TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Peledakan
Peledakan adalah proses pembongkaran dan pemindahan massa batuan dalam
volume besar akibat reaksi kimia bahan peledak yang melibatkan pengembangan gas yang
sangat cepat agar material mudah untuk digali dan diangkut menuju proses selanjutnya
serta memenuhi nilai ambang batas lingkungan dan syarat K3 yang telah ditetapkan
pemerintah. Hasil-hasil dari peledakan ialah sebagai berikut :
Fragmentasi batuan
air blast
Fly rock
Ground vibration
Fumes
Ada dua jenis energi yang dilepaskan saat terjadinya peledakan yakni work energy
dan waste energy. Work energy merupakan energi peledakan yang menyebabkan
terpecahnya batuan. Work energy terbagi menjadi dua yaitu shock energy dan gas energy.
Pada saat peledakan terjadi, tidak semua energi yang dihasilkan akan digunakan untuk
menghasilkan fragmen batuan. Energi sisa tersebut disebut waste energy. Waste energy
terdiri dari light, heat, sound, dan seismic energy yang dapat membahayakan manusia dan
lingkungan sekitarnya. Dari beberapa jenis waste energy tersebut, yang dapat membawa
imbas yang jauh diluar area peledakan adalah rambatan berupa gelombang seismik yang
secara fisik dapat dirasakan akibat pelepasan energi kimia seketika. Tabel 3.1
memperlihatkan neraca energi operasi peledakan.
Tabel 3.1 Neraca energi peledakan total
Jenis Proses
Fracture Insitu
Breakage
Displacement
Crushing di sekitar lubang
tembak
Flyrock
Ground Vibration
Airblast
III - 1
Energi (%)
<1
15
4
1,5-2,0
<1
40
38-39
Posisi
Gelombang
Tekan
Bidang
Bebas
Retakan
Radial
b.
Dalam proses pemecahan tahap I dan II fungsi dari energi yang ditimbulkan oleh
gelombang kejut membuat sejumlah rekahan-rekahan kecil pada batuan. Secara
teoritis jumlah energi gelombang kejut hanya berkisar antara 5 15 % dari energi total
bahan peledak. Jadi gelombang kejut tidak secara langsung memecahkan batuan, tetapi
mempersiapkan kondisi batuan untuk proses pemecahan tahap akhir.
Ekspansi
Lubang
Bor
Spall
Gelombang
Tarik
c.
Ekspansi
Lubang Bor
dan homogen. Pembentukan beberapa jenis gelombang seismik disebabkan oleh kondisikondisi non-ideal tersebut (Grover, 1973). Klasifikasi gelombang seismik terlihat pada
Gambar 3.4.
(a)
(b)
Gambar 3.7 (a) Gelombang Love. (b) gelombang Rayleigh (Scott, 1996)
III - 6
Gambar 3.9. Contoh rekaman getaran pada arah transversal, longitudinal, dan vertikal
III - 7
satuannya dalam mm. Jarak maksimum yang ditempuh pergerakan partikel disebut peak
particle displacement (PPD).
2. Velocity
dalam waktu tertentu, satuannya dalam mm per detik. Kecepatan maksimum suatu
partikel disebut peak particle velocity (PPV).
3. Acceleration
kuadrat. Percepatan maksimum suatu partikel disebut peak particle acceleration (PPA).
III - 8
10
1
10
100
Square Root Scaled Distance (m/kg^1/2)
R
K 1
2
W
..(3-1)
dimana:
PPV
SD
= Scaled Distance
III - 9
Tinggi
Sedang
Rendah
Variabel terkontrol
1
Akurasi detonator
Panjang stemming
lubang tembak
8
Arah penyalaan
10
11
peledakan
Kedalaman lubang tembak
12
Perbandingan
penggunaan
detonator
Kondisi cuaca
X
III - 10
III - 11
Gambar 3.11 Muatan bahan peledak dan waktu tunda (Dyno Nobel, Groundbreaking
Performance)
Peledakan yang menerapkan waktu tunda antar baris terlalu pendek, maka batuan di
baris depan akan menghalangi pergeseran batuan pada baris berikutnya dan mengakibatkan
pecahan material pada baris selanjutnya akan tersembur keatas dan menumpuk diatas
batuan dari baris sebelumnya. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama maka hasil
peledakan akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan akan terjadi batuan terbang.
Hal ini disebabkan karena tidak adanya dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan
lemparan batuan di depannya. Untuk itulah diperlukan penerapan waktu tunda yang paling
baik agar tercapai pembongkaran batuan utuh yang sesuai dengan keinginan produksi dan
kecepatan partikel yang tidak menimbukan dampak negatif bagi masyarakat sekitar lokasi
penambangan.
produksi pabrik, perbedaan sistem perakitan di pabrik, dan perbedaan statistik perakitan
pabrik. Error dapat menyebabkan detonator dengan delay tertentu meledak lebih cepat atau
lebih lambat. Pada nonelectronic shock tube, error yang terjadi kurang lebih 5 %. Pada
electronic detonator keakuratannya lebih baik yakni kurang lebih 1% (Kiernan, 2008).
Ketidak akuratan ini dapat menyebabkan jumlah lubang yang meledak pada waktu
bersamaan meningkat sehingga getaran peledakan lebih besar.
Burden (B)
Burden merupakan variabel penting dalam perencanaan kegiatan peledakan. Burden
didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas
terdekat saat terjadi peledakan. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967)
memberian acuan, yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar. Batuan
standar memiliki bobot isi 2.160 kg/m3. Bahan peledak standar memiliki berat jenis
1,2 dan kecepatan detonasi 4000 m/s. Dengan burden ratio (Kb) yaitu 30, maka
didapatkan burden dari persamaan berikut :
B = Kb x De
dimana:
De
= Burden (m)
Kb
face. Pada gambar (d), batuan sangat terpecahkan dan dapat menyebabkan fly rock
yang dapat menyulitkan proses pemuatan selanjutnya dan membahayakan
keselamatan orang dan alat yang berada di sekitar lokasi peledakan.
Spasi (S)
Spasi merupakan jarak antara lubang-lubang tembak yang dirangkai dalam satu baris
dan diukur sejajar terhadap dinding jenjang. Spasi dapat didesain sedemikian rupa
dengan waktu delay tertentu sehingga lubang dapat meledak bersama maupun
meledak secara beruntun. Untuk menentukan spasi, R.L. Ash (1967) memberikan
acuan persamaan :
S = Ks x B
dimana:
Ks = Spacing ratio (1,0 2,0)
B = Burden (m)
III - 14
Spasi yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil
peledakan terlalu hancur. Jika Spasi lebih besar dari ketentuan, maka akan
menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua
lubang ledak setelah peledakan. Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman
desain Spasi adalah sebagai berikut :
- Peledakan serentak, S = 2 B
- Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B
- Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B
- Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 1,8 B
- Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama, S = 1,15 B
III - 15
fragmentasi batuan pada bagian batas stemming keatas akan menjadi bongkah, karena
energi ledakan tidak mampu mencapainya serta dapat pula menimbulkan backbreak.
III - 16
peledakan, lubang tembak miring sejajar jenjang pada burden tertentu dapat diaplikasikan.
Gambar 3.14 memperlihatkan lubang tembak vertikal dan lubang tembak yang memiliki
kemiringan lebih besar daripada jenjang menghasilkan dampak negatif peledakan.
(a)
(b)
Gambar 3.14. (a) Lubang tembak vertikal yang memiliki upper burden kecil. (b) lubang
tembak miring dengan toe burden terlalu kecil
III - 18
Gambar 3.15 (a) Dua gelombang gelombang berfrekuensi berbeda namun hampir sama
yang sefase pada t0 = 0, berbeda fase 180 pada t1, dan sefase kembali pada t2. (b) Resultan
dua gelombang pada (a) (Tipler, 1998)
3.4.1.10. Jumlah Berat Bahan Peledak per Kegiatan Peledakan
Total berat bahan peledak per kegitan peledakan dapat ditentukan dengan
menghitung berat bahan peledak setiap lubang tembak dan total lubang tembak. Semakin
banyak jumlah lubang tembak maka kemungkinan lubang meledak bersama semakin
banyak. Hal ini menyebabkan semakin besar getaran yang timbul. Dengan pola tie up yang
baik maka didapatkan berat bahan peledak per waktu tunda yang kecil sehingga
mengurangi getaran yang dihasilkan dari proses peledakan. Gambar 3.11 memperlihatkan
perbandingan antara getaran peledakan 4 lubang serentak dan getaran peledakan beruntun
4 lubang dengan delay.
Stiffness
Fragmentasi Air Blast
Ratio (H/B)
2
3
Fly Rock
Getaran
Keterangan
Potensi terjadinya
back break dan toe .
Buruk
Berpotensi Berpotensi Berpotensi
Harus dihindari dan
dirancang ulang
Sebaiknya dirancang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
ulang
Terkontrol dan
Baik
Baik
Baik
Baik
fragmentasi
memuaskan
Tidak menambah
Sangat
Sangat
Sangat
keuntungan bila
Sangat baik
baik
baik
baik
stiffness ratio
dinaikkan lebih dari 4
III - 20
Gambar 3.16. Perambatan getaran pada batuan dan tanah (Dyno Nobel, Groundbreaking
Performance)
3.5 Metoda Pengurangan Getaran Peledakan
Pengurangan getaran peledakan secara preventif dapat dilakukan dengan beberapa
metoda berikut :
3.5.1 Metoda Decking
Decking adalah suatu cara pemuatan bahan peledak yang terbagi atas beberapa
kolom yang diselingi lapisan stemming sebagaimana terlihat pada Gambar 3.17. Pada
metode ini, tiap deck diberi waktu tunda. Deck paling atas diberi waktu tunda dengan
nomor kecil, sedangkan untuk deck selanjutnya diberi waktu tunda dengan nomor yang
lebih besar. Ide dasar dari metoda ini adalah mengurangi berat muatan yang meledak
III - 21
yang terlepas pada peledakan baris kedua akan mencari bidang bebas kearah yang lebih
lemah yaitu kearah atas sehingga menimbulkan gerakan material hasil peledakan yang
sangat kuat ke arah udara (fly rock) dan daerah hancuran pada bagian belakang lubang
ledak (overbreak). Energi yang dibebaskan ini justru sebagian besar merambat dalam
massa material. Hal ini yang menyebabkan timbulnya getaran lebih besar.
III - 23