Disusun oleh:
Muhamad Fadlie Setyaji
012106224
Pembimbing:
dr. Firza Olivia Susan, Msi, Med, Sp.A
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. MRM
Umur
: 3 tahun 6 bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
:
:
:
Tn. AR
34 tahun
Petani
Nama Ibu
Umur
Pekerjaan
:
:
:
Ny. R
29 tahun
Ibu Rumah Tangga
B. DATA DASAR
1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan Ibu penderita tanggal 11 November 2015 pukul 11.00 WIB di
Poli Anak RSUD Kendal.
Keluhan Utama : Bengkak disekitar mata
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh bengkak disekitar mata sejak 6 minggu yang lalu, terutama pada
pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak berkurang saat siang dan sore hari. Selama
bengkak, ibu penderita mengeluh BAK pada anak berwarna kuning keruh. Ibu
penderita mengaku frekuensi BAK menjadi 3-4 kali dalam sehari dari sebelumnya >4
kali dalam sehari. Keluhan Riwayat sering terbangun pada malam hari untuk BAK
disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak napas saat tidur dan anak masih
bisa tidur dengan satu bantal. Ibu pasien mengaku anak sering demam namun tidak
terlalu tinggi dan tidak pernah kejang. Selain itu keluhan mual dan muntah-muntah
juga disangkal. Selama bengkak anak tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu atau
kehilangan nafsu makan. Anak masih bisa beraktivitas dan bermain seperti biasanya.
Riwayat adanya bercak merah diwajah tidak ada. Keluhan ini tidak disertai dengan
sesak napas, sakit perut hebat, atau kemerahan pada kulit yang terasa nyeri.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
: 9 bulan
: 2800 gram
Panjang badan
: tidak ingat
g. Riwayat Imunisasi
BCG
: 1x umur 1 bulan
Polio
: 4 x (0,2,4,6) bulan
Hepatitis B
DPT
: 3x ( 2,4,6) bulan
Campak
: 1x umur 9 bulan
MP-ASI
Sekarang pada usia 3,5 tahun penderita makan makanan keluarga dengan menu
seadanya.
Status Gizi (Z-score)
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Berat Badan
: 11,5 kg
Tinggi badan
: 88 cm
Usia
: 3,5 tahun
IMT 14,8515,4
=
=0,495
U
15,414,3
: usia 2 bulan
Miring
: usia 3 bulan
Tengkurap
: usia 4 bulan
: usia 5 bulan
Merangkak
: usia 6 bulan
Berdiri
: usia 7 bulan
Berjalan
: usia 13 bulan
Berlari
: usia 14 bulan
Menendang bola
: usia 18 bulan
Melompat
: usia 3 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 3,5 tahun
Berat badan
: 11,5 kg
Tinggi badan
: 88 cm
Tanda Vital
Nadi
RR
Suhu
Tekanan Darah
Pemeriksaan Fisik
KU/Kesadaran
: Sadar / komposmentis
Kepala
: Mesosephal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-), karies dentis (-), lidah kotor (-),
T1-T1 Hiperemis (-/-), faring hiperemis (-/-)
Leher
Thorax
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Batas atas
Pinggang
Batas kiri
Batas kanan
Auskultasi
: Redup
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
Genital
Ekstremitas
Sianosis
Akral dingin
Oedem
Capillary refill
Superior
-/-/-/< 2
Inferior
-/-/-/< 2
C. DIAGNOSA BANDING
1.
2.
Glomerulonefritis akut
3.
Sindrom nefrotik
Gizi Baik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin
2. Kimia darah
3. Urinalisa
Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
Kesan
Kimia Klinik
Kolesterol Total
Ureum
Creatinin
Albumin
Kesan
Hasil
14600
5,2 x 106
10,2 g/dl
34,9%
189.000
Leukositosis
Hasil
389
58
0,7
1,5
Hiperkolesterol,
Nilai Normal
4000 11000
3,5-5,5 x 106/uL
10,0 - 15,0 g/dl
31 - 45%
150.000 - 500.000
Nilai Normal
<200 mg/dl
10-50 mg/dl
0,50-1,10 mg/dl
3,5-5,2 g/dl
Peningkatan
ureum,
Hipoalbumin
Makroskopis
Warna
Kekeruhan
Kimia Urine
Blood
pH/Reaksi
Berat Jenis
Reduksi
Bilirubin
Urobilinogen
Protein
Nitrit
Lekosit
Hasil
Nilai Rujukan
Kuning
keruh
2+
7,0
1,020
Negatif
Negatif
Normal
3+
Negatif
Negatif
4,8-7,8
1,015-1,030
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Keton
Mikroskopis
Lekosit
Eritrosit
Epitel
Bakteri
Jamur
Silinder
Kristal
Thrycomonas
Vaginalis
Negatif
Negatif
5-10 sel/LPB
3-8 sel/LPB
3-5 sel/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0-5 sel/LPB
0-2 sel/LPB
0-10 sel/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
E. DIAGNOSA KERJA
Sindroma nefrotik dengan status gizi baik
F. PENATALAKSANAAN
1.
2.
G. PROGNOSA
Qua ad vitam
: ad bonam
Qua ad sanam
: ad bonam
Qua ad fungsionam
: ad bonam
H. EDUKASI
SINDROMA NEFROTIK
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria
masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2mg/mg atau
dipstick 2+ ), hipoalbuminemia ( 2,5 gr/dL), edema,
hiperkolesterolemia.1
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1:
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari berturutturut dalam 1 minggu.
3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan pertama atau
4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan di mana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan atau
dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan prednison
dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada
anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien
dibawah umur 6 tahun; 4 Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada
penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan
penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.2
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan
berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3
tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset
sebelum berusia 10 tahun.3
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 2,4
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom
nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau
usia di bawah 1 tahun.2
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis: Sindrom nefrotik kelainan
minimal, glomerulonephritis proliferatif (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis
fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi
klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu
penyakit tunggal. 4
PATHOLOGI. 4
Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom nefrotik pada
anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel
mesangial dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya
negative, dan mikroskop electron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot
processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan
terapi kortikosteroid.
Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation) (5% dari total kasus SN)
ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada pemeriksaan
mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM
mesangial dan/atau IgA. Mikroskop electron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial
dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi
histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.
Glomerulosklerosis fokal segmental (focal segmental glomerulosclerosis / FSGS) (10%
dari kasus SN), glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut
segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence
menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami sclerosis. Pada pemeriksaan
dengan mikroskop electron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft
disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula
pada infeksi HIC, reflux vesicoureteral, dan penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20%
pasien dengan FSGS yang berespon dengan terapi prednison. Penyakit ini biasanya bersifat
progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit
ginjal stadium akhir (end stage renal disease) pada kebanyakan pasien.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai
sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai
adalah : Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.
Penyakit sistemik imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein,
sarkoidosis.Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.
PATOFISIOLOGI
PROTEINURIA
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi
tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan
muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein
melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari
molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan
struktur MBG.
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun. 4
EDEMA
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser
dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki
volume
intravaskular
tetapi
juga
akan
mengeksaserbasi
terjadinya
Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum
dan edema akibat teraktivasinya system Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan
konsentrasi hormon aldosterone yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu
juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan
penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan
ekskresi natrium. 2,7
HIPERLIPIDEMIA
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat,
normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi
oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 5
Manifestasi Klinis 2,4,6
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan
terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari daerah
wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema
di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, diamana awalnya terjadi
disekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai
gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari kehari. Seiring
waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital.
Anorexia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang
ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit
jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. 4
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi
yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak
yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati
edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva. Pada pemeriksaan fisik
harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah.
Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun 21 % pasien mempunyai tekanan darah
tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi volume
intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin berlebihan, sekresi aldosteron,
dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia.
Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai
sebagai gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat
peritonitis.1
Diagnosa banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain- Associated Renal
Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV
Nephropathy, IgA Nephropathy.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:1
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein / keriatinin pada
urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah antara lain
3.1 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit,
LED)
3.2 Kadar albumin dan kolesterol plasma
3.3 Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
3.4 Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus sistemik, pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti nuclear antibody) dan anti ds-DNA
Indikasi biopsi ginjal: 1
- Sindrom Nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun.
- Sindrom Nefrotik resisten steroid
- Sindrom Nefrotik dependen steroid
Penatalaksanaan 1
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi
orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif
diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan
obat anti tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau
syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan
pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup
diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2
g/kg BB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan
hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak
menderita edem.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children)
pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh
(full dose) 60 mg/m2 PB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan). Prednison dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu.
Setalah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% ksus, dan
remisi mencapai 94 % setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4
minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis
40 mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah
makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak tarjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid. (Gambar 1)
3. Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena:
Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
Kebocoran metabolit vitamin D Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering
dan sindrom nefrotik resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium
500mg/hari dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena.
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik relaps dapat
mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstrimitas dingin dan
sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal
ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama dengan penanganan
keadaan ini pada umumnya .Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat
dilakukan transplantasi ginjal.
Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik
terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang
sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5%
menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.
Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.
2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381426.
3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] [(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. Akses: on June 16, 2014.
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th ed.
Saunders. Philadelphia.
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150. Jakarta, h. 50-54.
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134.
Jakarta, h.32-37
8. Markum, et al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. [online] [(1) : screens]. Available from:
URL:http//www.pediatrik.com. Akses: on November 23, 2013.
10. Richard EB, Robert MK, Hal BJ . 2000 Urinary Tract Infection. Dalam : Nelson Textbook
of Pediatrics, edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders Co. 2000 .h.658-670
11. Alatas Husein. 2002. Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam
Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.
12. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2000. h. 159-162.
13. Suarta Ketut. Diagnosis dan Tatalaksana ISK. Dalam Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak VII. Denpasar : Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2006. h 22- 31
14. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup. Updated: Aug 25,
2009.
15. S. I.Adeleke, M. O.Asani. Urinary Tract Infection in Children with Nephrotic Syndrome
in Kano, Nigeria. Annals of African Medicine, Vol. 8, No. 1, March, 2009, pp. 32-37
16. S. Gulati, V. Kher , A. Gupta, P. Arora, P. K. Rai and R. K. Sharma. Springer Link Date,
2004. Spectrum of infections in Indian children with nephrotic syndrome. Journal
Pediatric Nephrology. Springer Berlin / Heidelberg.
17. S Gulati, Kher, Arora, gupta, Kale. Urinary tract infection in nephrotic syndrome. The
Pediatric infectious disease journal. 1996, vol. 15, no3, pp. 237-240 (17 ref.)
18. Lin CY, Hsu HC, Hung HY. Nephrotic syndrome associated with varicella infection.
Pediatrics. PMID: 3873641 [PubMed - indexed for URL:http//www MEDLINE]. Akses:
on June 16, 2014.