Anda di halaman 1dari 22

Tutorial Klinik

Seorang Anak dengan Sindrom Nefrotik dan Status Gizi Baik


Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD dr. H. Soewondo Kendal

Disusun oleh:
Muhamad Fadlie Setyaji
012106224

Pembimbing:
dr. Firza Olivia Susan, Msi, Med, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015

BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama

: An. MRM

Umur

: 3 tahun 6 bulan

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Gebang 2/1 Gemuh, Kendal

Agama

: Islam

Tanggal Masuk : 11 November 2015


IDENTITAS ORANG TUA
Nama Ayah
Umur
Pekerjaan

:
:
:

Tn. AR
34 tahun
Petani

Nama Ibu
Umur
Pekerjaan

:
:
:

Ny. R
29 tahun
Ibu Rumah Tangga

B. DATA DASAR
1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan Ibu penderita tanggal 11 November 2015 pukul 11.00 WIB di
Poli Anak RSUD Kendal.
Keluhan Utama : Bengkak disekitar mata
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengeluh bengkak disekitar mata sejak 6 minggu yang lalu, terutama pada
pagi hari saat bangun tidur, dan bengkak berkurang saat siang dan sore hari. Selama
bengkak, ibu penderita mengeluh BAK pada anak berwarna kuning keruh. Ibu
penderita mengaku frekuensi BAK menjadi 3-4 kali dalam sehari dari sebelumnya >4
kali dalam sehari. Keluhan Riwayat sering terbangun pada malam hari untuk BAK
disangkal. Keluhan bengkak ini tidak disertai sesak napas saat tidur dan anak masih
bisa tidur dengan satu bantal. Ibu pasien mengaku anak sering demam namun tidak
terlalu tinggi dan tidak pernah kejang. Selain itu keluhan mual dan muntah-muntah
juga disangkal. Selama bengkak anak tidak pernah tampak pucat, lemah, lesu atau
kehilangan nafsu makan. Anak masih bisa beraktivitas dan bermain seperti biasanya.
Riwayat adanya bercak merah diwajah tidak ada. Keluhan ini tidak disertai dengan
sesak napas, sakit perut hebat, atau kemerahan pada kulit yang terasa nyeri.
b. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama sebelumnya.

Pasien tidak mempunyai riwayat hipertensi.

Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung

Pasien tidak mempunyai alergi obat.

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini

d. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan anak ke 2 dari 2 bersaudara, tinggal bersama ayah dan ibu.
Biaya pengobatan menggunakan biaya mandiri (umum).
Kesan sosial ekonomi : cukup
e. Riwayat Pemeliharaan Prenatal
Merupakan kehamilan ke 3 dan pernah abortus satu kali saat kehamilan kedua. Ibu
biasa memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan terdekat. Mulai saat
mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 9 bulan. Pemeriksaan dilakukan
1x/bulan. Selama hamil ibu telah mendapat suntikan TT 2x. Selama hamil ibu
tidak pernah menderita penyakit. Riwayat perdarahan saat hamil disangkal.
Riwayat trauma saat hamil disangkal. Riwayat minum obat tanpa resep dokter
ataupun minum jamu disangkal. Obat-obat yang diminum selama kehamilan
adalah vitamin dan tablet tambah darah.
Kesan : Riwayat pemeliharaan prenatal baik
f. Riwayat kelahiran
Persalinan

: Lahir spontan ditolong oleh bidan

Usia dalam kandungan

: 9 bulan

Berat badan lahir

: 2800 gram

Panjang badan

: tidak ingat

Kesan : Neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, BBLC

g. Riwayat Imunisasi

BCG

: 1x umur 1 bulan

Polio

: 4 x (0,2,4,6) bulan

Hepatitis B

: 3x umur (0,1,6) bulan

DPT

: 3x ( 2,4,6) bulan

Campak

: 1x umur 9 bulan

Kesan : Imunisasi dasar lengkap tepat bulan


h. Riwayat Gizi
ASI

: Diberikan sejak lahir sampai umur 2 tahun.

MP-ASI

: Diberikan mulai umur 6 bulan

Sekarang pada usia 3,5 tahun penderita makan makanan keluarga dengan menu
seadanya.
Status Gizi (Z-score)
Jenis Kelamin

: Laki-laki

Berat Badan

: 11,5 kg

Tinggi badan

: 88 cm

Usia

: 3,5 tahun

Status gizi menurut Zscore=

nilai real nilai median


SD upper SD lower

IMT 14,8515,4
=
=0,495
U
15,414,3

Kesan : Status gizi normal


i. Riwayat Perkembangan
Senyum

: usia 2 bulan

Miring

: usia 3 bulan

Tengkurap

: usia 4 bulan

Duduk dengan dibantu

: usia 5 bulan

Merangkak

: usia 6 bulan

Berdiri

: usia 7 bulan

Berjalan

: usia 13 bulan

Berlari

: usia 14 bulan

Menendang bola

: usia 18 bulan

Melompat

: usia 3 tahun

Kesan : Perkembangan sesuai umur.


2. Pemeriksaan Fisik
Tanggal 11 November 2015 pukul 11.00 WIB di Poli anak RSUD Kendal.
Status Present

Jenis kelamin

: Laki-laki

Usia

: 3,5 tahun

Berat badan

: 11,5 kg

Tinggi badan

: 88 cm

Tanda Vital
Nadi
RR
Suhu
Tekanan Darah

: 117 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.


: 48 x/menit, reguler, thoracoabdominal
: 37,0o C (aksila)
: 120/80 mmHg

Pemeriksaan Fisik
KU/Kesadaran

: Sadar / komposmentis

Kepala

: Mesosephal

Rambut

: Hitam, tidak mudah dicabut

Mata

: Oedem palpebra (+/+), conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik


(-/-), kornea jernih, pupil bulat, isokor, refleks pupil (+/+)

Telinga

: Bentuk normal, simetris, tidak bengkak, discharge (-/-), nyeri


tekan tragus (-/-), nyeri tarik (-/-)

Hidung

: Simetris, nafas cuping (-), sekret (-/-)

Mulut

: Bibir kering (-), sianosis (-), karies dentis (-), lidah kotor (-),
T1-T1 Hiperemis (-/-), faring hiperemis (-/-)

Leher

: Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)

Thorax

Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus kordis teraba di sela iga V linea midclavikula sinistra,


tidak kuat angkat, tidak melebar

Perkusi

Batas atas

: ICS II linea parasternal kiri

Pinggang

: ICS III linea parasternal kiri

Batas kiri

: ICS V linea midclavicularis kiri, 2 cm ke medial

Batas kanan

: ICS V linea sternalis kanan

Auskultasi

: Redup

: Reguler, suara jantung I dan II normal, bising jantung (-)

Paru-paru
Inspeksi

: Hemithorax sinistra dan dextra simetris dalam statis dan


dinamis, retraksi (+)

Palpasi

: Stem fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler. Suara tambahan: wh (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: datar, tidak ada gambaran usus ataupun vena

Auskultasi

: peristaltik (+) normal

Palpasi

: supel, tidak nyeri tekan, turgor cukup


Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba

Perkusi

: timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-)


Tidak ada tanda-tanda ascites

Genital

: tidak ada kelainan

Ekstremitas

: tidak ada deformitas

Sianosis
Akral dingin
Oedem
Capillary refill

Superior
-/-/-/< 2

Inferior
-/-/-/< 2

C. DIAGNOSA BANDING
1.

Sembab non-renal : gagal jantung kongestif, gangguan nutrisi, oedema


hepatal.

2.

Glomerulonefritis akut

3.

Sindrom nefrotik

Gizi Baik

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah rutin
2. Kimia darah
3. Urinalisa

Darah Rutin
Leukosit
Eritrosit
Hb
Ht
Trombosit
Kesan
Kimia Klinik
Kolesterol Total
Ureum
Creatinin
Albumin
Kesan

Hasil
14600
5,2 x 106
10,2 g/dl
34,9%
189.000
Leukositosis
Hasil
389
58
0,7
1,5
Hiperkolesterol,

Nilai Normal
4000 11000
3,5-5,5 x 106/uL
10,0 - 15,0 g/dl
31 - 45%
150.000 - 500.000

Nilai Normal
<200 mg/dl
10-50 mg/dl
0,50-1,10 mg/dl
3,5-5,2 g/dl
Peningkatan
ureum,

Hipoalbumin

Makroskopis
Warna
Kekeruhan
Kimia Urine
Blood
pH/Reaksi
Berat Jenis
Reduksi
Bilirubin
Urobilinogen
Protein
Nitrit
Lekosit

Hasil

Nilai Rujukan

Kuning
keruh

Kuning muda- Kuning


Jernih

2+
7,0
1,020
Negatif
Negatif
Normal
3+
Negatif
Negatif

4,8-7,8
1,015-1,030
Negatif
Negatif
Normal
Negatif

Keton
Mikroskopis
Lekosit
Eritrosit
Epitel
Bakteri
Jamur
Silinder
Kristal
Thrycomonas
Vaginalis

Negatif

Negatif

5-10 sel/LPB
3-8 sel/LPB
3-5 sel/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

0-5 sel/LPB
0-2 sel/LPB
0-10 sel/LPB
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif

E. DIAGNOSA KERJA
Sindroma nefrotik dengan status gizi baik
F. PENATALAKSANAAN
1.

p.o. Cefila 2 x cth

2.

p.o. prednisone 5 mg (2-1-1)

G. PROGNOSA
Qua ad vitam

: ad bonam

Qua ad sanam

: ad bonam

Qua ad fungsionam

: ad bonam

H. EDUKASI

Makan makanan rendah garam dan rendah protein

Jangan memijat perut

Menjaga kebersihan diri dan lingkungan

SINDROMA NEFROTIK
Definisi
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan gejala-gejala yang terdiri dari proteinuria
masif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2mg/mg atau
dipstick 2+ ), hipoalbuminemia ( 2,5 gr/dL), edema,

dan dapat disertai

hiperkolesterolemia.1
Terdapat beberapa definisi/batasan yang dipakai pada Sindrom Nefrotik, antara lain 1:
1. Remisi, yaitu proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu.
2. Relaps, yaitu proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2 LPB/jam) selama 3 hari berturutturut dalam 1 minggu.

3. Relaps jarang, yaitu relaps yang terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama setelah
respon awal, atau kurang dari 4 kali per tahun pengamatan.
4. Relaps sering (frequent relapse), yaitu relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan pertama atau
4 kali dalam periode satu tahun.
5. Dependen steroid, yaitu keadaan di mana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan atau
dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2 kali berturut-turut.
6. Resisten steroid, yaitu suatu keadaan tidak terjadinya remisi pada pengobatan prednison
dosis penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan
kebanyakan terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada
anak umur 6 bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien
dibawah umur 6 tahun; 4 Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada
penelitian di Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364
anak dengan sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan
penelitiannya diantara 521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.2
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan
berkisar 2-7 kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3
tahun. Hampir 50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset
sebelum berusia 10 tahun.3
Etiologi
Secara klinis sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: 2,4
1. Sindrom nefrotik primer (idiopatik)
Dikatakan sindrom nefrotik primer oleh karena sindrom nefrotik ini secara primer
terjadi akibat kelainan pada glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Golongan ini
paling sering dijumpai pada anak. Termasuk dalam sindrom nefrotik primer adalah sindrom
nefrotik kongenital, salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak anak itu lahir atau
usia di bawah 1 tahun.2
Sekitar 90% anak dengan sindrom nefrotik merupakan sindrom nefrotik idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik terdiri dari 3 tipe secara histologis: Sindrom nefrotik kelainan
minimal, glomerulonephritis proliferatif (mesangial proliferation), dan glomerulosklerosis
fokal segmental. Ketiga gangguan ini dapat mewakili 3 penyakit berbeda dengan manifestasi

klinis yang serupa; dengan kata lain, ketiga gangguan ini mewakili suatu spektrum dari satu
penyakit tunggal. 4
PATHOLOGI. 4
Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) (85% dari kasus sindrom nefrotik pada
anak), glomerulus terlihat normal atau memperlihatkan peningkatan minimal pada sel
mesangial dan matrixnya. Penemuan pada mikroskop immunofluorescence biasanya
negative, dan mikroskop electron hanya memperlihatkan hilangnya epithelial cell foot
processes (podosit) pada glomerulus. Lebih dari 95% anak dengan SNKM berespon dengan
terapi kortikosteroid.
Glomerulonephritis proliferative (Mesangial proliferation) (5% dari total kasus SN)
ditandai dengan adanya peningkatan sel mesangial yang difus dan matriks pada pemeriksaan
mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence dapat memperlihatkan jejak 1+ IgM
mesangial dan/atau IgA. Mikroskop electron memperlihatkan peningkatan dari sel mesangial
dan matriks diikuti dengan menghilangnya sel podosit. Sekitar 50% pasien dengan lesi
histologis ini berespon dengan terapi kortikosteroid.
Glomerulosklerosis fokal segmental (focal segmental glomerulosclerosis / FSGS) (10%
dari kasus SN), glomerulus memperlihatkan proliferasi mesangial dan jaringan parut
segmental pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Mikroskop immunofluorescence
menunjukkan adanya IgM dan C3 pada area yang mengalami sclerosis. Pada pemeriksaan
dengan mikroskop electron, dapat dilihat jaringan parut segmental pada glomerular tuft
disertai dengan kerusakan pada lumen kapiler glomerulus. Lesi serupa dapat terlihat pula
pada infeksi HIC, reflux vesicoureteral, dan penyalahgunaan heroin intravena. Hanya 20%
pasien dengan FSGS yang berespon dengan terapi prednison. Penyakit ini biasanya bersifat
progresif, pada akhirnya dapat melibatkan semua glomeruli, dan menyebabkan penyakit
ginjal stadium akhir (end stage renal disease) pada kebanyakan pasien.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat dari berbagai
sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering dijumpai
adalah : Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,
miksedema. Infeksi: hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.
Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.
Penyakit sistemik imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-Schinlein,
sarkoidosis.Neoplasma: tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

PATOFISIOLOGI
PROTEINURIA
Proteinuri merupakan kelainan dasar SN. Proteinuri sebagian besar berasal dari
kebocoran glomerulus (proteinuri glomerular) dan hanya sebagian kecil berasal dari sekresi
tubulus (proteinuri tubular). Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan
peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin. Dalam keadaan normal membran basal glomerulus
(MBG) mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme
penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan
muatan listrik (charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut ikut
terganggu. Selain itu konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein
melalui MBG. Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran
molekul protein yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari
molekul kecil misalnya albumin. Sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri
dari molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan oleh keutuhan
struktur MBG.
HIPOALBUMINEMIA
Hipoalbuminemi disebabkan oleh hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan
katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein di hati biasanya meningkat (namun tidak
memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin), tetapi mungkin normal atau
menurun. 4
EDEMA
Edema pada SN dapat diterangkan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill
menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser
dari intravaskular ke jaringan interstitium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal melakukan
kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme kompensasi ini akan
memperbaiki

volume

intravaskular

tetapi

juga

akan

mengeksaserbasi

terjadinya

hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut. 2


Teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek renal utama. Retensi
natrium oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraselular meningkat sehingga terjadi edema.

Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal akan menambah retensi natirum
dan edema akibat teraktivasinya system Renin-angiotensin-aldosteron terutama kenaikan
konsentrasi hormon aldosterone yang akan mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk
mengabsorbsi ion natrium sehingga ekskresi ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu
juga terjadi kenaikan aktivasi saraf simpatetik dan konsentrasi katekolamin yang
menyebabkan tahanan atau resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan
penurunan LFG dan kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan
ekskresi natrium. 2,7
HIPERLIPIDEMIA
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein
(LDL), trigliserida meningkat sedangkan high density lipoprotein (HDL) dapat meningkat,
normal atau menurun. Hal ini disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan
katabolisme di perifer (penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan
intermediate density lipoprotein dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi
oleh penurunan albumin serum dan penurunan tekanan onkotik. 5
Manifestasi Klinis 2,4,6
Manifestasi klinis yang paling sering ditemukan adalah edema yang menyeluruh dan
terdistribusi mengikuti gaya gravitasi bumi. Edema sering ditemukan dimulai dari daerah
wajah dan kelopak mata pada pagi hari, yang kemudian menghilang, digantikan oleh edema
di daerah pretibial pada sore hari.
Anak biasanya datang dengan keluhan edema ringan, diamana awalnya terjadi
disekitar mata dan ekstremitas bawah. Sindrom nefrotik pada mulanya diduga sebagai
gangguan alergi karena pembengkakan periorbital yang menurun dari hari kehari. Seiring
waktu, edema semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital.
Anorexia, iritabilitas, nyeri perut, dan diare sering terjadi. Hipertensi dan hematuria jarang
ditemukan. Differensial diagnosis untuk anak dengan edema adalah penyakit hati, penyakit
jantung kongenital, glomerulonefritis akut atau kronis, dan malnutrisi protein. 4
Asites sering ditemukan tanpa odem anasarka, terutama pada anak kecil dan bayi
yang jaringannya lebih resisten terhadap pembentukan edema interstisial dibandingkan anak
yang lebih besar. Efusi transudat lain sering ditemukan, seperti efusi pleura. Bila tidak diobati
edema dapat menjadi anasarka, sampai ke skrotum atau daerah vulva. Pada pemeriksaan fisik
harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar perut, dan tekanan darah.

Tekanan darah umumnya normal atau rendah, namun 21 % pasien mempunyai tekanan darah
tinggi yang sifatnya sementara, terutama pada pasien yang pernah mengalami deplesi volume
intravaskuler berat. Keadaan ini disebabkan oleh sekresi renin berlebihan, sekresi aldosteron,
dan vasokonstriktor lainnya, sebagai respon tubuh terhadap hipovolemia.
Pada sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM) dan glomerulosklerosis fokal
segmental (GSFS) jarang ditemukan hipertensi yang menetap. Dalam laporan ISKDC
(International Study of Kidney Diseases in Children), pada SNKM ditemukan 22% disertai
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan peningkatan kadar
kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara. Pasien sindrom nefrotik perlu diwaspadai
sebagai gejala syok dikarenakan kekurangan perfusi ke daerah splanchnik atau akibat
peritonitis.1
Diagnosa banding antara lain Diabetic Nephropathy, Light Chain- Associated Renal
Disorders, Focal Segmental Glomerulosclerosis, Glomerulonephritis akut/kronis, HIV
Nephropathy, IgA Nephropathy.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:1
1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin.
2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein / keriatinin pada
urin pertama pagi hari.
3. Pemeriksaan darah antara lain
3.1 Darah tepi lengkap (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit,
LED)
3.2 Kadar albumin dan kolesterol plasma
3.3 Kadar ureum, kreatinin, serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan
rumus Schwartz
3.4 Kadar komplemen C3 bila dicurigai Lupus Eritematosus sistemik, pemeriksaan
ditambah dengan komplemen C4, ANA (Anti nuclear antibody) dan anti ds-DNA
Indikasi biopsi ginjal: 1
- Sindrom Nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi, atau kadar komplemen serum menurun.
- Sindrom Nefrotik resisten steroid
- Sindrom Nefrotik dependen steroid

Penatalaksanaan 1
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya
penderita dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi
pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi bagi
orang tua. Sebelum pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya positif
diberikan profilaksis INH bersama steroid, dan bila ditemukan tuberkulosis maka diberikan
obat anti tuberculosis (OAT). Perawatan pada sindrom nefrotik relaps dilakukan bila disertai
edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal, atau
syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan dengan kemampuan
pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi, karena akan menambah beban glomerolus untuk mengeluarkan sisa metabolisme
protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerolus. Sehingga cukup
diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowances) yaitu 2
g/kg BB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan
hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan jika anak
menderita edem.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC (International Study on Kidney Diseases in Children)
pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan pemberian prednison dosis penuh
(full dose) 60 mg/m2 PB/hari (maksimal 80 mg/hari), dibagi dalam 3 dosis, untuk
menginduksi remisi. Dosis prednisone dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat badan
terhadap tinggi badan). Prednison dalam dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu.
Setalah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% ksus, dan
remisi mencapai 94 % setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4
minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis
40 mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah
makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak tarjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid. (Gambar 1)

Gambar 1. Pengobatan inisial dengan kortikosteroid 1


b. Pengobatan Relaps
Meskipun pada pengobatan inisial terjadi remisi total pada 94% pasien, tetapi pada
sebagian besar akan mengalami relaps (60-70%) dan 50% diantaranya mengalami relaps
sering. Skema pengobatan relaps dapat dilihat pada Gambar. 2, yaitu diberikan prednison
dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu) dilanjutkan dengan prednison dosis
alternating selama 4 minggu. Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria 2+
kembali tetapi tanpa edema, sebelum dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari
pemicunya, biasanya infeksi saluran nafas atas. Bila ada infeksi , diberikan antibiotik 5-7
hari, dan bila setelah pemberian antibiotik kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu
diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal ditemukan proteinuria 2+ disertai edema,
maka didiagnosis sebagai relaps, dan diberi pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat
penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang
terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam
beberapa penggolongan, yaitu:
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang : jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering : jumlah relaps 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid
diturunkan atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2
kali berturut-turut.

Gambar 2. Pengobatan sindrom nefrotik relaps 1


c. Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Pengobatan Sindrom Nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4 pilihan, yaitu:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian Levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)
Selain itu perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, atau
cacingan. Bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering / dependen steroid,
setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating
dengan dosis yang diturunkan perlahan / bertahap 0,2 mg/kg BB sampai dosis terkecil yang
tidak menimbulkan relaps yaitu anatara 0,1-0,5 mg/kkg BB alternating. Dosis ini disebut
dosis threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan.
Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/ kgBB dan anak usia pra
sekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating.
d. Penderita lama (Pengobatan Relaps)
- Relaps tidak frekuen : prednison 2mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan 3
hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermiten dibagi dalam 3 dosis selama 4
minggu.
- Relaps frekuen : berikan prednison dosis penuh sampai remisi, kemudian dilanjutkan
dengan sitostatika atau imunosupresen, siklofosfamid atau klorampusil bersamasama dengan prednisone dosis intermiten selama 8 minggu.
e. Penderita rawat jalan

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang berat badan, mengukur tinggi


badan, tekanan darah, dan pemeriksaan tanda-tanda lainnya.
Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar
urin serta kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi.
Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total (tanpa
terapi), remisi parsial/rest protein 1 + tanpa (obat) , proteinuria +/++ tanpa edema dan disertai
gejala infeksi, berikan antibiotka (ampisilin atau amoksisilin) 3-5 hari. Bila tetap ada
proteinuria maka dianggap sebagai relaps.
f. Pengobatan tambahan:
a. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-2
mg/kgBB/kali, 2 kali sehari peroral.
b. Odem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 10-20
ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali.
c. Mengatasi renjatan yang diduga kerana hipoalbuminemia (1,5 g/dl) berikan
albumin atau plasma darah.
Komplikasi
1. Infeksi
Pada sindrom nefrotik mudah terjadi infeksi dan paling sering adalah selulitis dan
peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen faktor B dan D
di urin.Bila terjadi penyulit infeksi bacterial ( pneumonia pneumokokal atau peritonitis,
selulitis, sepsis, ISK ) diberikan antibiotik yang sesuai dan dapat disertai pemberian
imunoglobulin G intravena. Untuk mencegah infeksi digunakan vaksin pneumokokus.
Pemakaian imunosupresan menambah resiko terjadinya infeksi virus seperti campak, herpes.
Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman gram negatif dan
Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan
dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefataksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.
2. Hiperlipidemia
Pada sindrom nefrotik relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol
LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan kolesterol HDL menurun
atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik. Pada sindrom nefrotik
sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan
pengurangan diit lemak.

3. Hipokalsemia
Terjadi hipokalsemia karena:
Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia
Kebocoran metabolit vitamin D Oleh karena itu pada sindrom nefrotik relaps sering
dan sindrom nefrotik resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium
500mg/hari dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas
50mg/kgBB intravena.
4. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan sindrom nefrotik relaps dapat
mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstrimitas dingin dan
sering disertai sakit perut.
Penyulit lain yang dapat terjadi di antaranya hipertensi, syok hipovolemik, gagal
ginjal akut, gagal ginjal kronik (setelah 5-15 tahun). Penanganan sama dengan penanganan
keadaan ini pada umumnya .Bila terjadi gagal ginjal kronik, selain hemodialisis, dapat
dilakukan transplantasi ginjal.
Prognosis
Prognosis baik bila penderita sindrom nefrotik memberikan respons yang baik
terhadap pengobatan kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang
sindrom nefrotik kelainan minimal selama pengamatan 20 tahun menunjukan hanya 4-5%
menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada glomerulosklerosis, 25% menjadi gagal ginjal
terminal dalam 5 tahun, dan pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.

KESIMPULAN DAN SARAN


Sindroma Nefrotik adalah suatu penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.
Menurut etiologinya sindrom nefrotik dibagi menjadi sindrom nefrotik bawaan,
sindrom nefrotik sekunder, sindrom nefrotik idiopatik, dan glomerulosklerosis fokal
segmental.
Diagnosis berdasarkan atas gejala dan tanda klinis, seperti edema, oliguria,
proteinuria, hiperkolesterolemia, dan hipoalbuminemia. Terapi yang digunakan untuk
sindrom nefrotik : bed rest, diet protein rendah garam, antibiotik bila ada indikasi, diuretik,
kortikosteroid, dan pungsi asites bila ada indikasi vital. Komplikasi dari sindrom nefrotik
adalah : infeksi, malnutrisi, thrombosis, Prognosisnya umumnya baik.
Pada pasien sindroma nefrotik disarankan agar tidak mengkonsumsi makanan dan
minuman ringan yang mengandung pengawet. Menjaga asupan makanan dan minuman yang
bersih dan baik. Kontrol teratur ke dokter dan minum obat teratur. Bila terjadi bengkak pada
tubuh, segera periksakan diri ke dokter untuk mencegah komplikasi yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Alatas, Husein dkk. 2005. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak.
Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, h.1-18.

2. Wila Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381426.
3. Travis L, 2002. Nephrotic syndrome. Emed J [on line] [(20) : screens]. Available from:
URL:http//www.emedicine.com/PED/topic1564.htm. Akses: on June 16, 2014.
4. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nelson Textbook of Pediatric 18th ed.
Saunders. Philadelphia.
5. Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150. Jakarta, h. 50-54.
6. Mansjoer Arif, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius : Jakarta
7. Pardede, Sudung O. 2002. Sindrom Nefrotik Infantil. Cermin Dunia Kedokteran No. 134.
Jakarta, h.32-37
8. Markum, et al. 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
9. Noer MS, Soemyarso N. 2009. Sindrom Nefrotik. [online] [(1) : screens]. Available from:
URL:http//www.pediatrik.com. Akses: on November 23, 2013.
10. Richard EB, Robert MK, Hal BJ . 2000 Urinary Tract Infection. Dalam : Nelson Textbook
of Pediatrics, edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders Co. 2000 .h.658-670
11. Alatas Husein. 2002. Diagnosa Dan Tatalaksana Infeksi Saluran Kemih Pada Anak dalam
Hot Topics In pediatrics II, pp 162-179, PKB IKA XLV, Balai Penerbit FKUI Jakarta.
12. Suraatmaja S, Soetjiningsih, Penyunting. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan
Anak RSUP Sanglah Denpasar. Cetakan ke-2. Denpasar:Lab./SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2000. h. 159-162.
13. Suarta Ketut. Diagnosis dan Tatalaksana ISK. Dalam Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak VII. Denpasar : Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNUD/ RSUP Sanglah; 2006. h 22- 31
14. Cohen Eric P. Nephrotic Syndrome: Differential Diagnoses & Workup. Updated: Aug 25,
2009.
15. S. I.Adeleke, M. O.Asani. Urinary Tract Infection in Children with Nephrotic Syndrome
in Kano, Nigeria. Annals of African Medicine, Vol. 8, No. 1, March, 2009, pp. 32-37
16. S. Gulati, V. Kher , A. Gupta, P. Arora, P. K. Rai and R. K. Sharma. Springer Link Date,
2004. Spectrum of infections in Indian children with nephrotic syndrome. Journal
Pediatric Nephrology. Springer Berlin / Heidelberg.

17. S Gulati, Kher, Arora, gupta, Kale. Urinary tract infection in nephrotic syndrome. The
Pediatric infectious disease journal. 1996, vol. 15, no3, pp. 237-240 (17 ref.)
18. Lin CY, Hsu HC, Hung HY. Nephrotic syndrome associated with varicella infection.
Pediatrics. PMID: 3873641 [PubMed - indexed for URL:http//www MEDLINE]. Akses:
on June 16, 2014.

Anda mungkin juga menyukai