Anda di halaman 1dari 24

Perkembangan Bedah Janin

Sejarah bedah janin bercirikan ketergantungan mutlak pada kemungkinan


diagnosis sebelum lahir. Metode pencitraan baru yang berkekuatan penuh, teknik
pengambilan-sampel air ketuban dan jaringan janin, dan genetika molekuler modern
untuk diagnosis pralahir berbagai penyakit bawaan telah membuka selubung rahasia
dari janin. Sekalipun sebagian besar cacat bawaan yang terdeteksi sebelum lahir bisa
ditangani setelah pengangkutan ibu, sedikit cacat anatomi sederhana yang
membutuhkan bedah janin, meskipun dengan hasil yang bisa diprediksi buruk.
Pemahaman tentang fisiologi dan patofisiologi intrauterin pada beberapa cacat
bawaan dikaji dalam studi model binatang, dan riwayat alami dari cacat bawaan yang
ditunjukkan oleh pengamatan pralahir pada janin manusia. Kriteria seleksi untuk
intervensi intrauterin ada dikembangkan. Selama dua dekade terakhir, teknik bedah
untuk bedah janin terbuka dan endoskopik telah didefinisikan dan anesthesia dan
tocolysis untuk bedah janin telah ditingkatkan. Begitu kita memasuki abad 21, bidang
bedah ini pasti akan berkembang.

Hingga paroh terakhir abad 20, janin tetap sendirian, terbungkus dan
tersembunyi dari penglihatan di dalam kandungan, yang mengambang tanpa
gangguan selama kehamilan hingga tiba saatnya kelahiran. Alasan utama untuk
kehidupan terasing janin yang lama bukan karena ketidakmauan menerima
kemungkinan pengobatan, namun karena ketiadaan cara yang pasti dalam mengamati

dan memahami kehidupan di dalam kandungan. Setelah laporan pertama tentang


diagnosis

ultrasonografi

in

utero

kelainan

bawaan

pada

tahun

1970-an,

dimungkinkanlah mendefinisikan diagnosis pralahir dan riwayat alami intrauterin dari


penyakit janin. Juga telah banyak banyak bedah janin percobaan dilaksanakan yang
memungkinkan kita bisa memahami fisiologi janin normal dan patofisiologi cacat
janin. Selama dekade terakhir, kelompok-kelompok perintis bedah meneliti dasar
pemikiran dan kelayakan dari bedah janin manusia, dan mengupayakan perbaikan
intrauterin dari kelainan bawaan spesifik, seperti hernia diafragma bawaan, cacat
adenomatoid kista bawaan, meningomyocele dan sindrom transfusi kembar-kekembar.
Dalam tulisan ini, kami meninjau sejarah perkembangan bedah janin. Akan
dibuat perbedaan antara bedah janin percobaan dan percobaan klinik.
Rangkuman singkat dari tonggak-tonggak perkembangan bedah janin
dipresentasikan dalam Tabel 1.
KEDOKTERAN JANIN KUNO
Dalam usaha menjelaskan bagaimana janin terkait dengan si anak, para ahli
Yunani dan Romawi mengkonsepsikan ide manusia homunculus-a miniature yang
hidup dan tumbuh berkembang di dalam ibu sebelum lahir (Gambar 1). Aristoteles
(450-377 SM), seorang dokter Yunani yang dianggap sebagai Bapa Kedokteran,
mencapai kesimpulan intuitif yang sangat cerdas bahwa janin buang air kecil di
dalam kandungan dan bahwa air ketuban sebagian besar terdiri dari urin janin. Celsus

(30? SM 45?), seorang dokter Romawi dari abad pertama, disebut


merekomendasikan pemenggalan leher untuk letak melintang terjepit. Andreas
Versalius (1514-1564), Bapa Anatomi Modern, mengadakan pengamatan analysa
sejati pertama atas janin mamalia yang hidup. Ia menegaskan bahwa janin berusaha
untuk bernapas bila dipaparkan pada udara. Ia juga mencatat bahwa arteri janin pada
tali pusar berdenyut secara teratur sampai napas janin dimulai.
Tabel 1. Tonggak-tonggak dalam Perkembangan Bedah Janin
Pemenggalan kepala janin untuk letak melintang terjepit (Celsus, zaman Romawi)
Keberhasilan bedah janin yang dilaporkan pertama pada binatang (Bors, 1925)
Visualisasi endoskopik langsung pertama janin (Westin, 1954)
Transfusi janin langsung (Lilly, 1963)
Model hernia diafragma bawaan domba (de Lorimier et al., 1967)
Model uropathy obstruktif domba (Beck, 1971)
Ultrasonografi real-time diperkenalkan (1970-an)
Bedah janin terbuka manusia yang berhasil pertama (Harrison et al., 1983)
Bedah janin terbuka manusia yang berhasil pertama untuk hernia diafragma bawaan
(Harrison et al., 1989)
Teknik fetoskopi percobaan (Harrison et al, 1989)
Vesicostomy endoskopi manusia yang berhasil pertama (MacMahon, 1992)
Jepitan FETENDO yang berhasil pertama (Harrison et al, 1997)
BEDAH JANIN PERCOBAAN
Barulah di abad 19 preparasi binatang percobaan digunakan untuk melakukan
pengamatan fisiologik atas janin mamalia yang hidup. Bichat pada tahun 1803 adalah

yang pertama mengkaji gerakan janin. Zunt pada tahun 1877 dan kemudian Preyer
pada tahun 1885, mengkaji janin marmut utuh yang disuspensikan dalam saline
hangat dan mencatat bahwa begitu janin dibiarkan bernapas, janin tersebut tidak bisa
dikembalikan kepada induknya dan tetap bertahan hidup. Pada tahun 1918, Mayer
mengangkat janin marmut dari rahim dan menempatkannya di dalam rongga perut.
Sebagian janin ini bertahan hidup selama beberapa hari. Pada tahun 1919 Wolff
mengulangi percobaan ini pada janin kelinci dan memperoleh hasil serupa. Pada
tahun 1925 Bors melaporkan prosedur bedah janin yang berhasil pertama. Ia
mengamputasi anggota gerak janin marmut melalui incisi rahim kecil. Incisi ditutup
dan janin yang bisa bertahan hidup akhirnya dilahirkan. Di tahun yang sama,
Nicholas juga mencapai kelangsungan hidup setelah mengablasi satu mata, tungkai
atau ekor pada janin tikus. Prosedur ini menghasilkan perkembangan teknik untuk
studi fisiologi janin dengan bedah ablasi yang lebih canggih. Hooker dan Nicholas
pada tahun 1930 Ton melaksanakan adrenalectomy janin, dan kemudian Jost
mengkaji efek donadectomy pada berbagai tahap perkembangan janin, dan pada
tahun 1946

menunjukkan bahwa pengangkatan testis janin kelinci sangat

mempengaruhi perkembangan organ-organ sexual selanjutnya. Pada tahun 1949


Foote dan Foote mengeksplorasi pemenggalan leher sebagai cara mengkaji pengaruh
pituitary pada perkembangan janin selanjutnya. Domm dan Leroy menggunakan
metode hypophysectomy serupa pada janin tikus di tahun 1951 untuk mengkaji
perkembangan organ-organ janin selanjutnya tergantung pada pituitary.

Perlunya percobaan jangka panjang mendorong penggunaan binatang


percobaan yang lebih besar. Mungkin dombalah binatang yang paling luas digunakan,
karena relatip murah dan mengalami kejadian kembar yang tinggi. Alasan utama
lainnya untuk menggunakan domba adalah bahwa domba mempunyai rahim ovine
yang relatip diam. Dinding rahim domba, bahkan selama hamil, sangat tipis dan tidak
mendekati rahim primata dari segi muskular maupun vaskuler.
Antara penghujung tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, penekanan
percobaan fisiologik bergeser dari percobaan akut dan ablatif ke percobaan kronis,
dengan menggunakan berbagai teknik kateterisasi jangka panjang. Maloney mengkaji
perkembangan fungsional sistem pernapasan pada model janin domba. Pada tahun
1955 Louw dan Barnard menunjukkan bahwa ligasi pembuluh-pembuluh mesenterik
pada janin anjing menyebabkan atresia usus. Jackson et al. bisa menciptakan
koarktasi aorta pada tahun 1963. Pada tahun 1966 Holder dan Aschraft dan Morgan et
al berusaha menciptakan atresia empedu percobaan.
Kelompok De Lorimier mengembangkan model untuk mengkaji hernia
diafragma pada janin domba, dan antara tahun 1970 dan 1973, Beck, Tanagho dan
Javadpour et al mengembangkan model untuk mengkaji uropathy obstruktif pada
domba. Kent et al dan Burington dan Olley mengkaji fisiologi sirkulasi pada domba
dengan hernia diafragma. Dalam studi-studi ini, hernia diafragma dibentuk dengan
bedah janin relatip dini dalam kehamilan. Starrett dan de Lorimier melaporkan hasil
serupa pada domba di mana hernia diafragma dibentuk jauh lebih belakangan pada
kehidupan janin.
5

Penggunaan primata sebagai model untuk bedah janin relatip terbatas. Primata
mahal dan kehamilan lebih sulit dipelihara. Akan tetapi, banyak model untuk bedah
janin dikembangkan secara eksklusif untuk primata. Di penghujung tahun 1960-an,
Chez melaksanakan percobaan yang mengamati fungsi ginjal pada berbadai model
kera. Ini merupakan studi kateterisasi berjangka waktu relatip singkat. Pada tahun
1969, Parshall dan Silverstein melaporkan tentang penggunaan janin kera Rhesus
untuk studi immunologik, yang meliputi cangkok kulit, splenectomy dan
thymectomy. Peneliti ini beroperasi atas janin yang sama, sebanyak empat kali, tanpa
adanya peningkatan dalam kesakitan induk atau janin. Dalam waktu yang kira-kira
sama, Myers mengkaji hasil ligasi vena carotid dan vena jugular internal dalam
perkembangan otak janin. Peneliti ini bisa mengeksteriorisasi secara total janin pada
kera rhesus, sambil memelihara tali pusar dengan hati-hati.
Selama periode ini, bedah janin digunakan dalam penelitian percobaan
binatang untuk mengamati perkembangan dan fisiologi normal janin dan untuk
meneliti patofisiologi kelainan bawaan.
Setelah diperkenalkannya ultrasonografi untuk diagnosis in utero kelainan
bawaan manusia pada tahun 1970-an, dimungkinkanlah memulai penelitian tentang
perbaikan intrauterin penyakit janin manusia.
BEDAH JANIN TERAPEUTIK
Bedah janin terapeutik tidak bisa dimulai sebelum tersedia cara-cara untuk
mendiagnosa penyakit janin.

Pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, ketidakserasian Rh merupakan


masalah utama dalam obstetrik, ekspresinya paling berat adalah erythroblastosis
fetalis. Liley menunjukkan bahwa transfusi janin langsung, dengan menggunakan
rongga peritoneal, berhasil secara teknis dalam tiga kasus. Kemudian di tahun yang
sama, Freda dan Adamsons melaksanakan transfusi pertukaran terbuka pada janin
dengan usia kehamilan sekitar 28 minggu selama periode dua-jam, dengan
menggunakan sayat turun pada arteri femoral janin. Pada tahun 1966, Asensio et al
melaksanakan transfusi pertukaran terbuka serupa dengan menggunakan vena
saphena pada 31 minggu usia kehamilan. Si bayi dilahirkan tiga minggu kemudian
dan selamat. Diperkenalkannya globulin kekebalan Rho (D) yang menyebabkan
penurunan drastis dalam kejadian ibu peka Rh dan penurunan yang bersesuaian dalam
frekuensi prosedur transfusi janin.
Di tahun-tahun belakangan ini, ultrasound merupakan diagnosis pralahir
utama, dan sekarang ini digunakan di sebagian negara untuk memeriksa hampir setiap
wanita hamil. Dari sudut pandang ahli bedah anak, ultrasound memungkinkan
diagnosis pralahir kelainan bawaan berat, di pusat bedah anak sebelum kelahiran
bukan setelah kelahiran. Pencitraan resonansi magnetik (MRI) janin adalah modalitas
diagnostik yang dikembangkan baru-baru ini (Gambar 2), yang mempunyai beberapa
keuntungan untuk bedah janin dibanding ultrasound obstetrik, seperti bidang
pandangnya yang besar, kontras jaringan-lunak yang lebih unggul, pengukuran
volumetrik yang lebih tepat dan akurasinya yang lebih besar dalam memperlihatkan
kelainan intracranial.
7

Kemampuan untuk mendiagnosa kelainan bawaan sebelum kelahiran


mendorong perhatian yang mencolok pada kemungkinan bedah in utero sebagai cara
memperbaiki cacat sedemikian. Harrison et al meninjau opsi-opsi penatalaksanaan
yang tersedia dalam kasus janin dengan cacat yang bisa diperbaiki, dan menegaskan
bahwa pengguguran selektif kehamilan merupakan opsi yang layak untuk sebagian
lesi fatal secara merata, seperti anencephaly atau agenesis ginjal bilateral. Lesi
lainnya, seperti atresia saluran gastrointestinal, akan paling tepat ditangani dengan
membiarkan kehamilan terus berlanjut sampai aterm, untuk memungkinkan perbaikan
cacat neonatus. Sebagian lesi, seperti uropathy obstruktif atau sebagian kasus
hydrocephalus mungkin membutuhkan kelahiran prematur dipicu, sementara lesi
lainnya, seperti kembar menyatu atau teratoma sacrococcygeal besar mungkin
membutuhkan bedah cesar. Daftar kelainan yang mungkin membutuhkan terapi in
utero tidak panjang, dan lesi bedah yang didaftarkan untuk bedah janin manusia
hanyalah hydronephrosis bilateral, hernia diafragma, hydrocephalus obstruktif,
teratoma

sacrococcygeal

besar,

cacat

adenomatoid

kista

paru

bawaan,

meningomyocele dan sindrom transfus kembar-ke-kembar.


Intervensi bedah hanya dibenarkan dalam menghadapi penyakit progresif
yang mungkin fatal tanpa pengobatan. Karena keharusan, mengoperasi janin
melibatkan prosedur bedah pada ibu. Kesakitan ibu akan membatasi bedah janin pada
kelainan berat yang mengancam-nyawa untuk waktu dekat. Ide dasar dari bedah janin
adalah bahwa perkembangan kacau dari organ janin bisa dinormalkan, bahkan

mungkin dipulihkan secara total, jika prosedur perbaikan dilaksanakan cukup dini
pada kehidupan janin.
Pada tahun 1980-an, pengalaman bertahun-tahun bekerja di laboratorium
binatang diterjemahkan ke kamar operasi, dan bedah janin terbuka dilaksanakan
pertama kali pada manusia. Tidak sedikit penelitian ini dilaksanakan di University of
California, Fetal Treatment Center at the San Francisco di bawah pengawasan
Michael Harrison. Teknik bedah, anesthetik dan tocolytik untuk bedah janin
dikembangkan pada primata nonmanusia dan diterapkan secara klinik, pada kondisi
yang dalam hal lainnya mematikan. Untuk setiap cacat lahir, tahap-tahapnya meliputi:
klarifikasi patofisiologi yang relevan pada janin binatang laboratorium, pembuktian
efikasi intervensi janin pada binatang laboratorium, definisi substrat anatomik dengan
menggunakan ultrasonografi pada manusia dengan studi serial tentang janin manusia,
pengembangan kriteria seleksi yang tepat untuk intervensi pralahir, dan hanya bila
prasyarat ini dipenuhi, teknik diterapkan pada janin manusia.
Bedah janin terbuka dilaksanakan di beberapa pusat medis selama dekade
yang lalu. Prosedur bedah yang paling umum dilaksanakan pada janin meliputi:
perbaikan hernia diafragma bawaan, reseksi kelainan adenomatoid kista paru,
vesicostomy untuk hydronephrosis obstruktif, perbaikan meningomyocele, dan
ekscisi teratoma sacrococcygeal besar. Akan tetapi, prosedur terbuka ini mengalami
kerugian besar dengan pelaksanaan bedah pada janin yang stres, karena air ketuban
diangkat dan janin dipaparkan pada lingkungan panggung operasi. Akibatnya,
kematian janin yang dirawat setelah bedah janin terbuka tinggi, dan bisa mencapai
9

50%. Fetal Treatment Center in San Francisco mempunyai pengalaman paling luas,
dan setelah 20 tahun bedah terbuka, pusat medis ini sekarang meninggalkan sebagian
besar operasi janin terbuka. Kematian ibu yang terkait dengan hysterectomy besar
tinggi. Selain itu, persalinan prematur, yang terjadi pada semua kasus sering sulit
dikontrol. Tindak lanjut jangka panjang atas mereka yang selamat dari bedah janin
terbuka menunjukkan kejadian 21% cedera sistem saraf pusat berat pada bayi, yang
mungkin terkait dengan hipotensi selama intervensi bedah, keterpaparan janin selama
operasi, atau keterpaparan pada pengobatan dengan obat yang diberikan kepada ibu.
Baru-baru ini, penyatuan fetoscopy dan bedah video-endoskopik canggih
menjadi basis dari bedah janin endoskopik. Visualisasi endoskopik langsung janin
dideskripsikan Westin pertama kali pada tahun 1954. Masalah utamanya adalah
penglihatan terbatas yang dimungkinkan oleh air ketuban kental dan penuh-debris.
MacMahon et al melaksanakan vesicostomy endoskopik pertama pada tahun 1992.
Pada 17,5 minggu usia kehamilan, ia dapat melaksanakan vesicostomy fungsional
dengan menggunakan endoskop 3 mm dan fiber laser Nd:YAG.
Keberhasilan penjepitan fetoskopik trachea janin untuk mempercepat
pertumbuhan paru pada hernia diafragma bawaan dilaporkan pada enam kasus
manusia. Empat dari enam yang selamat, dan sekali lagi, modifikasi fetoskopik
prosedur tampaknya mengurangi perlunya tocolytic untuk prosedur yang sama
dengan hysterectomy. Walaupun masih tetap dalam fase klinik awal, bedah janin
endoskopik memberikan harapan baru untuk terapi janin bedah.

10

BEDAH JANIN DI MASA DEPAN


Persalinan prematur tetap merupakan penyembuh Achilles atas semua bedah
janin. Disebutkan bahwa tocolysis yang efektif adalah berupa bedah janin yang
serupa dengan supresi kekebalan untuk transplantasi organ. Jika tocolysis yang lebih
efektif bisa mengurangi risiko ibu dan janin, bedah janin mungkin berpotensi
menawarkan alternatip untuk pendekatan cari dan hancurkan saat ini terhadap
diagnosis pralahir.
Pengembangan placenta buatan bisa memfasilitasi dukungan janin hingga
aterm, tanpa adanya risiko persalinan prematur setelah bedah janin. Di suatu waktu
kelak, ibu mungkin dihadapkan dengan bayi masa depannya sedang mengambang di
dalam air ketuban mesin placenta buatan setelah bedah janin.
Bedah robot adalah usaha menarik lainnya dalam bedah janin masa depan.
Robot miniatur bawah air bisa berenang-renang dalam air ketuban, memasuki trachea
janin dan menyumbat trachea dengan balon untuk mempercepat pertumbuhan paru
dalam kasus hernia diafragma bawaan. Setelah misi pertamanya selesai, robot
tersebut bisa memancarkan tekanan luminal intra-tracheal, kecepatan denyut jantung
janin dan tekanan cairan intra-amniotik.
Fiksi ilmiah akan menjadi fakta sains dalam bedah janin.

11

Status Bedah Janin Saat Ini


Abstrak. Daya tarik bedah janin adalah kemungkinan menginterupsi perkembangan
in utero (di dalam kandungan) kondisi yang dalam hal lainnya bisa diobati. Meskipun
dengan adanya kemajuan dalam diagnosis pralahir dan peningkatan dalam teknik
bedah, bidang ini belum beranjak dari dasar karena risiko pada ibu dan janin, selama
dan setelah prosedur jauh lebih besar bobotnya ketimbang manfaat, dan intrastruktur
yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas sedemikian sangatlah mahal. Berbagai
kondisi bedah di mana bedah janin diupayakan dan status spesialisasi ini sekarang ini
dibahas dalam tulisan ini.

Intervensi bedah layak pada kondisi, yang mengganggu perkembangan normal janin
dan bila diperbaiki akan memungkinkannya berkembang secara normal. Ini
kontraindikasi pada kondisi yang tidak selaras dengan kehidupan apakah itu karena
keparahan penyakit, cacat yang mengancam-nyawa terkait lainnya atau kelainan
kromosom. Persyaratan sebelum intervensi sedemikian adalah penelitian percobaan
untuk membuktikan patofisiologi cacat dan studi yang cermat atas riwayat penyakit
yang tidak diobati. Penelitian pada bedah janin memang kontroversial dari segi etika
karena menimbulkan risiko pada janin dan wanita hamil. Mengembangkan teknik
bedah yang tepat, mengajukan pemonitoran janin dan rahim dan mencegah kontraksi
rahim

setelah

bedah

(tocolysis)

adalah

perkembangannya.

12

kendala-kendala

utama

dalam

Prosedur janin terapeutik yang berhasil pertama dilaporkan oleh Sir A.W.
Liley, yang mentransfus janin hydropik dengan penyakit Rh pada tahun 1965. Dr
Michael Harrison dan timnya di University of California memprakarsai bedah janin
modern setelah penelitian yang ekstensif pada model binatang. Akan tetapi, banyak
keberhasilan pada model binatang yang tidak bisa diterjemahkan pada kondisi
manusia. Timnya melaksanakan prosedur bedah janin terbuka pada tahun 1982 untuk
uropathy obstruktif. Bayi meninggal pada periode neonatus karena dysplasia paru dan
ginjal yang tidak diketahui. Namun demikian, ini merupakan fajar era baru intervensi
janin. Intervensi janin yang berhasil sekarang dilaksanakan untuk kondisi bedah
seperti

hernia

diafragma

bawaan,

cacat

cystadenomatoid

paru,

teratoma

sacrococcygeal, uropathy obstruktif, dll.


Penelitian
Ini merupakan salah satu aspek paling penting dari penatalaksanaan sebelum
menggeluti intervensi janin. Dua modalitas penting adalah ultrasonografi (US) dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI). Pandangan bisa buruk, bahkan dengan US
resolusi tinggi, karena obesitas ibu dan oligohydramnios. US tiga-dimensi pada
pokoknya digunakan dalam mendeteksi kelainan permukaan seperti bibir sumbing
dan spina bifida, sekarang memungkinkan pengukuran yang akurat volume organ
janin. MRI (echo-planar) sangat berguna dalam mengevaluasi sistem saraf pusat janin
dan juga sebagai tambahan untuk ultrasound dalam mendiagnosa kelainan yang

13

kompleks. Dengan teknik scanning ultracepat, citra janin bisa diperoleh dalam 300400 ms tanpa sedasi.
Pertimbangan dan Risiko Ibu dan Janin
Fisiologi unik janin dengan masalah tambahan cacat terkait dan perbedaan
dalam fisiologi wanita hamil dari wanita tidak-hamil menjadikan anesthesia dan
bedah lebih rumit. Semua studi prosedur intervensi janin berulang kali dan secara
konsisten menunjukkan kelahiran prematur, sering sebelum 30 minggu usia
kehamilan yang dipicu oleh pelanggaran rahim, apakah itu dengan tusukan atau
incisi. Karena itu, terapi tocolytik selalu dibutuhkan, yang sering menyebabkan
edema paru. Kelahiran setelah bedah janin dan semua kehamilan masa mendatang
membutuhkan bedah Cesar, karena hysterectomy untuk bedah janin dilaksanakan
pada segmen rahim atas. Material yang bisa diserap digunakan untuk menutup rahim,
karena penggunaan stapler yang tidak bisa diserap/logam ternyata mempengaruhi
fertilitas pada model binatang. Kehilangan darah intra-operatif yang membutuhkan
transfusi, kebocoran air ketuban dari tempat yang dioperasi/vagina, infeksi luka,
infeksi intrauterin dan juga perubahan perilaku juga bisa terjadi. Dalam kasus
hydrops, ibu harus dimonitor untuk sindrom cermin ibu, yaitu si ibu
mengembangkan fagal jantung output tinggi dan manifestasi fisiologik yang
mencerminkan yang dialami janin yang ditimpa distres. Bedah janin, sayangnya,
sering tidak menyembuhkan ini.

14

Kejadian pemisahan membran khorioamniotik adalah sekitar 47%, yang pada


gilirannya terkait dengan peningkatan kejadian ruptur membran prematur (63%),
persalinan prematur (57%) dan khorioamnionitis (29%). Lebih jauh, kerusakan pada
organ janin yang dioperasi, kejadian embolik yang bisa menyebabkan atresia usus
dan agenesis ginjal: penutupan prematur ductus arteriosus yang menyebabkan gagal
jantung dan kematian neonatus bisa terjadi. Studi-studi jangka panjang menunjukkan
kejadian 21% cedera sistem saraf pusat, yang mungkin disebabkan aliran mendadak
dalam aliran darah otak, yang dipicu oleh hypoxia atau obat tocolytik ibu.
Teknik
Anesthesia inhalasi yang dalam biasanya dipicu dengan isoflurane. Sebelum
ini, semua pasien menerima anesthesia epidural, yang tetap bertahan setelah operasi.
Kedua faktor ini ternyata mengurangi iritabilitas rahim dini. Akan tetapi, kedalaman
anesthesia yang dibutuhkan untuk memberikan relaksasi rahim yang layak bisa
menyebabkan depresi otot jantung janin dan ibu dan mempengaruhi perfusi placenta.
Nitroglycerine (donor nitrit oksida) intravena diupayakan untuk menghempang efek
ini. Si ibu dimonitor dengan oximetri nadi, EKG dan juga dengan kateter vena dan
arteri pusat. Euvolemia tetap terjaga untuk menghindari edema paru pascaoperatif.
Ada dua pendekatan terhadap janin: hysterectomy terbuka dan teknik invasif
minimal.

15

Hysterectomy Terbuka: Rahim dipaparkan melalui incisi abdominal melintang


rendah. Ini digeser ke kiri untuk menghindari kompresi vena cava inferior. Ultrasound
(US) intraoperatif memastikan lokasi placenta dan mengidentifikasi posisi janin.
Janin diinjeksi dengan substansi narkotik dan paralytik. Rahim, yang direlaksasikan
sepenuhnya pada waktu incisi dibuka secara anterior atau secara posterior tergantung
pada posisi placenta. Rahim tidak dibuka pada segmen bawah untuk menghindari
peningkatan risiko air ketuban bocor, chorioamnionitis dan persalinan prematur.
Staple yang bisa diserap memampatkan myometrium dan mengontrol membran,
melanggengkan hemostasis. Penginfus cepat mengganti kembali air ketuban yang
hilang dengan larutan lactat Ringers yang hangat. Janin dimonitor dengan
ekokardiografi dan oximeter nadi mini. Hanya bagian janin yang menjalani bedah
yang dikeluarkan, bagian lainnya tetap terbenam di dalam air ketuban.
Setelah bedah, rahim ditutup dalam dua lapisan yang menahan staple. Selama
penutupan, bolus Magnesium sulfat yang diikuti dengan infus kontinu diberikan.
Aturan tocolytik dengan indomethacin dimulai 4 jam setelah bedah. Kedua substansi
ini dilanjutkan selama 48-72 jam setelah bedah. Tocolysis rawat jalan adalah dengan
terbutaline atau nifedipine oral atau subcutan. Substansi ini dan betamimetik, berhasil
pada model binatang, tidak menunjukkan keamanan dan efikasi yang sama pada
manusia. Iritabilitas rahim dan volume air ketuban dimonitor dan kesejahteraan janin
dinilai menurut gerakan-gerakannya dan ekokardiografi.

16

Teknik Minimally Invasive Fetal Endosurgical (FETENDO): Iritabilitas rahim


dianggap lebih kecil dengan teknik ini. Dituntun oleh US intraoperatif, trocar 5 dan
10 mm dengan flensa kompresi dan balon ditempatkan dengan irigasi kontinu air
hangat melalui sarung hysteroscope 12 mm.
Hernia Diafragma Bawaan (CDH)
CDH mengalami kematian 58%, meskipun dengan perawatan pascalahir
terbaik. Beberapa bayi juga mati di dalam kandungan. Sekarang ini prediktor pralahir
paling handal dari hasil pascalahir adalah LHR: volume paru kanan dibagi dengan
lingkar kepala. Tingkat kelangsungan hidup, bahkan dengan LHR 1,0 adalah 11%
dan untuk LHR 0,6 hampir 0%. Karena itu, satu-satunya pendekatan dengan
potensi meningkatkan riwayat alami suram sedemikian pada kasus berat adalah
intervensi janin.
Akan tetapi, tahap CDH2 dalam kandungan, yaitu thoracotomy dan
laparotomy untuk mengurangi isi dan memperbaiki cacat tidak aman dengan
keberadaan herniasi liver karena ini menyebabkan kekusutan vena pusar. Lebih jauh
ini tidak terbukti meningkatkan kelangsungan hidup dibandingkan dengan terapi
pascalahir standar, bila liver tidak terkurung di dalam hemithorax kiri.
Teknik kedua adalah oklusi tracheal. Pada model binatang, ini terbukti
memicu pertumbuhan paru proliferatif, meningkatkan kepatuhan paru dan
mengurangi viscera yang mengalami herniasi dari dada dengan menahan cairan paru
yang menstimulasi pertumbuhan dan mencegah kolaps paru. Pada metode terbuka,

17

setelah keterpaparan, hemoclip digunakan. Kriteria seleksi saat ini adalah CDH
tersendiri < 26 minggu usia kehamilan, herniasi liver dan LHR 1,0. Akan tetapi, ini
terkait dengan edema scalp janin, ascites dan iritabilitas ibu yang membutuhkan
kelahiran dini, sering sebelum 34 minggu usia kehamilan. Oklusi juga bisa dicapai
dengan teknik FETO (fetoskopik) dengan menggunakan balon. Peningkatan dalam
kelangsungan hidup dicatat dengan penggunaannya pada trimester kedua bukan
trimester ketiga, dan pengangkatan balon pada periode pralahir segera.
Kesakitan pada yang selamat meliputi aliran-balik gastro-esophageal yang
membutuhkan fundoplication, cedera trachea yang membutuhkan perbaikan atau
tracheostomy dan hernia kambuhan setelah perbaikan diafragma. Ruptur membran
prematur dan kelahiran prematur terbukti lebih tinggi secara signifikan pada
kelompok yang menerima intervensi daripada kelompok yang menerima perawatan
standar (p < 0,001). Perubahan-perubahan patologik yang terkait dengan hypoplasia
paru tetap bertahan, paru tetap abnormal dengan jumlah alveolar radial rendah dan
ukuran alveolar meningkat. Tanpa adanya perbaikan dalam kesakitan atau
kelangsungan hidup, banyak pusat medis sekarang meninggalkan oklusi tracheal
janin.
Prosedur pengobatan intrapartum ex-utero (EXIT) digunakan untuk
pengangkatan jepitan. Hanya kepala dan bahu yang dilahirkan yang mempertahankan
sirkulasi fetoplacental. Setelah pengangkatan jepitan, janin diintubasi yang
memungkinkan kelahiran dengan saluran napas yang aman. EXIT juga digunakan

18

untuk memantapkan saluran napas dengan cara terkontrol pada massa leher dan
obstruksi saluran napas tinggi bawaan.
Cacat Adenomatoid Kista Bawaan (CCAM)
Diagnosis ditetapkan dengan US, ekokardiogram dan Doppler berwarna.
Kemunculan hydrops pada janin dengan CCAM tersendiri dan paru yang immature
pasti menyebabkan kematian janin. Sekarang inilah satu-satunya indikasi untuk
intervensi janin. Lesi besar membutuhkan pengawasan US yang cermat untuk
mendeteksi hydrops secara dini. Begitu placentomegaly terdeteksi dan pre-eclampsia
ibu terjadi, sudah terlambat untuk intervensi janin terapeutik. Pemasukan shunt
thoracoamniotik ke dalam kista dominan, penggunaan laser intrauterin percutan dan
reseksi in utero digunakan. Pada semua yang lainnya, perlunya bedah hanya boleh
didasarkan pada penyelidikan pascalahir yang tepat.
Uropathy Obstruktif
Lebih dari 90% ginjal bisa dilihat secara layak pada 22 minggu usia
kehamilan dengan US ibu transabdominal. Kelainan ginjal menyebabkan sekitar 17%
dari semua kelainan yang didiagnosa pada masa pralahir, di mana 50% di antaranya
adalah dilatasi pelvis ginjal. Ini bisa disebabkan obstruksi pada tempat temu
ureteropelvis, tempat temu vesicoureterik dan saluran aliran-keluar kandung kemih,
atau karena aliran balik. Dalam bentuk yang lebih ringan, ini sering merupakan varian
normal. Diameter anteroposterior (APD) dari pelvis yang diukur pada bidang axial
adalah informasi yang paling umum diperoleh. Hasil patologik lebih besar
19

kemungkinannya dengan perkembangan dilatasi di dalam kandungan, diameter AP


10 mm pada trimester ketiga meningkatkan ekogenisitas ginjal dengan atau tanpa
kista dan dilatasi calyceal. Temuan-temuan ini mewajibkan pemeriksaan ultrasound
pascalahir secara dini. Prognosis mungkin buruk terkait dengan oligohydramnios.
Terjadi peningkatan risiko aneuploidy, terutama dengan keberadaan kelainan terkait
lainnya atas sonografi. Sebuah studi tentang 148 janin menyimpulkan bahwa bila
APD pelvis janin 4 mm sebelum 33 minggu usia kehamilan dan 7 mm dari 33
minggu usia kehamilan ke atas ada terdeteksi, ulangi scan pralahir dan evaluasi
pascalahir rinci diindikasikan. Jika APD 4 mm sebelum 33 minggu usia kehamilan
menghilang pada scan pasca-33 minggu usia kehamilan, penyelidikan lebih lanjut
tidak dibutuhkan. Diameter pelvis ginjal yang berfluktuasi lebih dari 4 mm sering
merupakan indikator dari aliran-kembali vesicoureter grade-tinggi dan penanda
kerusakan ginjal. Intervensi in utero hanya diperlukan pada kasus yang sangat jarang
hydronephrosis kasar unilateral. Ini tidak boleh dianggap sepele karena ini bisa
menyebabkan kehilangan ginjal. Pada yang lainnya, pengobatan konservatif dengan
penanganan pascalahir memberikan hasil terbaik.
Pasien yang hanya mengalami uropathy obstruktif infravesical ternyata
merupakan kandidat untuk intervensi pralahir. Tanda-tanda utama dari katup urethral
posterior (PUV) meliputi dilatasi menetap kandung kemih dan urethra proksimal
dengan dinding kandung kemih menebal, dilatasi saluran atas dan oligohydramnios
sampai tingkat yang bervariasi. Ciri-ciri prognosis yang buruk pada PUV adalah

20

deteksi sebelum 24 minggu usia kehamilan, oligohydramnios, kehilangan diferensiasi


corticomedullar, kista cortical ginjal, peningkatan ekhogenisitas cortical dan nilai
kalsium urin janin > 8 mg/L, Sodium > 100 meq/L, Chloride > 90 meq/L dan
microglobulin beta-2 > 4 mg/L. Banyak ciri lainnya yang ternyata mengindikasikan
dysplasia ginjal, yang tidak akan pulih dengan intervensi janin.
Salah satu pendekatan terapeutik in utero dalam kasus sedemikian adalah
penempatan shunt vesicoamniotik. Digunakan kateter ekor-babi terbalik-dobel
dengan stylet untuk tusukan. Akan tetapi, blokade (10-15%), pelepasan (20-30%),
migrasi, cacat dinding perut iatrogenik, kebocoran amniperitoneal ibu dan
choriomanionitis ada dilaporkan. Pembentukan endoskopik fistula vesicocutan dan
penempatan stent jaring kawat yang bisa diekspansikan mungkin bisa mengurangi
tingkat migrasi shunt. Prosedur terbuka meliputi vesicostomy dan ureterostomy.
Metode lainnya adalah ablasi katup dengan elektrokoagulasi atau laser. Akan tetapi,
visualisasi langsung sulit dan jaringan sekitar bisa menjadi rusak. Kematian janin
43% dilaporkan setelah intervensi untuk PUV, meskipun dengan elektrolit urin yang
baik. Hanya janin dengan hydronephrosis berat bilateral yang mempunyai fungsi
ginjal yang baik tetapi mengembangkan oligohydramnios yang membutuhkan
pengobatan karena restorasi air ketuban bisa mencegah perkembangan hypoplasia
paru fatal. Janin dengan sistem tekanan-rendah yang tetap mempunyai output urin
yang baik dan volume air ketuban yang layak tidak membutuhkan intervensi.

21

Teratoma Sacrococcygeal (SCT)


Tumor besar di awal kehamilan bisa menyebabkan placentomegaly, hydrops
dan kematian janin dan sindrom serupa-pre-eclampsia pada ibu. Ini disebabkan gagal
jantung output tinggi pada janin yang disebabkan oleh shunting arteriovena melalui
tumor. Kejadian perdenyutan pada vena pusar janin hydropik berkorelasi dengan hasil
janin yang buruk. Janin dengan hydrops dan lesi lebih besar dari 5 cm yang
didiagnosa setelah 30 minggu usia kehamilan haruslah dilahirkan dengan bedah cesar
segera setelah maturitas paru dipastikan. Janin dengan ciri-ciri serupa yang
didiagnosa sebelum 30 minggu usia kehamilan mengalami hasil yang buruk dan
ekscisi in utero dicoba dengan keberhasilan terbatas. Dalam sebuah studi, 81% dari
26 kehamilan dengan SCT mengalami komplikasi yang signifikan seperti
polyhydramnios, oligohydramnios, persalinan prematur dan pre-eclampsia. Intervensi
janin meliputi aspirasi kista, amnioreduksi, amnioinfusi dan reseksi bedah janin
terbuka. Dari 4 tumor yang direseksi pada janin, 3 selamat. Akan tetapi, rerata usia
kehamilan pada saat kelahiran hanya 29 minggu dan selanjutnya si bayi perlu tinggal
di rumah sakit 16-34 minggu. Teknik intervensi lainnya adalah mengeringkan
pembuluh darah host dengan ablasi radiofrekuensi (RFA). Jarum 3 mm ditempatkan
melalui perut ibu ke dalam janin di bawah tuntunan ultrasound dan Doppler
berwarna, dan energi diberikan sampai aliran darah ke tumor tercegah.

22

Spina bifida
Gerakan tungkai dan kaki yang tampak secara dini pada US sering tidak
tampak kemudian pada kehamilan yang menyatakan secara tak langsung adanya
kerusakan pada plak neural terbuka oleh air ketuban. Intervensi janin dini dianggap
meningkatkan hasil neurologik dan mengurangi herniasi otak tersembunyi yang
terkait dengan cacat Arnold-Chiari. Kesimpulan sebuah studi atas 178 janin yang
menjalani perbaikan intrauterin menunjukkan bahwa janin dengan ukuran ventricular
di bawah 14 mm pada waktu bedah, < 25 minggu usia kehamilan dan cacat yang
berlokasi pada atau di bawah level L4 lebih kecil kemungkinannya membutuhkan
shunt ventriculoperitoneal untuk hydrocephalus selama tahun pertama kehidupan.
Hasil sebuah percobaan acak prospektif MOMS (Management Of
Myelomeningocele Study), yang membandingkan perbaikan meningomyelocele
pralahir dengan perbaikan pascalahir tidak sabar untuk ditunggu. Studi 5-tahun ini,
yang dimulai pada awal tahun 2003 di 3 pusat medis di USA, akan merekrut 200
wanita. Setengahnya akan dialokasikan secara acak untuk menjalani intervensi
pralahir (perbaikan terbuka atau endoskopik) sebelum 25 minggu usia kehamilan
sementara setengah lainnya akan diobati dengan bedah pascalahir. Penempatan
intrauterin percutan shunt ventrikuler juga pernah dicoba sebelumnya untuk
meringankan hydrocephalus bawaan.

23

Skenario India
Sekarang ini, para penulis tidak mengetahui adanya pusat medis di India, yang
menawarkan bedah janin. Sebagian pusat medis mengupayakan intervensi janin
dengan cara aspirasi kista dan yang sejenisnya. Tetapi ini merupakan pengecualian
bukan ketentuan. Penulis berhasil melakukan di tahun delapan-puluhan, bedah janin
percobaan pada kera rhesus. Akan tetapi, di lingkungan India, kelainan bawaan nyata
umumnya terlewatkan (44%) atas scan ultrasound pralahir rutin karena pengalaman
ahli sonologi yang bervariasi, yang berlokasi di berbagai tempat. Angka negatip palsu
(kegagalan mendeteksi) 38% dan angka positip palsu 6% juga ada dilaporkan.
KESIMPULAN
Etika pelaksanaan bedah janin masih menjadi perdebatan. Tingkat risiko yang
tinggi pada ibu dan janin, penanganan komplikasi berat yang terkait dengan
prematuritas dan biaya yang tinggi haruslah tetap dicamkan sebelum menggeluti
bedah janin. Di negara ini dengan memperhatikan skenario ini, orangtua lebih besar
kemungkinannya condong terhadap anak lainnya. Pusat janin di USA sedang
menjauh dari metode terbuka menuju teknik invasif minimal. Trend kedua adalah
gerakan menjauh dari perbaikan total in utero ke arah hanya kejadian yang
mengancam-nyawa, mengurangi waktu operasi dan mengurangi kesakitan.
Sekarang ini, diagnosis pralahir yang akurat adalah apa yang harus menjadi
fokus dari ahli bedah yang mempunyai sumberdaya terbatas. Ini akan membantu kita
memutuskan dimuka tentang waktu dan tempat kelahiran di pusat medis tertier
menjelang aterm sedapat mungkin, yang memberikan harapan terbaik bagi pasien
yang belum lahir ini.

24

Anda mungkin juga menyukai