PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya sebab kesehatan gigi dan mulut akan mempengaruhi
kesehatan tubuh secara keseluruhan. Masalah kesehatan gigi dan mulut menjadi perhatian
yang penting dalam pembangunan kesehatan yang salah satunya disebabkan oleh rentannya
kelompok anak usia sekolah dari gangguan kesehatan gigi. Usia sekolah merupakan masa
untuk meletakkan landasan kokoh bagi terwujudnya manusia berkualitas dan kesehatan
merupakan faktor penting yang menentukan kualitas sumber daya manusia (Warni, 2009).
Menurut Bahar (2000) dalam Warni (2009) bahwa salah satu faktor utama yang
mempengaruhi kesehatan gigi dan mulut adalah Perilaku. Perilaku yang dapat mempengaruhi
perkembangan karies adalah tentang cara menjaga kesehatan gigi dan mulut (Petersen, 2005
dalam Warni, 2009). Perilaku sangat dipengaruhi oleh pengetahuan. Perilaku yang didasari
pengetahuan yang benar akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari
pengetahuan, termasuk pengetahuan tentang cara menjaga kesehatan gigi yang benar akan
sangat berpengaruh terhadap kejadian karies (Warni, 2009).
Karies gigi memiliki etiologi dari empat faktor yaitu Host (gigi dan saliva),
mikroorganisme (bakteri) dan substrat (diet karbohidrat) serta didukung dengan waktu. Selain
faktor yang ada dalam mulut yang berhubungan langsung dengan karies, terdapat faktorfaktor eksternal yaitu perilaku yang berhubungan dengan cara menjaga kesehatan gigi
(Tarigan, 1991).
Peningkatan kesehatan gigi dan mulut dapat dilakukan melalui penyuluhan. Kegiatan
penyuluhan atau penyebarluasan informasi bertujuan untuk menunjang tercapainya hidup
sehat. Penyuluhan kesehatan merupakan kegiatan pendidikan, yang dilakukan dengan
menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga sasaran tidak hanya sadar, tahu dan
mengerti, tetapi juga mau dan bisa untuk melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya
dengan kesehatan. Pola penyuluhan kesehatan gigi dan mulut pada anak-anak lebih berhasil
jika dilakukan dengan berpedoman pada proses belajar dan bermain.
Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa seseorang dapat mempelajari sesuatu dengan
lebih baik apabila menggunakan lebih dari satu indera ketika menerima penyuluhan, apa yang
diingat dari isi penyuluhan adalah 50% dari apa yang didengar dan dilihat. Semakin banyak
menggunakan pengindraan dalam belajar maka akan semakin baik, panca indra yang paling
banyak menyalurkan pengetahuan ke otak adalah mata (kurang lebih sampai 87%),
sedangkan 13% pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui indra lainnya
(Depkes RI, 2008).