Anda di halaman 1dari 23

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Peledakan
Peledakan adalah proses pembongkaran dan pemindahan massa batuan dalam
volume besar akibat reaksi kimia bahan peledak yang melibatkan pengembangan gas yang
sangat cepat agar material mudah untuk digali dan diangkut menuju proses selanjutnya
serta memenuhi nilai ambang batas lingkungan dan syarat K3 yang telah ditetapkan
pemerintah. Hasil-hasil dari peledakan ialah sebagai berikut :

Fragmentasi batuan

air blast

Perpindahan muckpile dan bentuknya

Fly rock

Ground vibration

Fumes

Ada dua jenis energi yang dilepaskan saat terjadinya peledakan yakni work energy
dan waste energy. Work energy merupakan energi peledakan yang menyebabkan
terpecahnya batuan. Work energy terbagi menjadi dua yaitu shock energy dan gas energy.
Pada saat peledakan terjadi, tidak semua energi yang dihasilkan akan digunakan untuk
menghasilkan fragmen batuan. Energi sisa tersebut disebut waste energy. Waste energy
terdiri dari light, heat, sound, dan seismic energy yang dapat membahayakan manusia dan
lingkungan sekitarnya. Dari beberapa jenis waste energy tersebut, yang dapat membawa
imbas yang jauh diluar area peledakan adalah rambatan berupa gelombang seismik yang
secara fisik dapat dirasakan akibat pelepasan energi kimia seketika. Tabel 3.1
memperlihatkan neraca energi operasi peledakan.
Tabel 3.1 Neraca energi peledakan total
Jenis Proses
Fracture Insitu
Breakage
Displacement
Crushing di sekitar lubang
tembak
Flyrock
Ground Vibration
Airblast

III - 1

Energi (%)
<1
15
4
1,5-2,0
<1
40
38-39

3.2 Mekanisme Pecahnya Batuan


Proses pecahnya batuan akibat peledakan dibagi menjadi tiga tahap yaitu:
a.

Proses pemecahan tahap I


Pada saat bahan peledak meledak, tekanan tinggi yang ditimbulkan akan
menghancurkan batuan di sekitar lubang tembak. Gelombang kejut (shock wave) yang
meninggalkan lubang tembak merambat dengan kecepatan 3000-5000 m/det akan
mengakibatkan tegangan tangensial yang menimbulkan rekahan radial. Rekahan radial
pertama terjadi dalam waktu 1 - 2 ms.
Daerah
Hancuran

Posisi
Gelombang
Tekan

Bidang
Bebas

Retakan
Radial

Gambar 3.1 Proses pemecahan tahap 1 (Karthodarmo,1996)

b.

Proses pemecahan tahap II


Tekanan akibat gelombang kejut yang meninggalkan lubang tembak pada proses
pemecahan tahap I adalah positif. Apabila gelombang kejut mencapai bidang bebas
(freeface), maka gelombang tersebut akan dipantulkan. Bersamaan dengan itu tekanan
akan turun dengan cepat dan kemudian berubah menjadi negatif serta menimbulkan
gelombang tarik (tension wave). Gelombang tarik ini merambat kembali di dalam
batuan. Oleh karena kuat tarik batuan lebih kecil dari kuat tekan, maka terjadi
rekahan-rekahan primer karena adanya tegangan tarik (tensile stress) sehingga
menyebabkan terjadinya slabbing atau spalling pada bidang bebas.
III - 2

Dalam proses pemecahan tahap I dan II fungsi dari energi yang ditimbulkan oleh
gelombang kejut membuat sejumlah rekahan-rekahan kecil pada batuan. Secara
teoritis jumlah energi gelombang kejut hanya berkisar antara 5 15 % dari energi total
bahan peledak. Jadi gelombang kejut tidak secara langsung memecahkan batuan, tetapi
mempersiapkan kondisi batuan untuk proses pemecahan tahap akhir.

Ekspansi
Lubang
Bor
Spall

Gelombang
Tarik

Gambar 3.2 Proses pemecahan tahap II (Karthodarmo,1996)

c.

Proses pemecahan tahap III


Dibawah pengaruh tekanan yang sangat tinggi dari gas-gas hasil peledakan maka
rekahan radial utama (tahap II) akan diperlebar secara cepat oleh efek kombinasi dari
tegangan tarik yang disebabkan kompresi radial (radial compression) dan pembajian
(pneumatic wedging). Apabila massa di depan lubang tembak gagal mempertahankan
posisinya dan bergerak ke depan maka tegangan tekan (compressive stress) tinggi
yang berada dalam batuan akan dilepaskan (unloaded), seperti spiral kawat yang
ditekan kemudian dilepaskan.
Akibat pelepasan tegangan tekan ini akan menimbulkan tegangan tarik yang besar di
dalam massa batuan. Tegangan tarik inilah yang melengkapi proses pemecahan batuan
yang sudah dimulai pada tahap II. Rekahan yang terjadi pada proses pemecahan tahap
III - 3

II merupakan bidang-bidang lemah yang membantu fragmentasi utama pada proses


peledakan.
Tekanan Tinggi
Gas Peledakan

Ekspansi
Lubang Bor

Gambar 3.3 Proses pemecahan tahap III (Karthodarmo,1996)

3.3 Getaran Tanah (Ground Vibration)


Pelepasan energi kimia seketika menyebabkan medan tegangan dinamik pada batuan
sekitarnya. Medan tegangan menghasilkan deformasi elastik yang merambat menjauh dari
sumber peledakan (dalam bentuk gelombang seismik, Jaeger & Cook, 1979). Getaran
tanah (ground vibration) terjadi pada daerah elastis. Didaerah ini tegangan yang diterima
material lebih kecil dari kekuatan material sehingga hanya menyebabkan perubahan bentuk
dan volume sementara. Sesuai dengan sifat elastik material, maka bentuk dan volumenya
akan kembali ke keadaan semula setelah tidak ada tegangan yang bekerja. Perambatan
tegangan pada daerah elastik akan menimbulkan gelombang elastik yang dikenal juga
sebagai gelombang seismik.

3.3.1 Klasifikasi Gelombang Seismik


Untuk kasus sumber seismik spherical dalam ruang elastik homogen, satu-satunya
gerakan yang dihasilkan adalah compressive searah dengan perambatan. Namun,
peledakan tidak selalu spherical sempurna dan media perambatan tidak selalu kontinyu
III - 4

dan homogen. Pembentukan beberapa jenis gelombang seismik disebabkan oleh kondisikondisi non-ideal tersebut (Grover, 1973). Klasifikasi gelombang seismik terlihat pada
Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Klasifikasi gelombang seismik (Grover,1973)

Gelombang seismik dibagi menjadi dua bagian yaitu:


1) Gelombang Badan (body wave) adalah gelombang yang merambat melalui massa
batuan, menembus ke bagian dalam dari massa batuan. Gelombang badan dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu:
Gelombang Longitudinal (tekan/compression wave/ P-wave)
Gelombang Longitudinal adalah jenis gelombang yang menghasilkan pemadatan
(kompresi) dan pemuaian (dilatasi) pada arah yang sama dengan arah perambatan
gelombang seperti yang terlihat pada Gambar 3.5.
Gelombang Transversal ( Shear wave/ S-wave)
Gelombang Transversal adalah gelombang melintang (transversal) yang bergetar
tegak lurus pada arah perambatan gelombang seperti yang terlihat pada Gambar
3.6.

Gambar 3.5 Gelombang longitudinal (Scott, 1996)


III - 5

Gambar 3.6 Gelombang Transversal (Scott, 1996)

2) Gelombang Permukaan (surface wave) adalah gelombang yang merambat diatas


permukaan batuan tetapi tidak menembus batuan. Ada dua macam gelombang
permukaan yaitu:
Gelombang love yaitu gelombang mempunyai gerakan seperti gelombang
transversal yang terpolarisasi secara horizontal.
Gelombang Rayleigh yaitu gelombang yang gerakan partikel berputar mundur dan
vertikal terhadap arah perambatan gelombang. Gelombang ini mempresentasikan
perambatan gelombang vertikal.

(a)

(b)

Gambar 3.7 (a) Gelombang Love. (b) gelombang Rayleigh (Scott, 1996)

3.3.2 Alat Ukur Getaran


Pemantau getaran (vibration monitor) adalah alat yang digunakan untuk mengukur
getaran peledakan. Blasmate III merupakan salah satu alat pemantau getaran seperti yang
terlihat pada Gambar 3.8. Alat ini biasanya disiapkan di lokasi penduduk atau daerah
lereng tertentu untuk mengukur getaran yang ditimbulkan peledakan. Dengan
menggunakan software Blastware 10, data yang diperoleh kemudian dianalisis dan
hasilnya dibandingkan dengan nilai ambang batas getaran yang dapat mengganggu
kenyamanan manusia, kestabilan lereng, dan struktur bangunan.

III - 6

Gambar 3.8 Blastmate III


Prinsip kerja alat ini adalah mengubah data masukan berupa getaran tanah menjadi
gaya pegas/sinyal listrik sehingga diperoleh keluaran sebagai angka. Blastmate III
merupakan salah satu contoh alat ukur getaran. Alat ukur getaran ini disebut seismograf
dan terdiri dari dua bagian penting, yaitu sensor dan recorder. Kotak sensor mempunyai
tiga unit independent sensor yang letaknya saling tegak lurus antara satu unit dengan unit
lain. Dua unit terletak horizontal dan saling tegak lurus dan unit yang lain dipasang secara
vertikal. Ketiga sensor tersebut mencatat tiga arah getaran peledakan yaitu longitudinal,
transversal, dan vertikal seperti yang terlihat pada Gambar 3.9.

Gambar 3.9. Contoh rekaman getaran pada arah transversal, longitudinal, dan vertikal

III - 7

3.3.3 Parameter Getaran


Untuk mempelajari getaran , perlu dipahami parameter-parameter getaran. Parameter
getaran adalah sifat-sifat dasar dari gerakan yang digunakan untuk menguraikan karakter
dari gerakan tanah. Apabila gelombang seismik melalui batuan, maka partikel batuan
bergetar atau berpindah dari posisi semula. Apabila partikel berpindah, maka partikel
tersebut akan mempunyai kecepatan dan percepatan. Parameter dasar getaran didefinisikan
sebagai berikut :
1. Displacement

: Jarak dimana partikel batuan bergerak dari posisi semula,

satuannya dalam mm. Jarak maksimum yang ditempuh pergerakan partikel disebut peak
particle displacement (PPD).
2. Velocity

: Pergerakan partikel batuan ketika meninggalkan posisi semula

dalam waktu tertentu, satuannya dalam mm per detik. Kecepatan maksimum suatu
partikel disebut peak particle velocity (PPV).
3. Acceleration

: Perubahan kecepatan partikel, satuannya dalam mm per detik

kuadrat. Percepatan maksimum suatu partikel disebut peak particle acceleration (PPA).

3.3.4 Peak Particle Velocity


Parameter peak particle velocity (PPV) biasanya digunakan sebagai kriteria
kerusakan struktur. Analisis dilakukan terhadap hubungan antara log peak particle velocity
dengan log square root scaling scaled distance yaitu dengan penggambaran grafik regresi
linier atau dengan analisis hubungan PPV dan scaled distance (SD) dengan menggunakan
regresi power dalam skala log, hal ini dilakukan untuk mengetahui penyebaran data dan
kecenderungan arah data.
Pengumpulan data SD untuk penentuan persamaan kecepatan partikel akan
menghasilkan sebaran data di sekitar garis rata-rata seperti terlihat pada Gambar 3.10.
Garis rata-rata ini disebut garis 50%, artinya ada 50% dari data-data berada di bawah
persamaan kecepatan partikel tersebut. Garis ini disebut dengan Envelope line.

III - 8

Peak Particle Velocity (mm/s)

Regression Line For CEK REVISI 2 BLASTWARE GABUNGAN DATA LAP.SDF


50% Line Equation: V = 423 * (SD)^(-1.33)
Coef f icient of Determination = 0.432 Standard Dev iation = 0.164
100

10

1
10

100
Square Root Scaled Distance (m/kg^1/2)

Gambar 3.10 Contoh Grafik PPV vs SD


Berdasarkan sebaran data ini, dapat diketahui perancangan operasi peledakan
masing-masing site yang aman (sesuai dengan nilai ambang batas getaran pada aturan
masing-masing negara). Nilai ambang batas getaran dirancang berdasarkan kecepatan
maksimum getaran yang mungkin terjadi dan tidak berdasarkan nilai rata-rata getaran
(Dowding, 1985). Menurut US Bureau of Mines, hubungan antara kecepatan maksimum
partikel dengan jarak peledakan ke titik pengukuran dan berat muatan bahan peledak yang
meledak bersamaan dinyatakan dalam persamaan:
PPV K SD

R
K 1
2
W

..(3-1)

dimana:
PPV

= Peak Particle Velocity (mm/s)

= Jumlah bahan peledak/delay (kg)

= Konstanta desain peledakan

= Konstanta kondisi massa batuan

= Jarak Pengukuran (m)

SD

= Scaled Distance

III - 9

3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Getaran Peledakan


Menurut Burchell (1987), seperti yang terlihat pada Tabel 3.2, faktor yang
mempengaruhi getaran peledakan dibagi menjadi 2 variabel, yaitu :
1. Variabel terkontrol
2. Variabel tidak terkontrol
Tabel 3.2 Variabel yang memperngaruhi getaran peledakan (Simangunsong, 2009)
No

Pengaruh terhadap getaran

Variabel pada peledakan

Tinggi

Sedang

Rendah

Variabel terkontrol
1

Berat isian bahan peledak per waktu tunda

Lama waktu tunda

Akurasi detonator

Burden dan spasi

Panjang stemming

Jenis material untuk stemming

Panjang isian bahan peledak dan diameter

lubang tembak
8

Kemiringan lubang tembak

Arah penyalaan

10

Jumlah berat bahan peledak per kegiatan

11

peledakan
Kedalaman lubang tembak

12

Perbandingan penggunaan detonating cord

biasa dan terbungkus


13

Perbandingan

penggunaan

detonator

elektrik dan non-elektrik


Variabel tak terkontrol
1

Kondisi umum batuan

Tipe dan tebal overburden

Kondisi cuaca

X
III - 10

3.4.1. Variabel terkontrol


3.4.1.1. Berat Isian Bahan Peledak per Waktu Tunda
Total berat isian bahan peledak per waktu tunda memberikan pengaruh besar
terhadap getaran yang dihasilkan. Total berat isian bahan peledak per waktu tunda dapat
ditentukan dengan menghitung berat bahan peledak setiap lubang ledak dan total lubang
yang meledak secara bersama. Menurut US Bureau of Mines, hubungan antara kecepatan
partikel maksimum dan berat muatan bahan peledak yang dianggap meledak bersamaan
dinyatakan dalam persamaan (3-1). Hubungan tersebut sejajar jika pangkat n bernilai
negatif. Semakin besar berat isian bahan peledak per waktu tunda, semakin besar getaran
yang timbul. Hal ini dapat dilihat pada kurva attenuasi getaran terhadap Scaled Distance
pada bab selanjutnya. Semakin besar Scaled Distance maka kecepatan partikel akan
semakin kecil. Semakin besar berat isian bahan peledak per waktu tunda maka akan
semakin kecil nilai Scaled Distance sehingga getaran yang timbul akan semakin besar
seperti yang terlihat pada Gambar 3.10. Dengan pola tie up yang baik maka dapat didesain
lubang yang meledak bersama seminimal mungkin sehingga berat bahan peledak per
waktu tunda menjadi kecil dan dapat mengurangi getaran peledakan

3.4.1.2. Lama Waktu Tunda


Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan antara baris yang di depan
dengan baris di belakangnya atau antara satu lubang dengan lubang yang lainnya.
Penerapan waktu tunda dalam peledakan menggunakan delay detonator. Keuntungan
melakukan peledakan dengan waktu tunda atau peledakan secara beruntun adalah :
- Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik.
- Mengurangi timbulnya getaran.
- Menyediakan bidang bebas yang cukup untuk peledakan pada baris berikutnya.
- Batuan tidak menumpuk terlalu tinggi.
Pada peledakan yang menerapkan waktu tunda antar lubang terlalu pendek, maka akan
semakin banyak lubang yang akan meledak bersama sehingga kecepatan partikel akan
semakin besar. Sebaliknya, semakin panjang waktu tunda antar lubang maka akan semakin
sedikit lubang yang meledak bersama sehingga kecepatan partikel semakin kecil seperti
yang terlihat pada Gambar 3.11.

III - 11

Gambar 3.11 Muatan bahan peledak dan waktu tunda (Dyno Nobel, Groundbreaking
Performance)
Peledakan yang menerapkan waktu tunda antar baris terlalu pendek, maka batuan di
baris depan akan menghalangi pergeseran batuan pada baris berikutnya dan mengakibatkan
pecahan material pada baris selanjutnya akan tersembur keatas dan menumpuk diatas
batuan dari baris sebelumnya. Tetapi bila waktu tundanya terlalu lama maka hasil
peledakan akan terlempar jauh kedepan serta kemungkinan akan terjadi batuan terbang.
Hal ini disebabkan karena tidak adanya dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan
lemparan batuan di depannya. Untuk itulah diperlukan penerapan waktu tunda yang paling
baik agar tercapai pembongkaran batuan utuh yang sesuai dengan keinginan produksi dan
kecepatan partikel yang tidak menimbukan dampak negatif bagi masyarakat sekitar lokasi
penambangan.

3.4.1.3. Akurasi Detonator


Peledakan dilakukan menggunakan sistem inisiasi yang terdiri dari 3 komponen
utama: signal initiator, signal transmitter, dan detonator. Signal initiator merupakan
sumber inisiasi peledakan. Sumber ini dapat ditransmisikan melalui kawat listrik, shock
tube, detonating cord, safety fuse, dan kombinasi alat tersebut. Pada detonator, terdapat
blasting cap yang terdiri dari high sensitive explosive, delay element, dan primer. Akurasi
detonator tergantung pada keadaan blasting cap. Error dapat terjadi karena kecerobohan
III - 12

produksi pabrik, perbedaan sistem perakitan di pabrik, dan perbedaan statistik perakitan
pabrik. Error dapat menyebabkan detonator dengan delay tertentu meledak lebih cepat atau
lebih lambat. Pada nonelectronic shock tube, error yang terjadi kurang lebih 5 %. Pada
electronic detonator keakuratannya lebih baik yakni kurang lebih 1% (Kiernan, 2008).
Ketidak akuratan ini dapat menyebabkan jumlah lubang yang meledak pada waktu
bersamaan meningkat sehingga getaran peledakan lebih besar.

3.4.1.4. Burden dan spasi

Burden (B)
Burden merupakan variabel penting dalam perencanaan kegiatan peledakan. Burden
didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara lubang ledak terhadap bidang bebas
terdekat saat terjadi peledakan. Untuk menentukan burden, R.L. Ash (1967)
memberian acuan, yaitu adanya batuan standar dan bahan peledak standar. Batuan
standar memiliki bobot isi 2.160 kg/m3. Bahan peledak standar memiliki berat jenis
1,2 dan kecepatan detonasi 4000 m/s. Dengan burden ratio (Kb) yaitu 30, maka
didapatkan burden dari persamaan berikut :
B = Kb x De
dimana:
De

= Diameter lubang ledak (m)

= Burden (m)

Kb

= Burden ratio (30)

Gambar 3.12 memperlihatkan pengaruh burden terhadap efek peledakan, dengan


asumsi bahwa diameter charge sama dengan diameter lubang tembak. Pada gambar
(a), lubang tembak terlalu jauh dari free face sehingga peledakan hanya
menghancurkan bagian sekitar lubang tembak saja dan energi peledakan diteruskan
sebanyak 40% menjadi getaran. Pada gambar (b), lubang tembak berjarak 60,
terlihat retakan yang cukup banyak dan batuan sudah terpecahkan namun belum
terpisahkan/terdorong. Pada gambar (c) lubang tembak berjarak 40, peledakan lebih
memecahkan batuan dari gambar sebelumnya sekaligus mendorongnya membentuk
tumpukan yang akan memudahkan bagi proses pemuatan selanjutnya. Gambar (c)
memperlihatkan optimalisasi antara ketercapaian produktivitas penambangan dan
getaran yang dihasilkan. Pada gambar (d), Jarak lubang terlalu dekat dengan free
III - 13

face. Pada gambar (d), batuan sangat terpecahkan dan dapat menyebabkan fly rock
yang dapat menyulitkan proses pemuatan selanjutnya dan membahayakan
keselamatan orang dan alat yang berada di sekitar lokasi peledakan.

Gambar 3.12 Efek peledakan sebagai fungsi dari burden (Karthodarmo,1996)

Spasi (S)
Spasi merupakan jarak antara lubang-lubang tembak yang dirangkai dalam satu baris
dan diukur sejajar terhadap dinding jenjang. Spasi dapat didesain sedemikian rupa
dengan waktu delay tertentu sehingga lubang dapat meledak bersama maupun
meledak secara beruntun. Untuk menentukan spasi, R.L. Ash (1967) memberikan
acuan persamaan :
S = Ks x B
dimana:
Ks = Spacing ratio (1,0 2,0)
B = Burden (m)
III - 14

Spasi yang lebih kecil dari ketentuan akan menyebabkan ukuran batuan hasil
peledakan terlalu hancur. Jika Spasi lebih besar dari ketentuan, maka akan
menyebabkan banyak terjadi bongkah (boulder) dan tonjolan (stump) diantara dua
lubang ledak setelah peledakan. Berdasarkan cara urutan peledakannya, pedoman
desain Spasi adalah sebagai berikut :
- Peledakan serentak, S = 2 B
- Peledakan beruntun dengan delay interval lama (second delay), S = B
- Peledakan dengan millisecond delay, S antara 1 B hingga 2 B
- Jika terdapat kekar yang saling tidak tegak lurus, S antara 1,2 1,8 B
- Peledakan dengan pola equilateral dan beruntun tiap lubang ledak dalam baris
yang sama, S = 1,15 B

3.4.1.5. Panjang Stemming


Stemming merupakan panjang isian lubang tembak yang tidak diisi bahan peledak,
tetapi diisi material seperti gravel atau material hasil pengeboran (cutting) dengan fungsi
sebagai pemampat dan menentukan strees balance ( T = B ) dalam lubang bor. Stemming
berfungsi untuk memampatkan gas-gas peledakan agar tidak keluar terlalu dini melalui
lubang tembak, sehingga gas-gas peledakan tersebut terlebih dahulu mengekspansi
rekahan-rekahan yang timbul akibat gelombang kejut pada batuan. Untuk menentukan
stemming, R.L. Ash (1967) memberikan acuan persamaan :
T = Kt x B
dimana:
T = Stemming (m)
Kt = Stemming ratio (0,7 - 1,0)
B = Burden (m).
Panjang stemming dipengaruhi oleh diameter lubang tembak seperti yang terlihat pada
Gambar 3.13. Apabila peledakan menerapkan stemming yang terlalu pendek, maka akan
mengakibatkan energi ledakan terlalu mudah mencapai bidang bebas di permukaan lubang
tembak sehingga menimbulkan batuan terbang. Selain itu, energi yang menekan batuan
tidak maksimal, fragmentasi batuan hasil peledakan kurang baik, dan pada jenjang yang
terbentuk terdapat retakan yang melewati batas jenjang (overbreak).Apabila stemming
terlalu panjang dapat mengakibatkan energi ledakan terkurung dengan baik, tetapi

III - 15

fragmentasi batuan pada bagian batas stemming keatas akan menjadi bongkah, karena
energi ledakan tidak mampu mencapainya serta dapat pula menimbulkan backbreak.

Gambar 3.13 Pengaruh Diameter Lubang Tembak Terhadap Tinggi Stemming


(Karthodarmo,1996)

3.4.1.6. Jenis Material untuk Stemming.


Pemilihan ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap batuan hasil
peledakan. Pemilihan material stemming yang tepat sangat penting jika ingin
meminimalkan panjang stemming. Apabila material stemming terdiri dari bahan-bahan
halus hasil pengeboran (cutting pengeboran), maka gaya gesek material stemming terhadap
lubang tembak kecil sehingga udara yang bertekanan tinggi akan mudah mendorong
stemming tersebut keluar, dengan demikian energi yang seharusnya terkurung dengan baik
dalam lubang ledak akan hilang keluar bersamaan dengan terbongkarnya stemming. Untuk
mengatasi tersebut diatas maka digunakan bahan yang memiliki karakteristik susunan butir
saling berkaitan dan berbutir kasar serta keras. Untuk menentukan ukuran material
stemming, R.L. Ash (1967) memberikan acuan persamaan :
Sz = 0,05 x De
dimana :
De = Diameter lubang ledak (mm)
Sz = Ukuran material stemming (mm)

III - 16

3.4.1.7. Panjang Isian Bahan Peledak dan Diameter Lubang Tembak


Charge length merupakan panjang kolom isian bahan peledak. Semakin besar
panjang isian bahan peledak, maka besarnya getaran yang dihasilkan akan semakin besar.
Sebaliknya, bila panjang isian bahan peledak kecil maka getaran hasil peledakan akan
kecil. Persamaannya sebagai berikut (R.L. Ash, 1967) :
PC = H T
dimana :
PC = Panjang kolom isian (m)
H = Kedalaman lubang tembak (m)
T = Stemming (m)
Ukuran diameter lubang tembak merupakan faktor yang penting dalam merancang
suatu peledakan yang akan mempengaruhi penentuan geometri dan jumlah bahan peledak
setiap lubang. Untuk diameter lubang tembak kecil, maka burden yang digunakan kecil
dan berat isian bahan peledak per delay kecil sehingga energi yang dihasilkan kecil. Hal
tersebut dimaksudkan agar energi ledakan cukup kuat untuk menghancurkan batuan
dengan geometri peledakan lebih kecil daripada geometri peledakan pada diameter lubang
tembak yang besar. Pada lubang tembak dengan diameter besar, burden yang didesain
besar dan kolom isian akan lebih banyak daripada diameter lubang tembak kecil sehingga
muatan bahan peledak diameter besar dapat membongkar massa batuan dengan geometri
peledakan lebih besar dengan baik.

3.4.1.8. Kemiringan Lubang Tembak


Pada tambang permukaan, pengeboran dapat dilakukan pada arah vertikal dan miring
sesuai dengan kemiringan jenjang. Kemiringan lubang tembak dapat mempengaruhi
distribusi energi peledakan lubang tembak yang menyebabkan timbulnya fly rock, airblast,
noise, dan getaran. Pada jenjang miring, lubang tembak vertikal menghasilkan fragmentasi
batuan lebih besar daripada lubang tembak miring pada bagian toe burdennya. Hal ini
disebabkan terlalu besarnya toe burden. Pada pembongkaran batuan daerah toe burden,
proses spalling tidak optimal sehingga fragmen batuan besar dan timbul waste energy
dalam bentuk getaran yang lebih banyak. Pada daerah upper burden, burdennya lebih kecil
sehingga kemungkinan timbulnya waste energy dalam bentuk noise, airblast, dan flyrock
lebih besar. Untuk memaksimalkan fragmentasi dan meminimalkan dampak negatif
III - 17

peledakan, lubang tembak miring sejajar jenjang pada burden tertentu dapat diaplikasikan.
Gambar 3.14 memperlihatkan lubang tembak vertikal dan lubang tembak yang memiliki
kemiringan lebih besar daripada jenjang menghasilkan dampak negatif peledakan.

(a)

(b)

Gambar 3.14. (a) Lubang tembak vertikal yang memiliki upper burden kecil. (b) lubang
tembak miring dengan toe burden terlalu kecil

3.4.1.9. Arah Penyalaan


Arah penyalaan mempengaruhi besarnya getaran yang ditimbulkan operasi
peledakan. Arah penyalaan berlawanan arah dengan dengan bidang bebas untuk
menghasilkan kondisi tumpukan yang mudah untuk digali excavator. Getaran searah
penyalaan lebih besar daripada arah sebaliknya dimana terdapat bidang bebas. Hal ini
dikarenakan energi yang merambat pada arah penyalaan akan terus merambat pada media
homogen. Getaran pada arah penyalaan memiliki amplitudo, frekuensi, dan panjang
gelombang tertentu. Pada arah tersebut terjadi interferensi konstruktif dan interferensi
destruktif akibat resultan 2 gelombang atau lebih pada fase perambatannya. Apabila fase
perambatannya sama, maka akan terjadi interferensi konstruktif dimana terjadi penguatan
amplitudo. Apabila fase perambatan gelombang berbeda, maka akan terjadi interferensi
destruktif dimana resultan amplitudo merupakan selisih amplitudo masing-masing
gelombang seperti yang terlihat pada Gambar 3.15 (Tipler, 1998).

III - 18

Gambar 3.15 (a) Dua gelombang gelombang berfrekuensi berbeda namun hampir sama
yang sefase pada t0 = 0, berbeda fase 180 pada t1, dan sefase kembali pada t2. (b) Resultan
dua gelombang pada (a) (Tipler, 1998)
3.4.1.10. Jumlah Berat Bahan Peledak per Kegiatan Peledakan
Total berat bahan peledak per kegitan peledakan dapat ditentukan dengan
menghitung berat bahan peledak setiap lubang tembak dan total lubang tembak. Semakin
banyak jumlah lubang tembak maka kemungkinan lubang meledak bersama semakin
banyak. Hal ini menyebabkan semakin besar getaran yang timbul. Dengan pola tie up yang
baik maka didapatkan berat bahan peledak per waktu tunda yang kecil sehingga
mengurangi getaran yang dihasilkan dari proses peledakan. Gambar 3.11 memperlihatkan
perbandingan antara getaran peledakan 4 lubang serentak dan getaran peledakan beruntun
4 lubang dengan delay.

3.4.1.11. Kedalaman Lubang Tembak


Kedalaman lubang tembak merupakan penjumlahan besarnya stemming dan panjang
kolom isian bahan peledak. Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan
tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan geoteknik. Hole depth
ratio/stiffness ratio (konya, 1990) merupakan perbandingan antara kedalaman lubang
tembak dengan burden tertentu. Berdasarkan penelitian Konya pada tahun 1990, stiffness
ratio berpengaruh pada hasil fragmentasi dan dampak negatif peledakan yang timbul (lihat
Tabel 3.3). Apabila dampak negatif getaran yang dirasakan masyarakat terjadi, maka
penyesuaian kedalaman lubang tembak harus dilakukan. Untuk menentukan kedalaman
lubang tembak, R.L. Ash (1967) memberikan acuan persamaan :
H = Kh x B
dimana :
H = Kedalaman lubang tembak (m)
III - 19

Kh = Hole depth ratio (1,5 - 4)


B = Burden (m)
Tabel 3.3 Pengaruh Stiffness Ratio (Konya, 1990)

Stiffness
Fragmentasi Air Blast
Ratio (H/B)

2
3

Fly Rock

Getaran

Keterangan

Potensi terjadinya
back break dan toe .
Buruk
Berpotensi Berpotensi Berpotensi
Harus dihindari dan
dirancang ulang
Sebaiknya dirancang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
ulang
Terkontrol dan
Baik
Baik
Baik
Baik
fragmentasi
memuaskan
Tidak menambah
Sangat
Sangat
Sangat
keuntungan bila
Sangat baik
baik
baik
baik
stiffness ratio
dinaikkan lebih dari 4

3.4.2. Variabel Tidak Terkontrol


3.4.2.1. Kondisi Umum Batuan
Kondisi umum batuan dapat mempengaruhi getaran peledakan. Semakin homogen
massa batuan, maka getaran peledakan akan merambat dengan baik. Getaran dapat terus
merambat melalui medium batuan sampai energi sisa peledakan tidak mampu memberikan
tegangan pada zona elastis batuan. Patahan atau mayor discontinuity pada massa batuan
dapat memotong perambatan getaran sehingga getaran yang dirasakan pada jarak tertentu
lebih kecil dibandingkan getaran yang merambat pada massa batuan homogen.

3.4.2.2. Tipe dan Tebal Overburden


Tipe dan tebal overburden mempengaruhi getaran peledakan. Overburden
merupakan media perambatan getaran peledakan. Batuan yang masif berperan sebagai
media perambatan gelombang yang baik. Semakin masif media perambatan, maka
kecepatan partikel semakin besar seperti yang terlihat pada Gambar 3.16. Batuan masif
juga memberikan efek pengurungan energi peledakan yang lebih baik.

III - 20

3.4.2.3. Kondisi Cuaca


Kandungan air dalam batuan dapat mempengaruhi stabilitas kimia bahan peledak
yang diisikan kedalam lubang tembak. Kerusakan sebagian isian bahan peledak dapat
mengurangi kecepatan reaksi bahan peledak sehingga akan mengurangi energi peledakan
bahkan dapat menyebabkan bahan peledak gagal meledak (missfire). Sebagai contohnya,
ANFO yang dapat larut dalam air tidak dapat digunakan untuk daerah peledakan berair.
Untuk mengatasi pengaruh air, dapat menggunakan pompa untuk mengeluarkan air
tersebut dari lubang ledak kemudian membungkus bahan peledak menggunakan plastik
atau menggunakan jenis bahan peledak yang tahan terhadap air. Hujan dapat
mempengaruhi besarnya getaran. Curah hujan yang tinggi dapat meningkatkan kejenuhan
pada tanah dan batuan. Kecepatan partikel pada tanah yang jenuh lebih cepat daripada
tanah kering berongga udara.

Gambar 3.16. Perambatan getaran pada batuan dan tanah (Dyno Nobel, Groundbreaking
Performance)
3.5 Metoda Pengurangan Getaran Peledakan
Pengurangan getaran peledakan secara preventif dapat dilakukan dengan beberapa
metoda berikut :
3.5.1 Metoda Decking
Decking adalah suatu cara pemuatan bahan peledak yang terbagi atas beberapa
kolom yang diselingi lapisan stemming sebagaimana terlihat pada Gambar 3.17. Pada
metode ini, tiap deck diberi waktu tunda. Deck paling atas diberi waktu tunda dengan
nomor kecil, sedangkan untuk deck selanjutnya diberi waktu tunda dengan nomor yang
lebih besar. Ide dasar dari metoda ini adalah mengurangi berat muatan yang meledak
III - 21

bersamaan, sehingga kecepatan partikel getaran dapat dikurangi. Selain pengurangan


kecepatan getaran, keuntungan lain penggunaan metoda decking adalah fragmentasi yang
lebih baik terutama untuk material yang berlapis.

Gambar 3.17 Decking of Charges

3.5.2 Rancangan Geometri peledakan


Selain dengan metoda decking, pengurangan jumlah muatan dapat dilakukan dengan
rancangan geometri peledakan, terutama ukuran diameter lubang ledak dan tinggi jenjang.
Hal yang harus diperhatikan sebelum membuat rancangan adalah pengaruh diameter
terhadap kecepatan detonasi. Kecepatan detonasi berpengaruh terhadap efek penghancuran
dimana semakin besar kecepatan detonasi, maka efek penghancurannya semakin besar.

3.5.3 Metoda peledakan tunda


Peledakan tunda (delay blasting) adalah suatu cara peledakan yang terdiri atas
beberapa baris (row) dan kolom (coloumn) lubang tembak dengan menggunakan detonator
yang memiliki waktu tunda tertentu. Penggunaan waktu tunda dimaksudkan untuk dua hal.
Pertama, mengurangi jumlah muatan yang meledak secara bersamaan. Kedua, memberikan
waktu/kesempatan material yang dekat bidang bebas terledakkan secara sempurna. Kedua
hal ini berpengaruh terhadap pengurangan tingkat getaran. Pada peledakan dengan lubang
tembak lebih dari satu baris, jika baris pertama (bagian terdekat dengan bidang bebas)
belum terledakkan secara sempurna sedangkan baris kedua telah meledak, maka energi
III - 22

yang terlepas pada peledakan baris kedua akan mencari bidang bebas kearah yang lebih
lemah yaitu kearah atas sehingga menimbulkan gerakan material hasil peledakan yang
sangat kuat ke arah udara (fly rock) dan daerah hancuran pada bagian belakang lubang
ledak (overbreak). Energi yang dibebaskan ini justru sebagian besar merambat dalam
massa material. Hal ini yang menyebabkan timbulnya getaran lebih besar.

3.5.4 Metoda Line Drilling


Line Drilling adalah suatu baris lubang bor kosong, dengan diameter lebih kecil dari
tiga inchi dan spasi 1-4 kali diameter, yang terletak antara titik ledak dan daerah yang
dilindungi seperti terlihat pada Gambar 3.18. Line Drilling berfungsi sebagai bidang lemah
dengan impedansi yang berbeda dengan material sekitarnya. Hal ini yang menyebabkan
terjadinya pemantulan sebagian energi yang melewatinya sehingga mengurangi getaran.
Metoda ini tidak efektif untuk formasi material yang tak homogen seperti terdapatnya
bidang perlapisan.

Gambar 3.18 Desain geometri Line Drilling

III - 23

Anda mungkin juga menyukai