Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

Defisiensi Vitami A
1.1 Defenisi Defisiensi Vitamin A
Dalam buku panduan pemberian suplemen vitamin A, kurang vitamin A adalah
suatu kondisi dimana simpanan Vitamin A dalam tubuh berkurang. Keadaan ini
ditunjukan dengan kadar serum retinol dalam darah kurang dari 20g/dl. Masih
dalam buku tersebut terdapat Xeroptalmia merupakan istilah yang menerangkan
gangguan pada mata akibat kekurangan vitamin A, termasuk terjadinya kelainan
anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang dapat menyebabkan
kebutaan.Defisiensi vitamin A adalah suatu keadaan, ditandai rendahnya kadar
Vitamin A dalam jaringan penyimpanan (hati) dan melemahnya kemampuan
adaptasi terhadap gelap dan sangat rendahnya konsumsi atau masukan karotin dari
Vitamin A.
Peranan nyata vitamin A adalah pada fungsi penglihatan mata, yaitu ketika
jaringan retinol kehilangan vitamin A, fungsi sel rod (batang) dan sel cone
(kerucut) pada mata mengalami kegagalan. Hal inilah yang menyebabkan
gangguan kemampuan adaptasi gelap mata. VitaminA juga berperan dalam
pertumbuhan, reproduksi, sintesa glycoprotein, stabilisasi membrandan kekebalan
tubuh. Defisiensi Vitamin A terjadi jika kebutuhan vitamin A tidak tercukupi.
Kebutuhan vitamin A tergantung golongan umur, jenis kelamin dan kondisi
tertentu. AngkaKecukupan Gizi yang dianjurkan adalah seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Vitamin A

1.2

Epidemiologi
Estimasi yang
dibuat

oleh

WHO adalah
lebih

dari

250

juta anak mengalami kekurangan penyimpanan vitamin A. Prevalensi defisiensi


yang tertinggi ditemukan pada anak pra sekolah, ibu hamil dan menyusui. Namun
tingkat defisiensi vitamin A subklinik juga terlihat banyak pada anak sekolah dan
dewasa di beberapa lokasi. Data yang selalu tersedia di setiap negara hanyalah
prevalensi dari anak prasekolah yang berarti prevalensi pada kelompok umur lainnya tidak
tersedia. 20
Kekurangan vitamin A dalam makanan sehari-hari menyebabkan setiap tahunnya sekitar
1 juta anak balita di seluruh dunia menderita penyakit mata tingkat berat (xeroptha
lmia) diantaranya menjadi buta dan 60 % dari yang buta ini akan meninggal dalam beberapa
bulan. Kekurangan vitamin A menyebabkan anak berada dalam resiko besar mengalami
kesakitan, tumbuh kembang yang buruk dan kematian dini. Terdapat perbedaan angka kematian
sebesar 30 % antara anak-anak yang mengalami kekurangan vitamin A dengan rekan-rekannya
yang tidak kekurangan vitamin A.
Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan survai kesehatan
indera penglihatan dan pendengaran tahun 1993-1996 menunjukkan angka kebutaan di
Indonesia 1,5 % dari jumlah penduduk atau setara dengan 3 juta orang. Jumlah ini jauh lebih
tinggi dibanding Bangladesh (1%), India (0,7 %), dan Thailand (0,3 %).
Kekurangan vitamin A (defisiensi vitamin A) yang mengakibatkan kebutaan pada anakanak telah dinyatakan sebagai salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Kebutaan karena
2

kekurangan vitamin A terutama dikalangan anak pra sekolah masih banyak terdapat didaerahdaerah. Berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2010 pada pasca persalinan, atau masa nifas,
ibu yang mendapat kapsul vitamin A hanya 52,2 persen (rentang: 33,2% di Sumatera Utara dan
65,8% di Jawa Tengah). Berdasarkan tingkat pendidikan, cakupan Ibu nifas yang tidak sekolah
mendapat kapsul vitamin A hanya 31 persen dibanding yang tamat PT (62,5%). Demikian pula
kesenjangan yang cukup lebar antara ibu nifas di perkotaan dan pedesaan, serta menurut tingkat
pengeluaran. Persentase distribusi kapsul vitamin A untuk anak umur 6-59 bulan sebesar 69,8%.
Persentase tersebut bervariasi antar provinsi dengan persentase terendah di Papua Barat (49,3%)
dan tertinggi di DiYogyakarta (91,1%).
2.3 Metabolisme Vitamin A
Saat dikonsumsi, provitamin A (betakaroten) akan dilepaskan dari protein di
lambung. Retinil ester akan di hidrolase menjadi retinol di usus halus, karena
bentuk ini akan mudah diserap.
Kira-kira 50-90 % retinol yang telah dicerna akan diserap melalui usus halus dan
diangkut, bersama dengan kilomikron, ke hati, tempat retinol mulai disimpan
sebagai retinil palmitat. Ketika diperlukan retinol akan dilepaskan ke dalam darh
sebagai retinol dalam gabungan dengan retinol binding protein (RBP), suatu
protein pengangkut spesifik yang diurai oleh hati. Dalam serum, kompleks RBPretinol bergabung dengan transiterin, suatu protein besar yang juga disintesis di
hati. Retinol kemudian dipindahkan dari serum dan digunakan oleh sel sasaran,
seperti fotoreseptor retina dan sel epitel.
Di dalam jaringan, retinol diikat oleh protein -protein sel pengikat retinoid, yaitu
cellular retinoid-binding protein I (CRBPI) dan cellular retinoid-binding protein II
(CRBPII). Pada kompleks ini, retinol bisa saja diesterifikasi atau dioksidasi lebih
lanjut dengan retinol menjadi asam retinoik. dimana akhirnya terikat pada satu set
faktor transkripsi di dalam nukleus. Retinol intraseluler di jaringan perifer juga
bisa berkombinasi dengan protein plasma pengikat retinol di dalam jaringan atau
tergabung menjadi ester retinyl di lipoprotein. Siklus antara organ penyimpanan

utama seperti hepar dan jaringan epitel yang membutuhkan vitamin A untuk
diferensiasi seluler merupakan siklus yang luas dan efisien.
Vitamin A yang tidak diabsorpsi di saluran cerna, diekskresikan di feses, dan
derivat metabolisme yang inaktif diekskresikan di urin. Ketika asupan vitamin A
rendah, efisiensi absorpsi tetap tinggi, pemecahan karotenoid dipertinggi, plasma
transport tetap ada di level normal, mekanisme penggunaan dan recycling menjadi
lebih efisien, dan ekskresi menurun dengan nyata. Ketika asupan vitamin A
tinggi, efisiensi absorpsi dikurangi, transportasi vitamin A dalam plasma tetap
sama, recycling menjadi kurang efisien, oksidasi vitamin A meningkat, ekskresi
bilier meningkat dengan jelas, ekskresi urin dan fekal diaugmentasi.

Gambar 1. Skema metabolisme vitamin A


Seorang anak dengan gizi dan asupan vitamin A yang minimal mempunyai
simpanan vitamin A yang sangat terbatas. Penurunan yang tiba-tiba baik yang
disebabkan akibat perubahan pola makan atau gangguan absorbsi (seperti pada
4

gastroenteritis), atau peningkatan tiba-tiba dari kebutuhan metabolik (demam,


khususnya campak, atau lonjakan pertumbuhan) akan menyebabkan penurunan
yang cepat dari cadaangan yang terbatas itu. Jika simpanan retinol hati sangat
tingg, manusia dapat bertahan selama berbulan- bulan tanpa vitamin A dan tidak
menderita penyakit yang serius.
Adanya vitamin A yang tersimpan tergantung juga pada status gizi anak
secara umum. Anak dengan defisiensi protein dan malnutrisi berat mengikat
protein pengikat retinol dengan kecepatan yang sangat rendah. Oleh karena itu
kadar retinol serum dapat subnormal, walaupun simpanan di hati tinggi. Selain itu,
bila hati dalam keadaan sakit, tidak dapat menyimpan retinol, atau membuat
protein pengikat retinol sebanyak hati normal.
2.4 Etiologi
Ada banyak faktor yang berkontribusi terhadap defiiensi vitamin A. Penyebab
paling penting dari defisiensi vitamin A pada anak adalah rendahnya asupan
makanan yang mengandung vitamin A (termasuk pemberian ASI yang tidak
memadai) dan infeksi yang berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi
pernafasan.
a)
b)
c)
d)

Asupan makanan kaya vitamin A yang kurang memadai,


Infeksi berulang, khususnya campak, diare, dan infeksi pernapasan akut
Pemberian ASI yang tidak memadai dalam jangka lama
Pemberian makanan pelengkap yang tidak sesuai waktunya (seperti
pengenalan makanan padat yang rendah nilai gizinya)
e) Tingkat pendidikan keluarga yang rendah
f) Kurangnya kewaspadaan dan pengetahuan tentang peran penting vitamin A
terhadap kesehatan anak
2.5 Faktor Resiko
Semua orang yang memiliki akses terbatas terhadap makanan kaya vitamin A,
berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A. Beberapa kelompok lebih rentan
untuk menderita defisiensi vitamin A dibanding yang lainnya. Kelompok ini
terdiri dari;12
A. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan bayi prematur

Bayi BBLR adalah bayi dengan berat badan ketika lahir kurang dari 2500 gram.
Bayi prematur adalah bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 38 minggu. Karena
bayi ini lahir sebelum waktunya, berat badannya ketika lahir seringkali sangat
rendah. Bayi-bayi ini lahir dengan cadangan vitamin A tubuh yang rendah
sehingga berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A
B. Bayi dan anak dengan infeksi berulang
Bayi dan anak dengan infeksi berisiko untuk menderita defisiensi vitamin A
karena banyak infeksi, khususnya campak dan diare meningkatkan kebutuhan
tubuh terhadap vitamin A. Tetapi, anak yang sakit sering menolak untuk makan,
sehingga asupan vitamin A anak cenderung lebih rendah dari yang dibutuhkan.
Oleh karena itulah umumnya anak yang sakit cenderung menderita defisiensi
vitamin A, khusunya jika infeksi muncul berulang.
C. Bayi dan anak dengan malnutrisi
Sebagian besar anak yang malnutrisi berisiko dalam menderita defisiensi vitamin
A oleh karena diet makanan yang jelek, dimana asupan energi , protein, dan
berbagai zat gizi yang tidak memadai, termasuk vitamin A
2.6 Patofisiologi
Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel dan
organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan
metaplasia keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan saluran
kemih serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada
awal penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi
secara klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar
tidak terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk
diagnosis klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi dengan dengan
defisiensi vitamin A, maka anak-anak dengan campak, penyakit saluran napas,
diare, atau malnutrisi energi protein yang nyata harus dicurigai memiliki defisiensi
vitamin A dan diberi pengobatan yang sesuai.

Defisiensi vitamin A menekan imunitas humoral dan imunitas cell-mediated. Efek


utama dari inadekuatnya vitamin A pada fungsi

imun

bisa jadi karena

konsekuensi dari terganggunya pertumbuhan dan diferensiasi jaringan myeloid.


Vitamin A secara khusus sangat penting untuk menjaga integritas epitel dan
pemeliharaan sekresi di mukosa, yang mana, jika terganggu, bisa meningkatkan
paparan terhadap mikroorganisme dan risiko infeksi.
Jaringan epitel di mata, paru-paru, dan usus menjadi rusak pada keadaan defisiensi
vitamin A. Pada jaringan-jaringan tersebut, turnover atau pergantian sel epitel
tinggi. Pada manusia, berbagai penelitian menunjukkan bahwa level vitamin A
yang rendah di sirkulasi berhubungan dengan meningkatnya risiko kerusakan
epitel di mata, Rusaknya integritas epitel dan barier mukosa akan memfasilitasi
translokasi mikrooeganisme dan berkontribusi terhadap meningkatnya derajat
infeksi.
Vitamin A memiliki dua peran di metabolisme okuler. Pertama di retina, vitamin A
tersedia sebagai prekursor terhadap pigmen visual fotesensitif yang berpartisipasi
dalam inisiasi impuls saraf dari fotoreseptor. Kedua, vitamin A dibutuhkan untuk
sintesis RNA dan glikoprotein sel epitel konjungtiva, yang membantu memelihara
stroma kornea, dan mukosa konjungtiva. 3
Pada retina terdapat 2 sistem fotoreseptor yang berbeda, sel kerucut dan sel
batang. Sel batang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam situasi cahaya
yang redup atau rendah, sedangkan sel kerucut bertanggung jawab penglihatan
berwarna dan situasi cahaya yang terang. Vitamin A merupakan kekuatan utama
dari pigmen visual kedua macam sel ini. Perbedaannya terletak pada jenis protein
yang terikat pada retinol. Pada sel batang, bentuk aldehid dari vitamin A (retinol)
dan protein opson bergabung membentuk rhodopsin yang merupakan pigmen
fotosensitif.
2.7 Manifestasi Klinis
Defisiensi vitamin A subklinis biasanya tidak memiliki gejala, namun resiko
terjadinya infeksi saluran pernapasan, diare, dan pertumbuhan terhambat3

Defisiensi vitamin A adalah suatu penyakit sistemik yang mempengaruhi sel dan
organ seluruh tubuh, hasil perubahan arsitektur epitel tersebut disebut dengan
metaplasia keratinisasi. Metaplasia keranisasi pada saluran napas dan saluran
kemih serta perubahan epitel intestinal yang saling terkait mungkin timbul pada
awal penyakit, bahkan sebelum timbulnya perubahan mata yang dapat dideteksi
secara klinis. Walaupun demikian, karena perubahan nonokular ini sebagian besar
tidak terlihat, maka perubahan ini tidak memberikan suatu dasar yang kuat untuk
diagnosis klinik spesifik. Oleh karena itu, diantara populasi dengan dengan
defisiensi vitamin A, maka anak-anak dengan campak, penyakit saluran napas,
diare, atau malnutrisi energi protein yang nyata harus dicurigai memiliki defisiensi
vitamin A dan diberi pengobatan yang sesuai.
Vitamin A juga berperan dalam menjaga fungsi epitel. Pada saluran cerna dalam
keadaan normal sel epitel mensekresi mukus yang berguna sebagai barrier
terhadap patogen yang dapat menyebabkan diare. Pada saluran pernafasan epitel
mensekresi mukus berguna untuk membuang zat-zat asing dan toksik yang masuk
kedalam saluran pernafasan. Perubahan epitel pada saluran pernafasan dapat
menyebabkan obstruksi bronkial. Pada keadaan defisiensi vitamin A perubahanperubahan pada epitel meliputi proliferasi sel basal, hiperkeratosis dan stratifikasi
dari epitel squamous. Metaplasia sel squamous di renal, ureter, epitel vaginal,
pankreas dan saluran saliva dapat meningkatkan resiko infeksi di lokasi tersebut.
Pada kandung kemih gangguan epitel dapat menyebabkan terjadinya pyuria dan
hematuria. Perubahan epitel pada kulit akibat defisiensi vitamin A menyebabkan
kulit menjadi kering, bersisik, terbentuknya hiperkeratosis yang biasanya
ditemukan di lengan, tungkai, bahu dan bokong.
2.7.1 Mata
Xeroftalmia merupakan manifestasi klinis defisiensi vitamin A yang paling
spesifik dan mudah dikenali, dan dipakai secara pasti untuk menilai status vitamin
A. Penurunan penyimpanan vitamin A secara bertahap dan tanpa komplikasi
dapat, mengakibatkan peningkatan kehebatan xeroftalmia, bermanifestasi sebagai
8

rabun senja, xerosis konjungtiva, dan bercak Bitot, xerosis kornea, dan ulserisasi
kornea/keratomalasia.
Tabel 2 . Klasifikasi Xeroftalmia
XN

Rabun Senja

X1A

Xerosis Konjungtiva

X1B

Bercak Bitot

X2

Xerosis Kornea

X3A

Ulserasi Kornea/ keratomalasia < 1/3 permukaan kornea

X3B

Ulserasi Kornea/ keratomalasia > 1/3 permukaan kornea

XS

Jaringan parut kornea

Gambar: 2. Diagram yang menunjukkan daerah yang dirusak oleh xeroftalmia


(kiri). 3. Gambaran diagfragmatik lesi Xeroftalmia (kanan)
Rabun Senja
Retinol penting untuk elaborasi rodopsin oleh sel batang, yang merupakan
reseptor sensiri retina yang bertanggung jawab terhadap penglihatan dalam cahaya
redup. Oleh karena itu defisiensi vitamin A dapat mengganggu produksi rodopsin
sehingga mengganggu penglihatan saat senja. buta senja umumnya merupakan
manifestasi defisiensi vitamin A yang paling awal. Anak yang buta senja biasanya
tidak akan suka bermain- main setelah senja, tetapi lebih suka duduk di pojok
yang aman, sering tidak mampu untuk mencari makanan ataupun mainannya.
X1A, X1B Xerosis Konjungtiva dan Bercak Bitot
9

Epitel konjungtiva pada defisiensi vitamin A berubah bentuknya dari tipe


kollumnar normal menjadi tipe skuamosa bertingkat, dengan akibat hilangnya sel
goblet, pembentukan lapisan sel granular, dan keratinisasi permukaan.
Secara klinis, perubahan ini ditandai dengan kekeringan yang nyata dan hilangnya
kemampuan membasahi mata, daerah yang terkena dampak lebih kasar, disertai
tetesan-tetesan halus atau gelembung pada permukaan, bukan permukaan yang
licin dan mengkilat. Perubahan ini paling baik dideteksi dengan pencahayaan dari
sisi oblik, perubahan ini sering hampir tidak kentara dan dapat tidak jelas karena
pengeluaran air mata yang hebat. Bila pengeluaran air mata berhenti, maka daerah
yang terkena akan tampak seperti "beting daerah pasang surut" (sanbank at
receding tide).
Abnormalitas sering diabaikan atau kenyataanya overkompensasi, overdiagnosis.
Maka abnormalitas tidak merupakan suatu dasar yang tepat untuk menegakkan
prevalensi xeroftalmia klinis, dan xerosis konjungtiva tidak dapat dianggap
sebagai kriteria yang dapat diterima untuk menetapkan apakah defisiensi vitamin
A adalah suatu masalah kesehatan yang berarti.
Xerosis konjungtiva awalnya muncul pada kuadram temporal, sebagai suatu
potongan kecil oval atau segitiga yang berbatasan dengan limbus pada fisura
interpalpebral. Hampir selalu ada pada kedua mata. Pada beberapa individu,
keratin dan basil saprofit berkumpul pada permukaan xerotik, memberikan suatu
gambaran seperti busa atau kiju. Lesi seperti ini dikenal dengan bercak Bitot.
Bahan yang melapisinya lebih mudah dibersihkan, dan jumlah yang terbentuk
lebih bervariasi dari hari ke hari. Bila defisiensi lebih berat, lesi akan terbentuk
juga di kuadran nasal, walau kurang mencolok. Bercak Bitot dapat segera dikenali
dan merupakan suatu kriteria klinis yang berguna untuk penilaian status vitamin A
suatu

populasi.

Gambar

4.

Gambar

5. X1B Bercak Bitot (busa)

10

X1A

Xerosis Konjungtiva

Gambar 6. X1B Bercak Bitot (kiju)


X2. Xerosis Kornea
Perubahan kornea terjadi pada awal defisiensi vitamin A, jauh sebelum perubahan
kornea dapat dilihat dengan mata telanjang. Banyak anak- anak dengan rabun
senja (tanpa menderita xerosis konjungtiva secara klinis) mempunyai lesi pungtata
superfisial yang khas pada inferior-nsal kornea, yang berwarna cemerlang dengan
fluorsensi. Pada awal penyakit lesi hanya dapat dilihat dengan menggunakan
slitlamp biomikroskop.5
Dengan makin beratnya penyakit, lesi pungtata menjadi lebih banyak, menyebar
ke atas melebihi bagian tengah kornea dan stroma kornea menjadi bengkak.
Secara klinis pada kornea terjadi xerosis klasik, dengan penampilan yang kabur,
tidak bercahaya, kering dan pertama kali tampak dekat limbus inferior. Plak yang
tebal dan mengalami keratinisasi menyerupai bercak Bitot dapat terbentuk pada
permukaan kornea dan sering memadat pada daerah interpalpebral.
Gambar 7,8 : X2 Xerosis Konjungtiva
a)

X3A,

X3B.

Kornea/Keratomalasia

11

Ulkus

Ulserasi/Keratomalacia mengindikasikan adanya kerusakan permanen dari


sebagian atau semua stroma kornea, mengakibatkan perubahan struktur yang
permanen.5 Keratomalasia yang terlokalisir merupakan kondisi yang secara cepat
dapat memepengaruhi ketebalan kornea. Munculan pertamanya berupa penonjolan
opaque yang berwarna keabuan hingga kekuningan atau perlekukan keluar dari
permukaan kornea. Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, stroma yang nekrotik
tersebut akan meluruh dan meninggalkan ulkus yang besar dan dalam atau
descemetocele ( Herniasi dari membrane Descemet ). Sedangkan ulkus yang kecil
akan menyembuh dan membentuk leukoma.
Ulserasi yang mengenai kurang dari sepertiga permukaan kornea (X3A)
biasanya tidak mengenai zona pupil central dan terapi yang cepat dapat
menyelamatkan pengelihatan normal. Ulserasi yang lebih luas (X3B), terutama
xnekrosis likuofaktif, akan menyebabkan perforasi, extrusi dari bahan intraocular,
dan rusaknya bola mata.
Kasus ulserasi/nekrosis akibat defisiensi vitamin A dan yang diakibatkan oleh
infeksi bakteri atau jamur biasanya susah dibedakan. Ini dikarenakan lesi
defisiensi vitamin dapat terinfeksi secara sekunder. Ketika status vitamin A turun
secara drastis, misalnya pada kasus campak, gastroenteritis, atau pada
kwashiorkor pada anak yang status vitamin A yang pas-pasan, kemunculan ulkus
kornea dapat langsung tampak tanpa gejala rabun senja dan xerosis konjungtiva.
Pada kasus tersebut, kita dapat secara aman mengasumsikan bahwa defisiensi
vitamin A dan infeksi ada dan ditatalaksana sesuai penyakitnya
masing-masing.
Gambar 9,10. X3A
Ulserasi kornea

12

Gambar 11,12. X3B Ulserasi kornea


XS. Jaringan Parut Kornea
Gejala sisa yang terjadi setelah sembuh dari penyakit kornea terdahulu yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin A termasuk opasitas atau jaringan parut
dengan bermacam-macam identitas/kepadatan (nebula, makula, leukoma),
kelemahan
(penonjolan)

dan
lapisan

outpouching
kornea

yang

tersisa.5

Gambar 13, 14. Jaringan Parut kornea


b) XF. Fundus Xerophtalmik
Lesi retinal kecil putih yang muncul pada beberapa kasus defisiensi
vitamin A. Lesi tersebut dapat disertai dengan konstriksi lapangan pandang dan
akan menghilang dalam 2-4 bulan setelah diberikan terapi vitamin A.
Anak-anak dengan suspek atau beresiko xerophtalmia harus diperiksa
dengan cahaya luar yang terang pada kedua mata sambil membelakangi matahari
atau dengan bantuan senter dan lup. Namun, karena adanya
13

nyeri dan reflex blepharospasmik pada keterlibatan kornea, anak biasanya akan
menutup matanya. Bila perlu, kepala anak dapat distabilkan oleh orang tua atau
asisten sementara dokter pemeriksa perlahan-lahan memisahkan kelopak mata
dengan speculum kelopak.

Gambar 15. Fundus Xeroftalmik


2.8 Diagnosis
Defisiensi vitamin A dapat dicurigai dengan karakteristik manifestasi klinis
dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan kadar vitamin A serum yang kurang dari
200ug/L dan karotennoid kurang dari 500ug/L. Dark adaptation test dapat berguna
dalam diagnosis. Xerosis konjungtiva dapat dideteksi dengan pemeriksaan
mikroskopik. Pemeriksaan apusan mata direkomendasikan untuk diagnostik.
Vitamin A dan serum retinol diperiksa menggunakan High Performance Liquid
Cromatography (HPLC).
2.9 Pemeriksaan Penunjang
2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan retinol serum dapat dilakukan menggunakan kinerja tinggi
kromatografi cair. Sebuah nilai kurang dari 0,7 mg / L pada anak-anak muda dari
12 tahun dianggap rendah.
Sebuah panel besi berguna karena kekurangan zat besi dapat mempengaruhi
metabolisme vitamin A.
Evaluasi elektrolit dan pemeriksaan fungsi hati harus dilakukan untuk
mengevaluasi status gizi dan volume.
2.9.Pemeriksaan Radiologi
Pada anak-anak, film radiografi tulang panjang mungkin berguna saat evaluasi
sedang dibuat untuk pertumbuhan tulang dan untuk deposisi berlebihan tulang
periosteal.
14

2.10 Penatalaksanaan
Tatalaksana pada tabel dibawah dapat digunakan kepada individu dengan semua
stadium xeroftalmia, seperti rabun senja, dan xerosis konjungtiva dengan bintik
bitot. Xerosis kornea, ulkus kornea, dan keratomalasia. Dosis awal dapat dimulai
segera setelah didiagnosis ditegakkan. Setelah itu individu dengan lesi kornea akut
segera dirujuk ke rumah sakit untuk dilakukan tatalaksana emergensi.
Tabel 3 : Jadwal Terapi Xeroftalmia
Waktu Pemberian

Dosis Vitamin A

Segera setelah diagnosis:


Usia < 6 bulan

50 000 IU

Usia 6-12 bulan

100 000 IU

Usia > 12 bulan

200 000 IU

Hari berikutnya

Sama sesuai dosis diatas

Minimal 2 minggu berikutnya

Sama sesuai dosis diatas

Anak dengan diare dapat mengalami penurunan absorbsi vitamin A, namun masih
dapat menyerap lebih dari cukup untuk mengatasi defisiensi jika dosis
rekomendasi diberikan. Namun , anak xeroftalmia dengan malnutrisi energi
protein berat butuh dimonitor secara hati-hati sebab status vitamin A tidak stabil
dan dapat secara cepat memburuk, walaupun ditatalaksana sesuai rekomendasi.
Dosis tambahan dapat digunakan terhadap grup yang rentan ini.
Xeroftalmia kornea adalah kegawatdaruratan medik. Vitamin A harus segera di
berikan sesuai rekomendasi pada tabel diatas. Antibiotik topikal seperti tetrasiklin
atau kloramfenikol dapat diberikan untuk mengatasi atau mencegah infeksi bakteri
sekunder. Salap mata yang mengandung steroid jangan diberikan dalam keadaan
ini.
Untuk mengcegah trauma terhadap kornea yang lemah akibat ulkus, mata harus
dilindungi. Pada kasus anak , sebaiknya tangan diikat agar tidak bergerak. Xerosis
15

kornea berespon terhadap terapi vitamin A dalam waktu 2-5 hari, dengan kornea
yang kembali normal dengan waktu 1-2 minggu.
Anak dengan xeroftalmia, terutama rabun senja, seringkali sakit berat,
malnutrisi , dan dehidrasi. Tatalaksana umum, rehidrasi, dan diet tinggi protein
yang mudah diserap (jika diperlukan via pipa nasogastik) akan membantu
memperbaiki keadaannya. Penyakit penyerta, seperti infeksi respiratori dan
gastrointestinal, tuberkulosis, cacing, dan amobasis dapat ditatalaksana dengan
obat yang sesuai (antibiotik , anticacing, dan lain-lain).5
Perawatan mata diberikan salap antiobiotik spektrum luas setiap 8 jam untuk
mengurangi resiko infeksi bakteri. Pada infeksi yang nyata dibutuhkan terapi
sistemik yang adekuat, pemberian antibiotik spektrum luas khususnya terhadap
Staphylococcus dan Pseudomonas dapat diberikan sebelum kuman penyebab
infeksi teridentifikasi ( Contoh: Basitrasin dan gentamisin topikal, ditambah
gentamisin dan metisilin subkonjungtiva dan sistemik).5
Pencegahan Rekurensi
Ibu dan care giver diperlukan untuk memastikan anak mendapatkan diet kaya
vitamin A. Mereka ditunjukkan bagaimana cara menyiapkan makanan kaya
vitamin A dari suber yang tidak mahal seperti mangga, pepaya, wortel, labu
kuning, ubi jalar, sayuran berdaun hijau gelapdan lain-lain)
Tabel 4.: Makanan Vitamin A
Sumber Makanan
Kelompok
Usia
Usia anak
0-5 bulan

Wortel

Ubi jalar

Sayuran Hijau

Mangga

6-11 bulan

ASI Eksklusif
1 sdm

1 sdm

cup

50 mg

1-2 tahun

1 sdm

1 sdm

cup

50 mg

2-6 tahun

2 sdm / 25 mg

1 sdm

cup

70 mg

16

Penyakit infeksi berat, khususnya pada campak, juga malaria dan chiken pox,
dapat menyebabkan dekompensasi akut terhadap status vitamin A. Jika kadar
vitamin A tubuh berada dalam batas rendah, anak akan sangat beresiko menjadi
buta, komplikasi sistemik (seperti laringotrakeobrongkitis) dan kematian.
Campak
Anak dengan defisiensi vitamin A bersamaan dengan campak dapat menglami
komplikasi yang serius, dan segera terapi vitamin A dapat secara signifikan
menurunkan resiko fatal.
Terhadap semua anak dengan penyakit campak pada populasi yang diketahui
banyak menderita defisiensi vitamin A, atau case fatality rates campak diatas 1%
harus mendapatkan dosis terapi vitamin A yang sama dengan mereka yang
menderita xeroftalmia ( dosis sesuai usia) selama dua hari berturu-turut. Anak ini
diasumsikan mengalami defisiensi vitamin A, tanpa memperhatikan tampilan anak
dengan campak dalam keadaan berat, komplikasi, ataupun mengancam nyawa.
Anak yang menderita penyakit campak dibawah usia 2 tahun sebaiknya diberi
terapi vitamin A meskipun tidak merupakan kelompok resiko tinggi.
2.10.2 Pencegahan
a)

Meningkatkan asupan makanan yang mengandung vitamin A


Asupan makanan yang inadekuat terhadap vitamin A dapat dimulai dengan

cepatnya penghentian pemberian ASI, kemudian disusul dengan kurangnya


asupan makanan yang kaya karoten atau Vitamin A. Dengan pemberian ASI
kemudian setelah usia 6 bulan anak diberi makanan kaya provitamin A seperti
buah mangga, pepaya, sayuran berdaun hijau gelap, dan dari sumber hewani
seperti kuning telur, ayam dan hati akan secara signifikan mengurangi terjadinya
defisiensi vitamin A.
Sayuran hijau merupakan sumber yang tidak mahal dan yang paling banyak
mengandung vitamin A. Sebagai acuan, orang tua harus mengetahui bahwa
segenggam sayur bayam segar( 68 gram) memiliki kandungan vitamin A setara
17

dengan seporsi kecil hati sapi ( 63 gr), dan setara dengan 4 medium size telur
ayam ( 227 gram)

a) Suplementasi Vitamin A
Suplementasi secara periodik dapat bermanfaat untuk memberikan kuantitas
vitamin

yang

besar

yang

dapat

disimpan

sebagai

cadangan

di

hepar.Suplementasi oral retinil palmitat 110 mg atau 66 mg retinil asetat (200.000


IU vitamin A) dan setengah dosis untuk anak usia 6-11 tahun setiap 4-6 bulan
dapat melindungi anak dari defisiensi vitamin A.
Vitamin A dapat diberikan sebagai kapsul atau cairan. Kecuali pada anak
yang mengalami xerophtalmia, kurang energi protein (kwashiorkor) dan beberapa
penyakit berat, penting untuk dipastikan vitamin A tidak diberikan melebihi batas
dosis yang aman. Pada saat ini,

interval pemberian vitamin A yang telah

ditetapkan adalah 4-6 bulan, walaupun telah disarankan bahwa jarak pemberian
ini bisa dikurangi jadi 3 bulan.
Tabel 6. Jadwal Vitamin A dosis Profilaksis5
Individu
Usia 0-6 bulan

Dosis Oral
Waktu
13,75 mg retinil palmitat 1-3 kali hingga usia 6
(25 000 IU)

Usia 6-11 bulan

bulan

55 mg retinil palmitat Sekali tiap 4-6 bulan


(100 000 IU)

Usia > 12 bulan

110 mg retinil palmitat Sekali tiap 4-6 bulan


(200 000 IU)

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Semba, RD, MW Bloem. The anemia of vitamin A deficiency: epidemiology
and pathogenesis. European Journal of Clinical Nutrition: 2002.
2. Annstas,

George.

Vitamin

Deficiency.

2012.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/126004-overview
3. Sommer, Alfred. Vitamin A deficiency and Its Consequences A Field Guide To
Detection and Control.1995. Penerbit: WHO
4.

Gibney, J Michael, et al. Gizi Kesehatan Masyarakat. 2009. Penerbit : EGC.

5. West. Clivt E.Vitamin A and Measles. Nutrition Reviews, Vol.58. diunduh


dari http://www.measlesrubellainitiative.org.
6. http://www.pediatriconcall.com/forpatients/commonchild/Vitamin_deficiency
/vitamin_deficiency.asp
7. Behrman, R. dan, R. Kliegman. Nelson Textbook of Pediatics 17th edition. pp
242
8. WHO, UNICEF, VACG Task Force. Vitamin A Supplements: A Guide to
Their Use in Treatment and Prevention of Vitamin A deficiency and
Xeroftalmia. 1997. Diunduh dari http://www.who.int
9. Azrimaidalida. Vitamin A, Imunitas dan Kaitannya Dengan Penyakit Infeksi .
Jurnal Kesehatan Masyarakat.2007.
10. Nutrition Information Centre University of Stellenbosch. Vitamin A. Diunduh
dari http://www.sun.ac.za/nicus.
11. Arisman.2002.Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Universitas Palembang.Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan
Tinggi.Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
12. Sunita Almatsir. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. 2003

19

Anda mungkin juga menyukai