta: CV Kita Jonior.
Fiereza, (2012). Menurut Data WHO. http://fiereza2.blogspot.com 20 Maret 2015.
Harun, Achmad, dkk. (2010). Karies dan Perwatan Pulpa pada Anak Secara
Komprehensif. Makassar: Bimer.

Anda mungkin juga menyukai